• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKHIR AGAMA MAJUS

Dalam dokumen SEKILAS TENTANG sejarah administrasi PENGARANG (Halaman 116-121)

Pengabdian dan semangat Vishtaspa, raja Bactria, membawa agama Zarathushtra diterima di seluruh Iran dalam tempo yang singkat. Dalam tempo yang singkat tersebut telah dihasilkan kebudayaan terbesar di dunia, yakni kebudayaan Achaemenid. Baik Cyrus yang Agung (558–529 SM), dan Darius yang Agung (521– 485 SM) adalah penganut agama Majusi. Dikatakan bahwa Darius telah mengumpulkan seluruh kitab suci agama Majusi dan menuliskan dalam surat emas. Seluruh kumpulan tersebut terbagi sesuai pokok bahasan dalam 21 buku, disebut Nasks, dan disimpan di Perpustakaan Kerajaan di Persepolis.

Sangat tidak mungkin untuk mengatakan berapa lama Agama Majusi bertahan dalam ajarannya yang asli. Tetapi dengan berlalunya waktu, komposisi dari Yasna dan agama Majusi telah meninggalkan ajaran asli ketuhanan dari Majusi. Dari Gathas ke bagian-bagian akhir Yasna, dari Yasna ke Vispered, dari Vispered ke Yashts, dari Yashts ke Vendidad, dari kitab suci Avestan secara keseluruhan menjadi kitab suci agama Pahlavi, terdapat bukti yang tidak salah lagi bahwa terjadi kemerosotan agama Majusi. Prof. Wadia menulis:

“Adalah suatu tragedi agama bahwa kesucian pendirinya tidak dapat diper-tahankan oleh pengikutnya, dan kesegaran iman telah hilang melalui kotoran yang tiada akhir. Agama Majusi tidak terkecuali, mengikuti hukum ini. Oleh sebab itu, setelah berabad- abad ajaran nabinya pun telah dilakukan perubahan dengan berbagai cara.”9

Suatu waktu setelah wafatnya Zarathushtra, kita melihat kegawatan doktrin dua pencipta, atau ajaran dualistis. Tidak hanya Ahura Mazda diindentifikasi sebagai Spento Mainyu, tetapi Spento Mainyu dan Angro Mainyu dianggap sebagai pasangan abadi dan

seimbang. Mereka berkeyakinan telah terjadi kerjasama pencipta di alam semesta. Kadang kala, dunia diciptakan oleh Angro Mainyu dan mengikutilah kebaikan, tetapi diwaktu lainnya diciptakan oleh Angro Mainyu dan mengikutilah kejahatan. Doktrin Zarathushtra yang esa dirusak dengan mengadopsi sejumlah besar dewa-dewa yang imaginer. Enam atribut utama dari Ahura-Mazda dipersonifikasikan dan dijadikan tuhan yang terpisah-pisah. Mereka disebut Amesha Spentas, Kesucian yang Abadi. Dewa-dewa alam kuno yang ditolak oleh Zarathushtra sebagai isapan jempol fikiran ketakhayulan, dijadikan sandaran dan mulai disembah sebagai

Yazatas atau cerminan tuhan-tuhan (atau malaikat). Dan juga telah dijadikan landasan penyembahan leluhur. Hari peringatan kematian mulai diamati untuk kurang lebihnya dielaborasi dan sepuluh hari terakhir tahun Zoroaster dijadikan penyembahan dari Fravashis, yakni jiwa-jiwa atau malaikat-malaikat penjaga dari keluarga dan teman-teman yang telah wafat .

Lorong waktu dari agama Zarathushtra menjadi sangat formal dan ritual. Telah tumbuh secara meluas sistem kependetaan (atharavano) yang membuat sistematika dan pengorganisasian doktrin peribadatannya, dan meletakan dengan sedikit pengembangan hukum-hukum Vendidad menjadi ritual murni. Seluruh kehidupan dikuasai dengan ide pemurnian dan pengrusakan; kegiatan besar kehidupan menghindari ketidakmurnian dan selanjutnya jika tidak sengaja terjadi kontak, maka untuk menyingkirkannya dilakukan perbaikkan secepat mungkin. Peribadatan pada agama Majusi selanjutnya berpusat sekitar api suci. Walaupun kurang tepat mengatakan bahwa agama Majusi sebagai penyembah api, tetapi tidak diragukan lagi agama Majusi telah sampai pada pemujaan berlebihan dan sebuah galaksi dosa dikatakan telah berkumpul di sekitar api suci. Dalam Vendidad dan Jamyad Yasht, Api dikatakan sebagai Putra Tuhan.

Ia dijadikan simbol Tuhan dan digunakan dalam upacara keagamaan sebagai perwujudan Tuhan. Prof. Wadia menulis:

“Jika sebelumnya kita melihat bahwa Zoroaster muncul sebagai pembaharu agama besar melalui penghancuran tuhan-tuhan alam dan membangun peribadatan kepada Tuhan Yang Esa, yakni Tuhan Ketulusan. Dengan masuknya raja Vishtaspa, keimanan baru telah mengakar di tanah Iran, tetapi semangat ajarannya tidak dipegang dalam kesucian, dan kelompok pendeta yang biasa melakukan pemujaan terhadap unsur-unsur alam memasukkan kembali tuhan-tuhan lama dalam baju baru dengan lengkungan malaikat atau malaikat dari Ahura-Mazda. Ini adalah pukulan menguasai dari sejumlah pilihan, sehingga baru merupakan sogokan dari yang lama, atau jika seseorang menginginkannya, maka yang lama disogok ke yang baru. Dalam skema ini, api didatangkan ke pusat tempat dan penyembahan api sebagai simbol Tuhan digunakan untuk menyegarkan kehidupan, kemunduran ini terus berlangsung sejauh sejarah Persia.”10

Di bagian dalam kuil-kuil Majusi diadakan pengorbanan, masyarakat kelas atas dan bawah dilibatkan dalam upacara. Sesajian terdiri dari daging, susu, roti, buah-buahan, bunga, dan yang diolah. Dalam upacara pengorbanan itu, minuman dipersiapkan dari tanaman homa dan mulai menjadi bagian utama upacara tersebut.

Jadi, pada waktu penaklukkan Iran oleh Alexander Agung (330 SM), agama Majusi telah kehilangan vitalitas asli dan kemurniannya. Dalam kegaduhan penaklukkan dari raja Macodonia ini, telah dibakar istana Persepolis dan seluruh perpustakaannya termasuk Kitab Suci agama Majusi, semuanya musnah dalam kekacauan tersebut. Ini pukulan yang parah dan hampir dua abad setelah penaklukkan Alexander, kita tidak menemukan catatan dari agama Majusi. Tidak ragu lagi, belajar dari keadaan ini dan

pengabdian para pendeta, siapakah yang dapat bertahan dari serbuan tersebut, dan mempertahankan iman yang hidup di dalam hati masyarakat, serta harus juga mampu memelihara dalam ingatan mereka tentang kebesaran kitab suci.

Bangkitnya Parthians atau Arsacids (249 SM) menandakan abad baru dari sejarah Persia. Parthians awalnya bukan penganut agama Majusi, tetapi akhirnya muncul mengadopsi keyakinan Majusi. Penguasa Parthian berikutnya berusaha membawa bersama catatan-catan suci dari kitab suci tua. Parthians digulingkan oleh Sassanians tahun 226 M. Penguasa baru ini mempunyai peranan penting dalam menghidupkan kembali agama Majusi, tetapi kepustakaan kitab suci tinggal kepingan kecil-kecil yang dapat diperbaiki. Mereka menterjemahkan ke dalam Pahlavi, yakni bahasa penguasa Sassanians, dan tafsir yang panjang dituliskan mereka. Tetapi dalam rasa iba dan semangat penguasa Sasasanian awal, ajaran Majusi yang dihidupkan kembali bukanlah agama Majusi, tetapi ajaran Majusi yang telah rusak pada masa-masa akhir. Dr. Iliffe menulis:

“Catatan kedua dari kerajaan Sassanian adalah mereka menciptakan Negara Gereja yang kuat. Ini adalah Mazdaisme, menghidupkan kembali ajaran Majusi tua dari Achaemenids, yang masih tetap ajaran Iran tradisional walaupun dilatarbelakangi dengan masa agnostisme Parhian. Dalam bentuk baru ini, ia bukan lagi monoteisme dengan Ahura Mazda sebagai satu-satunya Tuhan, tetapi telah dibantu beberapa dewa, yang jika kita lacak pada masa awalnya termasuklah didalamnya Mithras dan Anahita, sekarang telah mengambil alih dewa Mazdaisme. Sebagai Negera Gereja, Mazdhaisme mempunyai pimpinan tertinggi dan hirarki kependetaan yang kuat, Magi, kata yang berarti hukum. Gambaran sentral dari agama ini adalah Api Suci, yang tetap dipelihara pada

setiap masyarakat dan rumah, dan juga di tiga tempat suci yang diagungkan dan tersebar di kerajaan.”11

Pada masa akhir pemerintahan Sassanian, agama telah menjadi tidak memuaskan dan keadaan sosial serta politik membingungkan. Keimanan Majusi telah hilang dari kesucian dan kemuliannya. Mengutip dari buku Dr. Tarapo-rewala, The Religion of Zarathushtra:

“Tidaklah suatu bangsa dapat mempertahankan kehidupan spiritualnya sampai dia dapat membersihan dan merasa malu serta terobsesi keinginan kuat dari kelompoknya, demikianlah yang kita baca dalam Vendidad. Hati ummat manusia membutuhkan roti dari cinta Ilahi dan kemulianNya, dan Vendidad memberi landasan tersebut. Tidak dapat diingkari bahwa Yashts yang lebih dahulu dan

Yasna serta Gathas yang lebih memuaskan tidaklah ada pada masa itu, dan yang ada adalah penafsiran Pahlavi yang rasanya lebih mewarnai semangat Vendidad.”12

Mungkin ada satu kecualian terhadap aturan umum tentang kerusakan dan keinginan berkuasa sendiri pada masa akhir penguasa Sassanian di Iran. Ini adalah Khusrav I, dan lebih dikenal sebagai Noshirvan Bersahaja, yang meme-rintah dari 531 sampai 578. Ia adalah raja besar yang bersahaja dan bijaksana. Pada masanya, Nabi Muhammad saw dilahirkan di Arab. Sesungguhnya, Nabi besar Islam ini dilaporkan telah memberi kebanggaan dari kenyataan kelahiran-nya berada pada masa kerajaan yang berbeda.

Setelah wafatnya Noshirvan, maka dengan cepat kemerosotan dan kekacauan merebak di Iran, dan ini memberi kesempatan penaklukkan Arab dan rakyatnya memeluk Islam. Dr. I.J.S. Taraporewala, seorang cendikiawan Majusi yang terkemuka,

11 Dr.I.J.S. Taraporewala, The Religion of Zarathushtra, p. 144 (Theosophical Publishing House, Adyar, Madras, 1926)

12 Dr. I.J. S. Taraporewala, The Religion of Zarathushtra, p. 144 (Theosophical Publishing House, Adyar, Madras, 1926)

memandangnya bahwa kesederhanaan, kemuliaan ajaran Islam, dan praktik keseharian persaudaraan Muslim telah memenangkan masyarakat Iran dan memeluk agama Islam. Dia dengan pasti mengatakan tidak ada kekerasan yang digunakan oleh kaum Muslimin:

“Diawal hukum Islam di berlakukan di Persia, para penganut Majusi tidak ada yang diganggu karena keyakinannya atau dipaksa untuk mengubah keyakinannya. Melalui semangat dan keinginan menyebarkan keyakinannya, para pimpinan Arab menempatkan diri sebagai pihak yang bertoleransi tinggi dan melahirkan semangat demokrasi, sehingga tidak ragu lagi menolong mereka untuk diterima pihak lain yang sama kemerdekaan beragamanya, dan menerima dengan senang hati.”13

Walaupun demikian, setelah penarikan kembali bangsa Arab sekitar akhir abad kesembilan, kaum muslim Persia mulai mengganggu dan menyiksa penganut Majusi Persia, sehingga sejumlah besar mereka bermigrasi dari Iran ke India, dan kita menyaksikan bangkitnya masyarakat Parsi di sub benua Indo Pakistan. Mereka menetap pertama kali di pulau Div, selanjutnya ke Selatan Gujarat India. Di sini mereka membangun kuil api besar untuk Shah Iran. Walaupun sedikit jumlah Majusi Persia yang berperan dan masih berperan mengagumkan dalam kehidupan ekonomi dan kebudayaan di anak benua Indo Pakistan. Mereka termasyhur karena keanggunan, cara berbudaya, dan sumbangannya terhadap masyarakat luas. Jumlah penganut Majusi di India dan Pakistan sekitar ratusan ribu, dan yang tinggal di Iran sekitar ratusan saja.

Dalam dokumen SEKILAS TENTANG sejarah administrasi PENGARANG (Halaman 116-121)