• Tidak ada hasil yang ditemukan

KITAB-KITAB SUCI AGAMA YAHUD

Dalam dokumen SEKILAS TENTANG sejarah administrasi PENGARANG (Halaman 188-197)

AGAMA YAHUD

KITAB-KITAB SUCI AGAMA YAHUD

Kitab-Kitab Suci agama Yahudi (Kisew Ha-Kosdesh) terdiri dari semua kitab yang terdapat dalam apa yang disebut Perjanjian Lama dari Alkitab Kristiani. Dalam Kanon Ibrani, kitab-kitab itu disusun dalam tiga bagian sebagai berikut.

(1) Taurat (“Hukum”) –terdiri dari Pentateuch (“Lima Kitab”) yang dinisbahkan kepada Musa a.s., yakni terdiri dari kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan.

(2) Nebi’im (“Para Nabi”) – terdiri dari (a) Nebi’im Permulaan (misalnya Joshua, Para Hakim, Samuel, dan Kitab Raja Raja); (b) Nebi’im Terakhir terdiri dari Isaiah, Jeremiah, Ezekiel, dan “Duabelas” (seperti Hosea, Joel, Amos, Abediah, Jonah, Micah, Nahum, Habbakuk, Zephaniah, Haggai, Zechariah, dan Malachi).

(3) Kethubim (“Tulisan Suci”) terdiri dari (a) Mazmur, Amzal, dan Ayub, (b) Lima Magilot, seperti Nyanyian Sulaiman, Ruth, Ratapan, Pengkhotbah, dan Esther, dan (c) Daniel, Ezra-Nehemiah dan Tawarikh.

Taurat itu dianggap oleh kaum Yahudi ortodoks maupun oleh Kristen sebagai Kitab Musa a.s. yang diwahyukan kepadanya dari Tuhan. Tetapi dengan membaca sepintas saja, kita sudah dapat menunjukkan bahwa hal itu tidak mungkin. Musa, misalnya, tidak mungkin dapat menuliskan peristiwa kematiannya sendiri seperti terdapat dalam Ulangan pasal 34. Dalam bentuknya yang sekarang, Taurat atau Pentateuch berasal dari lima abad sebelum kedatangan Isa a.s. Adalah sulit untuk dikatakan bahwa bagian dari itu, walaupun sedikit, sebagaimana yang diwahyukan oleh Tuhan kepada Musa a.s. (yang hidup pada abad 15 s.M). Cendekiawan modern telah membedakan setidaknya empat bagian utama dalam Kitab Taurat: (i) Jalwestic aslinya berasal dari suku Ibrani yang tinggal di Palestina Selatan sekitar abad ke sembilan s.M., dan dinamakan demikian karena di kalangan mereka, Tuhan dikenal

sebagai Yahweh. Bagian ini menunjukkan jejak yang paling terang dari agamanya yang utama dengan konsepsi ketuhanan yang antrophormophic yang dikembangkan oleh suku itu ketika menetap di gurun pasir. (ii) Elohist (E) berasal dari suku yang menetap di Utara, di mana Tuhan itu dikenal sebagai Elohim (“Tuhan” atau lebih harfiah tuhan-tuhan). Di sini merupakan daerah pertanian yang lebih diutamakan dari peternakan, suku bangsa ini terpaksa meninggalkan cara hidup gurun pasir berikut kepercayaan dan pantangan mereka yang asli. (iii) Deuteronomic (D), suatu kumpulan hukum yang jauh lebih maju dan diperkirakan dibawah pengaruh Nabi-Nabi besar dan telah diketemukan oleh Hilkiah Pendeta Tinggi pada tahun 621 s.M., ketika Yosiah menjadi raja Yudah. Beberapa bagian daripadanya mungkin sungguh-sungguh berasal dari Musa a.s. (iv) Priestly (P), jelas suatu kumpulan yang lebih belakangan lagi yang mencerminkan pengaruh para pendeta yang dikendalikan oleh Babylonia di tengah-tengah kaum Yudea dalam tawanan setengah abad penuh. Undang – undang rakyat yang sosial religius sebagian dari masa lampau dan sebagian lagi dari masa-masa belakangan yang secara salah dinisbahkan kepada Musa a.s. oleh para pendeta. Ini terdiri dari Kitab Lewi dan bagian besar Kitab Kejadian, Keluaran, dan Bilangan dan dibawa ke Jerusalem oleh Ezra pada tahun 458 s.M. Keanekaragaman inilah yang menjelaskan perbedaan besar yang terdapat dalam Taurat, dan merupakan kesulitan bagi mereka yang ingin menemukan persamaan dalam perintah-perintahnya.

Para penulis dari J, E, D, dan P juga dapat ditelusuri dalam Kitab Yoshua. Karena itu para kritikus seringkali bicara tentang “Hexateuch” (“Enam Kitab”) yang menunjukkan bahwa suatu kali Yoshua telah menyusun suatu karya tunggalnya dengan lima kitab lainnya.

Semua kitab sejarah atau apa yang dinamakan Nebi’im Permulaan terdiri dari rangkaian pengarang. Hakim-Hakim,

Samuel, dan Raja-Raja dalam bentuknya yang sekarang termasuk masa-masa sesudah pembuangan yang permulaan. Gambaran umum yang bisa ditarik didalamnya boleh dianggap sejarah. Namun dalam kitab Samuel di dalamnya tercampur kisah-kisah mengenai Samuel, Saul dan Daud a.s. sebagai tokoh utamanya.

Kini sampailah kita kepada Nebi’im Belakangan yakni karyanya para Nabi Ibrani itu tidak seluruhnya merupakan tulisan yang diwahyukan Ilahi kepada Nabi-Nabi yang disebutkan namanya. Dalam Kitab Isaiah hanya enambelas dari enampuluh tiga pasal yang dianggap para ahli Alkitab berasal dari tulisan Nabi Isaiah. Fasal-fasal lainnya ditulis paling sedikit oleh dua orang lainnya di masa masa belakangan dengan menyisipkan tulisan tangannya sendiri dalam kitab Nabi Isaiah.

Kitab Yeremiah juga merupakan gabungan. Mungkin kitab itu berisi banyak tulisan yang terilham dari Nabi Yeremiah, tetapi semuanya ini tidak disusun hingga sesudah wafatnya, dan kitab itu banyak dirobah-robah. Dalam kata-kata Archibald Robertson ditulis:

“Sungguh disayangkan bahwa hasil karya Yeremiah, Nabi yang paling manusiawi telah sampai ke tangan kita dalam keadaan berkeping-keping dan membingungkan dengan susunan kronologis yang sangat sedikit dan sudah banyak dirobah”.8

Kitab Ezekiel hingga akhir-akhir ini juga dianggap karya Nabi yang bersangkutan, tetapi beberapa kritikus modern telah menemukan di dalamnya paling sedikit dua tangan lain, dan sebagian daripadanya dinisbahkan pada periode yang lebih awal dari Ezekiel yang tradisional.

Kitab yang disebut “Duabelas Nabi-Nabi Kecil” membentuk satu gulungan tunggal dalam Kanon Ibrani, sebagian berisi wahyu- wahyu yang diturunkan kepada mereka dari Tuhan, dan mungkin

8 Archibald Robertson, The Bible and its Background, vol. I, p. 35 (The Thinker’s Library, London. 1942)

ditulis oleh mereka sendiri kecuali Jonah yang pasti tidak ditulis olehnya sendiri. Namun tidak diragukan lagi, bahwa kitab-kitab ini juga berisi banyak perobahan. Meskipun demikian, kitab dari para Nabi ini bersama Yeremiah, Isaiah, dan Ezekiel berisi karya tulis yang sangat tinggi nilainya yang telah ditulis manusia, dan banyak dari halamannya penuh dengan kebencian terhadap penindasan dan ketidakadilan. Secara gagasan yang dikemukakan oleh mereka adalah sebagai berikut: (i) Tuhan memelihara semua ummat manusia tidak hanya Bani Israil saja, (ii) Kepada Bani Israil, Dia tidak akan memberikan rahmat yang khusus kecuali bila mereka menunjukkan kerelaan yang khusus pula dalam mengikuti Jalan Nya, (iii) JalanNya adalah jalan ketulusan dan jalan ini hanya dapat diikuti dengan beramal saleh dan tidak semata-mata dengan melakukan upacara-upacara saja, (iv) Kecuali sampai mereka mengikutiNya, maka seketika Tuhan sendiri yang akan menyerahkan tanah mereka.

Kitab Yonah yang ditulis kira-kira tahun 350 s.M. Pelajaran kasih sayang dan rahmat yang diajarkan dalam kitab kecil ini menjadikannya bernilai etis yang sangat tinggi.

Sampailah kita kepada Kitab Kethubim. Kitab Psalms (Mazmur) berisi lima kumpulan hymne. Meskipun ada kemungkinan bahwa sedikit dari nyanyian pujian ini ditulis Daud a.s. (1012 – 972 s.M), kumpulan yang kita miliki sekarang hampir seluruhnya setelah pengungsian, yakni pada abad keenam atau kelima sebelum masehi.

Kitab Amsal juga merupakan gabungan seperti halnya Kitab Mazmur, Sulaiman a.s., mungkin merupakan nyanyian di dalamnya. Archibald Robertson menulis :

“Seperti juga semua hukum Yahudi itu dinisbahkan kepada Nabi Musa, dan seluruh nyanyian suci kepada Nabi Daud, demikian juga menjadi keyakinan untuk menisbahkan buku-buku kebijaksanaan seperti Amsal kepada Sulaiman. Betapapun buku itu

adalah satu dari Perjanjian Lama yang paling akhir, dan menunjuk ke suatu pengaruh dari alam fikiran Yunani.”9

Dua buku lainnya yang dinisbahkan kepada Sulaiman. Pertama adalah Ecclesiates, yakni pada kenyataannya buku ini dari seorang pesimis yang sinis disusun pada abad kedua sebelum masehi atau 800 tahun setelah Sulaiman. Dan buku kedua apa yang dinamakan Nyanyian Sulaiman, ialah suatu mitologi lirik percintaan yang dinyanyikan pada perayaan perkawinan. Menurut A.D. Howelu Smith:

“Yang disebut Nyanyian Sulaiman bukanlah suatu syair keagamaan . Ini adalah suatu kumpulan dari nyanyian-nyanyian pengantin, mungkin semuanya belakangan dalam bentuk yang sekarang. Menurut tradisi para pendeta Yahudi, kaum Yahudi menyanyikan lagu-lagu ini dalam penginapan, dan hanya karena setelah banyak perdebatan, maka buku ini dimasukkan dalan Kanon.”10

Kitab Ratapan meskipun dinisbahkan kepada Jeremiah dalam Alkitab, sesungguhnya bukan karyanya. Ini merupakan kumpulan dari lima prosa, empat yang permulaan adalah dengan awalan kata yang diulang-ulang. Bab kedua dan keempat mungkin termasuk periode penaklukan Yeruzalem oleh Nebukadnezzar (586 s.M.), sedangkan bab kesatu dan ketiga adalah belakangan dan bab kelima akan cocok untuk beberapa periode kesedihan alami.

Kitab Ruth adalah cerita novel. Tujuan utamanya adalah sejarah dari yang bersangkutan dengan penelusuran atas nenek moyang Daud, merupakan kisah yang memikat dari ketaatan dan kebajikan. Ini juga ingin mengajarkan kemanusiaan dari ummat Yahudi dan kaum ningrat.

9 Archibald Robertson, The Bible and its Background, vol. I, p. 69-70 (The Thinker’s Library, London. 1942)

10 A.D. Howell Smith, In Search of the Real Bible, p. 74 (The Thinker’s Library, London, 1943)

Kitab Ester yang mungkin merupakan karya tiga abad sebelum masehi, adalah roman yang keras dan patriotik. Pengarangnya yang tak dikenal meletakkan adegan kisahnya dalam istana Raja Persia, Xerxes. “Kisah itu”, komentar Archibald Robertson, “mengungkapkan diri dalam suasana Seribu Satu Malam, dan penuh dengan hal-hal yang berlebihan serta khayal”.

Kitab Ayub adalah hasil puncak dari karya tulis Yahudi yang genius. Dalam bentuknya, karya ini adalah drama perjuangan tragis antara manusia dengan sang nasib. Tema sentralnya adalah problem kejahatan, bagaimana bisa seorang yang tulus itu akan menderita, sedangkan “mata si jahat selalu menyala dalam kenikmatan”. Ayub watak sentral dari drama tersebut adalah seorang Nabi, dia disebut Ezekiel sebagai orang tua yang adil dan benar dalam kiasan. Namun dia ditimpa oleh bencana berturut-turut. Dia sampai pada keyakinan, bahwa kesakitan dan penderitaan itu diperlukan untuk menguji dan menyucikan orang tulus, dan belajar menerima hal itu sebagai takdir Ilahi.

Kitab Daniel adalah suatu manifesto politik dalam bentuk sejarah yang samar-samar dan wahyu, langsung ditujukan ke Ariochus penguasa Seleucid dari Syria yang mencoba memaksakan ide dan adat istiadat Yunani terhadap bangsa Yahudi. Kitab tersebut ditulis pada tahun 165 s.M atas nama Nabi yang jauh lebih tua untuk menutupi maksud tersembunyi dari penulis terhadap sorotan penguasa.

Kitab Bilangan kelihatannya adalah karya seorang pendeta yang bebas mengambil bahan-bahannya, dan seringkali memalsukan sejarah. Kitab Ezra-Nehemiah (yang pernah suatu waktu merupakan sebagian dari Kitab Bilangan), berisi kenangan yang bagus sekali dari pembaharu ini, tetapi banyak peristiwa berasal dari perawi yang telah membentuk opini yang dicocokkan dengan konsepsinya tentang masa lampau.

Inilah apa yang ditulis pendeta Allan Menzies menulis perihal keaslian dan nilai histroris dari kitab-kitab suci agama Yahudi:

“Karya tulis dari Perjanjian Lama telah mengalami kerusakan hebat sebagaimana nasib yang telah ditakdirkan kepada setiap bentuk Kitab Suci. Bahan-bahan baru dan bahan-bahan lama bercampur aduk didalamnya, banyak karya-karya telah dirombak oleh penyusun yang belakangan, dan demikian banyak perobahan sehingga proses kritis yang banyak makan tenaga harus dibutuhkan sebelum kitab-kitab itu dapat dipakai oleh ahli-ahli sejarah.”11

Setelah Kitab Suci (Kiswe Ha-Kodesty) datanglah Apocrypha (bagian tidak asli-pent.). Kitab Aprocypha ini ditulis setelah Kanon Yahudi ditutup. Betapun banyaknya kitab-kitab itu dinisbahkan kepada tokoh-tokoh Ibrani yang sangat tua dan dihormati, misalnya Nuh, Ibrahim, Sulaiman, Daniel, tetapi hal ini agaknya dikerjakan supaya menjadikan karya-karya tulis itu tampak mulia dan karenanya membutuhkan penellitian yang seksama. Kitab-kitab itu dinyatakan sebagai wahyu, dan mengungkapkan kata-kata yang berapi-api tentang ‘Hari Kiamat’, ‘Pengadilan Akhir’, ‘Akhir Zaman’, dan segala macam mukjizat ketuhanan lainnya yang berlebihan. Kitab-kitab ini sebagian terbentuk dari versi Yunani permulaan dari Alkitab Ibrani yang dinamakan Septuagint, dan disediakan bagi ummat Yahudi yang ada di perantauan. Kitab-kitab itu tetap termasuk dalam Alkitab Katolik Roma di antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, namun telah dihapus dari Alkitab Kristen Protestan.

Yang lebih penting dalam pandangan kaum Yahudi dari Apocrypha adalah Talmud. Penafsiran Taurat dan penyajian hukum-hukum serta perintah-perintah baru telah berlangsung terus sejak zaman Ezra. Hal ini mula-mula tidak dituliskan tetapi diturunkan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sebagai akibatnya, para ulama Yahudi menyusun

keaslian tradisi lisan ini hingga ke masa-masa yang sangat jauh di masa purba, dan mendakwahkan bahwa Taurat dalam bentuk lisan seperti halnya Taurat yang tertulis berasal dari Musa. “Taurat dari Tuhan”, tulis Allan Unterman, “adalah tidak sama dengan teks Pentateuch, walaupun keseluruhannya ditulis dalam kitab Ibrani (juga disebut Perjanjian Lama), yang dianggap sebagai wahyu Ilahi, tetapi termasuk di dalamnya ajaran lisan bangsa Yahudi, yang ditelusuri kembali ke wahyu Musa.”12 Pirke Abot (Kebijaksanaan Kaum Tua) adalah Kitab Penting dari Talmud, dibuka dengan kata- kata sebagai berikut:

“Musa menerima Taurat (secara lisan) dari Sinai dan meneruskannya kepada Joshua, dan Joshua kepada Hakim-Hakim, dan Hakim-Hakim kepada Nabi, dan para Nabi menurunkannya kepada orang-orang dari Dewan Agung. Mereka mengatakan tiga perkara, adil dalam menghakimi, menumbuhkan banyak murid, dan membuat perlindungan terhadap Taurat.”13

Setelah orang-orang dari Dewan Agung, maka tradisi lisan ini diteruskan kepada Kaum Tua yang kata-katanya terdapat dalam Pirke Abot, dan dari Kaum Tua kepada para Rabbi. Kemudian tibalah krisis pada tahun 70 Masehi, ketika kota suci mereka, Yerusalem, dilindas oleh Romawi dan kaum Yahudi menjadi tunawisma baik pribadi maupun rumah ibadahnya. Pada saat inilah para Rabbi memutuskan untuk membukukan tradisi lisan dalam karya tulis. Demikianlah mereka menciptakan Talmud, dan dengan ini kaum Yahudi merasa terlindungi tidak hanya dalam bertahan sebagai suatu kaum, melainkan untuk ketiga-tiga maksud di atas.

Proyek tersebut dimulai dengan sekelompok buku-buku catatan yang terpisah dan berisi beberapa peraturan baru yang tak terhitung banyaknya, dan berasal dari ‘penafsiran’ terhadap 613 bagian asli

12 John R. Hinnells (editor), A Handbook of Living Religions: the chapter on “Judaism” by Allan Unterman, p,29 (Penguin Books, Harmodsworth, 1985)

13 The Living Talmud – The Wisdom of the Fathers, edited and translated by Judah Goldin (Mentor Religious Classic New York, 1957)

yang digariskan dalam Taurat lama. Tidak dapat dipastikan, baik dalam lingkup maupun pengarangnya, dan juga sangat bercerai berai buku-buku catatan ini, yang akhirnya disusun sekitar tahun 200 Masehi. - - dalam suatu kesimpulan umum yang dikenal sebagai Mishnah, atau “Ulangan” yang terdiri dari enam jilid yang tersusun baik, terdiri dari sekitar 4.000 putusan-putusan yang menyangkut setiap fase dari kehidupan bangsa Yahudi.

Namun tidak lama sesudah Mishnah selesai disusun, maka sebaliknya hal ini menjadi bahan ‘penafsiran’ yang diperlukan, maka timbullah karya yang disebut Gemara . Ketika Gemara ini akhirnya menjadi karya tulis sekitar tahun 500 Masehi, kitab ini digabung dengan Mishnah dan disebut Talmud. Ada dua macam versi dari Talmud, yakni versi Yerusalem dan versi Babylonia. Karena Talmud itu bersumber dari Taurat lisan dan oleh kaum Yahudi ortodoks dianggap lebih banyak terilham dari Ilahi dibandingkan dengan Tauratnya sendiri yang ditulis mereka.

Tetapi hal ini tidak mengakhiri kemampuan para Rabi. Talmud di samping ke aneka ragamannya, pada dasarnya merupakan antalogi resmi. Para penyusunnya berusaha keras untuk mencantumkan di dalamnya karya diskusi mereka dan sedikit banyak langsung berkenaan dengan peraturan dan adat istiadat yang harus dilakukan oleh seorang Yahudi dalam hidup kesehariannya. Hal ini menimbulkan debat akademik dengan sifat yang lebih luas dan lebih beranekaragam. Misalnya legenda dan hikayat yang ingin dimasukkan para Rabi untuk mengatur diri mereka sendiri, di mana mereka mengajarkan perumpamaan-perumpamaan yang dikarang oleh mereka sendiri dari kekayaan berupa berita-berita aneh dan kebijaksanaan dalam hal-hal tertentu, dan ini diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seketika setelah Talmud dilengkapi bahan-bahan yang lain ini ditumpukkan menjadi satu, dan serangkaian karya ini muncul yang disebut Midrashim (Perjanjian). Kitab-kitab itu biasanya disusun dalam bentuk tafsir-

tafsir setempat dalam bermacam-macam kitab dan halaman- halaman dalam Alkitab.

Dalam dokumen SEKILAS TENTANG sejarah administrasi PENGARANG (Halaman 188-197)