• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAERAH PARIWISATA

AKSESBILITAS AMENITAS

V V V V V V Rekomendasi V V V

142 Keberadaan rumah makan, perbaikan sarana berupa penanda (signage) dan juga pembuatan saran informasi lainnya bisa juga meningkatkan kualitas dari kawasan destinasi wisata.(3) Dalam rangka meningkatkan koordinasi antara lembaga kepariwisataan yang ada di kawasan ini bisa dilakukan dengan pelaksanaan berbagai aktivitas seperti melalui pembentukan focus group discussion, mendukung peran serta asosiasi pariwisata seperti Assosiasi Travel Agent, Persatuan Hotel dan Restauran Indonesia, Badan Promosi Pariwisata dan Himpunan Pramuwisata Indonesia untuk pengembangan kawasan tersebut. Dengan adanya koordinasi antar lembaga yang baik bisa saja kedepannya dibuatkan satu paket perjalanan yang saling mendukung. Selain itu, dukungan tersebut bisa saja didorong dalam bentuk promosi kawasan bersama dengan destinasi lainnya di lingkungan Provinsi Kepulauan riau . Hal-hal tersebut apabila dilakukan ke depannya akan menjadi penting dalam rangka membantu sinergisitas antara stakeholder untuk meningkatkan peranan antara stakeholder di batam. Selain itu konsep pengembangan tersebut dapat didorong melalui intensifikasi dan penekanan atas keterlibatan serta peran dari berbagai institusi yang ada di dalam lingkungan destinasi seperti sekolah atau perguruan tinggi yang bercirikan kepariwisataan, perusahaan swasta dalam bentuk

corporate social responsibility secara langsung bagi masyarakat dan juga melalui penyerapan atau

pelatihan tenaga kerja putera daerah yang memiliki keahlian atau minat untuk bekerja di bidang pariwisata. Dus, hal-hal ini akan menjadi peningkatan yang lebih berkualitas dalam pengembangan wisata mice di batam propinsi kepulauan riau .

DAFTAR PUSTAKA

Butler, R. & Hinch, T. (2007). Tourism and Indigenous People: Issues and Implication. Amsterdam: Butterworth Heinemann.

Cascante, D.M, Brennan, M.A, & Luloff, A.E. (2010). Community Agency

and Sustainable Tourism Development: The Case La Fortuna of Costarica, Journal Sustainable

Tourism, 18 (6), 735– 756.

Cooper, C., Shoprherd, R. & Westlake, J. (1996). Educating the Educators in Tourism:

A Manual of tourism and Hospitality Education. World Tourism Organization: University of Surrey

Cannon, F. D. (2013). Training and Development for the Hospitality Industry. US: American Lodging

Crouch dan Ritchie , (1998 dalam crouch dan louviere 2004) Convention Site Selection Research: A

Review, Conceptual Model, and Propositional Framework. Journal of Convention and Exhibition Management. Vol. 1. Hal. 49-69.

Damardjati, R. S. (2002). Istilah-Istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. (2015). Data Potensi, Kebijakan dan

daya Tarik Bidang Destinasi Pariwisata Kota Batam

Dodds, R. & Butler, R. (2010). Barries To Implementing Sustainable Tourism Policy

in Mass Tourism Destination. Tourimos: An International Multidisplinary Journal of Tourism

5(1), Spring 2010. Pp, 35-53

Godfrey, K. & Clarke, J. (2000). The Tourism development handbook:

A pratical Approach To planning and marketing. London: Continuum.

Gunn, Clare A. (1988). Tourism planning. New York, US

Hadinoto, K. (1996). Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta: UI Press.

Kesrul (2004). Penyelenggaraan Operasi Perjalanan Wisata.Jakarta PT.Grasindo Mathieson, A. & Wall, G. (1982). Tourism: Economic, physical, and social impacts.

Michele, H. (1999). A Christian View of Hospitality. Canada: Heral Press London and New York: Longman

143 Montgomery dan Strick, 1995 dalam Hall, 2003). Meetings, conventions, and expositions-An

introduction to the industry. New York: Van Nostrand Reinhold.

Pendit,Nyoman (1999).Ilmu Pariwisata,Jakarta,Akademi Pariwisata Trisakti

Pitana, I. G., & Diarta, I. K. S. (2009). Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: Andi. Poerwadarminta. (2002). Kamus Umum dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka

(Rogers, 2003; Campiranon dan Arcodia, 2008 dalam Seebaluck et al., 2013).

Soegiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Research & Development. Bandung: Alfabeta

Strauch, A. (1993). The Hospitality Commands. Dallas Texas, US UU Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan UNWTO. (2013). UNWTO Tourism Highlight Edition. UNWTO

144

MENGEMBANGKAN UBUD SEBAGAI DESTINASI WISATA

GASTRONOMI

Putu Sucita Yanthy1), Ni Nyoman Sri Aryanti2) DIV Pariwisata Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana12) Jl. DR. R. Goris No. 7 Denpasar, Telp / Fax (0361) 223798

Email: putusucita@unud.ac.id

Abstrak

Penelitian ini mengkaji destinasi Ubud untuk dikembangkan sebagai destinasi Wisata Gastronomi. Sumber-sumber literatur dikumpulkan untuk menggali informasi mengenai gastronomi dan potensi Ubud. Hasil studi literatur ini menunjukkan beberapa langkah awal yang dapat dilakukan pihak terkait untuk membentuk destinasi gastronomi yaitu melakukan aktivitas gastro diplomacy dan gastro attraction. Hasil berikutnya terdapat indikator-indikator yang menjadi langkah sukses pengembangan wisata gastronomi yang diperkuat dengan indikator-indikator tokoh kuliner yang mempopulerkan makanan lokal di Ubud. Ubud sangat berpotensi menjadi wisata gastro karena memiliki kekuatan budaya. Aktivitas seperti cooking class, ragam kuliner lokal berbahan bebek, babi dan ayam. Menu beragam seperti betutu ,nasi ayam dan babi guling yang diolah secara tradisional. Menu-menu organik kian menarik wisatawan wisata gastronomi yang diperkenalkan Ubud dikaitkan dengan sejarah, asal makanan dan menekankan Bumi Seni adalah kunci sukses pengembangan wisata gastronomi di Ubud.

Kata Kunci: Wisata Gastronomi, Ubud

Abstract

This study examines Ubud destinations to be developed as a Gastronomic Region. Literary sources were collected to extract information on gastronomy and Ubud's potential. The results of this literature study show some initial steps that can be done related parties to form a gastronomic region are gastro diplomacy and gastro attraction. The next results are indicators that became a successful step development of gastronomic tourism reinforced by indicators of culinary figures who popularized local food in Ubud. Ubud is very potential to become gastro tourism because it has cultural power. Activities such as cooking class, the numerous local culinary made from ducks, pigs, and chickens. The menu is betutu, chicken rice, and traditional suckling pork. Organic menus increasingly attract tourists. The introducing of Gastronomic tourism in Ubud is associated with history, food origin and emphasize Bumi Seni (Land of Art) is the key to the successful development of gastronomic tourism in Ubud.

Key words: Gatsronomy Tourism, Ubud 1. PENDAHULUAN

Food is one of the essential elements of the tourist experience kutipan dari buku Food and

Tourism yang ditulis oleh Hall dan Sharples (2003:1) menekankan dengan jelas bahwa makanan adalah elemen kuat yang menciptakan pengalaman berkesan bagi wisatawan ketika berkunjung pada suatu destinasi. Wisatawan akan melakukan perjalanan ke destinasi-destinasi yang memiliki kuliner bereputasi dunia untuk mencicipi produk-produk kuliner berkualitas. Kepuasan wisatawan terhadap kuliner adalah kekuatan destinasi untuk mempromosikan destinasi wisata. Bali adalah destinasi yang menjadi kiblat destinasi-destinasi lain di Indonesia. Apapun yang berkembang di Bali juga sangat mempengaruhi destinasi lainnya yang memiliki kesamaan ataupun perbedaan atraksi wisata. Semakin banyak wisatawan yang datang berkunjung membuka peluang berbagai usaha untuk berkembang menjadi bagian pendukung pariwisata bali. Wisatawan datang tidak hanya menikmati keindahan alam

145 tetapi mencari yang autentik. Budaya dan tradisi telah menjadi konsumsi wisatawan sejak pertama kali Bali dikenal sebagai destinasi wisata. Berbagai atraksi selalu dikaitkan dengan budaya dan tradisi, tapi salah satu pendukung pariwisata yaitu makanan dan minuman tidak begitu banyak mendapat perhatian. Makanan dan minuman semestinya sekarang mendapat ruang lebih besar dalam perkembangan pariwisata, mau tidak mau dua poin penting ini tidak bisa dikesampingkan karena wisatawan butuh makan dan minum.

Makanan Bali khususnya masakan lokal (authentic balinese food) mempunyai daya tarik yang tinggi, terutama dibidang pariwisata. Pada pelancong luar negeri ataupun domestik selalu penasaran dan tertarik untuk mencoba makanan lokal Bali. Masakan Bali kaya dengan rasa, dengan berbagai cara penyajiannya akan tetap mengundang selera, namun sekarang ini penampilan sajian makanan sudah menjadi point interest untuk penikmat kuliner, dan masakan lokal Bali sehingga para pengusaha kuliner mencoba untuk menyajikan masakan dengan baik dan terlihat menggiurkan. Usaha-usaha tersebut cenderung menjadi yang disebut fusion, karena adalah kebanyakan usaha kuliner di Bali menyesuaikan menu-menunya dengan selera wisatawan walau ada sentuhan Bali. Berkaitan dengan kondisi perkembangan makanan lokal di destinasi Ubud memang selayaknya dilakukan pemetaan terhadap potensi makanan lokal dimulai dengan mengidentifikasi rumah makan legendaris dan hits, menetapkan makanan lokal Ubud untuk dijadikan Ikon populer. Saat ini yang banyak terlibat sebagai penggiat secara personal untuk mempopulerkan makanan Bali adalah para pengusaha kuliner dan organisasi non profit seperti Ikatan Chef Indonesia dan Asosiasi Gastronomi Indonesia.

Untuk mengembangkan gastronomy tourism perlu diadakan kajian untuk meneliti langkah-langkah apa saja yang dapat ditempuh guna mengetahui seberapa jauh Ubud dapat berkembang sebagai gastronomi region melalui inventarisasi data dari pemerintahan hasil-hasil wawancara yang dapat mengungkapkan aktivitas gastronomy di Ubud. Bangkitnya konsumsi makanan lokal oleh para wisatawan tampak dari kesadaran akan nilai-nilai lokal sebuah destinasi pariwisata. Faktor-faktor yang memotivasi wisatawan untuk mengkonsumsi makanan lokal adalah kualitas rasa, pengalaman otentik, pengembangan pedesaan, kepedulian kesehatan dan pengetahuan belajar. Dari sisi kualitas wisatawan termotivasi pada kesegaran makanan, makanan yang sehat, penyesuaian restoran terhadap selera wisatawan. Selain itu, menu restoran yang didominasi makanan lokal menjadi daya tarik wisatawan, para wisatawan biasanya mencari makanan lokal ataupun restoran berdasarkan identitas destinasi yang mereka kunjungi Yurtseven, Kaya (2011:272-271)

“Internationalization of the local” and “localization of the international” (laurence et al, 2012:10) Salah satu strategi yang dapat dikembangkan oleh pemerintah saat ini untuk membentuk Ubud sebagai destinasi wisata gastronomy. Pemerintah dapat memulai dengan membentuk organisasi-organisasi yang mempromosikan kuliner secara international, mempromosikan restoran serta warung-warung yang memiliki standar pelayanan, merencanakan festival khusus kuliner untuk mengangkat image makana Bali secara khusus dikawasan Ubud hal ini tentu saja akan menjadi kebanggaan orang-orang Bali terutama para chef atau ahli memasak makanan Bali.

Kegiatan gastro-tourism mencakup makanan dan aktivitas kuliner yang luas, yang tujuannya untuk meningkatkan pengalaman wisatawan selama berkunjung ditempat tujuannya. Kegiatan ini termasuk diantaranya mengunjungi pabrik-pabrik produksi makanan, restoran, bar kafe dan pasar petani; workshop dan ceramah; pengalaman mencicipi anggur dan minuman lainnya; dan kebun anggur dan kebun wisata. Sebenarnya fenomena gastro-tourism kini banyak dikenal sebagai segmen industri pariwisata yang didefinisikan sebagai sebuah studi yang menekankan konsep meningkatkan pengalaman selama mencicipi makanan yang disertakan sudut pandang para wisatawan dalam mengkonsumsi makanan. faktor-faktor yang mempegaruhi wisatawan dipengaruhi oleh lingkungannya, pelayanan, penyajian makanan, suasana restoran.

Para ahli juga mengungkapkan bahwa dengan memahami tradisi makanan dan keragaman makanan lokal memungkinkan wisatawan melihat situasi dimasa lalu. Kenyataannya moderenitas telah mengubah traidisi secara terus-menerus. Makanan juga menjadi alat promosi yang memberi pengaruh jkunjungan meningkat dari biasanya, karena makanan membentuk identitas destinasi. Rekomendasi

146 mereka terhadap tim pengembangan dan pemasaran tujuan meliputi:• Mengembangkan kemitraan untuk meningkatkan pariwisata gastronomi sebagai "niche" atau bagian dari produk destinasi yang dipromosikan, seperti menghubungkan makanan dan wisata anggur di suatu daerah. Gunakan makanan yang tidak biasa untuk mengembangkan identitas destinasi Mengembangkan tema yang menghubungkan makanan dengan kegiatan lain seperti warisan budaya

Memahami karakter wisatawan yang tertarik dengan gastronomy. Hong dan Tsai (2015:75) tipe wisatawan yang tertarik terhadap gastronomi dapat dikategorikan mnejadi 4 tipe wisatawan, wisatawan yang dikategorikan sebagai gastronomy tourist adalah orang-orang yang mencari keunikan dan menemukan kepuasan terhadap makanan pada restoran-restoran, paket tur yang menyuguhkan perjalanan gastronomy.

1. Tipe satu: Peran penting makanan untuk menciptakan pengalaman yang berkesan bagi turis dan wisatawan secara aktif mencari informasi tentang kuliner lokal, keunikan makanan dan kualitas makanan.

2. Tipe dua: Peran makanan penting, namun wisatawan tidak secara aktif mencari informasi yang relevan. Karena itu, mereka hanya menanggapi pesan tentang wisata kuliner yang diterima terlebih dahulu.

3. Tipe tiga: Wisatawan tidak menganggap makanan sebagai elemen penting dalam perjalanan mereka, tapi mungkin ikut serta dalam aktivitas makanan jika mereka menikmati makanan lezat sepanjang tur.

4. Tipe empat: Wisatawan tidak tertarik pada makanan walaupun mereka mendapatkan informasi lengkap diawal.

Poin kunci untuk meningkatkan minat wisatawan pada makanan lokal adalah dengan meningkatkan jumlah wisatawan yang mengklaim dirinya sebagai pecinta makanan lokal yaitu tipe satu, dua dan tiga dengan strategi meningkatan informasi-informasi jenis makanan populer dan legendaris sehingga meningkatkan minat wisatawan dengan tipe tersebut. Informasi yang dibutuhkan wisatawan diantaranya adalah tempat atau lokasi yang jelas dicantumkan pada website, promosi gastronomi melalui budaya yang terdapat dalam website pemerintah, informasi pada website sangat penting karena wisatawan akan lebih banyak mengunjungi situs-situs yang menyediakan informasi mengenai makanan lokal destinasi yang dikunjungi.

Bali has become a symbol of this kind of tourism. Accordingly when the image of an exotic Southeast Asian atmosphere comes to mind,Bali is foremost in peoples‟ thoughts. This may be referred to as the “Bali factor” in the ethnic restaurant industry, which normally implies the use of “orientalistic” Balinese-style décor in interior and exterior design, the skill of presenting food for foreign customers (including the notion of starters, the main course, desserts), and so on (Yoshino:2010)

Kawasan Ubud adalah simbul pariwisata Bali, kolaborisme budaya dan turisme memperkuat Ubud sebagai kawasan pariwisata. Citra ubud sebagai kawasan gastronomy dapat dibentuk dengan mengangkat “Bali Factor” yang didefinikasan dengan mudah sebagai segala hal yang menyangkut Bali atau berorientasi bali seperti eksterior dan interior design termasuk adalah makanan Bali. Kebudayaan Bali inilah menjadi peran penting dalam memperkenalkan restoran atau makanan Bali keseluruh dunia. 2. METODE PENELITIAN

Metode kulitatif dengan teknik pengumpulan data melalui teknik kajian kepustakaan yang memanfaatkan sumber-sumber literatur, literatur, teks, data melalui perpustakaan. Teknik kepustakaan ini juga dikenal dengan istilah library research karena dilakukan di perpustakaan atau desk research.

147 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebagai langkah awal pengembangan Ubud sebagai gastronomy tourism maka beberapa langkah yang dapat mewujudkan aktivitas wisatawan dalam mengenal makanan lokal Ubud dapat dimulai dengan memperkenalkan Makanan tersebut melalui gastonomy diplomacy, gastronomy attraction. Untuk mengembangkan gastronomy tourism langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah sehingga dapat mewujudkan pelestarian dan keberlanjutan kuliner Bali adalah sebagai berikut:

Gatsronomy Diplomacy, Branding makanan lokal Ubud

Food brings people together. Throughout time, national cuisines have spread organically through migration, trade routes, and globalization. Others have been deliberately packaged and delivered to foreign audiences—both by state and non-state actors—as a means of expressing a country‘s culture and values. This form of cultural diplomacy, whether deliberate or unintentional, has been coined ―gastrodiplomacy.‖(Gastronomy

Diplomacy:2014)

Gastro diplomacy adalah cara praktis untuk memperkenalkan kebudayaan melalui makanan lokal. seperti negara Korea selatan, Thailand dan malaysia memperkenalkan makanan dengan mengedepankan kualitas makanan, mengangkat hal unik,dan menjadikan kegiatan gastro diplomacy sebagai bagian dalam kegiatan perdagangan, perekonomian dan pariwisata. sesungguhnya mnejadi peluang besar untuk Ubud memperkenalkan destinasinya secara luas dari sisi makanan lokal melalui branding destinasi Ubud sebagai destinasi wisata gastro. Cara efektif meningkatkan kegiatan gastro diplomacy adalah berkomunikasi melalui makanan dengan informasi yang akurat mengenai asal-usul makanan dan cerita dibalik keunikan makanan dan nilai-nilai budaya yang terkadung dalamnya.

Berkolaborasi dengan musik, interior, cara pengolahan dan emosi penciptanya dapat menghubungkan seseorang terhadap suatu budaya. Alasannya, karena wisatawan mendapatkan pengalaman mencicipi makanan melalui indera perasanya, sentuhan dan pandangan yang menguhubungkan seseorang dengan makanan dan kebudayaan. Tujuan utama gatsro diplomacy adalah makanan dapat mempererat hubungan international dan pemahaman budaya.

Gastronomy diplomacy atau gastro diplomacy melalui program-program yang mendukung promosi makanan lokal Ubud. Perlu juga mencontoh negara lain seperti yang diuangkapkan oleh Rasyidah, Resa (2015) untuk mempromosikan kuliner perlu mencontoh strategi yang diterapkan oleh negara atau kawasan pariwisata lainnya. Contoh Malaysia mulai mengembangkan gastro-tourism pada tahun 2006 Pemerintah Malaysia mengadakan kampanye untuk mempromosikan brand Malaysia sebagai pusat makanan halal bagi masyarakat muslim di dunia. Lalu tahun 2010 mengadakan Malaysia External Trade Development Corporation (MATRADE) merilis program bertajuk “Malaysian Kitchen for the World” yang merupakan sebuah kampanye gastrodiplomacy dengan tujuan meningkatkan kesadaran masyarakat dunia akan Malaysia sekaligus memperkenalkan masakan-masakan khas Malaysia. Program ini mempromosikan brand Malaysia sebagai negara multikultur, dinamis dan bersemangat melalui keanekaragaman masakannya.

Indonesia telah melakukan beberapa kali gastro diplomacy pada event-event tertentu yang secara khusus memperkenalkan kuliner Indonesia secara keseluruhan 2012 kementrian pariwisata kreatif