• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ni Made Tisnawati1), Nyoman Sukma Arida2) Fakultas Ekonomi Bisnis, Universitas Udayana

Email: nimadetisnawati@gmail.com

Abstrak

Peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator keberhasilan kebijakan ekonomi suatu pemerintahan. Kepemimpinan nasional saat ini yang memprioritaskan pemerataan pembangunan melalui pembiayaan pembangunan di bidang infrastruktur di berbagai daerah. Strategi untuk memenuhi pembiayaan tersebut dilakukan dengan meningkatkan kontribusi masing-masing sektor ekonomi dalam pertumbuhan nasional, salah satunya adalah sektor pariwisata. Pesatnya pembangunan sektor pariwisata, khususnya di Provinsi Bali tidak hanya menimbulkan pengaruh positif bagi pertumbuhan ekonomi, namun juga menyisakan eksternalitas negatif. Peran pemerintah perlu ditingkatkan untuk meminimalisir dampak negatif eksternalitas.

Kata Kunci : Sektor pariwisata, eksternalitas negatif 1. PENDAHULUAN

Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan pada prinsipnya adalah pembangunan yang meletakkan manusia sebagai subyek pembangunan. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga pengawasan, selalu dilaksanakan untuk kepentingan manusia di mana daerah dan negara tersebut berasal. Karakteristik dari lokasi geografis, budaya dan kondisi sosial ekonomi, membuat pembangunan satu daerah dengan daerah lain berbeda. Pembangunan berkelanjutan tidak hanya melihat keberhasilan suatu kebijakan dari sisi pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia dicatat, dihitung dan dipublikasikan oleh BPS secara kontinyu. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya dilihat dari nilai output saja, namun juga kontribusi masing-masing sektor dalam total nilai output nasional Indonesia. BPS mencatat pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2017 pada triwulan ke III tahun 2017 mengalami pertumbuhan sebanyak 5,06 persen meningkat dibandingkan tahun 2016 yang tercatat tumbuh sebanyak 5,02 persen (BPS, 2017).

Gambar 1 menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan III tahun 2017 didominasi sektor industri sebanyak 19,93 persen. Sektor pertanian sebagai sektor primer memberikan kontribusi yang masih signifikan yakni sebesar 13,96 persen. Meskipun jika dilihat pertumbuhan sektor ini hanya 2,92 persen. Sektor perdagangan memberikan kontribusi terbesar ketiga yakni sebanyak 12,98 persen. Selain sektor konstruksi dan pertambangan, sektor jasa tercatat memberikan kontribusi sebesar 20.33 persen. Sektor jasa yang tersebar dalam bentuk jasa keuangan dan asuransi, informasi dan komunikasi, jasa pendidikan, jasa kesehatan.

Namun jika dilihat dari pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi, maka sektor jasa perusahaan, sektor jasa lainnya dan sektor informasi dan komunikasi mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan sektor lain. Semakin meningkatnya penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dalam segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari transportasi hingga perdagangan (e-commerce), membuat sektor ini tumbuh sebanyak 9,35 persen. Efisiensi dan debirokratisasi pelayanan publik nampaknya berpengaruh pada rendahnya pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan, yakni sebesar 0,43 persen.

169 Gambar 1. Struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Triwulan III Tahun 2017

sumber : BPS (2017)

Jika dilihat dari pendekatan pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Triwulan III masih didominasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, sebagaimana terlihat pada gambar 2 .

Gambar 2. Struktur PDB dan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pengeluaran Triwulan III Tahun 2017 Sumber : BPS(2017)

170 Meskipun kontribusi konsumsi rumah tangga paling tinggi dibandingkan investasi, ekspor, impor dan konsumsi pemerintah, namun pertumbuhannya hanya 4,93 persen. Investasi yang ditandai dengan Nilai PMTB tumbuh sebesar 7,11 persen. Pertumbuhan ekspor menunjukkan kondisi yang sangat menggembirakan yaknik 17,27 persen. Penurunan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada sektor riil diduga sebagai akibat pergeseran perilaku konsumen yang didominasi konsumen kelas menengah di Indonesia. Konsumen kelas menengah pada khususnya mengalokasikan konsumsinya untuk melakukan kegiatan rekreasi (pariwisata) dibandingkan berbelanja barang konsumsi.

Sektor pariwisata menjadi salah satu dari lima sektor prioritas pembangunan Indonesia. Sektor pariwisata ini ditargetkan akan menghasilkan devisa 260 Trilyun. Di Tahun 2017 sektor pariwisata secara konsisten menjadi program prioritas, yaitu pembangunan pariwisata Indonesia “Wonderful Indonesia”. Pariwisata merupakan salah satu dari 5 (lima) sektor prioritas pembangunan 2017, yaitu pangan, energi, maritim, pariwisata, kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).

Beberapa alasan untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai the leading sector dalam perekonomian Indonesia didukung kontribusinya terhadap beberapa variabel ekonomi makro. Pertama, dengan meningkatnya destinasi dan investasi pariwisata di Indonesia, menjadikan Pariwisata sebagai faktor kunci dalam pendapatan ekspor, penciptaan lapangan kerja, pengembangan usaha dan infrastruktur. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB dalam lima tahun terakhir yaitu tahun 2010 hingga tahun 2015 selalu mengalami peningkatan. Menurut sumber BPS/Kementerian Pariwisata, tahun 2010 kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB sebesar Rp 261,05 T menjadi Rp 461,36 T. Kontribusi sektor pariwisata terhadap Devisa sebesar 7.603,45 juta dollar pada tahun 2010 menjadi 12.225,89 juta dollar (2015) dan kontribusi terhadap Tenaga Kerja sebesar 4 juta orang tahun 2010 menjadi 12,1 juta orang atau 10,6% dari total tenaga kerja nasional. Kedua, Pariwisata telah mengalami ekspansi dan diversifikasi secara berkelanjutan di dunia dan menjadi salah satu sektor ekonomi yang terbesar dan mengalami pertumbuhan tercepat di dunia. Hal ini dibuktikan bahwa meskipun negara-negara di dunia mengalami krisis global beberapa kali, nanun jumlah orang yang melakukan perjalanan wisatawan di tingkat internasional menunjukkan pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun.

Jika dilihat dari perkembangan jumlah kunjungan wisatawan asing di Indonesia periode 2007 – 2015 menunjukkan adanya peningkatan jumlah wisatawan. BPS (2015) menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan asing meningkat dari 9,44 persen pada tahun 2014 meningkat menjadi 9,73 persen pada tahun 2015.

Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010-2025, pertumbuhan sektor pariwisata sangat ditentukan oleh pembangunan daya Tarik wisata. Pembangunan daya tarik wisata dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk menciptakan daya tarik wisata yang berkualitas, berdaya saing, serta mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber daya. Pembangunan daya Tarik wisata mensyaratkan adanya pembangunan pariwisata yang berkelanjutan.

Teori dasar ekonomi mikro

Case, Fair, Oster: “Principles of Economics” (2015) menjelaskan kondisi keseimbangan pasar yang diasumsikan sempurna, selalu menghasilkan kondisi keseimbangan. Pada gambar 3 menunjukkan bagaimana aliran barang dan jasa antar pelaku ekonomi pada akhirnya akan menimbulkan kondisi keseimbangan pasar barang dan jasa.

171 Gambar 3. Keseimbangan Pasar Barang dan Jasa

Input yang berasal dari sektor rumah tangga dan perusahaan terserap dengan efisien untuk bertemu dalam pasar barang dan jasa. Pertemuan antara permintaan dan penawaran di pasar barang dan jasa menimbulkan terciptanya keseimbangan. Produsen dalam pasar persaingan sempurna diasumsikan memiliki keterbukaan informasi, berproduksi secara efisien, memberikan konsumen barang yang relative homogen, konsumen memiliki banyak pilihan dan bebas menentukan pilihannya. Sehingga kondisi produsen dalam pasar persaingan sempurna terlihat dalam gambar 4 berikut ini.

Gambar 4. Kondisi Produsen Pasar Persaingan Sempurna Saat Berada dalam Kondisi Untung dan Rugi Gambar 4 menunjukkan peningkatan jumlah permintaan konsumen yang diikuti dengan keterbatasan produksi akhirnya akan menimbulkan kenaikan harga dari PoX ke P1X. Kondisi produsen berada dalam posisi meraih profit tercipta karena produsen berproduksi pada saat MR bersinggungan dengan MR=AR=D sesuai dengan karakteristik pasar persaingan sempurna. Sehingga harga menjadi

172 lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan, sehingga memberikan profit bagi produsen. Kondisi sebaliknya terjadi pada saat produsen diasumsikan mengalami kerugian.

Akan tetapi pada kenyataannya kondisi pasar persaingan sempurna juga dinilai sangat sulit direalisasikan dan memiliki beberapa kelemahan, antara lain kemungkinan produsen melakukan efisiensi biaya sebagai akibat harga yang tidak mungkin dinaikkan karena konsumen akan beralih dengan cepat ke produsen lain. Efisiensi yang dilakukan misalnya dengan melakukan tindakan yang dapat merugikan kepentingan umum. Sehingga timbullah apa yang dinamakan kegagalan pasar (market

failure). Kegagalan pasar terjadi ketika sumber daya dialokasikan secara tidak tepat, atau tidak secara

efisien. Berakibat pada pemborosan nilai. Penyebabnya antara lain adalah;

1. Struktur pasar yang tidak sempurna atau perilaku yang tidak bersaing secara wajar 2. Keberadaan barang publik

3. Munculnya manfaat dan biaya eksternal 4. Informasi yang Tidak Sempurna

Nicholson (2000) mendefinisikan eksternalitas (eksternality) adalah dampak dari aktivitas satu pelaku ekonomi terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi lainnya yang tidak diperhitungkan oleh mekanisme sistem harga yang normal. Definisi tersebut ditekankan pada dampak non pasar yang secara langsung berpengaruh pada satu pelaku dari pelaku lainnya , jadi tidak termasuk pengaruh yang terjadi melalui pasar. Eksternalitas dapat terjadi di antara dua pelaku ekonomi, bisa pengaruh positif dan negatif.

Pola eksternalitas dapat terjadi pada hubungan berikut ini: 1. Eksternalitas Antar Perusahaan

output satu perusahaan berakibat pada penurunan kualitas perusahaan yang lain. Sebaliknya eksternalitas positif terjadi bila output perusahaan satu berdampak pada peningkatan output yang lain. Contoh eksternalitas negatif adalah perusahaan arang dengan pencemaran udaranya dan perusahaan kacamata yang sangat tergantung pada ketelitian penglihatan. Contoh eksternalitas positif adalah perkebunan apel dan peternakan lebah. Hasil produksi buah apel meningkatkan hasil peternakan lebah dan sebaliknya.

2. Eksternalitas antara Perusahaan dan orang

Aktivitas produksi perusahaan dapat berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan individu. Pencemaran air akibat produksi suatu pabrik dapat menurunkan kualitas hidup individu. Sebaliknya individu juga dapat mengurangi produktifitas petani. Pesatnya pertumbuhan pertokoan memberikan konsekuensi bagi meningkatnya jumlah sampah di perkotaan.

3. Eksternalitas Antar Orang

Merokok di tempat umum sembarangan atau membunyikan keras sehingga komunitas terganggu adalah bentuk eksternalitas negative. Sebaliknya menjaga kebersihan lingkungan di tempat publik adalah bentuk eksternalitas positif.

Perusahaan yang memproduksi polusi mempunyai dorongan yang sama untuk memilih tingkat output yang efisien sebagaimana dorongan pada perusahaan yang dirugikan. Kemampuan dari kedua perusahaan untuk tawar menawar secara bebas menyebabkan biaya sosial yang sebenarnya dari eksternalitas diketahui oleh setiap perusahaan dalam pengambilan keputusannya. Teorema Ronald Coase menyebutkan jika tawar menawar tidak berbiaya, biaya sosial dari eksternalitas akan diperhitungkan oleh kedua belah pihak dan alokasi sumberdaya akan sama, terlepas dari siapa pun yang diberi hak milik.

173 Hasil dari teorema Coase sangat tergantung pada asumsi bahwa biaya tawar menawar tersebut adalah nol. Jika biaya untuk melakukan tawar menawar tersebut tinggi, bekerjanya sistem pertukaran sukarela (voluntary) ini mungkin tidak dapat mencapai hasil yang efisien.

Secara umum diyakini bahwa pasar kelihatannya gagal (failure) untuk menangani begitu banyak eksternalitas yang terkait dengan lingkungan. Perusahaan dan individu secara rutin memproduksi polusi udara dan air melalui aktivitas pembuangan limbah. Tingkat kebisingan perkotaan seringkali merugikan kesehatan penduduk. Tayangan iklan atau poster di jalan menimbulkan apa yang disebut sebagai polusi visual. Dalam pandangan Teorema coase, pertanyaan alami yang muncul pertama kali tentang eksternalitas ini adalah mengapa hal tersebut tidak diselesaikan melalui tawar menawar. Sehingga terlihat bahwa mereka yang dirugikan oleh eksternalitas tersebut dan pada akhirnya meningkatkan alokasi sumberdaya.

Alasan prinsip kesempatan tipe Coase tidak terjadi pada kasus ini adalah karena biaya tawar menawar yang tinggi seringkali dikaitkan dengan sebagian besar eksternalitas lingkungan. Seringkali sulit untuk mengorganisasi orang yang dirugikan oleh eksternalitas ini ke dalam suatu unit bargain yang efektif dan untuk menghitung nilai moneter dari kerugian setiap orang yang terkena dampaknya. Kebanyakan sistem legal telah dibuat terutama untuk menyelesaikan perselisihan antara dua penggugat daripada mewakili hak dari grup yang lebih besar dan lebih tersebar. Seperti kelompok orang yang mungkin terkena dampak dari kerusakan lingkungan. Faktor faktor tersebut membuat biaya tawar menawar menjadi sangat tinggi, pada beberapa kasus.

Dalam kasus yang dicirikan biaya transaksi atau biaya tawar menawar yang tinggi, pemberian hak kepemilikan dapat menghasilkan efek alokasi yang signifikan. Jika seperti yang umumnya menjadi kasus, pembuangan ke udara dan air diperlakukan sebagai properti umum, maka hal ini seolah-olah memberikan hak penggunaan kepada setiap perusahaan. Perusahaan mungkin menggunakan udara dan air disekitarnya dengan cara apa pun yang dipilihnya dan biaya yang tinggi akan mencegah perusahaan tersebut untuk menginternalisasi setiap biaya eksternal ke dalam keputusannya. Aktivitas yang memproduksi polusi dapat beroperasi pada tingkat yang lebih tinggi daripada tingkat optimal kecuali diterapkan tipe mekanisme kontrol yang spesifik.

Melalui pengenaan pajak, pemerintah dapat menyebabkan output perusahaan dikurangi, sehingga mengalihkan sumberdaya kepada penggunaan lain. Pertama kali diperkenalkan sebagai penyelesaian masalah eksternalitas oleh A.CPigou (1920). Reksohadiprodjo (1992) menjelaskan aplikasi pemaksimalan utilitas konsumen dalam terapan ekonomi lingkungan. Beberapa asumsi yang dipergunakan antara lain:

1. Suatu pedoman yang disebut value judgement atau penilaian subyektif terhadap nilai-nilai perlu ditentukan. Keberhasilan suatu sistem ekonomi dinilai dari kemampuan sistem tersebut memenuhi kebutuhan serta keinginan manusia

2. Kebutuhan serta keinginan manusia dapat dilihat dari segi konsumsi dan segi produksi

3. Dari segi konsumsi manusia mempunyai pilihan di antara barang-barang konsumsi dan jasa-jasa yang tersedia. Fungsi kegunaan menjadi ukuran seberapa jauh pilihan ini dipenuhi.

4. Dari segi produksi, manusia menilai suatu pekerjaan berdasar pada besarnya upah dan kondisi kerja

5. Setiap individu menilai kebutuhan dan keinginannya. Dalam hal lingkungan ada orang yang menilai tinggi lingkungan, ada yang menilai rendah keadaan tersebut.

174 6. Pemerintah dapat menjadi wakil pandangan masyarakat karena individu individu sering tidak dapat mengemukakan penilaiannya terhadap sesuatu hal. Oleh karena itu campur tangan pemerintah pada satu hal dan lain hal dapat dibenarkan.

Pada beberapa dampak pencemaran yang ditimbulkan oleh suatu perusahaan dalam proses produksinya, terjadilah ketidakefisienan ekonomi. Masalah pencemaran lingkungan merupakan aspek yang banyak diteliti terutama sehubungan dengan adanya eksternalitas ekonomi yang sifatnya negative atau external diseconomies yaitu kegiatan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan manusia.

Hal lain yang dapat diamati adalah pada pasar persaingan sempurna, tanpa campur tangan pemerintah, adanya external diseconomies yang ditimbulkan oleh sebuah industry menyebabkan atau memungkinkan semakin parahnya derajat pencemaran dan semakin beratnya biaya eksternal yang ditimbulkannya. Kesimpulan ini juga berlaku pada sistem pasar selain pasar persaingan sempurna.

Sebuah perusahaan yang memperhitungkan biaya sosial pada pasar persaingan tanpa campur tangan pemerintah, akan terdesak keluar dari industri karena harga barangnya lebih tinggi dibandingkan harga barang dari perusahaan pesaingnya. Hal inilah yang menyebabkan perusahaan mengabaikan kualitas lingkungan. Apabila biaya eksternal tidak diperhitungkan ke dalam harga hasil maka harganya menjadi lebih murah. Konsumen memperoleh keuntungan dari kondisi ini. Pada prinsipnya jalan keluar dari eksternalitas ini adalah menginternalisasikan biaya eksternal, yaitu memperhitungkan semua biaya eksternal seperti bila menghitung biaya pekerja atau biaya modal ke dalam perhitungan biaya produksi. Sehingga posisi alokasi sumberdaya yang maksimum dan keadilan pembagian beban pencemaran dapat tercapai kembali.

Kesulitan yang dihadapi dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan anara lain disebabkan oleh mahalnya biaya informasi, biaya transaksi, dan perundingan antara pihak. Keberadaan barang publik, dan pengukuran manfaat dan biaya penanggulangan pencemaran sulit dilakukan apalagi dengan ketidakpastian.

3. PEMBAHASAN

Kontribusi sektor pariwisata dalam perekonomian Indonesia diharapkan semakin besar. Mengingat sektor ini memiliki dampak pengganda pendapatan dan penyerapan tenaga kerja pada semua sektor ekonomi yang terkait. Yakni sektor pertanian, industri dan jasa. Kondisi ini tergambar dalam data yang menunjukkan potensi, dan peluang pengembangan pariwisata berikut ini.

Tabel 1. Kondisi Industri Pariwisata Indonesia

2016 2017 2018 2019

Kontribusi terhadap PDB

(%) 11 13 14 15

Penerimaan Devisa

(Rp trillion) 172.8 182.0 223.0 275.0

Penyerapan Tenaga Kerja

(juta orang) 11.7 12.4 12.7 13.0

Indeks Daya Saing

175 Kunjungan Wisman

(juta) 12 15 17 20

Perjalanan Wisnus

(juta) 260 265 270 275

Sumber : Kementerian Pariwisata (2016)

Pentingnya pertumbuhan di sektor pariwisata tidak hanya membuat pembangunan sarana penunjang dan destinasi wisata menjadi diprioritaskan, namun juga membuat semua penyerapan tenaga kerja terutama terdidik diarahkan bagi pengembangan sektor ini. Pada upaya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara, semua fasilitas penunjang dipersiapkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di bidang sektor pariwisata.

Upaya peningkatan sektor pariwisata menjadi sektor andalan dalam pembangunan ekonomi Indonesia membuat semua input dalam rumah tangga dan produsen dimaksimalkan dalam upaya memenuhi pembangunan sektor pariwisata. Sektor ini diharapkan dapat berkontribusi lebih banyak dalam perbaikan variabel ekonomi makro, salah satunya adalah penyerapan tenaga kerja dan penurunan jumlah pengangguan, yang kondisi saat ini tergambar dalam Gambar 5.

Gambar 5. Kondisi Penduduk Usia Kerja di Indonesia

Gambar 5 menunjukkan jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,04 juta orang (5,5 persen) dari angkatan kerja. Sementara dari 121,02 penduduk yang bekerja, hanya 72 persen yang berstatus pekerja penuh. Sisanya berstatus pekerja paruh waktu dan setengah menganggur.

Dalam Travel & Tourism Competitiveness Report dari World Economic Forum, yang "mengukur sejumlah faktor dan kebijakan yang memungkinkan perkembangan berkelanjutan dari sektor travel & wisata, yang pada gilirannya, berkontribusi pada pembangunan dan daya kompetitif negara ini,” Indonesia melompat dari peringkat 70 di tahun 2013 menjadi peringkat 50 di tahun 2015. Peningkatan ini disebabkan pertumbuhan cepat dari kedatangan turis asing ke Indonesia, prioritas nasional untuk industri pariwisata dan investasi infrastruktur (contohnya jaringan telepon selular kini mencapai sebagain besar wilayah di negara ini, dan transportasi udara telah meluas). Laporan ini

176 menyatakan bahwa keuntungan daya saing Indonesia adalah harga yang kompetitif, kekayaan sumberdaya alam (biodiversitas), dan adanya sejumlah lokasi warisan budaya.

Kurangnya infrastruktur yang layak di Indonesia adalah masalah yang berkelanjutan, bukan hanya karena hal ini sangat meningkatkan biaya-biaya logistik sehingga membuat iklim investasi kurang menarik namun juga mengurangi kelancaran perjalanan untuk pariwisata. Kurangnya konektivitas di dalam dan antar pulau berarti ada sejumlah besar wilayah di Indonesia dengan potensi pariwisata yang tidak bisa didatangi dengan mudah.

Masalah lain yang dihadapi adalah kualitas pendidikan pekerja yang dituntut fasih berbahasa asing. Halangan bahasa ini adalah alasan mengapa sejumlah warga Singapura lebih memilih Malaysia ketimbang Indonesia sebagai tempat tujuan wisata mereka. Kebanyakan turis asing yang datang ke Indonesia berasal dari Singapura, diikuti oleh Malaysia dan Australia.

Masalah lain yang dihadapi pengembangan sektor pariwisata adalah masalah pencemaran lingkungan sebagai dampak dari pesatnya pembangunan pariwisata khususnya di Provinsi Bali. Akibat dari pemaksimalan semua potensi pelaku ekonomi untuk diarahkan bagi pengembangan sektor pariwisata menimbulkan dampak eksternalitas negatif yang sangat serius yakni pencemaran lingkungan.

Isu utama yang mempengaruhi kualitas lingkungan hidup di Provinsi Bali pada tahun 2014 dan hampir keseluruhan terjadi lagi di tahun 2015 dan perlu mendapat perhatian serius yaitu (1) kawasan negative list atau terjadinya alih fungsi lahan, (2) permasalahan sanitasi, (3) peningkatan pertumbuhan penduduk, (4) Permasalahan abrasi pantai akibat meningkatnya aktivitas di wilayah pesisir, (5) permasalahan kawasan kumuh perkotaan, (6) penurunan kualitas udara, (7) kritisnya penyediaan air.

Alih fungsi lahan terbangun pada kawasan negative list wilayah perkembangan permukiman di Kota Denpasar mayoritas terjadi pada kawasan RTH, dimana luas alih fungsi lahan sebanyak 32,38 Ha. Banyaknya wilayah yang terbangun pada kawasan RTH disebabkan negative list RTH di Kota Denpasar merupakan lahan terbanyak. Indikasi alih fungsi lahan pada kawasan negative list disebabkan tingginya pertumbuhan penduduk di Kota Denpasar yang berkorelasi dengan kebutuhan lahan untuk permukiman. Kurangnya pengawasan dan lemahnya penegakan peraturan pada kawasan yang terlarang untuk dibangun menjadi salah satu penyebab tidak sesuainya pembangunan dengan rencana pola ruang yang telah disusun.

Alih fungsi lahan terbangun di Kabupaten Badung terbanyak pada kawasan hortikultura dan perkebunan yaitu 29,18 Ha, kawasan perlindungan setempat sebanyak 15,85 Ha, pertanian pangan lahan basah sebanyak 4,47 Ha dan RTH sebanyak 0,45 Ha. Adanya indikasi alih fungsi lahan pada kawasan negative list disebabkan tingginya pertumbuhan penduduk di Kabupaten Badung serta kegiatan pariwisata dan akomodasi pariwisata yang mengakibatkan kebutuhan akan lahan untuk pembangunan yang cukup tinggi. Faktor utama penyebab terjadinya pelanggaran pola ruang ini adalah akibat lemahnya pengawasan.

Meningkatnya penduduk di sebagian wilayah Provinsi Bali telah menyebabkan terjadinya tekanan terhadap lingkungan hidup berupa meningkatnya jumlah sampah dan limbah, meningkatnya bahan pencemar, serta meningkatnya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Sanitasi yang merupakan perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia tidak hanya perlu diterapkan di lingkungan sekolah atau tempat umum lainnya namun harus bermula dari diri dan lingkungan sendiri. Masalah sampah dan limbah di Provinsi Bali akibat pesatnya pembangunan ekonomi memberikan dampak negatif bagi kualitas pembangunan pariwisata di Bali.

Masalah lingkungan yang timbul sebagai akibat pembangunan pariwisata di Bali adalah tingginya abrasi di pantai Bali. Kondisi abrasi di Bali diperkirakan mencapai 20 persen dari 436,5 km pantai di Bali. Berdasarkan pengamatan data tahun 2001 paling tidak terdapat 35 lokasi di Bali yang mengalami erosi pantai dengan panjang 64 km. Kerusakan pantai yang terjadi terus mengalami

177 peningkatan dimana berdasarkan data tahun 2007 terdapat 41 lokasi dengan panjang tererosi sebesar 91 km.

Beberapa aktivitas yang menyebabkan pantai mengalami erosi di Bali disebabkan salah satunya oleh pembangunan struktur pantai. Pembangunan jetty Hotel The Grand Ina Bali Beach menyebabkan erosi/abrasi Pantai Sanur di bagian Utara Jetty. Penambangan pasir dan pengambilan batu karang untuk pembangunan hotel dan bungalow dalam jangka panjang dapat berakibat sangat buruk pada kondisi abrasi pantai. Penyebab erosi lain adalah adanya pelanggaran pola ruang akibat berdirinya bangunan wisata di sempadan pantai. Seperti restoran dan hotel di sepanjang Pantai