• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Masyarakat Berkaitan Dengan Perasaan Apabila Rumah Mereka Dijadikan Tempat Menginap Wisatawan

HOMESTAY DI DESA WISATA TISTA, KECAMATAN KERAMBITAN, KABUPATEN TABANAN

G. Persepsi Masyarakat Berkaitan Dengan Perasaan Apabila Rumah Mereka Dijadikan Tempat Menginap Wisatawan

Untuk mengetahui persepsi masyarakat berkaitan dengan perasaan apabila rumah mereka dijadikan tempat menginap wisatawan, dapat dilhat pada Tabel 8. berikut ini.

Tabel 8. Persepsi Masyarakat Berkaitan Dengan Perasaan Apabila Rumah Mereka Dijadikan Tempat Menginap Wisatawan

No. Sikap Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Sangat Senang 13 13%

2. Senang 66 66%

3. Ragu-Ragu 14 14%%

4. Tidak Senang 7 7%

5. Sangat Tidak Senang - -

Jumlah 100 100%

Dari Tabel 8. terlihat bahwa masyarakat yang menyatakan sangat senang berkaitan dengan perasaan apabila rumah mereka dijadikan tempat menginap wisatawan sebanyak 13 orang atau 13%, yang menyatakan senang sebanyak 66 orang atau 66%, menyatakan ragu-ragu sebanyak 14 orang atau 14% dan menyatakan tidak senang sebanyak 7 orang atau 7%. Jadi, secara keseluruhan diperoleh skor 385 dan nilai skor rata-rata adalah 3,85 yang dikategorikan setuju. Hal ini, menunjukkan perasaan masyarakat berkaitan dengan perasaan apabila rumah mereka dijadikan tempat menginap wisatawan.

96 3.3. Kendala Pengembangan Penginapan Lokal (Homestay) Desa Tista

Sebagai Desa Wisata, Desa Tista masih memerlukan berbagai fasilitas pendukung Desa Wisata untuk dapat menerima kunjungan wisatawan, di mana yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan penginapan lokal (homestay). Untuk pengembangan penginapan lokal (homestay) di Desa Wisata Tista sesuai dengan hasil analisis data terdapat beberapa kendala, yaitu:

3.3.1. Kurangnya Pelatihan dan Pemahaman Tentang Homestay

Pengelolaan akomodasi lokal memerlukan kemampuan dan keterampilan tertentu untuk dapat dikelola dan dikembangkan dengan baik. Sebagian besar masyarakat Tista merupakan petani, di mana mereka kesehariannya fokus pada pekerjaan mengolah lahan-lahan pertanian mereka. Perkembangan pariwisata di Tista tidak serta-merta merubah kebiasaan dan aktivitas masyarakat sehari-hari, padahal di sisi lain perkembangan kepariwisataan di Tista yang merupakan desa wisata memerlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mempunyai pengetahuan dan keterampilan tentang kepariwisataan. Karena di dalam perkembangan kepariwisataan memerlukan daya dukung dan fasilitas yang memadai serta manajemen yang baik, sehingga faktor SDM ini sangat penting. Salah satu daya dukung yang diperlukan dalam perkembangan Desa Wisata Tista adalah akomodasi lokal. Pembinaan dan pelatihan yang masih sangat minim dan didukung oleh pola pikir serta keseharian masyarakat yang masih cenderung tradisional dan fokus dalam pengolahan lahan pertanian, maka menjadi kendala tersendiri untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat Tista dalam pengelolaan dan pengembangan akomodasi lokal khususnya.

3.3.2. Bahasa

Untuk menerima kedatangan wisatawan di Desa Wisata Tista diperlukan hospitality yang baik. Komponen utama yang diperlukan adalah bahasa, khususnya Bahasa Inggris. Bahasa diperlukan untuk menyampaikan dan menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan aktivitas keseharian masyarakat, potensi wisata, budaya dan keunikan di Desa Wisata Tista. Termasuk juga interaksi komunikasi akan terjadi ketika tamu menginap di rumah-rumah penduduk. Demi kelancaran komunikasi dan interaksi sosial tersebut diperlukan bahasa sebagai sarana untuk berkomunikasi, sehingga perlu dipersiapkan masyarakat Tista untuk dapat menguasai Bahasa Inggris sebagai sarana berkomunikasi secara internasional.

Selain bahasa, hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah pemahaman masyarakat tentang kepariwisataan. Banyak keunikan yang dapat dijumpai pada Desa Wisata Tista, sehingga memerlukan penjelasan yang benar dan akurat kepada wisatawan yang menginap di Tista. Hal ini, masih sangat kurang dan bahkan masyarakat menghindari wisatawan asing yang datang maupun yang mendekat yang memerlukan informasi dikarenakan minimnya penguasaan masyarakat Tista terhadap Bahasa Asing, khususnya Bahasa Inggris.

3.3.3. Kekurangan Kamar dan Rumah Sempit

Sistem kehidupan masyarakat Tista adalah hidup dengan keluarga besar, di mana dalam satu rumah terdiri dari beberapa Kepala Keluarga (KK) atau terdiri dari beberapa anggota keluarga. Hal ini, disebabkan karena kepemilikan lahan perumahan yang terbatas dan sebagian besar lahannya dipergunakan untuk lahan pertanian dan perkebunan serta peternakan. Rata-rata kepemilikan kamar dari masyarakat Jatiluwih adalah 3 kamar tidur, 1 kamar tamu, 1 dapur, 1 atau 2 kamar mandi, dan halaman rumah. Mereka menjalani kehidupan rutin mereka di rumah tersebut. Segala kebutuhan dan keperluan keluarga mereka dipersiapkan di rumah tersebut, sehingga setiap kamar yang tersedia berisi barang-barang dan peralatan anggota keluarga masing-masing. Tidak ada tempat kosong yang tidak digunakan, karena tempat yang mereka miliki terbatas dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga di masing-masing rumah tersebut. Untuk tempat dan kamar yang tersedia mereka pergunakan secara optimal dan berbagi secara kekeluargaan, sehingga keadaan ini dapat berlangsung lama tanpa ada pertentangan dan pertengkaran. Hal ini, menjadi salah satu kendala dalam mengembangkan rumah penduduk menjadi akomodasi lokal di Desa Wisata Tista.

3.3.4. Kurangnya Kebersihan

97 untuk tempat beristirahat. Kegiatan agraris yang dilaksanakan sebagian besar masyarakat Tista banyak menyita waktu mereka di sawah atau di ladang, sehingga waktu mereka untuk di rumah sedikit dan waktu untuk khusus menata rumah mereka juga sedikit.

Pada saat waktu efektif kerja, mereka akan berada di sawah atau di ladang mereka masing-masing untuk mengolah dan menanami berbagai tanaman pertanian masyarakat dan ada beberapa anggota keluarga yang bekerja di sektor lainnya, sehingga kesibukan dan aktivitas mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka menjadi prioritas dari masyarakat. Setelah mereka pulang dari aktivitas rutin tersebut hanya ada sedikit waktu luang untuk menata dan membersihkan rumah-rumah mereka secara khusus. Hal inilah yang menjadi salah satu kendala pengembangan akomodasi lokal Tista karena masyarakat tidak percaya diri untuk menggunakan rumah mereka untuk menginap wisatawan karena kondisi rumah yang kurang tertata dan kurang terawat serta kurang bersih.

3.3.5. Fasilitas Pendukung Tidak Lengkap

Pengembangan rumah-rumah penduduk untuk dijadikan akomodasi lokal Tista juga mengalami kendala pada fasilitas pendukung untuk memberikan kenyamanan kepada wisatawan yang menginap. Fasilitas yang ada pada rumah-rumah penduduk kurang memadai untuk memberikan kenyamanan pada wisatawan yang menginap. Hal ini, disebabkan karena masyarakat hanya menyediakan fasilitas yang pokok untuk kelengkapan rumahnya. Masyarakat hanya menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk keperluan sehari-harinya saja, seperti: tempat tidur, alat-alat rumah tangga, kelengkapan kamar mandi, alat-alat pembersih yang kesemuanya itu fasilitas yang pokok dan yang terpenting dapat digunakan dan tidak ada fasilitas yang standar internasional yang dibutuhkan wisatawan, seperti: alat pemanas, kolam renang, kelengkakan kamar mandi yang modern, dan lain-lain. Hal ini membuat masyarakat tidak percaya diri untuk menjadikan rumah mereka sebagai tempat menginap wisatawan.

3.3.6. Promosi

Kurangnya promosi yang dilakukan berkaitan dengan perkembangan Desa Wisata Tista menyebabkan wisatawan yang datang hanya mengandalkan informasi dari pihak Biro Perjalanan. Di samping menyasar kepada wisatawan group untuk datang ke Desa Wisata Tista juga perlu menyasar wisatawan individu (walk-in guest), sehingga promosi yang intensif perlu dilakukan oleh masyarakat Tista dengan menggunakan beberapa media, seperti: brosur, pamplet, baliho, media elektronik, media cetak, dan internet. Tetapi, kenyataannya hal tersebut tidak dilaksanakan dengan alasan pengelolaan yang belum baik, Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang, pengetahuan tentang promosi kurang, dan banyak lagi alasan-alasan lain.

Padahal, kearifan lokal masyarakat yang sudah secara turun-temurun dengan mengedepankan keseimbangan perlu untuk diketahui yang kaitannya dengan paradigma pariwisata saat ini, yaitu: back

to nature, environmental conservation, cultural tourism, community involment, sustainable tourism, and alternative tourism.

4. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, yang berjudul: ”Persepsi Masyarakat Terhadap Pengembangan Penginapan Lokal (Homestay) Untuk Mendukung Desa Wisata Tista, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan”, dapat disimpulkan sebagai berikut:

4.1. Secara keseluruhan diperoleh skor 358 dan nilai skor rata-rata adalah 3,6 yang dikategorikan

setuju rumah masyarakat dijadikan tempat menginap wisatawan; secara keseluruhan diperoleh

skor 393 dan nilai skor rata-rata adalah 3,9 yang dikategorikan setuju rumah mereka ditata dan dibersihkan untuk tempat menginap wisatawan; secara keseluruhan diperoleh skor 412 dan nilai skor rata-rata adalah 4,1 yang dikategorikan setuju diadakan pembinaan dan pelatihan terhadap penyediaan dan pengembangan akomodasi lokal untuk wisatawan di Tista; secara secara keseluruhan diperoleh skor 371 dan nilai skor rata-rata adalah 3,7 yang dikategorikan setuju yang menunjukkan dukungan masyarakat terhadap rumah mereka selain sebagai tempat menginap juga diadakan aktivitas sehari-hari yang bisa dilakukan oleh wisatawan; secara keseluruhan diperoleh skor 387 dan nilai skor rata-rata adalah 3,9 yang dikategorikan setuju wisatawan menginap di rumah mereka, melakukan komunikasi dan interaksi berkaitan dengan

98 aktivitas sehari-hari masyarakat atau tentang Budaya Tista; secara keseluruhan diperoleh skor 421 dan nilai skor rata-rata adalah 4,2 yang dikategorikan setuju apabila dibuatkan aturan untuk wisatawan yang menginap di rumah mereka; secara keseluruhan diperoleh skor 385 dan nilai skor rata-rata adalah 3,9 yang dikategorikan setuju masyarakat berkaitan dengan perasaan apabila rumah mereka dijadikan tempat menginap wisatawan.

4.2. Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan penginapan lokal untuk mendukung Desa Wisata Tista Kabupaten Tabanan, yaitu:

1. Kurangnya pelatihan dan pemahaman tentang penginapan lokal (homestay). 2. Bahasa.

3. Kekurangan kamar dan rumah sempit. 4. Kurangnya kebersihan.

5. Fasilitas pendukung tidak lengkap. 6. Promosi.

Ucapan Terimakasih

Pertama-tama Puja dan Puji Syukur Kehadapan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Guru Utama dalam kehidupan di alam semesta ini. Selanjutnya, terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Panitia

Call for Paper Universitas Udayana atas usaha dan kerja kerasnya, sehingga kegiatan ini dapat

terlaksana dengan baik dan lancar, di mana kami juga dapat turut berpartisipasi dalam kegiatan ini. Juga terima kasih kepada Dekan Fakultas Pariwisata beserta Para Wakil Dekan serta Kaprodi Program Studi D-IV Pariwisata beserta jajarannya yang sudah memberikan kesempatan kepada kami untuk dapat berkiprah dalam Hibah Unggulan Program Studi serta tidak lupa rasa terima kasih kami kepada Ketua LPPM Universitas Udayana beserta jajarannya pula yang selalu memotivasi kami untuk selalu mengikuti berbagai Skim yang disediakan, di mana dalam hal ini kami diberi kesempatan pada Skim Hibah Unggulan Program Studi. Semoga program-progam yang positif tersebut selalu dapat memotivasi Dosen untuk dapat berkarya lebih baik dan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Departemen Kebudayaan Dan Pariwisata Republik Indonesia. 2006. Bali Bangkit Kembali. Denpasar:

Universitas Udayana.

Fagence, Michael, 1997. Approches to Planning for Rural and Village Tourism Realizing The

Potential of Rural Areas an Village. Proceedings on the training and workshop on Planning

Sustainable Tourism, ed. Minnery, John, Gunawan Myra, P. Penerbit: ITB, Bandung.

Gardner, William C. 1996. Tourism Development: Principles, Processes, and Policies. Van Nostrand Reinhold. New York

Hermantoro, Henky, dkk. 2010. Pariwisata Mengikis Kemiskinan. Jakarta: Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kepariwisataan.

Inskeep, Edward, 1991. Tourism Planning as Integrated and Sustainable Development Approach. Van Nostrand Reinhold. USA.

Kusumahadi, M. 2007. Practical Challenge to the Community Empowerment Program. Yogyakarta: Experience of Satunama Foundation of Yogyakarta.

Korten dan Syahrir (ed.) 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mikkelsesn, Britha. 1999. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mathieson, A. dan Wall, G, 1982. Tourism Economic, Physical and Social Impacts. Longman Group Limited. New York.

Monografi Desa Tista, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. 2016

Paeni, Mukhlis, dkk. 2006. Bali Bangkit Bali Kembali. Unud–Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia.

Page, S.J. dan D. Getz (eds.). 1997. The Business of Rural Tourism. London: International Thomson Business Press.

99 Pustaka Pelajar.

Woodley, A. 1993. Tourism and Sustainable Development: The Community Perspective, dalam J.G. Nelson, R. Butler dan G. Wall (ed.), Planning, Managing. Waterloo: Dept. of Geography, University of Waterloo.

100

PERILAKU WISATAWAN BERWISATA KULINER DI RESTORAN