• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN GREEN TOURISM DI KAWASAN ITDC NUSA DUA

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 HASIL

Acuan yang digunakan dalam menentukan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh hotel – hotel bintang 5 di Kawasan ITDC Nusa Dua dalam menerapkan green tourism pada perusahaannya yaitu ISO 14001, yang merupakan salah satu dari serangkaian standar pengelolaan lingkungan internasional yang muncul bertujuan untuk mempromosikan perbaikan yang berkelanjutan dalam mengukur performa manajemen sistem lingkungan perusahaan melalui adopsi (adoption) dan implementasi. Terdapat 5 elemen inti yang biasanya digunakan dalam EMS untuk menilai, mengukur, mengaudit pelaksanaan EMS pada sebuah perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi atau self assessment walaupun ISO 14001 muncul bukan bermaksud untuk sertifikasi. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1. dibawah ini.

64 Gambar 1. Elemen Inti: Perencanaan, Implementasi, Audit & Evaluasi, Tinjauan Kembali Pelaksanaan EMS

Adapun 5 elemen inti tersebut adalah:

1. Kebijakan lingkungan (Establishment of an appropriate environmental policy) 2. Fase Perencanaan (A planning phase)

3. Implementasi Pelaksanaan EMS (Implementation and operation of the EMS) 4. Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi (Checking and corrective action procedures) 5. Tinjauan Manajemen Berkala (Periodic management reviews of the overall EMS) Adapun kegiatan – kegiatan yang dilaksanakan oleh hotel – hotel bintang 5 di Kawasan ITDC Nusa Dua dalam menerapkan green tourism pada perusahaannya adalah:

(1) Membuat komitmen dalam bentuk kebijakan maupun peraturan tertulis terkait lingkungan hidup. Adapun salah satu bentuk kebijakan atau peraturan tertulis tersebut yakni Earth Check Policy, meskipun begitu terdapat 33% hotel yang menyatakan tidak memiliki komitmen dalam bentuk kebijakan atau peraturan tertulis mengenai sistem manajemen lingkungan tetapi hotel – hotel tersebut tetap melaksanakan komitmen dalam sistem manajemen lingkungan dengan cara memberikan training kepada staff mengenai sistem manajemen lingkungan. Contoh kebijakan yang dimiliki oleh Hotel – Hotel di Kawasan Nusa Dua Resort adalah kebijakan dalam pengurangan konsumsi energi, memastikan pemilahan sampah untuk melakukan daur ulang, dan limbah berbahaya dikelola dengan tepat agar tidak mencemari lingkungan, juga selain selalu mengingatkan tamu untuk menerapkan green-behaviour dengan menjaga lingkungan, pihak manajemen juga memberikan informasi kepada tamu bagaimana melakukan hal tersebut.

(2) Memiliki program lingkungan jangka pendek, menengah, dan panjang. Adapun program – program lingkungan yang diterapkan tersebut adalah Mangrove Planting, Earth Hour, Tri Hita Karana, PROPER, EarthCheck, dan Green Globe Certification. Dimana program – program tersebut memiliki beberapa point tanggungjawab bersama yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Seperti hal – hal yang menyangkut air, limbah berbahaya, penggunaan produk lokal, pelestarian keanekaragaman hayati, penghematan energi, merekrut masyarakat lokal sebagai staff, kepedulian tamu terhadap lingkungan, sampah dan daur ulang, pelatihan, dan juga warisan budaya.

(3) Melaksanakan program lingkungan berjangka tersebut seperti terlibat dalam aktifitas lingkungan berskala regional, nasional, maupun internasional, terlibat dalam sertifikasi lingkungan

Kebijakan Lingkungan Fase Perencanaan Implementasi Pelaksanaan EMS Pemeriksaan dan Tindakan Koreksi Tinjauan Manajemen Berkala

65 berskala regional, nasional, internasional, serta menggunakan produk eco – label, dan mengawasi pemisahan limbah sesuai jenisnya.

(4) Evaluasi lingkungan pada setiap departemen sesuai dengan jadwal, sosialisasi sitem manajemen lingkungan yang dianut kepada seluruh karyawan. Adapun seluruh responden memberikan pernyataan bahwa perusahaannya memiliki jadwal yang terencana dalam melakukan audit lingkungan pada setiap departemen dan melaksanakannya sesuai dengan jadwal tersebut. Evaluasi yang dilakukan mencakup evaluasi produksi air bersih dan minimisasi limbah, konservasi air, konservasi energi, kontaminasi lokasi, dan keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu pihak manajemen secara berkala melakukan sosialisasi mengenai kebijakan sistem manajemen lingkungan yang dianut, dan sosialisasi yang dilakukan antara lain environment training, sosialisasi program Tri Hita Karana, PROPER, dan Earth Check.

(5) Mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungannya, aktif mengikuti workshop dan seminar lingkungan, serta melaporkan hasil audit dan evaluasi pada manajemen. 67% responden menyatakan bahwa perusahaannya mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungan secara keseluruhan untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, efektifitas sistem manajemen lingkungan terhadap perubahan yang terjadi. Selanjutnya, hasil audit dan evaluasi mengenai sistem manajemen lingkungan dilaporkan kepada manajemen. Salah satu bentuk audit dan evaluasi sistem manajemen lingkungan tersebut adalah mengikuti sertifikasi Green Globe, dan bagaimanapun hasil dari sertifikasi tersebut akan selalu dilaporkan kepada pihak manajamen.

3.2 PEMBAHASAN

Berdasarkan data yang didapat, hotel – hotel bintang lima di Kawasan ITDC Nusa Dua telah berpartisipasi dalam menerapkan green tourism melalui kegiatan – kegiatan yang mengacu pada ISO 14001 dengan mengadopsi kelima elemen intinya. Walaupun penerapan yang hotel – hotel tersebut lakukan masih belum sempurna, tetapi hotel – hotel tersebut memiliki kesadaran untuk mempertimbangkan kepentingan lingkungan dalam menjalankan usaha akomodasinya.

Hal tersebut sesuai dengan definisi green tourism yang merupakan sebuah aktifitas pariwisata yang ramah terhadap lingkungan dengan berbagai fokus dan arti (Furqan A., Mat Som A.P., & Hussin R, 2010). Sedangkan menurut Gabriela & Lupu (1998) dalam Juganaru et all (2007) walaupun masih banyak perdebatan mengenai definisinya terdapat beberapa pihak yang menyatakan bahwa green

tourism adalah bentuk tertentu dari aktifitas pariwisata dengan arah membangun keseimbangan

dengan alam dan lingkungan sosial-budaya di sebuah destinasi, yang pada akhirnya berujung pada peningkatan manfaat kepada masyarakat lokal, baik pada sisi ekonomi, budaya dan lingkungan.

Selain green tourism, masih banyak istilah lain yang mengindikasikan kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan, seperti yang diterangkan oleh Font & Tribe (2001), bahwa istilah eco-tourism,

green tourist, dan soft tourism sering digunakan secara bersamaan, dimana itu berarti banyak terdapat

kemiripan dari aktifitas pariwisata yang dilakukan selama berorientasi pada kegiatan pariwisata yang ramah lingkungan.

Kesadaran hotel – hotel bintang lima di Kawasan ITDC Nusa Dua terhadap isu green tourism di terapkan melalui kegiatan – kegiatan yang mengacu pada ISO 14001 untuk mengukur performa manajemen sistem lingkungan perusahaan. Tetapi masih ada hal yang perlu dijawab tentunya melalui penelitian selanjutnya, dimana pertanyaan yang kini hadir dewasa ini yaitu apakah praktik green

tourism yang dilakukan oleh pengelola hotel murni merupakan kesadaran mereka akan lingkungan

hidup ataukah semata – mata hanya sebagai alat promosi untuk meningkatkan penjualan kamar mereka, melihat semakin meningkatnya trend green consumer di kalangan wisatawan?

4. KESIMPULAN

Untuk berpartisipasi dalam menerapkan green tourism, hotel – hotel bintang lima di kawasan ITDC Nusa Dua melaksanakan kegiatan – kegiatan yang mengacu pada 5 elemn inti ISO 14001 yaitu (1) Membuat komitmen dalam bentuk kebijakan maupun peraturan tertulis terkait lingkungan hidup, (2) Memiliki program lingkungan jangka pendek, menengah, dan panjang, (3) Melaksanakan program lingkungan berjangka tersebut seperti terlibat dalam aktifitas lingkungan berskala regional, nasional, maupun internasional, terlibat dalam sertifikasi lingkungan berskala regional, nasional, internasional,

66 serta menggunakan produk eco – label, dan mengawasi pemisahan limbah sesuai jenisnya, (4) Evaluasi lingkungan pada setiap departemen sesuai dengan jadwal, sosialisasi sitem manajemen lingkungan yang dianut kepada seluruh karyawan, dan (5) Mengkaji secara periodik sistem manajemen lingkungannya, aktif mengikuti workshop dan seminar lingkungan, serta melaporkan hasil audit dan evaluasi pada manajemen.

Ucapan Terima Kasih

Artikel ini terselesaikan tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana, Ketua LPPM Universitas Udayana, dan Dekan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada tim peneliti untuk ikut mendesiminasi hasil penelitian sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Erdogen, N. and Tosun, C. 2009. Environmental Performance of Tourism Accommodation in The Protected Areas: Case of Goreme Historical National Park. International Journal of Hospitality Management. (28), pp. 406-414.

Font, X., and Tribe, J. 2001. Promoting Green Tourism: The Future of Environmental awards. International Journal of tourism Research, (3), pp. 9-21.

Furqan A., Mat Som A.P., & Hussin R. 2010. Promoting Green Tourism for Future Sustainability. Theoritical and Empirical Research in Urban Management Number (8/17), pp. 64-74. Juganaru, I-D., Juganaru, M., and Anghael, A. 2007. Politici S‟i Strategii in Turismul Mondial,

Editura Expert, Bucharest. Retrieved on 22 May 2017 from

http://feaa.ucv.ro/AUCSSE/0036v2-024.pdf

ISO 14001: Environmental Management System Self-Assessment Checklist. UU-RI. No.10.tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.

67

PENGEMBANGAN KULINER LOKAL UNTUK MENDUKUNG

PARIWISATA BERKELANJUTAN DI DESA SANGEH KABUPATEN

BADUNG

Ni Nyoman Sri Aryanti1, Agus Muriawan Putra2

Program Studi Diploma IV Pariwisata, Fakultas Pariwisata Universitas Udayana12

Email: sriaryanti@yahoo.com

Abstrak

Desa Sangeh dari dulu sudah dikenal oleh wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara. Tetapi, perkembangan Desa Sangeh sebagai daya tarik wisata mengalami pasang surut. Di mana, Desa Sangeh sebagai daya tarik wisata hanya mengandalkan Hutan Pala beserta kera-kera penghuninya. Masyarakat Desa Sangeh akhirnya cepat tanggap terhadap situasi tersebut, sehingga keberadaan Hutan Sangeh dan kera-keranya tersebut pengelolaannya kemudian diambil alih oleh Desa Adat, di mana hasilnya sangat positif, terjadi peningkatan kunjungan wisatawan. Untuk memberikan alternatif wisata yang lebih beragam lagi, maka perlu direncanakan paket/produk wisata lokal yang dapat dikemas oleh masyarakat Desa Sangeh menjadi daya tarik pilihan kepada wisatawan yang berkunjung. Potensi-potensi lokal tersebut yang merupakan bagian hidup dan aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Sangeh perlu untuk diperkenalkan kepada wisatawan agar perkembangan kepariwisataan di Desa Sangeh dapat menampilkan sesuatu yang berbeda daripada daya tarik wisata yang sejenis yang mengandalkan daya tarik hutan beserta keranya. Potensi yang dapat dikembangkan tersebut adalah potensi kuliner lokal, di mana di Desa Sangeh dapat ditemukan berbagai kuliner lokal masyarakat yang sangat beragam dari berbagai olahan dan berbagai cita rasa. Pendekatan kualitatif digunakan untuk menemukan model secara naturalis sesuai dengan keadaan serta potensi yang dimiliki Desa Sangeh yang merupakan salah satu daya tarik wisata yang sedang berkembang di Kabupaten Badung untuk mengembangkan potensi kuliner lokal dalam menunjang pariwisata kerakyatan berkelanjutan dan dikombinasikan dengan Metode

Focus Group Discussion (FGD), Matrik SWOT, serta Analisis Skala Likert. Hasil-hasil analisis data akan

ditampilkan secara deskriptif kualitatif yang menyajikan pendapat/persepsi masyarakat dan wisatawan, kekuatan dan kelemahan pengembangan kuliner lokal, peluang dan tantangan pengembangan kuliner lokal, hasil observasi, teori, dan konsep yang ditemukan di lapangan berdasarkan sudut pandang informan yang kemudian diinterpretasi oleh Tim Peneliti.

Kata Kunci: Kuliner Lokal, Pariwisata Berbasis Masyarakat, Pariwisata Berkelanjutan

Abstract

Sangeh village has been known by tourists, both domestic tourists and foreign tourists. However, the development of Sangeh Village as a tourist attraction has its ups and downs. Where, Sangeh Village as a tourist attraction only relies on forest of nutmeg and its inhabitants. The community of Sangeh Village is quickly responsive to the situation, so that the existence of Sangeh Forest and its monkeys is then taken over by Adat Village, where the result is very positive, there is an increase of tourist visit. To provide a more diverse alternative tourism again, it is necessary to plan a package/ local tourism products that can be packed by the community of Sangeh Village become the attraction of choice to tourists who visit. These local potentials which are part of life and daily activities of Sangeh Village people need to be introduced to tourists so that the development of tourism in Sangeh Village can show something different than the similar tourist attraction that relies on the attractiveness of the forest along with the monkeys. The potential that can be developed is the local culinary potential, where in the village of Sangeh can be found a variety of local culinary community is very diverse from various preparations and flavors. Qualitative approach is used to find the model is naturalist in accordance with the situation and potential of Sangeh Village which is one of the developing tourist attraction in Badung Regency to develop local culinary potency in supporting sustainable populist tourism and combined with Focus Group Discussion Method (FGD) , SWOT Matrix, and Likert Scale Analysis. The results of data analysis will be presented descriptively qualitatively presenting perceptions of the community and tourists, the strengths and weaknesses of local culinary development, opportunities and challenges of local culinary development, observations, theories, and concepts found in the field based on the perspectives of informants interpreted by the Research Team.

68 1. PENDAHULUAN

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPERNAS), khususnya Bab VII tentang Pembangunan Sosial dan Budaya ditetapkan bahwa pembangunan kebudayaan dan pariwisata dilaksanakan melalui Program Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan dan Program Pengembangan Pariwisata. Tujuan Program Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan adalah untuk menanamkan nilai-nilai budaya bangsa dalam rangka menumbuhkembangkan pemahaman dan penghargaan masyarakat kepada warisan budaya bangsa, keragaman budaya dan tradisi, meningkatkan kualitas berbudaya masyarakat, dan menumbuhkan sikap kritis terhadap nilai-nilai budaya. Tujuan Program Pengembangan Pariwisata adalah mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional yang berbasis kepada pemberdayaan masyarakat, kesenian, dan kebudayaan, serta sumber daya (pesona) alam lokal dengan tetap mempertahankan kelestarian seni dan budaya tradisonal serta kelestarian lingkungan hidup.

Salah satu daya tarik wisata yang ada di Kabupaten Badung yang dikelola oleh desa adat adalah Daya Tarik Wisata Sangeh. Daya Tarik Wisata Sangeh berada di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Daya Tarik Wisata Sangeh dirintis 1 Januari 1969, namun tahun 1971 baru memiliki sumber pembiayaan pembangunan dari sumbangan sukarela (dana punia) setiap pengunjung, sebelumnya Daya Tarik Wisata Sangeh berkembang secara alami tanpa ada pengelolaan yang profesional. Barulah sejak tahun 1996 daya tarik wisata ini dikelola oleh Desa Adat Sangeh, dan mulai dikenakan retribusi berdasarkan Perda Tk. II Badung No. 20 tahun 1995.

Pengelolaan yang dilakukan oleh Desa Adat Sangeh tentunya akan dapat memberikan dampak yang positif kepada masyarakat Sangeh dan juga alam serta budaya Sangeh karena peran serta dan partisipasi masyarakat yang dikedepankan sebagai sumber daya pendukung utama dalam menjaga dan melestarikan lokalitas dan kearifan lokal Desa Sangeh. Untuk dapat memberikan berbagai pilihan alternatif wisata di Desa Sangeh, selain Hutan Pala dengan keranya di Desa Sangeh perlu digali dan dikembangkan potensi-potensi wisata lainnya (potensi kuliner lokal) yang tetap bercirikan Desa Sangeh dan melibatkan masyarakat Desa Sangeh di dalam pengelolaan dan pengembangannya yang merupakan bagian dari kehidupan dan aktivitas sehari-hari masyarakat Desa Sangeh.

2. METODE PENELITIAN