• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Lokasi Penelitian

A. Analisis Leksia Mayat Demokrasi

2. Kode Proairetik

4.2.11 Analisis Kesebelas (11)

Gambar 4.11

A. Analisis Leksia

Konferensi Meja Kekuasaan (KMK)

1. Warna latar, berwarna biru laut. Latar yang dimana objek gambar, yaitu kursi yang berjejer dan di bawahnya ada sebuah kotak suara yang terbalik tenggelam di sebuah lautan. Dari atas menuju ke kedalaman laut, dari masih berwarna biru cerah hingga akhirnya menemui sebuah kegelapan dasar laut. Demokrasi yang mencita-citakan suara rakyat adalah suara tuhan (vox populi, vox dei) mati dimakan kerasnya lautan dalam.

2. Enam buah kursi berjejer mengelilingi sebuah meja, seperti sedang melakukan konferensi meja bundar. Kursi tersebut memiliki bentuk dan gaya yang hampir sama dengan kursi pada ilustrasi keduabelas, perbedaannya yang paling mendasar adalah terdapat aksen pada puncak sandaran di kursi ilustrasi keduabelas. Kursi tersebut berwarna merah dan putih, merah untuk sofa duduk serta sandaran kursi dan putih untuk rangka dan kaki kursi. Meja konferensi bundar berwarna merah dengan sebuah kotak kaca (kotak aquarium) yang berada di dalamnya. Dalam melihat kursi kecil di dalam kotak kaca ada dua perspektif, saya melihat kursi itu memang dibuat sedemikian rupa (kecil) ukurannya atau gambar tersebut merupakan gambar kursi yang terlihat jauh. Kursi tersebut persis sama dengan kursi yang mengelilinginya. Menurut pendapat saya, kursi berjejer dengan berwarna merah-putih merupakan representasi harapan bangsa dan harapan tersebut lenyap melihat ketidakpatutan yang terjadi.

3. Terakhir ikonnya adalah kotak suara yang terbalik. Lubang kotak suara seharusnya berada di atas bukannya di bawah. Kotak suara tersebut berwarna perak keputih-putihan. Secara pribadi warna emas yang dominan telah luntur, dan terganti dengan warna lain. Kotak suara masih tetap memperlihatkan pendar, namun pendar dari kelunturan yang berwarna perak. Logo watermark dari ilustrator berada di bagian sebelah kiri bawah dari kotak suara.

B. Lima Kode Pembacaan 1. Kode Hermeneutika

Mengapa kursi warna merah putih berkumpul mengelilingi meja? Mengapa jumlah kursi yang berkumpul mengelilingi meja ada enam buah? Mengapa ada terdapat sebuah kursi merah putih di dalam kotak kaca? Mengapa kursi-kursi tersebut menindih kotak suara pemilu? Mengapa kotak suara posisinya terbalik? Mengapa ilustrasi ini seperti kotak suara sedang jatuh ke laut dalam?

Ikon-ikon dari ilustrasi ini menjadi elemen penting sehingga seseorang dapat menangkap apa tujuan dari teka-teki ilustrasi ini. Ikon kursi yang berjejer mengelilingi sebuah meja yang di atasnya terdapat sebuah kotak suara dan kotak suara yang berwarna keperakan terbalik posisinya. Perumpaan dari ilustrasi ini adalah sebuah permainan dengan menjadikan sebuah kursi grand prize sehingga banyak peserta permainan memperebutkan kursi. Analoginya bisa seperti sebuah kawanan singa yang lapar, kelaparannya membuat singa tersebut tidak memikirkan dampak atau efek lain ketika mengejar mangsanya yang satu ini. Adapun kode visual` hermeneutika dari ilustrasi ini mempunyai sebuah kata kunci yaitu permainan koalisi atau pertemuan koalisi untuk melakukan pembahasan mengenai kursi. Mereka tidak peduli lagi dengan kotak suara. Kotak suara sudah berhasil dikalahkan.

2. Kode Proaretik (Narasi)

Kursi-kursi berkumpul mengelilingi sebuah meja. Terlihat seperti ada sebuah pertemuan, rapat ataupun konferensi untuk membicarakan sesuatu. Tidak jelas membicarakana apa, namun jika dilihat secara spesifik kursi-kursi tersebut sedang membicarakan sesuatu masalah yang urgent (mendesak). Jika dalam konteks yang terlihat ini adalah sebuah pertemuan dari sebuah koalisi yang menyimbolkan dirinya merah putih. Mereka membahas sebuah agenda yang berupa ada dua kemungkinan, pertama penentuan siapa yang menjadi Ketua DPR/MPR RI. Kedua, siapa yang layak untuk ke depannya meraih singgasana kekuasaan.

“Ya, itu suara rakyat yang terguling (kekesalan mendalam pada suara) . Itu dia dengan background warna gelap. Tidak ada kesejahteraan sama sekali, sementara kesejahteraannya di atas dengan warna hijau muda itu. Terus keberanian mereka menjungkalkan suara rakyat dan memilih kepala daerah baru. Itu kan rakyat yang memilih, tetapi mereka tetap berkoalisi memilih kepala daerah baru. Bukan rakyat yang memilih, tetapi mereka yang memilih. Kesejahteraannya itu buat mereka, bukan untuk rakyat. Itu yang pengen saya sampaikan.” (Transkrip Wawancara Jitet, Hal 185 - 186)

Latar berwarna biru, seperti biru laut memperlihatkan sebuah kejatuhan dari demokrasi Indonesia. Demokrasi Indonesia telah hilang dan proses politik yang telah dikembangkan, telah dipelajari bertahun-tahun lenyap. Sistem kenegaraan Indonesia, kembali ke zaman dahulu, zaman kegelapan yang menghilangkan peran dan hak warga negara. Dari terang semakin lama semakin gelap, menuju kegelapan.

“Ya bahwa nantinya pemilihan kepala daerah (kepala daerah) akan jadi mainan. Jadi mainan para koalisi ini. Jadi misalnya ini nanti dipilih oleh DPR bukan rakyat, itu nanti mereka mainkan kepala daerah. Eh ditempat lu ada sumber kekayaan ini misalnya. Itu sumber kekayaan minyak misalnya atau kelapa sawit misalnya. Dia bisa mengeruk kekayaan itu. Untuk siapa? Untuk mereka, bukan untuk rakyat. Karena rakyat terguling sudah dengan kegelapannya. Seperti itu Yudh.”(Transkrip Wawancara Jitet, Hal 186)

“Harapan saya sendiri pribadi ya jangan digulingkan suara rakyat. Kalau suara rakyat ga digulingkan, artinya itu kemakmuran akan merata atau diberikan jatah. Coba lah bayangin, suara rakyat berbalik, kotak itu berbalik tentu saja warna hijaunya akan berada di atas. Kemakmuran itu untuk rakyat. Kesejahteraan itu untuk rakyat, bukan kegelapan.”(Transkrip Wawancara Jitet, Hal 186)

Kotak suara Pemilukada hanya menjadi penonton dari proses politik. Secara terlihat langsung mereka hanya dijadikan alas tempat untuk diduduki oleh para kursi-kursi tersebut berdiskusi. Kotak tersebut larut dalam sebuah kegamangan dan hanya bisa menunduk terlihat pasrah menghadapi tantangan ke depan. Sinar-sinar pendar keemasan dari kotak suara Pemilukada tersebut sudah menghilang, seperti hilangnya harapan hidup seorang manusia. Tersisa sinar keperakan yang memperlihatkan sedikit bekas-bekas perlawanan.

Kode visual hermeneutika dari ilustrasi ini adalah sebuah gambaran dari tujuan dibentuknya sebuah RUU Pilkada. Sebuah koalisi yang direpresentasikan melalui kursi-kursi berwarna merah putih (menunjuk koalisi mana yang dekat dengan logo merah putih) sedang memperbincangkan sebuah pembagian kekuasaan, pembagian harta setelah berhasil membalikkan dan menghancurkan demokrasi Indonesia.

“Para tim koalisi (koaliser) berusaha menjungkalkan (suara dengan penuh kekecewaan), menggulingkan suara rakyat untuk mencari kesejahteraan mereka sendiri. Sedangkan rakyat ga dapat apa-apa.”(Transkrip Wawancara Jitet, Hal 186) 3. Kode Simbolik

Simbol yang diperlihatkan dari ilustrasi ini adalah sebuah kekalahan di balik sebuah kemenangan. Ada pihak yang dimenangkan dan ada juga pihak yang kalah dalam pergolakan sebuah intrik politik. Pihak yang memenangkan pertarungan merupakan sebuah koalisi yang mempunyai logo atau berafiliasi dengan warna merah putih. Kumpulan kursi yang berjumlah enam memperlihatkan sebuah koalisi sebuah grup yang gemuk dan juga jumlah partai yang tergabung dalam koalisi tersebut. Koalisi gendut tersebut memenangkan pertarungan dalam mengesahkan sebuah proses politik dalam hal pengesahan RUU Pilkada. Rakyat kalah oleh wakil rakyat yang mereka pilih pada pemilu beberapa waktu lalu.

Kotak suara yang terbalik posisinya mengisyaratkan sebuah kekalahan yang menghantam habis sistem politik kita. Sistem politik yang telah dirawat baik, dengan segala dan upaya malah harus kembali tertunduk diam melawan ganasnya rezim penguasa. Simbol kekalahan terlihat dari bagaimana kotak suara dipunggungi, dikangkangi. Budaya Jawa mengharuskan ketika melewati seseorang yang lebih tua dari pada kita, kita harus memberikan sebuah penghormatan dengan cara menunduk atau membungkukkan sedikit badan.

4. Kode Kebudayaan (cultural)

Dinamika koalisi sejak era reformasi memperlihatkan sebuah fenomena transisi seiring proses demokrasi yang sedang mencari bentuk idealnya. Dorongan tak terelakkan untuk menggandeng (inclusion) dan kerjasama (cooperation) partai politik yang beragam bagi stabilitas kerja, menjadikan koalisi sebagai sebuah keniscayaan, oleh sebab itu upaya membangun koalisi yang lebih solid, baik bagi kepentingan pemerintah maupun kekuatan penyeimbang di parlemen menjadi penting (Illiyina, 2012:1). Secara garis besar koalisi dapat dipetakan dalam dua tipe. Pertama, koalisi yang dilatarbelakangi oleh kepentingan untuk meraih kemenangan di parlemen. Kemenangan ini menjadi penting karena politik lebih dimaknai sebagai kuantitas suara di parlemen yang akan menentukan kelangsungan pemerintah (eksekutif). Koalisi ini sering disebut dengan winning coalition. Kedua, koalisi yang didasarkan pada kesamaan ideologi. Walaupun kemenangan tetap menjadi target, namun koalisi ini tetap berpijak pada

kesamaan ideologi yang dianutnya. Koalisi ini disebut minimum connected winning coalition. (Illiyina, 2012:1). Pada ilustrasi ini tipe koalisi yang dimaksud lebih mengarah ke tipe koalisi winning coalition. Koalisi memperlihatkan secara langsung bagaimana mereka mendirikan sebuah koalisi untuk kepentingan-kepentingan utama meraih kekuasaan.

Koalisi yang mendeklarasikan secara simbolis warna sekaligus nama koalisi adalah Koalisi Merah Putih dari kubu Prabowo – Hatta. Pada saat ini koalisi yang terdiri Gerindra,

Golkar, PAN, PPP, PKS, PBB itu merupakan koalisi terkuat pada lembaga DPR RI Jilid

2014-2019. Pada proses pembahasan dan pengesahan RUU Pilkada beberapa waktu yang lalu, Koalisi Merah Putih (KMP) berhasil memenangkan 256 suara pada sesi voting pengesahan RUU Pilkada. Sedangkan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang terdiri dari PDI-P, Hanura, dan PKB yang mendukung Pemilukada langsung hanya bisa mengumpulkan sebanyak 135 suara. Sedangkan Demokrat melakukan walk-out dalam proses voting tersebut. Juga kubu Koalisi Merah Putih mampu menjadikan salah satu anggota dari fraksi Golkar Setyo Novanto menjadi Ketua Majelis DPR-RI. Juga Zulkifli Hasan Ketua MPR-RI berasal dari fraksi PAN yang notabene merupakan salah satu partai di KMP.

Cambridge Dictionary, mengartikan ‘koalisi’ sebagai sebuah persatuan atau

penyatuan partai politik yang berbeda untuk mencapai beberapa tujuan tertentu, biasanya dilakukan untuk jangka waktu tertentu (tidak permanen). Cenap ÇAKMAK dalam

papernya Coalition Building in World Politics: Definitions, Conceptions, and Examples

(2007), koalisi adalah kerja organisasi-organisasi secara bersama-sama untuk mencapai

sebuah tujuan atau kehendak bersama (Saiful Haq, 2014:1). Dari beberapa pengertian dari definisi koalisi berujung kepada satu hal yaitu sebuah penggabungan beberapa partai untuk mencapai sesuatu hal, pada umumnya kekuasan dan kekuatan, dengan tujuan mnguasai parlemen tersebut. Menurut Sidney G. Tarrow (2012), setidaknya ada empat hal yang

mendasari sebuah koalisi terbentuk: pertama, seluruh anggota koalisi harus memiliki

kerangka isu yang membuat mereka memiliki satu kepentingan. Kedua, setiap anggota koalisi harus memiliki kredibilitas dalam komitmen untuk mencapai tujuan bersama tersebut. Ketiga,

koalisi harus memiliki mekanisme untuk meredam perbedaan orientasi, taktik, budaya organisasi dan ideologi. Dan keempat, memiliki komitmen berbagi di antara anggota koalisi (Saiful Haq, 2014:2).

Mitos warna biru dalam latar atau backgroundmenurut Barker (1954) dalam Mulyanto menjelaskan sebuah pemaknaanya. Mitos warna biru memberikan kesan komunikasi, peruntungan yang baik, kebijakan, perlindungan, inspirasi spiritual, tenang, kelembutan, dinamis, air, laut, kreatifitas, cinta, kedamaian, kepercayaan, loyalitas, kepandaian, panutan, kekuatan dari alam, kesedihan, kestabilan, kepercayaan diri, kesadaran, pesan, ide, berbagi, idealisme, persahabatan, harmoni dan kasih sayang. Warna ini memberi kesan tenang dan menekankan keinginan. Biru tidak meminta mata untuk memperhatikan. Obyek dan gambar biru pada dasarnya dapat menciptakan perasaan yang dingin dan tenang. Warna biru juga dapat menampilkan kekuatan teknologi, kebersihan, udara, air dan kedalaman laut. Selain itu, jika digabungkan dengan warna merah dan kuning dapat memberikan kesan kepercayaan dan kesehatan.

5. Kode Semik

Sebuah perkumpulan atau sebuah kelompok yang berkumpul di sebuah meja bundar merupakan sebuah tanda dari pertemuan yang membahas hal-hal penting dan mempunyai efek yang kuat dalam perkembangan grup tersebut. Seperti Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dengan Belanda mengenai pendudukan TNI di Timor-Timor. Ada sesuatu yang penting di sini, sesuatu yang maha penting untuk diperbincangkan. Pembahasan yang tidak jauh-jauh mengenai kekuatan dan kekuasaan, siapa yang layak menjadi Ketua DPR dan MPR RI? Siapa yang layak ke depannya kita jadikan Gubernur Sumatera Utara dan Jakarta? Sangat mudah menentukannya. Kita bisa mendapatkan banyak keuntungan dari hilangnya proses Pemilukada. Dari ilustrasi ini kita bisa mendapat empat poin penting mengenai proses pemilihan kepala daerah yang melalui DPR-D. Pertama, mereka hanya tinggal menentukan siapa yang berhak mendapatkan kursi Gubernur atau Bupati daerah tersebut. Kedua, dengan berkumpulnya lengkap para koalisi tersebut, pasti ada syarat berat yang harus dipenuhi untuk meraih jabatan tersebut, misalnya, wajib memberikan pendanaan berapa persen. Ketiga, rakyat hanya bisa merenung dan menerka-nerka siapa pemimpin mereka selanjutnya yang dipilih melalui rapat koalisi? Terakhir, Indonesia semakin terpuruk jatuh ke dalam palung laut biru. Terperosok ke dalam sangat sulit untuk keluar dari cengkraman politik praktis orde baru.