• Tidak ada hasil yang ditemukan

37

KETERANGAN

Periode tiga bulan yang berakhir pada tanggal 31 Maret

Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember

2015 2014 2014 2013 2012

lain

Efek-efek dan tagihan lainnya (438.429) (165.834) (916.664) (442.974) 127.079 Pinjaman yang diberikan (1.889.333) (1.294.247) (8.321.838) (5.468.312) (3.459.110)

Tagihan akseptasi - 8.385 12.315 (11.190) 16.633

Aset lain-lain (8.012) (39.121) (32.813) 31.031 (116.902)

(Penurunan) / kenaikan liabilitas operasi : Simpanan nasabah :

Giro 300.618 448.540 1.233.376 189.779 159.614

Tabungan (107.507) 40.432 1.475.605 (38.421) 494.923

Deposito berjangka 1.310.051 696.442 8.589.084 5.352.666 3.885.844

Sertifikat deposito (50.134) (1.973) 52.017 (7.603) (47.020)

Simpanan dari bank lain (26.379) 1.101 24.431 1.774 (7.415)

Utang pajak (11.035) (33.034) (3.031) 39.793 11.426

Liabilitas lain-lain 23.579 76.900 27.500 29.578 (15.930)

Pajak Penghasilan (35.862) (15.524) (135.147) (133.290) (104.657)

Arus kas bersih diperoleh dari / (digunakan

untuk ) aktivitas operasi (934.304) (230.698) 2.547.684 87.335 1.291.312

ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI

Hasil penjualan aset tetap - - 12.370 10 130

Pembelian aset tetap (16.723) (36.028) (80.558) (32.042) (38.468)

Arus kas bersih diperoleh dari / (digunakan untuk) aktivitas investasi

(16.723) (36.028) (68.188) (32.032) (38.338)

ARUS KAS DARI AKTIVITAS PENDANAAN

Tambahan modal disetor 454.979 - - 261.276 -

Pembayaran dividen - - - (98.939) (83.480)

Perubahan Modal 43.479 - - 38.648 -

Penerimaan dari penerbitan obligasi 638 253.752 681.468 (446.443)

Arus kas bersih diperoleh dari /(digunakan untuk) aktivitas pendanaan

499.096 - 253.752 882.453 (529.923)

Kenaikan (penurunan) bersih kas dan setara

kas (451.931) (266.726) 2.733.248 937.756

723.051

Kas dan setara kas pada awal tahun 6.935.652 4.202.404 4.202.404 3.264.648 2.541.596

Kas dan setara kas pada akhir tahun 6.483.721 3.935.678 6.935.652 4.202.404 3.264.648

Pengungkapan tambahan

Kas dan setara kas terdiri dari :

Kas 113.418 102.208 133.083 145.920 85.380

Giro pada Bank Indonesia 2.779.605 1.762.102 2.607.553 1.658.439 1.193.609

Giro pada Bank lain 41.074 52.526 33.447 101.832 86.370

Penempatan pada Bank Indonesia dan bank lain 3.549.624 2.018.842 4.161.569 2.296.213 1.899.289 Jumlah kas dan setara kas 6.483.721 3.935.678 6.935.652 4.202.404 3.264.648

(dalam jutaan Rupiah) Keterangan

Periode tiga bulan yang berakhir

pada tanggal 31 Maret Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal 31 Desember

2015 2014 2014 2013 2012

Kas bersih yang diperoleh dari (digunakan untuk) aktivitas operasi

(934.304) (230.698) 2.547.684 87.335 1.291.312 Kas bersih yang diperoleh dari (digunakan

untuk) aktivitas investasi

(16.723) (36.028) (68.188) (32.032) (38.338) Kas bersih yang diperoleh dari (digunakan

untuk) aktivitas pendanaan

499.096 - 253.752 882.453 (529.923)

Perbandingan arus kas bersih konsolidasian Perseroan untuk periode yang berakhir tanggal 31 Maret 2015 dengan 31 Maret 2014

Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi pada tanggal 31 Maret 2015 menurun sebesar 304,99% atau sebesar Rp 703.606juta dari Rp. (230.698) juta menjadi Rp. (934.304) juta. Penurunan ini terutama disebabkan oleh peningkatan efek-efek dan tagihan lainnya sebesar Rp.438.429 juta atau 164,38%. kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi adalah untuk pembelian aset tetap berupa tanah dan bangunan serta inventaris untuk kantor cabang. arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas pendanaan pada tahun 2015 berasal dari tambahan setoran modal melalui PUT VII sebesar Rp.498.458 juta.

38

Perbandingan arus kas bersih konsolidasian Perseroan untuk tanggal 31 Desember 2014 dengan 31 Desember 2013

Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi pada tanggal 31 Desember 2014 meningkat sebesar 2.817,14% atau sebesar Rp.2.460.349 juta dari Rp. 87.335 juta menjadi Rp. 2.547.684 juta. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh peningkatan penerimaan kas dari Dana Pihak Ketiga sebesar Rp.5.496.421 juta atau sebesar 106,50%, dimana peingkatan terbesar berasal dari peningkatan tabungan sebesar Rp1.514.026 juta atau sebesar 3.940,62%. Kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi adalah untuk pembelian aset tetap berupa tanah dan bangunan serta inventaris untuk kantor cabang.

Perbandingan arus kas bersih konsolidasian Perseroan untuk tahun yang berakhir tanggal 31 Desember 2013 dengan 31 Desember 2012

Arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi pada tanggal 31 Desember 2013 menurun sebesar 93,24% atau sebesar Rp 1.203.977juta dari Rp. 1.291.312 juta menjadi Rp. 87.335 juta. Penurunan ini terutama disebabkan oleh peningkatan pinjaman yang diberikan sebesar Rp.2.009.202 juta atau 58,08% kas bersih yang digunakan untuk aktivitas investasi adalah untuk pembelian aset tetap berupa tanah dan bangunan serta inventaris untuk kantor cabang, arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas pendanaan pada tahun 2013 berasal dari penerbitan obligasi subordinasi sebesar Rp. 700.000 juta dan tambahan setoran modal melalui PUT VI sebesar Rp.301.454 juta serta pembayaran dividen atas laba tahun 2012 sebesar Rp.98.939 juta.

2.10 Pembelian Barang Modal (Capital Expenditure)

Pembelian barang modal yang dilakukan terutama perluasan jaringan kantor berupa Tanah, bangunan, perabot dan peralatan kantor untuk kantor-kantor baru serta kenderaan bermotor. Didalam peralatan kantor termasuk perangkat computer untuk infrastruktur yankg diorientasikan pada 3 hal utama yaitu pengembangan delivery channel system, pengembangan core banking dan penyempurnaan sistem informasi manajemen sebagai dasar dalam pengambilan keputusan oleh manajemen. Adanya ketentuan baru (seperti penerapan PSAK baru) dan peraturan Bank Indonesia yang baru tekait dengan Basel II (seperti LBU 2008) mengharuskan Perseroan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan sistem dan piranti lunak & keras yang diperlukan untuk dapat memenuhi ketentuan dan peraturan baru tersebut. Selain itu, dalam meningkatkan kenyamanan nasabah, juga terdapat belanja modal untuk relokasi dan perbaikan kantor cabang.

Tabel berikut ini menyajikan pembelian barang modal Perseroan pada tanggal 31 Maret 2015 dan tanggal 31 Desember 2014, 2013 dan 2012 :

(dalam jutaan Rupiah)

Keterangan 31 Maret 2015 2014 31 Desember 2013 2012

Tanah 0 5.282 2.304 4.704

Bangunan 7.318 46.852 9.625 12.101

Perabotan dan peralatan kantor 7.320 12.902 12.424 13.18 2

Kendaraan bermotor 2.085 15.522 7.690 8.481

Sumber pendanaan untuk pembelian barang modal umumnya dibiayai dari laba yang dihasilkan dari aktivitas operasional Perseroan dan pembelian barang modal ini dapat dikelola oleh manajemen Perseroan sehingga berdampak signifikan terhadap kinerja Perseroan.

2.11 Prospek Usaha

Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perlambatan dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Sebagaimana diketahui, pertumbuhan Indonesia hanya mencapai 5,6% pada 2013 turun menjadi 5% pada 2014 dan kwartal I 2015 turun kembali menjadi sekitar 4,7%. Perlambatan itu diharapkan hanya bersifat sementara karena akan mendorong konsolidasi untuk pertumbuhan yang lebih kokoh di tahun mendatang. Perlambatan ekonomi juga dialami oleh sejumlah negara maju dan berkembang sampai dengan saat ini.

Pada akhir 2015, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan efektif yang berarti persaingan di sektor perdagangan bakal lebih terbuka dan sengit. Meskipun sektor keuangan seperti perbankan dan pasar modal baru akan efektif 2020, bank nasional sudah mulai berbenah diri. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menggodok cetak biru (blue print) sektor jasa keuangan yang bertajuk Master Plan Jasa Keuangan Indonesia (MPJKI).

Profitabilitas perbankan pada tahun 2014 secara umum mengalami tekanan disebabkan penurunan NIM dan kenaikan biaya penghapusan kredit. Perolehan Laba perbankan turun terlihat dari rasio NIM yang juga turun dari 4,9% pada tahun 2014 menjadi 4,2% pada tahun 2013, selain itu pertumbuhan biaya penghapusan juga meningkat dari -18% y/y menjadi 29,5% y/y pada periode yang sama.

Sepanjang tahun 2014 kinerja ekonomi Indonesia mengalami perlambatan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Praktis kinerja perbankan pun menurun mengikuti siklus bisnis. Profitabilitas perbankan mengalami perlambatan sejak tahun 2013, dari puncak pertumbuhan laba yang sempat mencapai rata-rata 25% y/y pada tahun 2012. Sementara pada tahun 2014 pertumbuhan laba perbankan menurun dan hanya mencapai 11%, atau naik sebesar 8 triliun menjadi Rp143 triliun.

Fokus bank selama tahun 2014 adalah meningkatkan efisiensi, menjaga kualitas kredit dan mengamankan kondisi likuiditas. Imbas dari sikap bisnis bank yang berubah tersebut tentunya memiliki implikasi pada profitabilitas perbankan yang semakin menurun. Perlambatan pertumbuhan laba terutama terjadi karena penurunan pada Net Interest Margin (NIM) dan peningkatan kredit bermasalah (Non-Performing

Loans, NPL).

Penurunan profitabilitas perbankan tercermin dari rasio NIM yang terus mengalami squeeze dalam setahun terakhir. NIM mengalami penurunan drastis sejak otoritas moneter menjalankan kebijakan monter ketat pada tahun 2013 dari rata-rata dikisaran 5,4% menjadi 4,3% pada tahun 2014. Selain itu, penurunan profitabilitas perbankan juga disebabkan karena pertumbuhan nominal NPL dan rasio mengalami peningkatan masing-masing 15,2% y/y dan 1,77% pada tahun 2013 menjadi 40,3% y/y dan 2,36% pada tahun 2014.

NIM yang squeeze sepanjang tahun 2014 disebabkan karena peningkatan beban bunga yang lebih tinggi dibandingkan peningkatan pendapatan bunga. Pendapatan bunga selama tahun 2014 tumbuh 22,4% y/y atau hanya naik Rp81,7 triliun menjadi Rp446,4 triliun. Sementara dari sisi beban bunga mengalami peningkatan yang signifikan, dimana beban bunga tumbuh sebesar 39,5% y/y atau naik dari Rp133,7 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp186,6 triliun pada tahun 2014.

39

Dari sisi kategori asset, peningkatan beban bunga tertinggi terjadi pada kelompok bank menengah dengan pertumbuhan sebesar 43,4% y/y bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 9,9%. Peningkatan beban bunga yang tinggi ini dikonfirmasi dengan data yang kami pantau dimana profil sensitive funding pada bank menengah mengalami peningkatan signifikan dibandingkan kelompok bank lainnya. Pada kelompok bank menengah, porsi sensitive funding meningkat dari 30% pada Desember 2013 menjadi 56% pada Desember 2014. Perubahan yang signifikan pada segmen bank menengah menggambarkan intensitas persaingan dalam perebutan dana sangat tinggi. (Sumber : Lps dan BI)

Secara keseluruhan, profitabilitas perbankan mengalami tekanan selama tahun 2014. Meski laba perbankan tetap positif secara perhitungan

accounting namun terdapat opportunity cost jika dibandingkan dengan perolehan laba pada tahun-tahun sebelumnya. Jika perbankan

diasumsikan mengalami pertumbuhan rata-rata laba perbankan seperti tahun 2012 yang sebesar 25% y/y. Maka realisasi perbankan pada tahun 2014 memiliki potential profit sebesar Rp.168 triliun. Namun perolehan nominal laba dan pertumbuhan aktual masing-masing sebesar Rp143 triliun dan 11% y/y. Dengan kata lain perbankan mengalami opportunity lost sebesar Rp25 triliun pada tahun 2014.

Prospek profitabilitas perbankan pada tahun 2015 diperkirakan akan sedikit membaik dengan adanya potensi perbaikan likuiditas sehingga pertumbuhan kredit juga diharapkan lebih tinggi. Otoritas moneter dan perbankan menargetkan pertumbuhan kredit berada pada kisaran 15-17% y/y. Target tersebut cukup realistis melihat prospek bisnis kedepan yang masih penuh risiko, terutama risiko eksternal. Namun perbankan diharapkan tetap memperhatikan segi pendanaan dan penyaluran kredit pada sektor-sektor selektif yang memiliki nilai tambah tinggi agar capaian profitabilitas lebih besar ketimbang tahun sebelumnya.

Pada tahun 2014 Perseroan mengalami pertumbuhan yang signifikan dari Total Asset bertumbuh sekitar Rp12.158 milyar atau 50,63% dari Rp 24.016 milyar pada tahun 2013 menjadi Rp 36.174 milyar pada tahun 2014. Kredit Yang Diberikan secara gross mengalami pertumbuhan signifikan pada tahun 2014 sebesar Rp.8.321 milyar (47,05%). Dana Pihak Ketiga pada tahun 2014 juga mengalami pertumbuhan yang signifikan yaitu Rp 11.350 milyar atau 54,95%. Sedangkan untuk perolehan laba bersih pada tahun 2014 mengalami kenaikan sebesar Rp 50,21 milyar atau 13,03%.

Pencapaian pertumbuhan Perseroan sampai dengan triwulan I tahun 2015 dipengaruhi oleh keberhasilan Perseroan memperluas jaringan pemasaran yaitu dengan penambahan 1 kantor operasional.dengan tujuan kantor untuk meningkatkan pelayanan kepada nasabah lebih optimal.

Lingkungan teknologi berkaitan dengan teknologi baru, yang akan memunculkan produk baru, pasar baru dan kesempatan baru. Perseroan memiliki perhatian terhadap perkembangan teknologi yang ada agar bisa memanfaatkan teknologi tersebut untuk meningkatkan daya saing. Teknologi memiliki efek yang cukup besar terhadap perubahan-perubahan gaya hidup, pola nasabah, terkait perubahan teknologi baru kedepannya nasabah akan cenderung bertransaksi secara on line dalam menggunakan jasa perbankan. Perseroan dengan memperluas jaringan, sehingga dapat mencakup demografi pasar yang lebih luas. Dalam hal ini peseroan senantiasa mengikuti perkembangan teknologi agar dapat bersaing di dalam industry perbankan.

Lingkungan ekonomi, akan mempengaruhi kemampuan belanja konsumen, serta pola pengeluarannya. Faktor yang termasuk dalam lingkungan ekonomi disini, antara lain daur hidup ekonomi, Inflasi, tingkat pengangguran, tingkat suku bunga, dan pendapatan. Metode penjualan masih tetap mengandalkan tenaga pemasaran perseroan. Perubahan-perubahan pada variabel-variabel tersebut akan mempengaruhi secara langsung Perseroan.

2.12 Manajemen Risiko

Penjelasan mengenai Manajemen Risiko Perseroan telah diuraikan pada Bab VIII Kegiatan dan Prospek Usaha Perseroan butir 3 Manajemen Risiko.

40

V. RISIKO USAHA

Dalam menjalankan usahanya, Perseroan tidak lepas dari risiko yang dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan. Ruang lingkup usaha perseroan sebagai bank diantaranya meliputi kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan pemberian produk dan jasa-jasa perbankan lainnya termasuk pemberian kredit. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dapat menimbulkan dampak positi maupun negatif terhadap kelangsungan usaha Perseroan.

Menurut manajemen Perseroan, risiko usaha yang dihadapi Perseroan menurut bobotnya dari bobot yang paling berat adalah sebagai berikut:

A. RISIKO USAHA YANG BERKAITAN DENGAN PERSEROAN 1. Risiko Kredit.

Risiko kredit merupakan risiko kerugian yang mungkin di hadapi oleh Perseroan akibat kemerosotan performa bisnis pada debitur, pertumbuhan ekonomi yang melemah, krisis/resesi ekonomi, kondisi keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan debitor untuk memenuhi kewajiban financialnya kepada Perseroan saat jatuh tempo. Risiko kredit merupakan risiko terpenting bagi Perseroan.

Pengelolaan risiko kredit mencakup aktivitas penyaluran kredit serta eksposur kredit lainnya seperti penempatan, pembelian surat-surat berharga dan penyertaan yang dikelola secara komprehensif baik pada tingkat portofolio maupun transaksi. Risiko kredit yang utama adalah munculnya kredit bermasalah, mengingat pemberian kredit dalam jumlah signifikan atau terlalu terkonsentarasi pada satu dan/atau kelompok debitur serta pada industri/sektor ekonomi tertentu dapat meningkatkan risiko kredit terhadap kinerja bank.

Jika terjadi penurunan kinerja dari debitur besar tersebut maka dapat berdampak buruk terhadap Perseroan atau salah satu dari debitur besar tersebut memilih untuk menjalin hubungan perbankan dengan bank pesaing maka pendapatan bank dapat mengalami penurunan serta berdampak negatif terhadap kegiatan usaha Perseroan. Walaupun telah dilakukan berbagai upaya untuk terus memperbaiki kualitas kredit yang diberikan maupun Aset Produktif lainnya, namun tidak terdapat jaminan bahwa upaya tersebut dapat memperbaiki kualitas dari debitur bermasalah dan juga tidak terdapat jaminan bahwa tidak ada jaminan bahwa tidak ada debitur lain yang menjadi bermasalah.

Sebagian besar penyaluran kredit Perseroan terkonsentrasi pada Perdagangan besar dan eceran, Property, Konstruksi, Pertambangan, Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi.

2. Risiko Likuiditas.

Risiko likuiditas merupakan risiko yang dapat timbul akibat ketidakmampuan Perseroan dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajiban dan komitmennya. Manajemen likuiditas di bahas dalam setiap rapat Assets and Liabilities Committee (ALCO), pembahasan dalam ALCO antara lain meliputi analisa maturity gap, analisa cash flow, strategi atas pengelolaan assets dan liabilities, dampak terhadap rentabilitas Perseroan posisi devisa netto serta kondisi likuiditas Perseroan terhadap struktur pendanaan dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal.

Risiko likuiditas melekat pada aktivitas fungsional perkreditan, treasury dan investasi, kegiatan pendanaan, dan intrumen keuangan. Kondisi dana pihak (funding) ketiga pada umumnya dalam jangka waktu pendek bila dibandingkan dengan penyaluran kredit (lending) Perseroan yang bersifat jangka panjang. Hal tersebut dapat berisiko apabila Perseroan tidak mampu mengelola dana masyarakat sehingga Perseroan akan mengalami kesulitan likuiditas dalam memenuhi kewajiban terhadap pengembalian dana masyarakat.

Perseroan juga menghadapi risiko likuiditas terkait siklus industri pada sektor usaha dimana terdapat konsentrasi penyaluran kredit oleh perseroan. Terjadinya likuidity Gap apabila debitur membutuhkan pendanaan kredit dalam jumlah yang besar namun Perseroan tidak dapat meningkatkan penyediaan dana untuk mengantisipasi hal tersebut secara tepat waktu maka Perseroan akan mengalami kesulitan likuiditas.

3. Risiko Operasional.

Risiko Operasional adalah risiko yang mungkin terjadi sebagai akibat sistem Operasional dan prosedur penhawasan yang tidak memenuhi kebutuhan perkembangan perbankan.

Dalam hal terjadi penyimpangan yang dapat terjadi dalam kegiatan operasional namun tidak dikelola dengan baik maka dapat menggangu kelangsungan usaha Perseroan serta dapat menurunkan kinerja usaha bahkan reputasi Perseroan.

41

Kelangsungan usaha perseoran juga bergantung pada kemampuan Perseroan dalam menyikapi kemajuan Teknologi dan perkembangan standar industri perbankan. Tidak ada jaminan bahwa Perseroan tidak akan ada permasalahan dalam penerapan Teknologi mapun standar industri baru. Dalam menjalankan operasional kadang kala Perseroan juga menghadapi problem eksternal yang tidak dapat di hindari seperti terjadinya bencana alam.

4. Risiko Pasar

Risiko pasar adalah potensi timbulnya kerugian dalam nilai buku atau arus kas yang diakibatkan oleh perubahan suku bunga atau nilai tukar. Pengukuran risiko pasar berupa risiko nilai tukar dan risiko suku bunga baik yang melekat pada seluruh kegiatan dan aktivitas Perseroan pada banking book maupun trading book. Risiko nilai tukar merupakan potensi kerugian akibat pergerakan nilai tukar mata uang sedangkan risiko suku bunga merupakan akibat pergerakan suku bunga terhadap struktur pendanaan baik aset dan kewajiban bank.

Risiko pasar sangat terkait dengan gejolak pasar yang terjadin karena pergerakan nilai tukar dan suku bunga yang dapat merugikan posisi Perseroan. Penyesuaian terhadap perubahan tingkat suku bunga baik sisi asset maupun kewajiban tidak dapat dilakukan pada saat bersamaan sehingga Perseroan rentan terhadap perubahan tingkat suku bunga pasar. Tidak ada jaminan bahwa perubahan suku bunga yang cepat di masa yang akan datang tidak akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap pertumbuhan kredit, keuntungan, kondisi keuangan dan hasil usaha Perseroan.

Adanya potensi kerugian transaksi nilai tukar dapat berasal dari forex serta kerugian valuta asing akibat posisi mismatched

asset dan liability valuta asing (banking book). Pergerakan nilai tukar yang signifikan di pasar dapat mengakibatkan

Perseroan mengalami kerugian. 5. Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko yang munkin timbul dari sifat kegiatan yang menyangkut kepentingan umum. Risiko ini timbul antara lain karena ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan

Kegagalan Perseroan dalam mematuhi peraturan hukum dapat terjadi dan berdampak pada tuntutan hukum yang ditujukan pada Perseroan. Apabila tuntutan-tuntutan hukum yang ditujukan kepada Perseroan memiliki nilai material maka hal tersebut dapat berdampak secara langsung terhadap kinerja Perseroan dan reputasi Perseroan.

6. Risiko Reputasi.

Risiko Reputasi adalah risiko yang antara lain disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan kegiatan usaha Perseroan.

Sebagai lembaga jasa keuangan, Perseroan membutuhkan citra dan publikasi yang baik mengenai kegiatan usaha dan kinerja Perseroan. Kegagalan Perseroan dalam menjaga reputasinya dapat menimbulkan persepsi negatif terhadap Perseroan. Hal ini dapat menyebabkan terjadi hilangnya kepercayaan nasabah dan akan berdampak langsung terhadap penurunan jumlah nasabah yang akhirnya memberikan dampak pada penurunan pendapatan dan volume aktivitas Perseroan.

7. Risiko Stratejik.

Risiko Stratejik adalah risiko yang mungkin timbul karena penetapan dan pelaksanaan strategik Perseroan yang tidak tepat, pengambilan keputusan bisnis yang tidak tepat atau kurang responsif Perseroan dalam menyikapi perkembangan pasar yang mencakup kegagalan dalam mengantisipasi perubahan teknologi, perubahan kondisi ekonomi makro, dan perubahan kebijakan otoritas terkait.

Perseroan hams merumuskan dan menetapkan langkah-langkah strategik baik jangka pendek maupun jangka panjang yang selalu disesuaikan dengan rencana-rencana Perseroan dengan melihat perubahan dan sasaran yang ada. Ketidakmampuan Perseroan atau kesalahan Perseroan dalam merumuskan strateginya dan melaksanakan strategi yang telah direncanakan dapat menyebabkan Perseroan mengalami penurunan kinerja.

Terdapat risiko dalam pelaksanaan penyertaan pada anak perusahaan, diantaranya risiko atas kewajiban yang tak terduga yang terkait dengan kegiatan usaha yang mungkin baru diketahui setelah melakukan penggabungan dan pengambilalihan usaha, risiko kewajiban penyediaan dana di masa depan termasuk pendanaan yang diharuskan oleh pemegang saham Perseroan untuk mempertahankan kecukupan modal Perseroan, risiko kegagalan koordinasi upaya pemasaran dan penjualan, risiko tidak fokus pada bisnis utama, dan risiko terjadinya penghapusbukuan investasi.

42

8. Risiko Kepatuhan.

Reputasi Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Perseroan tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku.

Pada umumnya risiko kepatuhan melekat pada Perseroan sebagai sebuah lembaga perbankan antara lain risiko dalam pemberian pihak terkait sebagaimana diatur dalam ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), pemenuhan terhadap ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), Kualitas Aset Produktif, pembentukan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN), penerapan Good Corporate Governance (GCG) dan ketentuan-ketentuan lainnya. Ketidakmampuan Perseroan dalam memenuhi segala ketentuan tersebut dapat berdampak langsung terhadap kelangsungan usaha Perseroan.

B. RISIKO YANG BERKAITAN DENGAN BANK SECARA UMUM

Industri bank di Indonesia tumbuh secara kompetitif dan strategi pertumbuhan Perseroan akan bergantung pada kemampuannya untuk bersaing secara efektif.

Selain dengan bank lainnya, Perseroan juga harus menghadapi kompetisi dengan perusahaan jasa finansial lainnya, seperti misalnya perusahaan pembiayaan (multifinance), perusahaan asuransi, perusahaan sekuritas yang menawarkan reksadana dan instrumen pasar modal, seperti Obligasi Subordinasi dan saham yang ditawarkan kepada publik melalui penawaran umum.

Perseroan juga akan menghadapi tingginya persaingan usaha dengan institusi finansial lainnya baik asing maupun domestik yang menawarkan jasa dan produk yang lebih beragam daripada bank umum dan memiliki batas peminjaman yang lebih besar, sumber pendanaan yang lebih banyak ataupun neraca keuangan yang lebih kuat.

Tidak ada jaminan bahwa suatu bank akan dapat bersaing secara efektif, bahkan adanya peningkatan persaingan akan lebih menyulitkan bank dalam usaha meningkatkan portofolio kredit dan simpanan mereka, sehingga pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif bagi pertumbuhan, hasil operasi dan kondisi finansial bank -bank tersebut.

C. RISIKO USAHA YANG BERHUBUNGAN DENGAN SAHAM

1. Kondisi pasar saham Indonesia dapat mempengaruhi harga atau likuiditas saham Perseroan.

Perseroan telah mendaftarkan pencatatan Saham Yang Ditawarkan di BEI. Tidak ada kepastian bahwa pasar untuk saham-saham tersebut akan berkembang. Pasar modal Indonesia relatif kurang likuid dan dapat menjadi lebih fluktuatif, serta memiliki standar pelaporan yang berbeda dibanding dengan pasar modal di negara-negara maju. Selain itu, harga efek di pasar modal Indonesia umumnya lebih bergejolak dibanding harga efek di pasar-pasar lainnya.

Kemampuan untuk melakukan penjualan dan pembayaran perdagangan di BEI dapat mengalami penundaan. Mengingat hal-hal tersebut di atas, tidak ada kepastian bahwa pemegang Saham Yang Ditawarkan akan dapat menjual Saham Yang Ditawarkan pada harga, atau pada waktu, dimana pemegang Saham Yang Ditawarkan tersebut akan dapat melakukan hal tersebut di pasar yang lebih likuid, atau tidak melakukannya sama sekali.

Sekalipun permohonan pencatatan Saham Yang Ditawarkan Perseroan disetujui, pencatatan Saham Yang Ditawarkan di BEI tidak akan dilakukan selama maksimum tiga hari kerja setelah akhir periode penjatahan untuk Penawaran Umum ini. Selama periode tersebut, pembeli saham akan terkena paparan pergerakan nilai saham di BEI tanpa memiliki kemampuan untuk