• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Perkara Gugatan Yang Diselesaikan Dengan Menggunakan Mekanisme Class Action Sebelum Adanya Pengakuan dan

Dalam dokumen TESIS MILIATER SIMALANGO NPM (Halaman 66-71)

HAMBATAN-HAMBATAN DALAM PENGGUNAAN GUGATAN CLASS ACTION

A. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diselesaikan Dengan Menggunakan Mekanisme Class Action Sebelum Adanya Pengakuan dan

Pengaturan Gugatan Class Action.

1. Gugatan Pengacara RO Tambunan Terhadap Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan dan Radio Swasta Niaga Prambors.78

Pengacara RO Tambunan mengatasnamakan diri sendiri sebagai orang tua dan mewakili seluruh remaja Indonesia mengajukan gugatan terhadap Bentoel Remaja, Perusahaan Iklan dan Radio Swasta Niaga Prambors pada tahun 1987

78 NHT Siahaan, Hukum Lingkungan, Cet. I, Jakarta : Pancuran Alam, 2006, hal. 216.

60

melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatannya RO Tambunan mendalilkan bahwa iklan rokok Bentoel Remaja, telah meracuni kalangan remaja, rokok telah menimbulkan gangguan kesehatan dan merusak masa depan generasi muda Indonesia.

Gugatan tersebut telah diputus oleh pengadilan yang isinya menolak gugatan penggugat. Salah satu pertimbangan hukum majelis hakim adalah bahwa hukum positif di Indonesia belum ada yang mengatur mengenai gugatan class action, baik mengenai definisi maupun prosedural mengajukan gugatan class action ke pengadilan. Class action hanya dikenal di sistem common law yang dianut oleh negara-negara anglosaxon, sedangkan Indonesia menganut sistem civil law.

2. Gugatan Muchtar Pakpahan terhadap Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan Kepala Kantor Wilayah Kesehatan DKI Jakarta.79 Muchtar Pakpahan yang terjangkit penyakit demam berdarah selain bertindak untuk diri sendiri sekaligus mengatasnamakan seluruh warga Jakarta mengajukan gugatan terhadap Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan Kepala Kantor Wilayah Kesehatan DKI Jakarta pada tahun 1988, melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam gugatannya Muchtar Pakpahan mendalilkan bahwa Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta dan Kepala Kantor Wilayah Kesehatan DKI Jakarta dianggap tidak menjalankan kewajibannya untuk menjaga kebersihan lingkungan Jakarta, sehingga muncul penyakit demam berdarah dan menimbulkan korban seperti yang dialaminya sendiri maupun warga Jakarta yang lain.

Seperti halnya gugatan R.O. Tambunan, gugatan ini juga kandas dengan pertimbangan hukum yang sama yaitu hukum positif di Indonesia belum ada yang mengatur mengenai gugatan class action, baik mengenai definisi maupun prosedural mengajukan gugatan class action ke pengadilan.

79 Ibid.

61

3. Gugatan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap PT. PLN Persero.80

Pada saat gugatan diajukan yaitu pada tanggal 30 Aril 1997, belum ada hukum positif yang mengatur dan mengakui tentang gugatan class action. Tetapi ketika proses pemeriksaan perkara masih berjalan, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu pada tanggal 19 September 1997 yang didalamnya mengakui dan mengatur mengenai gugatan class action, dan oleh majelis hakim, undang-undang ini telah dijadikan sebagai salah satu pertimbangan hukum.

Kasus ini bermula dari terjadinya pemadaman aliran lsitrik secara tiba-tiba dan tanpa pemberitahuan sebelumnya, di sebagian besar wilayah Jawa – Bali pada hari Minggu tanggal 13 April 1997, mulai pukul 10.00 dan berlangsung setidak – tidaknya selama 8 (delapan) jam. Pemadaman aliran listrik tersebut menyebabkan penggugat tidak dapat menjalankan beberapa kegiatannya, karena tidak berfungsinya alat-alat penerangan, dan alat-alat elekronik yang setiap hari digunakan penggugat, seperti komputer, Ac, alat pendingin untuk menyimpan sampel penelitian laboratorium dan lain-lain. Bagi masyarakat konsumen listrik, pemadaman tersebut menyebabkan mereka tidak dapat menjalankan kegiatannya, seperti memproduksi barang ataupun menyediakan jasa dengan baik, berhentinya kegiatan-kegiatan yang sehari-hari biasa mereka lakukan, dengan menggunakan tenaga listrik, tidak berfungsinya alat penerangan dan alat-alat elektronik lainnya, bahkan diantaranya telah mengakibatkan rusaknya barang-barang itu dan juga matinya hewan-hewan, seperti ikan peliharaan dan lain-lain, juga terganggunya kenikmatan mereka untuk dapat berekreasi dan beristirahat karena tidak berfungsinya penerangan dan alat-alat elektronik tenaga listrik.

Alasan penggugat mengajukan gugatan dengan menggunakan mekanisme atau prosedur gugatan class action, adalah bahwa penggugat sebagai pengguna (konsumen) tenaga listrik, mempunyai kepentingan yang sama dengan masyarakat

80 Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 134/Pdt.G/PN.Jkt.Sel. tanggal 16 Desember 1997, Jo. Nomor 221/PDT/1998/PT.DKI tanggal 21 Juli 1998.

62

konsumen listrik lainnya, yang menjadi korban dan mengalami kerugian karena padamnya aliran listrik, yaitu berhak untuk mendapatkan pelayanan yang sebaik-baiknya dan mendapatkan tenaga listrik secara terus menerus dari tergugat sebagaimana ditentukan dalam pasal 15 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 Tentang Ketenagalistrikan dan pasal 26 ayat (2) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik. Masyarakat konsumen listrik, korban padamnya aliran listrik pada tanggal 13 April 1997, yang domisilinya tersebut tersebar di wilayah Jawa-Bali, jumlahnya sangat besar (dapat mencapai lebih dari satu juta jiwa) dan juga tidak terorganisasi, dan bila masing-masing secara langsung dan sendiri-sendiri bertindak sebagai penggugat dalam gugatan ini, akan memakan biaya. Mengingat terdapat jumlah korban yang mencapai lebih dari satu juta konsumen listrik, terdapat fakta yang sama maka sangat beralasan, penggugat selain bertindak untuk dirinya sendiri, juga sekaligus mempunyai kedudukan hukum untuk mewakili masyarakat konsumen listrik, yang dapat mencapai jumlah lebih satu juta konsumen listrik yang menjadi korban padamnya listrik pada tannggal 13 April 1997, dengan menggunakan mekanisme gugatan perwakilan kelompok.

Dalam jawabannya, tergugat mengajukan bantahan terhadap pendayagunaan mekanisme gugatan class action, yang menyatakan pengajuan gugatan perwakilan kelompok (class actian), sangat bertentangan dengan prinsip hukum acara perdata yang berlaku (HIR atau RBg), karena penggugat tidak mendapat kuasa dari masyarakat konsumen listrik di daerah Jawa - Bali yang menjadi korban pemadaman listrik. Berdasarkan ketentuan Pasal 123 HIR, surat kuasa mutlak diperlukan, dalam hal orang atau badan hukum tidak dapat beracara sendiri, dengan menyerahkan segala sesuatu dalam mewujudkan kepentingan hukumnya. Gugatan class action justru akan mengacaukan dan mengganggu kepastian hukum serta menyimpangi ketentuan hukum acara perdata yang berlaku, yang akhirnya akan merusak pranata hukum yang ada.

63

Dalam putusannya majelsi hakim sependapat dengan tergugat bahwa kuasa yang dilampirkan dalam surat gugatan yang ditandatangani oleh YLKI dengan tanpa ada surat kuasa dari konsumen listrik se Jawa-Bali yang diwakili oleh YLKI, dianggap bertentangan dengan ketentuan pasal 123 HIR. Majelis hakim juga menyatakan gugatan yang diajukan oleh YLKI dengan menggunakan mekanisme class action, tidak dapat diterima. Majelis hakim berpendapat bahwa class action yang diakui dan dicantumkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup, hanya dimaksud khusus dalam lingkungan hidup, sehingga tidak dapat diartikan secara luas mengenai hal-hal lain di luar lingkungan hidup. Pada hakekatnya, suatu gugatan class action hanya dapat diakui dan diterapkan manakala ada undang-undang yang secara jelas menyebutkannya, sehingga dengan demikian class action hanya khusus untuk hukum lingkungan hidup, tidak akan dapat berlaku untuk penegakan hukum di bidang lainnya.

Terhadap putusan ini, YLKI menyatakan banding pada tanggal 28 Januari 1998. Pengadilan pada tingkat banding menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan mengambil alih seluruh alasan dan pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berdasarkan informasi yang penulis peroleh dari YLKI, terhadap putusan banding ini, YLKI tidak mengajukan upaya hukum kasasi, sehingga dengan demikian putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkrahct).

Apabila dilihat dari definisi dan unsur-unsur suatu gugatan class action sebagaimana yang telah penulis uraikan sebelumnya pada bab sebelumnya, penulis berpendapat bahwa gugatan ini lebih cenderung atau mendekati kepada gugatan yang diajukan dengan berdasarkan hak gugat organisasi atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau yang lebih dikenal dengan legal standing. Memang dalam beberapa literatur, gugatan YLKI ini dikategorikan sebagai salah satu contoh gugatan perwakilan kelompok (class action), karena memang dalam gugatannya sendiri, YLKI dengan tegas-tegas mengklaim bahwa gugatan ini diajukan dengan menggunakan mekanisme gugatan class action.

64

B. Beberapa Perkara Gugatan Yang Diselesaikan Dengan Menggunakan

Dalam dokumen TESIS MILIATER SIMALANGO NPM (Halaman 66-71)