• Tidak ada hasil yang ditemukan

Posisi Kasus

Dalam dokumen TESIS MILIATER SIMALANGO NPM (Halaman 99-104)

IMPLEMENTASI PENGGUNAAN GUGATAN CLASS ACTION OLEH KONSUMEN PENGGUNA JASA KERETA API

A. Posisi Kasus

Pada tanggal 25 Desember 2001 sekitar pukul 04.30 telah terjadi tabrakan hebat (head to head) antara kereta api Empu Jaya jurusan Pasar Senen – Yogyakarta dengan Kereta Api Gaya Baru Malam jurusan Surabaya – Pasar Senen di Stasiun Ketanggungan Barat, Kabupaten Brebes. Tabrakan tersebut mengakibatkan sekurang-kurangnya 31 (tiga puluh satu) orang meninggal dunia, 5 (lima) orang harus masuk ICU, 44 (empat puluh empat) orang menjalani rawat inap dan 20 (dua puluh) orang menjalani rawat jalan.

Adapun pihak penggugat yang bertindak selaku perwakilan kelompok (class reperesentative) dalam perkara gugatan tersebut adalah : (1) Agus Yustianingsih selaku penggugat I sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan dengan kategori konsumen Kereta Api Empu Jaya yang meninggal dunia yang berdomisili di Jakarta/Bekasi dan sekitarnya, (2) Eko Suyanto selaku penggugat II

93

sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan dengan kategori konsumen Kereta Api Gaya Baru Malam yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang berdomisili di Jakarta/Bekasi sekitarnya, (3) Kholil Rahman selaku penggugat III sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen Kereta Api Empu Jaya yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang berdomisili di Jawa Tengah/D.I,Yogyakarta dan sekitarnya, (4) Hartoyo selaku penggugat IV sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen Kereta Api Gaya Baru Malam, yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang berdomisili di Jawa Timur dan sekitarnya, dan 5) Mulyadi selaku penggugat V sekaligus perwakilan kelompok (class reperesentative) untuk sub class anggota kelompok konsumen korban tabrakan, dengan kategori konsumen Kereta Api Empu Jaya yang mengalami rawat inap/rawat jalan/luka/cacat tetap yang berdomisili di Jakarta/Bekasi dan sekitarnya.

Dalam mengajukan gugatannya, para penggugat memberikan kuasa kepada Sudaryanto, SH dan Rekan-rekan dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) berdasarkan Surat Kuasa tertanggal 18 Maret 2002. Gugatan ditujukan kepada (1) PT. Kereta Api (Persero) selaku tergugat I, (2) Menteri Perhubungan Republik Indonesia selaku tergugat II, (3) Menteri Negara Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku tergugat III dan (4) Menteri Keuangan Republik Indonesia selaku tergugat IV.

Dalam gugatannya, para penggugat dengan tegas menyebutkan bahwa gugatan diajukan dengan menggunakan mekanisme atau prosedur gugatan perwakilan kelompok (class action) yang sudah diakui dalam doktrin hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Para penggugat selain bertindak untuk dirinya sendiri, sekaligus juga mewakili komunitas konsumen kereta api yang mengalami kerugian akibat terjadinya tabrakan antara kereta api Empu Jaya dengan Kereta Api Gaya Baru Malam tanggal 25 Desember 2001 di stasiun

94

Ketanggungan Barat Kabupaten Brebes. Adapun dasar hukum para penggugat mengajukan gugatan dengan menggunakan mekanisme gugatan class action adalah Pasal 46 ayat (1) huruf b dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1998 Tentang Perlindungan Konsumen, yang menyebutkan :

Pasal 46 ayat (1) huruf b :

Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama.

Pasal 46 ayat (2 :

Gugatan yang diajukan oleh sekelompok konsumen, atau lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud alam ayat (1) huruf b, c, atau d diajukan kepada peradilan umum.

Untuk menguatkan kedudukannya sebagai pihak yang dapat mengajukan gugatan ini, para penggugat menunjukkan peraturan perundang-undangan lain sebagai dasarnya antara lain : (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 Tentang Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman), (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 Tentang Perkeretaapian,92 (3) Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 Tentang Prasarana dan Sarana Kereta Api, (4) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 Tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Jawatan, (5) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1998 Tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Wewenang Menteri Keuangan selaku Pemegang Saham atau Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Perusahaan Perseroan (persero) kepada Menteri Negara Pemberdayaan Badan Usaha Milik Negara, dan (5) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1965 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan dan Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang.

Selain ketentuan peraturan perundang-undangan tersebut, untuk menguatkan keberadaan para wakil kelas yang memiliki kepentingan dan kedudukan hukum untuk mewakili anggota kelas dalam memperjuangkan hak-haknya, para penggugat juga merujuk pada beberapa putusan pengadilan yaitu : (1) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor

92 Undang-Undang ini telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian.

95

50/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 139 tukang becak atas 5000 tukang becak lainnya di Jakarta ; (2) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 550/PDT.G/2000/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 9 orang konsumen LPG atas 200.000 konsumen LPG se Jabotabek ; dan (3) Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam perkara nomor 493/Pdt.G/2001/PN.Jkt.Pst., yaitu keterwakilan 8 masyarakat miskin kota mewakili komunitas masyarakat miskin kota dari unsur pengemudi becak, pengamen dan penghuni miskin.

Menurut para penggugat, gugatan yang diajukan, merupakan gugatan perbuatan melawan hukum yang telah menimbulkan kerugian bagi para penggugat. Penggugat I sebagai ahli waris korban tabrakan kereta api atas nama Edy Sugiarto menderita kerugian dalam bentuk hilangnya sumber penghasilan ekonomi keluarga dan harus menanggung biaya pendidikan anak satu-satunya atas nama Dyah Huznul Yusdhini sampai bisa mandiri (dari Sekolah Dasar sampai dengan Perguruan Tinggi) sebesar Rp. 119.878.000,- (seratus sembilan belas juta delapan ratus tujuh puluh ribu Rupiah). Penggugat II menderita kerugian sebesar Rp. 2.410.900,- (dua juta empat ratus sepuluh ribu sembilan ratus Rupiah) terdiri dari penggantian barang yang hilang (hand phone merek Ericson dan uang tunai ) sebesar Rp. 1.300.000,- (satu juta tiga ratus ribu Rupiah), pendapatan yang hilang selama tiga minggu (@ Rp. 300.000,-) sebesar Rp. 900.000,- (sembilan ratus ribu Rupiah) dan biaya rawat lanjutan sebesar Rp. 210.900,- (dua ratus sepuluh ribu sembilan ratus rupiah). Penggugat III menderita kerugian sebesar Rp. 3.367.500,- (tiga juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah) terdiri dari barang yang hilang sebesar Rp. 767.500,- (tujuh ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah), pendapatan yang hilang selama tiga bulan (@ Rp. 700.000,-) sebesar Rp. 2.100.000,- (dua juta seratus ribu Rupiah) dan kompensasi cacat dimuka sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu Rupiah). Penggugat IV menderita kerugian sebesar Rp. 11.556.000,- (sebelas juta lima ratus lima puluh enam ribu Rupiah) terdiri dari barang yang hilang sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu Rupiah), pendapatan yang hilang selama 12 bulan (@ Rp. 500.000,-) sebesar Rp. 6.000.000,- (enam juta Rupiah), biaya rawat lanjutan sebesar Rp. 5.341.000,-(lima juta tiga ratus

96

empat puluh satu ribu Rupiah) dan biaya pengurusan surat yang hilang (KTP) sebesar Rp. 25.000,- (dua puluh lima ribu Rupiah). Penggugat V menderita kerugian sebesar Rp. 15.050.000,- (lima belas juta lima puluh ribu Rupiah) terdiri dari barang yang hilang sebesar Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu Rupiah), pendapatan yang hilang selama 12 bulan (@ Rp. 750.000,-) sebesar Rp. 9.000.000,- (sembilan juta Rupiah), biaya rawat lanjutan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta Rupiah) dan biaya pengurusan surat yang hilang sebesar Rp. 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu Rupiah).

Selanjutnya para penggugat memohon kepada pengadilan untuk memutuskan antara lain : (a) Menyatakan para penggugat dapat diterima sekaligus bertindak dan berkedudukan hukum untuk mewakili kepentingan hukum masyarakat konsumen kereta api yang menjadi korban tabrakan kereta api yang terjadi tanggal 25 Desember 2001; (b) Menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum; (c) Menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi materiil yang besarnya masing-masing : (i) Penggugat I sebesar Rp. 119.878.000,- (seratus sembilan belas juta delapan ratus tujuh puluh ribu Rupiah), (ii) Penggugat II sebesar Rp. 2.410.900,- (dua juta empat ratus sepuluh ribu sembilan ratus Rupiah), (iii) Penggugat III menderita kerugian sebesar Rp. 3.367.500,- (tiga juta tiga ratus enam puluh tujuh ribu lima ratus Rupiah), (iv) Penggugat IV sebesar Rp. 11.556.000,- (sebelas juta lima ratus lima puluh enam ribu Rupiah), (v) Penggugat V sebesar Rp. 15.050.000,- (lima belas juta lima puluh ribu Rupiah) ; (d) Menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi immateriil secara tanggung renteng kepada Para Penggugat dan masyarakat konsumen kereta api yang diwakili oleh para Penggugat, besarnya masing-masing konsumen setara dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah); dan (e) Memerintahkan pembentukan Komisi Pembayaran Ganti Rugi, yang keanggotaannya terdiri dari 3 orang wakil dari para penggugat, 2 orang wakil dari tergugat, yang akan melaksanakan penyelesaian pembayaran ganti rugi kepada para anggota kelompok (class members).

97

Dalam dokumen TESIS MILIATER SIMALANGO NPM (Halaman 99-104)