• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK - BENTUK WANGSALAN DALAM BAHASA BALI

Dalam dokumen ISSN (Cetak) ISSN (Online ) (Halaman 125-128)

I Made Darmayasa Wilantara 1

A. BENTUK - BENTUK WANGSALAN DALAM BAHASA BALI

Setiap bahasa setidak-tidaknya memiliki tiga dimensi penting yaitu: bentuk, makna dan fungsi. Bentuk merupakan elemen fisik ujaran yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia melalui mata ataupun telinga. Kedua alat indera ini akan mengirimkan signal ke otak manusia terhadap apa yang ditangkapnya, yang mengakibatkan reaksi-reaksi tertentu pada pikiran atau organ tubuh yang lain. Bentuk ujaran memiliki dua unsur, yang oleh para linguis disebut dengan: 1) unsur segmental; 2) Unsur suprasegmental; (bandingkan Keraf, 2007: 25, Wijana, 2008: 9-11)

Arnawa (2007: 79) menyebut ada 3 komponen wangsalan yaitu: 1) giing atau kerangka, 2) makna denotasi dan 3) maksud atau makna asosiatif. Berikut ini disajikan tabel tiga komponen wangsalan yang dikutif dari penelitian Arnawa (2007:79)

Kerangka Denotasi Asosiatif / maksud

Damar di abing ‘lampu di jurang’ Gambar gumi ‘gambar bumi’ Kunang-kunang ‘kunang-kunang’(Latin:Colophotia

brevis) Peta ‘peta’

Kuneng-kunengan ‘berkunang-kunang’ Peta ‘ujaran’ (ngomong)

Walaupun disebutkan bahwa wangsalan memiliki tiga komponen di atas, namun pada kenyataannya pada pemakaiannya dalam komunikasi, komponen yang kedua yaitu komponen

arti sujati atau yang oleh Arnawa disebut makna denotasi tidak pernah diucapkan atau ditulis

secara eksplisit. Komponen yang kedua ini hanya ada dalam benak pikiran penutur maupun mitra tutur yang memahami pola komunikasi dalam wangsalan tersebut. Komponen yang ketiga yaitu arti paribasa yang disebut juga makna asosiatif terkadang disebutkan namun bisa

ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin

116

juga tidak disebutkan, dengan alasan mitra tutur telah memahami maksud yang ingin disampaikan oleh penutur.

1. Wangsalan Berbentuk Frase

Ramlan (2001: 138-139) mendefinisikan frase sebagai unsur klausa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi satuan gramatika. Dengan demikian batasan frase tersebut mempunyai dua sifat yaitu: 1) frase merupakan satuan gramatika terdiri dari dua kata atau lebih. 2) frase merupakan satuan yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa, maksudnya frase itu selalu terdapat dalam satu fungsi unsur klausa, yaitu S, P, O, PEL, atau KET.

a. Frase Nomina (FN)

Frase nomina ialah frase yang memiliki distribusi yang sama dengan kata nomina. Frase nomina pada wangsalan Bali adalah frase yang unsur pusatnya (UP) berupa kata benda. Untuk membentuk frase, kata benda sebagai UP ini dirangkai dengan kata yang lain yang disebut dengan atribut (Atr). Pertemuan antara UP dan Atr sebuah frase menimbulkan hubungan makna. Dalam wangsalan Bali hanya ditemukan dua jenis hubungan yaitu ada yang berupa pembatas ada pula yang berupa penjelas. Berikut ini contoh wangsalan yang berbentuk frase nomina:

(1) Panak cicing (FN) ‘anak anjing’ > panak (N) (UP) + cicing (N) (Atr pembatas) (TLT.79) Panak cicing (BB: kuluk) > maksud sebenarnya yang ingin disampaikan penutur adalah

nguluk-uluk ‘membohongi’

(2) Prau gede (FN) ‘perahu besar’ > prau (N) (UP) + gede (Adj) (Atr penjelas) (TLT.80)

Prau gede (BB: kapal) maksud sebenarnya yang ingin disampaikan penutur adalah hapal

‘hapal’

b. Frase Verba

Frase verba adalah frase yang mempunyai distribusi yang sama dengan kata golongan verba. Wangsalan yang berbentuk frase verba terdiri dari kata kerja sebagai UP serta kata yang lain sebagai modifiernya. Kata kerja sebagai UP sebagian besar terbentuk dari kata dasar yang bukanlah kata kerja melainkan diturunkan dari nomina yang telah mengalami proses morfologis derivasional dengan prefiks. Berdasarkan prefiks yang terlibat dalam proses derivasi ini, wangsalan yang berbentuk frase verba dibedakan menjadi dua yaitu: 1) frase verba dengan prefiks ma- dan 2) frase verba dengan prefiks nasal N-. Berikut ini contohnya:

(3) Mabaju tanpa lima (FV) ‘memakai baju tanpa lengan’ > ma- (pref.) + baju tanpa lima(FN) > baju (N) (UP) + tanpa((Kt.pengh) + lima(N)(atribut pembatas)) (TLT.15)

Mabaju tanpa lima (BB: (baju) kutang) > maksud sebenarnya kutang ‘buang’ (4) Nyarang joang ‘menyerupai carang ‘cabang’ joan ‘galah’ > N- (Prefiks nasal) +

carang joan (FN) > carang (N)(UP) + joan (N) (atribibut pembatas) (GK.2.a)

c. Frase Numeralia

Frase numeralia atau frase bilangan adalah frase yang mempunyai distribusi sama dengan kata bilangan. Wangsalan yang berbentuk frase numeralia, umumnya berupa kata bilangan yang dimodifikasi dengan kata yang lain atau dengan kata bilangan itu sendiri. Bentuk seperti ini umumnya memakai formula-formula matematika (kirang ‘kurang’, teken ‘tambah’) yang mengisyaratkan jawaban berbentuk kata/frase bilangan. Berikut ini adalah contoh wangsalan yang berbentuk frase numeralia:

(5) Adasa teken abiding, olasin ja titian gusti…… ‘sepuluh plus satu lembar, kasihanilah saya adinda’. (GK.17.a)

Adase teken abiding (BB: solas ’sebelas’) > maksud sebenarnya olasin ‘kasihani’

(6) …. telu pinda, masih titiang tong keneman …‘tiga kali dua, tetap aku tidak diladeni’ (GK.18.e)

ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin

117

2. Wangsalan yang Berbentuk Klausa

Klausa adalah satuan gramatika yang satu tingkat dibawah kalimat. Unsur-unsur dalam klausa menempati fungsi sintaksis S, P, (O), (PEL) dan (KET). Yang dimaksud dengan wangsalan yang berbentuk klausa adalah wangsalan yang giing atau kerangkanya terdiri dari dua kata atau lebih yang satu sama lain memiliki hubungan predikatif. Yang dimaksud hubungan predikatif adalah hubungan yang terdapat pada fungsi sintaksis yang berbeda antara kata-kata penyusun wangsalan. Salah satu kata harus ada yang menempati fungsi P. Misalnya hubungan antara subjek dan predikat, atau predikat dengan objek, atau predikat dengan keterangan. Jadi pada wangsalan yang berbentuk klausa selalu ada kata yang memiliki fungsi sintaksis sebagai predikat. Berdasarkan fungsi unsur-unsur pembentuknya, wangsalan yang berbentuk klausa dibedakan menjadi beberapa tipe:

a. Tipe Subjek-Predikat (S-P)

Wangsalan yang berbentuk Klausa dengan tipe S-P bisa dilihat pada contoh berikut: (7) yeh asibuh siratang, tuara tiiang nulak gusti (GK.10.d)

S P

‘Satu sembur air dipercikan, bukan saya menolak adinda’

Air dalam bahasa Bali disebut dengan yeh. Asibuh berasal dari kata a yang berarti satu dan

sibuh yang artinya sesuatu yang disemburkan dari mulut (seperti yang sering diperaktekan oleh

para dukun). Asibuh berarti satu sembur. Siratang berasal dari kata sirat ‘percik’ + -ang (sufiks). Sufiks –ang dibeberapa daerah di bali disebut –an. Akhiran ini melekat pada kata kerja yang mengandung makna “…. kanlah”. Jadi siratang maknanya adalah ‘percikanlah’. Air dengan wadahnya dari bambu yang kemudian dipercikan ini disebut dengan tulak, karena fungsinya diyakini sebagi penolak bala atau hal-hal yang negatif. Tulak yang menjadi makna denotative dari wangsalan yeh asibuh siratang, oleh penutur diasosiasikan memiliki keselarasan bunyi dengan kata nulak ‘menolak’ yang tersurat dalam jawaban wangsalan tersebut; tuara

titiang nulak gusti ‘bukan saya menolak adinda’.

b. Tipe Predikat-Objek (P-O)

Wangsalan berbentuk klausa tipe Predikat-Objek terdiri dari verba transitif. Wangsalan jenis ini ditemukan dalam contoh berikut:

(8) mangalap padi, manyingal yen gusti lesu (GK.6.c)

P O

‘memetik padi, memapah kalau adik lesu.

maN- (prefiks) + alap (V) ‘tuai’ + padi (N) ‘padi’. Menuai padi BB = manyi; selaras

dengan kata manyingal ‘memapah’

Kegiatan menuai padi dalam bahasa Bali disebut dengan manyi. Dengan menambahkan beberapa fonem pada leksem MANYI menjadi kata manyingal maknanyapun berubah menjadi ‘memapah’. Manyingal menjadi jawaban atas wangsalan tersebut yang dinyatakan dalam klausa berikutnya yaitu manyingal yan adi lesu ‘memapah kalau adik lesu’.

c. Tipe Subjek-Predikat-Objek

Tipe ini bisa dilihat pada contoh di bawah ini:

(9) kedis nyander pitik, titiang liang ring gusti (GK.8.d) S P O

‘burung menyambar anak ayam, saya senang dengan adinda’

Burung pemakan ayam = burung kliang; selaras dengan kata liang ‘senang’.

d. Tipe Subjek-Predikat-Keterangan (S-P-K)

Wangsalan yang berbentuk klausa tipe S-P-K dapat diamati pada contoh dibawah ini: (10) batu bintang panteg waja, I gusti mraceka sai (GK.9.a)

ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin

118

‘batu bintang (di)pukul (dengan) baja adinda sering memerintah’

Batu bintang yang dimaksud terdapat pada Krecek ‘korek api’; memiliki keselarasan bunyi dengan mraceka ’memerintah’.

Dalam dokumen ISSN (Cetak) ISSN (Online ) (Halaman 125-128)