I Made Darmayasa Wilantara 1
B. STRATEGI MEMASARKAN WANGSALAN
Pada saat ini pemerintah sedang gencar-gencarnya mencanangkan program peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penguatan ekonomi kreatif. Konsep ekonomi ini merupakan era baru setelah ekonomi pertanian, ekonomi industri, dan ekonomi informasi. Ekonomi kreatif menekankan pada sumber daya manusia sebagi faktor produksi yang kaya akan ide-ide serta inovasi dalam pencapain tujuan-tujuan ekonomi. Kekayaan intelektual berupa ide-ide kreatif tentu akan menjadi potensi yang besar bagi bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan kearifan lokal. Plesetan ala Jogjakarta adalah salah satu bentuk kekayaan intelektual, yang telah terbuktif mampu menjadi salah satu bentuk ekonomi kreatif. Konsep ekonomi ini penuh dengan pemikiran-pemikiran sederhana, karena memang bersumber dari ide-ide kreatif individu-individu. Sekecil apapun ide seseorang akan bernilai besar jika dikolaborasikan dengan ide yang lain.
Di sisi lain Bali telah menjadi ikon pariwisata di Indonesia. Provinsi ini tidak kaya dengan potensi tambangnya, tetapi kaya akan sumber daya manusia yang kreatif. Mereka mampu menjual budaya dan kreatifitas sebagai sumber perekonomian. Salah satu bentuk kreatifitas tersebut adalah wangsalan yang dikemas dengan berbagai cara. Berikut ini diuraikan beberpa strategi dalam menjual wangsalan:
a. Pegelaran Wayang
Bagi penduduk Bali, pegelaran wayang dengan label wayang Cenk-Blonk tentu tidak asing lagi ditelinga mereka. I Wayan Nardayana adalah nama dalangnya. Budayawan asal Tabanan Bali ini berhasil menyedot perhatian penonton dalam setiap pegelarannya. Ia juga memanfaatkan wangsalan Bali dalam aksinya tersebut. Berikut ini kutipan dialognya:
(11) A: “Apa minum ne”? ‘apa minumnya’?
B: ”Kedis petingan poleng!” ‘burung petingan (sejenis pipit) belang belang’ A: “Apa to?” apa itu (maksudnya)?”
B: “Semprit” (sebutan untuk burung pipit) (WCB.1)
Pada beberapa daerah di Bali burung pipit yang berwarna merah bercampur hitam disebut dengan burung semprit. Sang dalang memplesetkannya untuk kata yang ia maksud adalah
Sprite, yaitu minuman bersoda yang sudah cukup populer di Indonesia. Setelah disadari adanya
perbedaan imajinasi awal antara penonton dengan maksud sang dalang yang mengucapkan tuturan tersebut, gelak tawa penonton pun menjadi riuh.
b. Lagu Daerah
Wangaslan juga banyak dipakai pada lagu-lagu dareh Bali. Melalui seni vokal inilah
berbagai pesan, perasaan hati, nasehat dan kritik sosial disampaikan dalam bentuk wangsalan, secara tidak langsung tetapi sangat efektif. Tembang atau lagu yang mengandung wangsalan ditemukan dalam beberapa tembang pop daerah yang cukup populer di kalangan masyarakat Bali. Diantaranya adalah lagu pop daerah yang diluncurkan pada tahun 1997 berjudul: madamar
diabing dinyanyikan oleh De Pengkung produksi Bali Record; dan ngelawar gerang
dinyanyikan oleh Yan Kirana produksi Intan Dewata Record. Lagu daerah ini menjadi hits serta sangat populer karena disebarkan melalui media televisi maupun radio. Berikut ini lirik lagu
Madamar di abing diciptakan sekaligus dinyanyikan oleh De Pengkug: (12) Sepetekan beli ka kubun adine
Duaning ada ne sanget saratang beli Telung tiban suba ja liwat
ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
119
Patutne adi ba nepatin janji Meketel tanah beli je Sanget nyaratang
Negak mesanding irage manying-manyingan Nanging ento tuah di ipian
Taune adi jumah be ngajak gegelanan Adi luh Ayu…. 2x
Keneh beli kelara-lara..2X Naanan sebet madukan jengah
Tusing ngidang ngitukang tresna ken adi Buka madamar di abing …2x
kunang-kunangan matan beline nepuken adi macande ajak dadua
Artinya:
Kedatangan kakak ke gubuk adinda Karena ada yang sangat kakak harapkan Tiga tahun sudah berlalu
Sepatutnya adik menepati janji Seperti ceret dari tanah kakak Sangat mengharapkan
Duduk bersanding kita bermanja-manjaan Namun itu hanya dalam mimpi
Ternyata adinda di rumah sudah dengan kekasih Adinda Luh Ayu…2x
Perasaan kakak kacau tak menentu Menahan sedih bercampur jengah
Tak bisa mengalihkan cinta dengan adinda Seperti lampu di tebing…2x
berkunang-kunang mata kakak melihat adinda bermesraan berdua.
Lirik lagu yang bergaris bawah (maketel tanah dan madamar diabing) pada kutipan lagu di atas merupakan dua buah wangsalan yang digunakan dalam tembang. Jawaban atas
wangsalan tersebut juga disertakan dalam lirik selanjutnya. Jawaban yang dimaksud adalah lirik
lagu yang bercetak tebal (nyaratan dan kunang-kunangan). Maketel tanah ‘menyerupai ceret dari tanah’ merupakan wangsalan yang berbentuk frase verba yang berasal dari awalan ma- ditambahkan pada frase nomina ketel tanah. Ketel ’ceret’ sebagai UP dirangkai dengan kata
tanah ‘tanah’ sebagai atribut pembatas. Ketel yang terbuat dari tanah dalam bahasa Bali disebut
dengan caratan ‘kendi’. Dalam lirik lagu di atas memiliki kemirifan fonetis dengan kata
nyaratan ‘mengharapkan’.
Fenomena yang khas juga nampak pada awal kata khususnya pada baris pertama sampai dengan ke empat syair lagu di atas. Dengan cerdas pengarangnya telah memanfaatkan persamaan fonem antara kata bilangan dalam bahasa Bali dengan fonem-fonem pada awal kata-kata baris satu sampai empat. Kata bilangan yang dimaksud dalam bahasa Bali adalah: sa, dua,
telu, pat (satu, dua , tiga, empat). Kata bilangan sa disejajarkan dengan kata sapatekan, dua = duaning, telu = telung tiban dan pat = patutne. Dengan cara ini lirik lagu tersebut menjadi lebih
mudah dihafalkan karena memanfaatkan kata bilangan sebagai jembatan keledai (sebuah tehnik menghafal dengan cepat). Teknik seperti ini juga sering digunakan dalam menulis surat rayuan atau ungkapan perasaan kepada seseorang. Hal ini bisa dipahami karena tema lagu madamar di
abing adalah tentang perasaan cinta yang tidak terbalas.
ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
120
Sendratari merupakan salah satu budaya yang cukup digemari di Bali. Kebudayaan berupa tarian yang dikombinasikan dengan seni drama ini banyak menyuguhkan joke-joke yang mengundang tawa penonton. Salah satunya berupa wangsalan. Berikut ini kutipan monolog yang ditontonkan oleh penari dalam sebuah pegelaran:
(13) Masarin tanah tur magigi lanying keneh Beli, kadirasa malim Bali hatine, ritatkala
ningehang Adi makawat radio. Mula saja Beli majukut gedebong, maberuk tanah, makunyit di alas. Minab keneh iraga ne ane mablakas peleng, sawireh adi ba madamar di carik, ne ngeranang adi setato maadin Arjuna, sinah jani Beli makamben di sunduk, madamar bangke.
Terjemahan literal:
Sarinya tanah dan gigi runcing perasaan Kakak, seakan-akan lem Bali hatiku, saat mendengar adik seperti kawat radio. Memang benar kakak sayur batang pisang, kendi tanah, kunyit hutan. Mungkin perasaan kita yang seperti golok bengkok, karena adik sudah seperti lampu di pematang sawah, yang menyebabkan adik selalu seperti adik Arjuna, jelaslah sekarang kakak seperti kemben pada sunduk, seperti lampu mayat.
Frase-frase yang bergaris bawah pada contoh di atas merupakan wangsalan yang makna denotatif dan maksud sebenarnya adalah sebagai berikut:
a) Masarni tanah ‘sarinya tanah’ = buk ‘debu’ > ibuk ‘tidak karuan’ b) Gigi lanying ‘gigi runcing’ = caling ‘taring’ > paling ‘bingung’
c) Malim Bali ‘lem ala Bali’ = ancur (jenis lem) > hancur ‘hancur (berkeping-keping) d) Makawat radio ‘kawat pada radio’ = anten ‘antena’ > nganten ‘kawin’
e) Majukut gadebong ‘sayur pohon pisang’ = ares (jenis panganan) > ngeres-ngeresin ‘mendekati’
f) Maberuk tanah ‘kendi tanah’ = caratan ‘ceret’ > nyaratang ‘mengharapkan’ g) Makunyit di alas ‘kunyit hutan’ = temu ‘temu’ > matemu ‘bertemu’
h) Mablakas peleng ‘golok bengkok’ = timpas (jenis golok) > mimpas ‘meleset’
i) Madamar di carik ‘lampu di sawah’ = kunang-kunang ‘kunang-kunang’ > tunangan ‘pacar/kekasih’
j) Maadin Arjuna ‘adik arjuna’ = Tualen (nama punakawan) > ngelen-ngelen ‘acuh tak acuh’
k) Makamben di sunduk ‘kain pada sunduk (sunduk=ujung tiang bangunan)’ selsel >
maseselan ‘menyesal’
l) Madamar bangke ‘lampu mayat’ = angenan (nama pelita) > mapangenan ‘menyesal’. Berdasarkan makna-makna frase tersebut, maksud contoh (13) di atas jika disampaikan tanpa memperhatikan aspek poetis adalah sebagai berikut:
Ibuk tur paling keneh beline, kadirasa hancur hatine, ritatkala ningehang adi nganten. Mula saja Beli ngeres-ngeresen, nyaratang metemu. Minab keneh iraga ne ane mimpas, sawireh adi ba matunangan, ne ngaranang adi setato ngelen-ngelen, sinah jani Beli maselselan tur mapangenan.
Terjemahan bebasnya:
Bingung tak menentu perasaan kakak seakan hancur hatiku saat mendengar adik menikah. Memang benar kakak mengejar-ngejar adik, sangat berhasrat untuk bertemu. Mungkin perasaan kita yang tidak sehati karena adik sudah mempunyai tunangan yang membuat adik selalu acuh tak acuh. Terang saja sekarang kakak kecewa dan menyesal.
d. Souvenir
Menjual bahasa sebagai souvenir telah dilakukan oleh berbagai daerah yang memiliki potensi pariwisata. Kreatifitas berbahasa ini disamping mampu memberikan nilai lebih pada produk yang dijual, juga merupakan upaya yang efektif untuk mempublikasikan dan mensosialisasikan berbagai wangsalan. Staregi ini akan membuat budaya wangsalan semakin dikenal oleh generasi muda khususnya etnis Bali. Dengan disebarluaskannya wangsalan tersebut maka ancaman punahnya gaya berbahasa seperti ini akan dapat diatasi.
ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
121
Fakta di lapangan memang belum ada ditemukan barang-barang souvenir yang mencantumkan kalimat-kalimat wangsalan sebagai nilai tambah produk tersebut. Namun penulis berpendapat strategi ini cukup efektif untuk menjaring pasaran. Mengingat cara-cara serupa telah dilakukan namun dengan gaya bahasa yang berbeda. Souvenir baju kaos di Jogjakarta terkenal dengan plesetannya, sedangkan di Bali dan Bandung terkenal dengan ” pabrik” kata-katanya.
Souvenir yang dimaksud tidak hanya terbatas pada baju kaos, tetapi bisa juga berupa gelas, mug, jam dinding, bahkan sandal dan pulpen. Sekarang ini VCD terkadang juga bisa menjadi souvenir. Sehubungan dengan itu, telah banyak beredar VCD yang berisi tontonan berupa pegelaran wayang serta sendratari yang juga menampilkan adegan berupa dialog-dialog mengandung wangsalan.
KESIMPULAN
Menjual budaya wangsalan sebagai bentuk ekonomi kreatif merupakan sebuah upaya yang patut dicermati oleh pelaku ekonomi maupun pemerhati budaya. Upaya ini bukan hanya akan membawa manfaat secara ekonomis, tetapi juga menjadi bentuk pelestarian budaya. Walaupun wangsalan merupan lokal genius yang mungkin tidak dipahami oleh orang lain selain penutur bahasa Bali, namun kearifan lokal ini telah mampu memperkaya khasanah budaya Indonesia. Sebagaimana yang kita sadari bahwa komoditi berupa ide-ide kreatif tidak akan pernah habis dijual, bahkan akan berkembang banyak jika telah memberikan manfaat secara ekonomis. Tentu kita tidak ingin kreatifitas bertutur yang kita kenal dengan istilah wangsalan ini akan hilang begitu saja, tanpa ada yang memperdulikannya.
Dari pemaparan diatas nampak bahwa pada bahasa Bali telah ditemukan dua bentuk wangsalan yaitu: 1) wangsalan yang berbentuk frase dan 2) wangsalan yang berbentuk klausa. Selanjutnya wangsalan yang berbentuk frase dikelompokan menjadi tiga yaitu: 1) frase nomina, 2) frase verba, dan 3) frase Numeralia. Wangsalan yang berbentuk klausa terdiri dari tiga tipe yaitu: 1) Tipe Subyek -Predikat (S-P); 2) tipe Predikat - Obyek (P-O); 3) tipe Subyek – Predikat – Obyek (S-P-O); dan 4) tipe Subyek – Predikat – Keterangan (S-P-K).
Upaya menjual wangsalan agar bernilai ekonomis dapat dilakukan dengan memberikan nilai tambah pada produk yang dijual. Artinya wangsalan bukanlah produk utamanya, tetapi hanya berupa ide kreatif yang memberi nilai lebih terhadap barang yang dijual. Wujud ekonomi kreatif yang bisa dikolaborasikan dengan wangsalan adalah: pegelaran wayang, lagu-lagu daerah, sendratari serta melalui penjualan souvenir serta VCD.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulah, Wakit. 2007. “Wangsalan Dalam Bahasa dan Sastra Jawa Ditinjau dari Persfektif Etnolinguistik” dalam Surya: Media informasi Tri Darma Perguruan Tinggi Vol. 20. No. 70. Hal: 41-64. UM Purworejo.
Alwasilah, Chaedar. 2005. Pengantar Penelitian Linguistik Terapan. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikn Nasional.
Arnawa, Nengah. 2005. “Kajian Ulang Bladbadan Bahasa Bali” dalam Pustaka: Jurnal Ilmu
ilmu Budaya”. Vol.V No.9 Tahun 2005 Hal: 73-87 Denpasar: Yayasan Guna Widya
Fakultas sastra Universitas Udayana
--- . 2007. “Perangkat Emotif dan Transposisi Semantik dalam Bladbadan” Jurnal Aksara No. 30 Tahun XVII Desember 2007 Hal: 77-89. Dempasar: Balai Bahasa
Keraf, Goris, 2007. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ramlan, M. 2001. Sintaksis. Yogyakarta: C.V Karyono (cetakan kedelapan)
Sudaryanto, 1983. Predikat-Objek dalam Bahasa Indonesia, Keselarasan Pola Urutan. Jakarta: Djambatan
ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin
122
---1986. Metode Linguistik Bagian Pertama: Ke Arah Memahami Metode Linguistik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
---1989. Pemanfaatan Potensi Bahasa. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Wijana, I Dewa Putu. 2003. Wacana Degadu, Permainan Bahasadan Ilmu Bahasa. (Pidato
pengukuhan guru besar pada Fakultas Ilmu Budaya UGM Yogyakarta).
--- dan Mohammad Rohmadi. 2008. Semantik, Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka
--- 2013. Wangsalan dalam Bahasa Jawa. (Makalah yang disajikan dalam seminar tanggal 9 Maret 2013). Yogyakarta: Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Wilantara, I Made Darmayasa. 2014. Kajian wangsalan dalam Bahasa Bali. (Thesis pada Univesitas Gadjah Mada) Yogyakarta: Fakultas Ilmu Baudaya.
ISSN : ISSN 2541-6014 (Cetak) ISSN 2541-6022 (Online) Hak Penerbitan Politeknik Negeri Banjarmasin