• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERKELANJUTAN KOTA SEMARANG

Dalam dokumen MELAWAN “CLIMATEFLATION” (Halaman 43-56)

Shandy Jannifer Matitaputty, S.E.,MSi shandy@unika.ac.id

PEMULIHAN EKONOMI KOTA SEMARANG

Terpukulnya sektor ekonomi akibat covid 19 menimbulkan berbagai goncangan khususnya yang ditandai dengan menurunnya berbagai indikator kesejahteraan masyarakat. Pada Kota Semarang indikator kesejahteraan masyarakat yang terlihat sangat terpengaruh selama masa pandemi adalah angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT).

Pada masa pandemi, TPT di Kota Semarang mengalami peningkatan yang tinggi. Dibandingkan TPT tahun 2019 yang hanya menyentuh angka 4,54 persen, TPT pada tahun 2020 meningkat dua kali lipat lebih yaitu menjadi 9,57 persen (BPS Kota Semarang). Hal ini berarti pandemi membawa akibat yang cukup besar terhadap situasi pekerja hingga sebagian pekerja kehilangan pekerjaan mereka.

Gambar 1. Dampak pandemi terhadap tingkat pengangguran terbuka dan status pekerjaan utama

Sumber: BPS Kota Semarang, 2022

Apabila kita melihat komposisi status pekerja, pekerja sendiri (artinya tidak memiliki karyawan baik tetap maupun tidak tetap) yaitu mereka yang menanggung resiko sendiri ketika terjadi guncangan ekonomi, mengalami penurunan jumlah, demikian juga untuk status pekerja yang dibantu buruh tetap maupun tidak tetap artinya ketika usaha tersebut menurun jumlah pengangguran akan meningkat di Kota Semarang.

Gambar 2. Lapangan pekerjaan utama

Lebih mendalam, apabila kita mengamati komposisi jenis lapangan pekerjaan utama, Kota Semarang dari tahun ke tahun didominasi oleh sektor jasa dengan persentase sekitar 70 persen setiap tahunnya, kemudian diikuti dengan sektor manufaktur dengan persentase 20 persen dan sisanya diisi oleh sektor pertanian. Hal ini dapat dikaitkan dengan golongan masyarakat miskin sangat terkena dampak pandemi, terutama yang bekerja di sektor informal dan para pekerja bebas di sektor pertanian maupun non pertanian. Persentase penduduk miskin yang bekerja di sektor informal tahun 2020 sekitar 20,47 persen, angka ini meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang

mencapai 13,75 persen

(https://jatengdaily.com/2021/dampak-covid-19-kemiskinan-kota-semarang-meningkat/). Hal ini menunjukkan rentannya penduduk Kota Semarang

kehilangan pekerjaan ketika terjadi pandemi khususunya mereka yang bekerja di sektor-sektor informal dimana memang ciri Kota besar yang mulai mengalami perkembangan adalah tingginya pekerja informal, dikarenakan banyaknya jumlah unit usaha dalam skala kecil.

Pemulihan ekonomi oleh berbagai kalangan dinilai sebagai upaya menghidupkan kembali aktivitas ekonomi yang akan mendorong perbaikan indikator-indikator kesejahtaeraan masyarakat. Upaya pemulihan ekonomi tidak boleh meninggalkan konsep ekonomi berkelanjutan.

Usaha menaikkan produksi dan jumlah pendapatan masyarakat perlu tetap memperjuangkan keberlangsungan ekosistem pendukungnya. Perbaikan kualitas hidup melalui indikator-indikator kesejahteraan semestinya tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dapat menjadi

“bom waktu” hingga pada suatu titik waktu akan mengakibatkan kerusakan dan goncangan ekonomi yang lebih besar.

PENTINGNYA PERTUMBUHAN EKONOMI BERKELANJUTAN

Disamping kondisi perekonomian Kota Semarang erat kaitannya dengan kesejahteraan penduduk Kota Semarang itu sendiri, kondisi perekonomian Kota Semarang dinilai ikut mempengaruhi kondisi ekonomi lokasi sekitar, beberapa penelitian menunjukkan bahwa

Kota Semarang sebagai Ibukota Provinsi Jawa Tengah memberi kontribusi cukup penting sebagai penopang ekonomi Jawa Tengah, bahkan Nasional, sehingga ketika pandemi covid 19 terjadi yang mengakibatkan turunnya aktivitas ekonomi di segala tempat termasuk Kota Semarang menimbulkan berbagai efek domino.

Dalam Musrenbang Kota Semarang telah disampaikan Tahun 2023 sebagai tahun pertumbuhan ekonomi dengan lima prioritas pembangunan. Lima prioritas pembangunan tersebut yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, percepatan pengurangan pengangguran dan kemiskinan, peningkatan kualitas sumber daya manusia, penyediaan infrastruktur yang berkualitas, dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien serta inovatif. Prioritas-prioritas tersebut tentunya dengan penyesuaian pasca covid 19. Hal ini terkait meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan pada masa pandemic covid 19, hingga program prioritas memang diarahkan untuk mengurangan pengangguran, kemiskinan serta program prioritas dalam bidang infrastruktur maupun tata kelola untuk mendorong iklim investasi dan sebagainya.

Tahun 2023 sebagai tahun pertumbuhan ekonomi dirasa tepat mengingat kita telah mengeluarkan cukup banyak anggaran ditahun-tahun pandemi. Kita memahami bahwa selain fungsi alokasi dan distribusi, APBD sama halnya dengan APBN memiliki fungsi stabilisasi, dimana

fungsi ini memang menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah, seperti hal nya dalam situasi pandemic dimana pendapatan daerah menurun namun kita harus tetap mengeluarkan dana untuk menyelamatkan sektor-sektor yang terdampak.

Presiden mengeluarkan PERPPU No. 1/2020 yang kemudian menjadi UU Nomor 2/202 dijadikan dasar untuk merumuskan dan mengalokasikan anggaran secara extraordinary di dalam rangka pemulihan ekonomi nasional dan penangan COVID-19. Dimana mmg alokasi extraordinary dalam fungsi stabilisasi ini memang hanya dapat berjalan selama 3 tahun. Artinya sekarang kita harus mengumpulkan dana kembali agar posisi APBD kembali stabil dan ada dana untuk berjaga kembali menghadapi situasi tdak terduga yang dapat muncul di waktu-waktu mendatang.

Sektor ekonomi dikenal sebagai sektor yang memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan masyarakat.

Dalam skala regional pertumbuhan ekonomi akan sangat tergantung pada karakteristik serta kemampuan suatu wilayah/region dalam mengelola wilayahnya. Artinya perumusan kebijakan-kebijakan ekonomi perlu didasari dengan pengenalan karakteristik wilayah tersebut terlebih dahulu. Karakteristik yang dimaksud mencakup kondisi saat ini maupun peramalan atas kondisi pada waktu

mendatang. Pemahaman akan kondisi di waktu mendatang penting dilakukan sebagai antisipasi maupun optimalisasi

Kota Semarang secara lokasi berada pada jalur perlintasan yang berada tepat di tengah-tengah antara Jakarta dan Surabaya, Kota ini memiliki pintu masuk udara, air maupun darat, hal ini juga yang mendorong Kota Semarang dikenal sebagai Kota Perdagangan, dan Jasa.

Lokasi yang strategis ini pula serta kondisi bahwa selain jasa, industri pada Kota Semarang juga dinilai maju, Hal ini menjadi dayatarik utama bagi penduduk luar Kota Semarang untuk masuk ke Kota Semarang guna mencari pekerjaan.

Karakteristik lain dari Kota semarang yang tidak dimiliki oleh Kota Besar lainnya di Indonesia dapat diamati pada faktor penyusun PDRB Pengeluaran.

Gambar 3 menunjukkan perbandingan factor penyusun PDRB dari lima kota besar di Indonesia.

PDRB Tahun 2018 Harga Konstan Kota

Surabaya

PDRB Tahun 2018 Harga Konstan Kota Bandung

PDRB Tahun 2018 Harga Konstan Kota

Medan

PDRB Tahun 2018 Harga Konstan DKI Jakarta

PDRB Tahun 2018 Harga Konstan Kota Semarang Gambar 3. PDRB Menurut Pengeluaran Lima Kota Besar

di Indonesia sebelum Pandemi Covid 19

PDRB Tahun 2021 Harga Konstan Kota Surabaya

PDRB Tahun 2021 Harga Konstan Kota

Bandung

PDRB Tahun 2021 Harga Konstan Kota Medan

PDRB Tahun 2021 Harga Konstan DKI

Jakarta

PDRB Tahun 2021 Harga Konstan Kota Semarang Gambar 4. PDRB Menurut Pengeluaran Lima Kota Besar

di Indonesia selama Pandemi Covid 19

Penyusun terbesar PDRB Kota Semarang berdasarkan pengeluaran baik sebelum maupun selama pandemi adalah Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Apabila kita membandingkan dengan 4 Kota besar lainnya di Indonesia (Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan) bahkan dibandingkan dengan nasional/ Indonesia secara keseluruhan, Kota Semarang adalah satu-satu nya Kota dimana penyusun PDRB pengeluaran terbesarnya adalah PMTB dan bukan konsumsi. Besarnya proporsi PMTB dalam pembentukan pendapatan daerah Kota Semarang menunjukkan tingginya aktivitas investasi yang terkait dengan keberadaan aset tetap (fixed asset) yang terlibat dalam proses produksi.

Selain itu dengan PMTB yang tinggi akan meningkatkan penggunaan teknologi yang tinggi sehingga akan meningkatkan efisiensi produksi yang berdampak juga pada peningkatkan pendapatan. Investasi merupakan biaya yang dikeluarkan dalam rangka menambah persediaan jumlah barang modal untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Investasi mengakibatkan meningkatnya jumlah barang modal yang memungkinkan bertambahnya barang dan jasa yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan keuntungan.

Pemahaman terkait ekonomi berkelanjutan dan pentingnya pertumbuhan ekonomi merupakan dua hal yang bersifat interdependensi. Pertumbuhan ekonomi

merupakan faktor kunci terkait kesejahteraan masyarakat, sementara kesejahteraan masyarakat yang didorong aktivitas-aktivitas pembangunan yang kurang bertanggungjawab itu sendiri seringkali menggerus kestabilan siklus alam.

Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan harus menjadi tujuan pertumbuhan ekonomi maupun upaya mempercepat pemulihan ekonomi. Hal ini artinya sejak awal arah perencanaan berbagai faktor pemicu pertumbuhan ekonomi telah diarahkan kepada ekonomi berkelanjutan. Salah satu contoh perencanaan mendasar adalah mengaturan RTRW (rencana tata ruang wilayah), Kota Semarang perlu memiliki RTRW yang berpihak kepada pertumbuhan ekonomi berkelanjutan termasuk perencanaan terkait persebaran kepadatan penduduk.

Angka kepadatan penduduk di Kota Semarang berkisar 4.425 per km2. Angka ini memang tidak sepadat Kota-kota besar lainnya di Indonesia seperti Jakarta, bandung, Surabaya Namun Apabila dilihat pada tingkat kecamatan, kepadatan penduduk kota Semarang dikenal tidak merata.

tercatat kecamatan Candisari sebagai wilayah terpadat (11.538 penduduk per km2), sedangkan kecamatan Tugu merupakan wilayah yang kepadatannya paling rendah (1.033 penduduk per km²). Dilihat dari kepadatan penduduk yang tidak merata, perlu dilihat pula cakupan pelayanan serta infrastruktur yang tersedia agar tidak terjadi ketimpangan pelayanan maupun aktivitas ekonomi.

Terkait dengan ekonomi berkelanjutan, pemusataan penduduk yang menunjukkan ketimpangan sebaran oenduduk yang sangat tidak merata akan menimbulkan resiko yang tinggi ketika terjadinya bencana pada suatu wilayah dengan kepadatan yang terlampau tinggi.

Contoh lainnya adalah belum dimilikinya profil resiko pada setiap sektor. Profil resiko diperlukan sebagai panduan praktis dan persiapan ketika terjadi bencana, ini berguna untuk mengurangi dampak negatif dan mempercepat upaya pemulihan. Hal lain lagi misalnya adalah angka pertumbuhan ekonomi yang selama ini diajadikan sebagai ukuran peningkatan aktivitas ekonomi maupun gambaran peningkatan kesejahteraan suatu daerah. Angka pertumbuhan ekonomi Kota Semarang cukup tinggi di tahun 2021, mencapai 5,16 persen (BPS Kota Semarang, 2022). Angka ini bahkan di atas DKI Jakarta, kita perlu tetap kritis bahwa kenaikan pendapatan masyarakat yang dicerminkan dalam kenaikan GDP tersebut sebetulnya belum dihitung dengan tingkat kerusakan sumberdaya alam (SDA) atau lingkungan yang terjadi selama proses pembangunan tersebut berlangsung.

Hal ini tentu akan mengakibatkan adanya ketidakseimbangan antara proses pembangunan dan kelangsungan kualitas lingkungan. Pertumbuhan ekonomi berkelanjutan tentunya tidak sekedar berfokus pada angka pertumbuhan ekonomi namun mencakup biaya-biaya pemeliharaan ekosistem pendukung. Keberadaan profil

resiko maupun perhitungan angka pertumbuhan ekonomi

“hijau” akan menolong pemerintah maupun masyarakat melihat dengan lebih jeli dan jujur situasi ekonomi dan ekosistem yang dihadapi.

BIODATA PENULIS

Shandy Jannifer Matitaputty, S.E, MSi adalah Dosen Program Studi Perpajakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Soegijapranata. Lahir di Semarang 1987, menempuh Pendidikan S1 dan S2 di Universitas Diponegoro Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. Shandy Jannifer Matitaputty, S.E, MSi aktif dalam penelitian maupun pengabdian dalam bidang ilmu ekonomi dan perpajakan.

IMPLEMENTASI GOOD GORPORATE

Dalam dokumen MELAWAN “CLIMATEFLATION” (Halaman 43-56)