• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bersabar dengan Jurusan yang “Salah”

Dalam dokumen sukseskan-mudamu (Halaman 176-181)

Bersabar dengan Jurusan yang “Salah”

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) dikenal sebagai salah satu fakultas ekonomi terbaik di Indonesia. Tetapi itu tetap tidak membuat Alief Auilia Rezza (Alief) menjadi tenang dan yakin dengan masa depannya sebagai insan FEUI.

”Saya memulai kuliah saya di FEUI dengan perasaan ‟gamang‟, ragu-ragu, dan tidak percaya diri. Perasaan gamang ini muncul karena 2 (dua) alasan. Alasan yang pertama, sebenarnya saya tidak berminat sama sekali masuk ke jurusan ilmu ekonomi. Tawaran Program Pemerataan Kesempatan Belajar-PPKB (program penerimaan UI untuk pelajar berprestasi) memberikan peluang bagi saya untuk masuk ke UI tanpa tes tetapi sekaligus juga tekanan untuk melepas keinginan saya berkuliah di Ilmu Komputer yang saat itu sedang booming.

Saat itu sekolah saya hanya menerima 3 formulir undangan PPKB, 2 teman saya memiliki nilai yang lebih baik dari saya, karenanya mereka mendapat prioritas dari sekolah untuk menentukan jurusan yang mereka ambil. Sedangkan saya akhirnya harus berkompromi dengan mengambil jurusan ilmu ekonomi, yang bagi anak jurusan IPA seperti saya, biasanya bukan pilihan utama.

Alasan yang kedua, yang merupakan faktor kebimbangan terbesar, adalah ketidakmampuan saya untuk menjawab pertanyaan mendasar, yang harusnya sudah saya punyai sebelum saya memilih jurusan. Yaitu mau jadi apa saya nanti setelah lulus. Iming-iming menjadi peneliti ekonomi atau dosen, karir ‟standar‟ lulusan Departemen Ilmu Ekonomi, terlalu abstrak untuk saya

Menggambar Keinginan, Menatap Kesuksesan

- -

cerna. Padahal teman-teman dari fakultas atau jurusan lain seperti FK, FKG, FT atau bahkan di lingkup paling dekat kampus FEUI, misalnya jurusan Akuntansi, sudah punya gambaran dasar masa depan pasca kampus, misalnya jadi dokter, dokter gigi, insinyur, atau akuntan.”

Akibat perasaan gamang ini, Alief sempat berkeinginan untuk mengambil kembali Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (sekarang SNMPTN), dan mencoba masuk ke jurusan-jurusan kuliah yang dianggapnya lebih menjanjikan masa depan.

Menjelang semester kedua, Alief sebenarnya juga memiliki keinginan dan kesempatan yang besar untuk pindah ke jurusan Akuntansi. Memang di FEUI, pada zaman itu, mahasiswa tingkat satu masih diberi kesempatan untuk berpindah jurusan dalam lingkungan FEUI. Akan tetapi, niat Alief untuk pindah ke jurusan Akuntansi tersebut dibatalkannya karena dia sadar telah mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal-soal pada Mata Kuliah Pengantar Akuntansi 2. Mata kuliah dasar yang seharusnya dia kuasai baik jika ingin menjadi Mahasiswa Jurusan Akuntansi.

Menjalani segala sesuatu dengan kecintaan itu penting. Demikian pula dengan masa kuliah. Tidak menyukai jurusan kuliah yang terpaksa diambil biasanya memberi tekanan yang sulit bagi setiap pemuda. Apalagi jika dihantui perasaan tidak yakin akan masa depan setelah masa perkuliahan berakhir, persis seperti yang dialami oleh Alief di atas.

Bagaimana Alief mengatasi rasa gamang ini?. Alief memberikan pengalaman yang baik. Saat memiliki rasa gamang atas studi yang

Menggambar Keinginan, Menatap Kesuksesan

- -

dipilih, Alief sesuai nasihat orang tuanya cenderung bersikap sabar dengan apa yang sedang dijalaninya. Sabar dilakukan dengan tetap menjalani proses perkuliahan sebaik mungkin, menargetkan prestasi setinggi mungkin, dan belajar dan berkarya sekeras mungkin, walaupun dengan perasaan yang masih gamang.

Ada dua alasan mengapa Alief mencoba bersikap sabar dalam mengelola rasa gamang. Alasan pertama adalah karena dia mungkin saja belum memiliki pandangan yang utuh atau menyeluruh tentang jurusan yang diambilnya. Memandang suatu jurusan itu favorit atau tidak biasanya diputuskan oleh anak muda dengan basis yang subyektif dan emosional saja. Alief mencoba membuka pikiran pada tahun pertama perkuliahannya.

Dalam perjalanan satu tahun pertama, ada kemungkinan besar para mahasiswa menemukan jawaban yang lebih baik tentang rasa gamang mereka, terutama setelah bertemu dengan senior, dosen, dan juga alumni-alumni jurusan tersebut yang telah sukses dalam berkarya. Pada alasan pertama ini, Alief masih berharap rasa gamang itu terjawab.

Alasan yang kedua adalah berkaitan dengan kepastian masa depan. Alief sadar bahwa dia telah memiliki status sebagai mahasiswa FEUI. Sebaliknya, tidak ada jaminan sama sekali bahwa dia akan lulus saat mengambil ujian UMPTN (SNMPTN) tahun berikutnya. Alief tidak ingin melakoni pepatah ”mengharap hujan, air di cawan ditumpahkan”. Pada alasan kedua ini, sikap sabar Alief untuk tetap berprestasi pada tahun pertama perkuliahan di FEUI adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi jika ternyata dia gagal lulus dalam UMPTN (SNMPTN)

Menggambar Keinginan, Menatap Kesuksesan

- -

tahun berikutnya. Dengan tetap memiliki prestasi yang baik di FEUI, dia tetap bisa melanjutkan perkuliahannya di FEUI dengan awalan yang baik jika ternyata ujian SNMPTN-nya gagal. Perjalanan satu tahunnya sebagai mahasiswa tidak akan menyisakan beban bagi kuliahnya pada tahun-tahun berikutnya.

Cerita Alief akhirnya justru berakhir dengan tumbuhnya rasa cinta dan rasa bangga dia sebagai mahasiswa jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, FEUI. Alief bangga dapat mempelajari perangkat-perangkat pengetahuan yang dapat menjadi basis dalam pengambilan kebijakan perekonomian. Kata Alief ”Dokter yang gagal bisa mengakibatkan kematian seorang anak manusia. Tapi Ekonom yang tidak becus dengan menelurkan kebijakan ekonomi yang salah, dapat mengakibatkan kemiskinan dan penderitaan masyarakat luas, bahkan juga kegagalan negara. Kiprah Ekonom memberikan pengaruh yang luas bagi masyarakat.”

Selain Alief, Kurnia Fitra Utama (Fitra) juga mengalami perasaan yang sama terhadap jurusan kuliah yang dia ambil. Dari cerita Bab 3 sebelumnya, jelas Jurusan Sosiologi UI adalah pilihan paling realistis yang dimiliki oleh Fitra walaupun dia menganggapnya tidak ideal jika dibandingkan beragam jurusan perkuliahan lain yang lebih mentereng. ”Jangankan orang lain, mahasiswa Jurusan Sosiologi pun juga tidak tahu akan menjadi apa mereka setelah lulus menjadi sarjana,” kata Fitra untuk menggambarkan bagaimana butanya dia saat memandang masa depannya sendiri.

Meskipun demikian, sebagaimana pendekatan Alief, Fitra juga mengambil pendekatan sabar dalam menjalani perkuliahan.

Menggambar Keinginan, Menatap Kesuksesan

- - Kata Fitra,

”Prinsip saya dalam hidup adalah menjalani dan mensyukuri apa yang kita punya dan miliki. Jika orang lain cenderung mencari dan hanya menjalani hal-hal yang disukainya, saya justru memiliki prinsip ‟Sukai apa yang anda lakukan, Bukan hanya melakukan apa yang anda sukai‟. Ini adalah moto hidup ala falsafah ‟nrimo‟-nya orang Jawa yang saya pegang dalam hidup. Moto ini saya pegang karena sejak awalnya saya bukan orang dengan latar belakang yang memiliki banyak pilihan”. (Kurnia Fitra Utama) Berangkat dari prinsip hidupnya yang penuh syukur, Fitra kemudian mencoba menjalani proses perkuliahan di Jurusan Sosiologi UI dengan semangat dan kesungguhan. Dia mencoba berprestasi dalam proses perkuliahan ini karena dia yakin bahwa prestasi, apapun itu, sebesar apapun itu, dimanapun itu, akan selalu berarti kebaikan bagi masa depannya di kemudian hari.

Alief dan Fitra membuktikan bahwa jurusan yang ”tidak diinginkan” pun dapat dikelola dengan baik, bahkan juga mengantarkan mereka pada prestasi-prestasi penting pasca perkuliahan saat ini. Pelajaran utamanya, mahasiswa bisa saja memutuskan untuk mengambil ulang ujian masuk perguruan tinggi, tapi itu harus dilakukannya dengan penuh pertimbangan yang obyektif dan tidak emosional.

Mengambil sikap sabar untuk tetap berprestasi dalam tahun pertama, seperti pengalaman Alief, adalah strategi terbaik sebelum mahasiswa benar-benar menemukan alasan kenapa dia harus tinggal dan kenapa dia harus pergi dari apa yang sudah dimilikinya.

Bagaimanapun Caranya,

Dalam dokumen sukseskan-mudamu (Halaman 176-181)