• Tidak ada hasil yang ditemukan

Masalah Gagap Lingkungan dan Budaya

Dalam dokumen sukseskan-mudamu (Halaman 80-86)

Menyiasati Masalah-Masalah Bawaan

Isu 2: Masalah Gagap Lingkungan dan Budaya

Masalah ketidakpercayaan diri dan gagap budaya ada dalam kendali mahasiswa itu sendiri.

Kuncinya, mahasiswa harus memaksa dirinya untuk beradaptasi dan mengendalikan

tekanan-tekanan mental itu.

prestasi dan cita-cita tinggi. Mahasiswa harus kreatif untuk mengatasinya.

Isu 2: Masalah Gagap Lingkungan dan Budaya

Dahulu, teman-teman SLTA/SMA kita lazimnya adalah anak tetangga atau anak-anak yang berasal dari kota yang sama, yang memiliki bahasa yang sama dan lingkungan yang tidak jauh dari rumah. Tetapi di dunia perguruan tinggi, teman-teman datang dari berbagai kota, propinsi, dan bahkan negara yang berbeda. Mereka memiliki bahasa daerah yang berbeda-beda, watak yang beragam, dan bahkan tidak sedikit dari mereka telah memiliki prestasi nasional sejak awalnya. Beberapa Mahasiswa

Berpres-tasi juga mengalami rasa ketidak-percayaan diri saat datang sebagai mahasiswa baru. Awalnya, mereka juga merasakan benturan budaya yang sebelumnya tidak ditemui

saat masih SLTA/SMA. Masalah ketidakpercayaan diri dan gagap budaya seringkali terwujud dalam perasaan minder, kegemaran untuk menyendiri, enggan bergaul, kurang berpartisipasi dalam kelas, dan sering berujung pada frustasi.

Keminderan dan gagap budaya mahasiswa baru seringkali muncul karena adanya gap antara lingkungan baru dengan lingkungan lama. Mahasiswa yang berangkat dari kota kecil biasanya merasa minder ketika bergaul dengan mahasiswa dari kota besar. Demikian juga

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

mahasiswa dengan latar keluarga yang kurang mampu, mereka sering memiliki alasan untuk minder dan kurang pergaulan (“kuper”). Proses perkuliahan yang berbeda dengan masa sekolah, seperti adanya sistem kredit semester (SKS) dan kuliah pilihan, terkadang juga memberikan kebingungan dan tekanan tersendiri. Mekanisme perkuliahan yang menuntut kemandirian dan inisiatif seringkali tidak diantisipasi dengan cepat oleh mahasiswa baru. Akibatnya, mereka yang tidak siap akan tergopoh-gopoh untuk menyelesaikan masalah-masalah perkuliahan.

Pada dasarnya, masalah ketidakpercayaan diri dan gagap budaya adalah masalah yang sepenuhnya dibawah kendali mahasiswa itu sendiri. Oleh karena itu, kami mengkategorikan ini sebagai masalah yang relatif ringan. Meskipun demikian, jika tidak mampu dikendalikan dengan baik dan cepat, masalah ini tetap saja akan menghambat proses mahasiswa di bangku perkuliahan.

Lalu bagaimana cara mengatasi masalah ketidakpercayaan diri dan gagap budaya ini? Karena masalah ini sepenuhnya dibawah kendali mahasiswa, maka kunci penyelesaiannya adalah bagaimana mahasiswa memaksa dirinya untuk beradaptasi dan mengendalikan tekanan-tekanan mental yang dihadapinya dalam lingkungan baru ini. Hasil studi kami atas Mahasiswa Berprestasi menunjukkan ada beberapa tips praktis yang bermanfaat, diantaranya:

Menguatkan keyakinan diri

Untuk mengatasi rasa ketidakpercayaan diri, mahasiswa harus memiliki pengendalian diri yang kuat, yaitu keyakinan bahwa

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

dirinya memiliki kemampuan untuk mengendalikan faktor-faktor yang ingin dicapainya.

Keyakinan diri bagi Ghofar Rozaq Nazila diekspresikan seperti berikut:

“Gagap budaya saya anggap sebagai proses alamiah dalam adaptasi dengan lingkungan baru sehingga tidak boleh muncul terlalu lama.

Keyakinan saya bukan berasal darimana saya berasal, tetapi berangkat dari pertanyaan “Mengapa Allah SWT menciptakan saya di muka bumi ini, saat sekarang ini, pada peradaban ini?”. Satu-satunya jawaban adalah bahwa penciptaan itu mengandung pesan saya akan mampu mencetak karya dan menjadi solusi bagi dunia.

Jadi fokus saya adalah selalu berprestasi dan membangun karya bagi warisan kehidupan.” (Ghofar Rozaq Nazila)

Bagi Purba Purnama, rasa minder adalah penghancur cita-cita yang tidak layak untuk dibiarkan berkelanjutan.

“Jika orang lain bisa melakukannya, Insya Allah saya juga bisa. Tidak ada hal yang tidak mungkin.

Selain itu, latar belakang keluarga saya yang berasal dari kalangan menengah ke bawah, menjadikan diri saya cukup banyak mengalami kesulitan hidup. Hampir 12 tahun, jenjang sekolah SD hingga lulus SMU harus saya lalui tanpa penerangan listrik. Pulang sekolah saya harus membantu orang tua. Hal-hal seperti inilah yang memacu semangat saya

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

agar suatu saat, generasi-generasi penerus saya tidak mengalami hal-hal sulit yang pernah saya alami. Kondisi ini jugalah yang membuat saya pantang menyerah, apalagi terhadap tantangan-tantangan yang remeh.

Itulah kenapa moto saya „Born for fighting, impossible is nothing, share for everything‟.

Kita hidup untuk selalu berjuang karena tidak ada yg tak mungkin, namun jangan lupa untuk berbagi dengan sesama dalam hal apapun.” (Purba Purnama)

Mengenal lingkungan kampus dengan baik

Bagaimana perasaan tersesat dalam kota yang tidak kita kenal sama sekali? Pasti resah dan takut. Analogi yang sama dapat digunakan pada perasaan mahasiswa yang tidak mengenal lingkungan kampusnya dengan baik, dalam aspek fisik maupun aspek budaya yang ada di sana.

Mahasiswa baru biasanya diselimuti keraguan dan kekhawatiran saat pertama kali datang ke kampus, seperti untuk melakukan pendaftaran ulang, mencari lokasi rektorat, mengurus beasiswa, mencari lokasi asrama bagi anak daerah, mencari lokasi fakultas, dan berbagai keperluan anak baru lainnya. Semua proses ini bisa sangat melelahkan secara mental jika tidak diantisipasi dengan baik.

Dewasa ini, informasi mengenai kampus, peluang beasiswa dan keringanan biaya kuliah, asrama/kost/apartemen, dan fasilitas

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

pendukung perkuliahan dapat diakses dengan mudah dari internet, seperti website universitas atau blog-blog umum. Melalui media ini, calon mahasiswa atau mahasiswa baru dapat meluangkan sedikit waktunya untuk memelajari semua kebutuhannya sebelum benar-benar terjun melaluinya.

Bekal informasi awal akan memberikan rasa percaya diri dan keyakinan yang lebih baik untuk melalui proses-proses awal menjadi mahasiswa. Alih-alih baru mencari informasi beasiswa saat hari pendaftaran ulang, mahasiswa sebaiknya sudah mendapatkan informasi yang lengkap sejak mereka di rumah. Informasi itu bisa didapat dari website-website resmi atau senior-senior SMA yang sudah menjadi mahasiswa di kampus tersebut. Syarat-syarat yang diperlukan sebaiknya disiapkan lebih awal. Cara ini cukup membantu mengatasi tekanan mental yang mungkin dihadapi pada hari pertama sebagai mahasiswa.

Contoh lainnya, sebelum kita susah payah mencari lokasi pendaftaran ulang di kampus atau lokasi rektorat atau lokasi Masa Orientasi, ada baiknya kita pelajari dahulu peta kampus yang sudah banyak diunggah di media internet. Ini juga menjadi cara yang baik untuk menikmati proses perkuliahan daripada menjadikannya sebagai sebuah tekanan yang negatif.

Memanfaatkan jaringan daerah atau SLTA asal

Di tanah rantau atau di lingkungan baru, orang dari satu daerah atau satu asal-usul selalu dianggap saudara saja. Sang senior

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

sangat bahagia saat menerima kedatangan junior mereka dari daerah atau dari SLTA yang sama.

Dengan semangat yang sama, maka mahasiswa baru dapat pula menganggap seniornya adalah saudara sendiri. Layaknya saudara, sikap saling menghormati, saling membantu, dan saling tegur sapa seharusnya menjadi perilaku yang umum saja.

Saat mahasiswa baru belum mengenal banyak orang di lingkungan kampus, maka saudara serantau atau senior SLTA adalah orang yang paling realistis untuk menjadi tempat bertanya dan berkonsultasi.

Strategi ini adalah salah satu cara untuk mengantisipasi ketidakpercayaan diri atau keresahan pada masa awal-awal perkuliahan.

Dian Indah Kencana Sari, salah satu Mahasiswa Berprestasi dalam studi ini, juga mengakui peran senior bagi masa adaptasinya.

“Pada awalnya saya juga kurang familiar terhadap sistem belajar. Kuliah ternyata menuntut mahasiswa lebih proaktif dalam mempelajari materi dibanding zaman sekolah yang sebagian besar inisiatif berasal dari guru.

Lingkungan pergaulan yang baru juga membuat saya sedikit gugup, terutama dibandingkan dengan suasana pergaulan di kota kecil, kampung halaman saya.

Untuk mengatasi semua tantangan ini, saya banyak mengobrol dengan teman-teman maupun senior. Mereka

Membangun Kesuksesan dari Titik Nol

- -

membantu kita lebih cepat mengenal sistem perkuliahan maupun lingkungan pergaulan di kota besar.” (Dian IKS)

Dalam dokumen sukseskan-mudamu (Halaman 80-86)