• Tidak ada hasil yang ditemukan

Endowment Fund: Potensi UI yang Masih Dinanti

BKT=UKT+ BOPTN

178 d. biaya investasi; dan

e. biaya pengembangan.

Dasar hukum yang berkaitan dengan BKT lainnya yang perlu diperhatikan ialah Peraturan Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi No. 22 Tahun 2015 tentang Biaya Kuliah Tunggal dan Uang Kuliah Tunggal pada PTN di Lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dasar hukum tersebut merupakan turunan aturan yang menjabarkan bagaimana diberlakukannya UKT dan BKT pada Perguruan Tinggi Negeri. Di dalam lampiran-lampiran yang terdapat dalam Permen tersebut juga dijelaskan secara rinci bagaimana pemberlakuan UKT dan BKT yang berlaku secara nasional untuk masing-masing PTN dan jurusannya.

Selanjutnya dasar hukum yang perlu kita cermati juga ialah Permenristekdikti No. 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum. Pada Permen tersebut dijelaskan adanya Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum(SSBOPTNBH) yang merupakan besaran biaya operasional penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi yang sesuai dengan standar pelayanan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Pada Permen ini kita juga menemukan dalam lampiran-lampiran yang termuat di dalamnya penjelasan mengenai biaya operasional pendidikan.

Untuk lebih jelasnya, secara sederhana SSBOPTN ini dapat kita temukan dalam rumus :

BKT = Biaya Kuliah Tunggal

SSBOPTN = Standar Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum

K1 = Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi

K2 = Jenis program studi

K3 = Indeks kemahalan wilayah

179 Permasalahan

Dalam bahasan Biaya Kuliah Tunggal, kita tentunya akan menemukan permasalahan-permasalahan yang berkaitan dan terjadi di dalamnya. Permasalahan-permasalahan tersebut meliputi pemangku kepentingan (pemerintah, rektorat, dan mahasiswa) yang terdapat di dalamnya, relevansi SUC, matriks perhitungan dan penentu besaran, serta pos-pos aliran dana. Masing-masing bagian memiliki masalah yang berkaitan satu sama lain yang tentunya memengaruhi bagaimana besaran BKT tersebut ditentukan.

Efisiensi Kebutuhan dan Harga dalam Perhitungan SUC

SUC sebagai sebuah metode perhitungan berbasis kegiatan tentunya memasukkan komponen-komponen yang bersifat operasional di dalam penghitungannya. Sebagai komponen-komponen yang menentukan besaran tersebut tentunya perlu kita cermati kembali bagaimana besaran-besaran tersebut ditentukan, atau dalam hal ini harga-harga atau unit cost/semester. Selain itu, masalah yang berkaitan dengan SUC sendiri ialah penentuan besaran harga-harga, pos-pos pembiayaan, atau unit cost harus efektif dan efisien.

Update SUC sesuai Kebutuhan dan Harga

Secara historis, tingkat dan volatilitas inflasi Indonesia lebih tinggi dibanding negara-negara berkembang lain. Sementara negara-negara berkembang lain mengalami tingkat inflasi antara 3% sampai 5% pada periode 2005-2014, Indonesia memiliki rata-rata tingkat inflasi tahunan sekitar 8,5% dalam periode yang sama.37

37 http://www.indonesia-investments.com/id/keuangan/angka-ekonomi-makro/inflasi-di-indonesia/item254

180 Dari data tersebut, mengingat angka inflasi rata-rata pertahun Indonesia yang cukup tinggi, kiranya SUC ini sangat perlu untuk ditinjau ulang secara berkala. Hal ini tentunya juga mempertimbangkan pihak yang paling mendapatkan dampak langsung dari inflasi tersebut, yaitu dosen yang pendapatannya termasuk dalam komponen SUC tersebut. Dampak tersebut sangat jelas akan menurunkan kemampuan konsumsi dosen apabila terjadi kenaikan harga tetapi tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan mereka.

181 Permasalahan lainnya yang berkaitan juga dengan BKT ialah peninjauan kembali penentu besaran. Dalam melihat permasalahan ini kita perlu membedah Permenristekdikti No 5 Tahun 2016 tentang tatacara penetapan SSBOPTNBH. Penentu besaran tersebut tentunya tidak terlepas dari metode yang digunakan dalam menentukan SSBOPTNBH yang menggunakan metode pembiayaan berbasis kegiatan. Di dalam lampiran Permen tersebut dijelaskan kelompok-kelompok berdasarkan kebutuhan pengoperasian dan pengoperasian penyelenggaraan program studi yang memengaruhi bagaimana SSBOPTNBH tersebut dirumuskan.

182 Melalui tabel tersebut kita dapat mengetahui bagaimana pengelompokan program sarjana ditentukan. Pengelompokan ini tentunya sangat penting untuk kita ketahui sebagai bagian dari perhitungan BKT yang sejatinya merupakan metode pembiayaan yang berbasis kegiatan. Sehingga kita dapat mengetahui SSBOPTNBH bersumber darimana dan mengapa ditentukan besaran biaya demikian yang tentunya tidak terlepas dari penggunaan operasional berdasarkan pengelompokan tersebut. Jika kita menghitung dari aspek kegiatan, maka biaya di tiap rumpun bisa berbeda, tiap fakultas bisa berbeda, dan bahkan tiap jurusan bisa berbeda besarannya.

183 Dalam lampiran PermenristekdiktiNo. 5 tahun 2016 terdapat faktor koreksi indeks kemahalan berdasarkan kemahalan wilayah. Besarnya SSBOPT yang tidak sama di semua tempat dikarenakan kondisi geografis Indonesia mempunyai pengaruh terhadap besarnya biaya penyelenggaraan pendidikan di berbagai wilayah Indonesia. Untuk mengakomodasi keragaman biaya satuan disebabkan tingkat kemahalan wilayah, kedua belas SSBOPT di atas dilakukan penyekalan dengan menggunakan indeks kemahalan wilayah. Indeks kemahalan wilayah tersebut dapat kita lihat melalui tabel berikut :

Sebagaimana yang kita ketahui melalui rumusan

BKT= SSBOPTNBH x K1 x K2 x K3

Indeks (K3) kemahalan wilayah menjadi salah satu faktor penentu besaran BKT. Sebagai salah satu faktor yang turut memengaruhi tentunya indeks kemahalan wilayah ini perlu untuk ditinjau dan dipertimbangkan kembali relevansinya. Apakah klasifikasi kemahalan menjadi empat kelompok tersebut sudah tepat dan paling menggambarkan realita yang sebenarnya ataukah masih belum dan perlu disesuaikanSelain mempertimbangkan faktor indeks wilayah, tentunya kita juga tidak bisa melupakan adanya satu faktor lain yang turut berpengaruh pada besarnya BKT yang harus dibayarkan.

Faktor berikutnya ialah capaian standar nasional pendidikan tinggi. Faktor ini merupakan salah satu koefisien yang memengaruhi besarnya SSBOPTN sebagai angka pengali yang secara sederhana dapat kita jumpai dalam rumusan:

184 Kemudian, untuk menentukan besarnya indeks kualitas PTN, kita akan menemukan rumusan

Besaran koefisien tersebut dapat kita temui pada tabel-tabel berikut :

Adanya besaran-besaran tersebut sebagai faktor pengali yang memengaruhi besaran SSBOPT dan tentunya juga BKT sepatutnya membuat kita menijau kembali apakah koefisien pengali tersebut sudah benar-benar sesuai dan relevan dengan kondisi yang ada saat ini sehingga menggambarkan biaya kuliah yang benar-benar sesuai.

Selain berkaitan dengan pertimbangan kembali koefisien-koefisien yang memengaruhi besaran SSBOPTN maupun BKT, salah satu masalah yang perlu kita cermati ialah komponen lain di luar rumus perhitungan BKT. Saat ini kita mengetahui bahwa

UKT merupakan biaya kuliah yang dibayar oleh mahasiswa ataupun penanggung biaya pendidikan mahasiswa. Sementara BOPTN merupakan biaya yang dikeluarkan oleh negara yang bersumber dari APBN. Ketika hanya kedua komponen tersebut yang menopang kebutuhan BKT, maka akan sangat jelas dampaknya jika terjadi penurunan jumlah BOPTN maka dampaknya akan

Indeks kualitas PTN = 1+APS+AIPT+AI