• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran dan Rekomendasi Urgensi Dana Cadangan

Endowment Fund: Potensi UI yang Masih Dinanti

4. Saran dan Rekomendasi Urgensi Dana Cadangan

Lembaga yang ingin mengoptimalkan kanal dana abadi sebagai salah satu sumber penerimaannya tentu harus siap untuk menghadapi resiko investasi yang dapat terjadi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa akan terjadi trade off antara fokus pengelolaan jangka pendek dan jangka panjang. Padahal dua hal tersebut memiliki urgensi yang sama bagi sebuah lembaga terlebih untuk universitas dan fakultas-fakultas yang ada didalamnya. Disini lah muncul pentingnya peran dana cadangan untuk mengatasi keadaan jika return dana abadi

167 di suatu periode dibawah target.Sehingga suatu lembaga dapat tetap menginvestasikan dananya untuk pendanaan jangka panjang dan tetap bisa memenuhi kebutuhan pendanaan jangka pendeknya meskipun return yang diprediksikan ternyata turun karena dapat ditutupi oleh dana cadangan tersebut. Universitas harus mampu memperhitungkan pendanaan di masa depan agar dapat mempertimbangkan jumlah dana yang akan digunakan di masa depan.

Komparasi Pengelolaan Dana Abadi dengan PTN lain

Sebagai kampus yang memiliki visi besar untuk menjadi World Class Universityyang seyogyanya dikelola dengan World Class management System, tentu UI harus berkaca dan banyak belajar dari kampus-kampus unggulan di dalam maupun luar negeri. Dengan mimpi yang visioner dan futuristik, kampus-kampus tersebut melangkah dengan langkah yang visioner dan futuristik pula. Mereka tidak lagi terbuai oleh kemudahan memperoleh dana dari APBN, maupun dari uang kuliah yang dibayarkan mahasiswa. Menilik keberhasilan ITB dalam mengelola dana abadinya, berikut terdapat beberapa analisis dari kasus tersebut:

 ITB memiliki komitmen yang besar untuk mengelola dana abadi.Hal ini ditunjukkan dengan ditetapkannya Peraturan MWA ITB No.002/P/I1-MWA/2015 tentang Pengelolaan Kekayaan ITB yang menjadi dasar sekaligus payung hukum dalam menentukan arah penyelenggaraan pengelolaan kekayaan ITB.

 Dibentuknya sebuah Badan Pengelola Usaha dan Dana Lestari (BPUDL) yang merupakan gabungan (Satuan Usaha Komersial) SUK dan Satuan Kekayaan dan Dana (SKD) sebagai badan khusus yang fokus kepada optimalisasi pengelolaan berbagai kegiatan usaha dan dana abadi.

 Pengelolaan Dana Lestari ITB dikelola oleh manajer investasi yang memiliki kualitas terbaik di pasar modal yaitu PT Bahana TCW Investment Management yang meraih penghargaan sebagai The Best Asset and Fund Manager 2015 versi Majalah Alpha South East Asia. Selain itu, manajemen investasi ini dipimpin oleh Presiden Direktur yang merupakan seorang alumni ITB yang berhasil memasarkan Dana Lestari ITB hingga diminati sebagai salah satu pilihan investasi populer di pasar

168 modal. Hal ini menunjukkan bahwa adanya rasa bakti dan menghargai jasa Perguruan Tinggi yang dimiliki alumni ITB kepada almamaternya.

Target MWA UI untuk menghimpun dana abadi sebanyak Rp 100 miliar pada tahun 2016 ini harus dioptimalkan melalui berbagai kebijakan. Kebijakan yang dibuat untuk mendukung optimalisasi dana abadi tersebut salah satunya adalah Naming Rights Policy. Naming rights policy sendiri adalah salah satu bentuk dari Public Private Partnership. Secara konseptual, Naming Rights Policy adalah kebijakan untuk melakukan kerjasama antara sektor publik (PTN bh) dan privat dalam bentuk penjualan hak penamaan atas aset tetap (gedung, taman, laboratorium, dll) dengan mempertimbangkan nilai konstruksi dan historis di suatu institusi dalam periode tertentu (3-10 tahun).

Belajar dari keberhasilan ITB membuktikan jika sebuah investasi memiliki payung hukum sebagai arah pengelolaan yang jelas, dikelola oleh suatu badan khusus sentral yang dibentuk untuk fokus dalam pengelolaan kekayaan Perguruan Tinggi dan dipimpin oleh pemimpin yang memiliki kualitas dan kapabilitas terbaik di bidangnya serta memiliki rasa bakti terhadap almamaternya maka kesuksesan dalam pengelolaan kekayaan khususnya pengelolaan dana abadi adalah sebuah kepastian. UI tentu memiliki potensi yang tidak kalah besar dibandingkan ITB baik dari segi potensi dana dan sumber daya ahlinya. Banyak ahli ekonomi, pengusaha sukses maupun manajer investasi ternama di pasar modal yang dilahirkan oleh UI. UI membutuhkan teknokrat terbaiknya untuk membangun sistem pengelolaan kekayaan yang terintegrasi namun dapat terdesentralisasi dengan baik di setiap fakultasnya.

5. Kesimpulan

Endowment Fund (dana abadi)merupakan salah satu konsep pendanaan yang dihimpun dari alumni dan donatur untuk diinvestasikan di pasar keuangan sehingga menghasilkan return yang dapat dimanfaatkan untuk pendanaan jangka pendek dan jangka panjang. Lembaga-lembaga besar di dunia terutama beberapa perguruan tinggi terbaik ternyata telah membuktikan keberhasilan optimalisasi endowment fund. Di Indonesia sendiri, konsep dana abadi ini baru diterapkan pada tahun 2010 yang dikelola oleh Badan Layanan Umum (BLU). UI sebagai salah

169 satu BLU yang berstatus PTN bh kini memiliki otonomi untuk mengelola keuangannya secara mandiri salah satunya dengan mengoptimalkan pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan dana abadi. Karena faktanya, UI belum mengoptimalkan sumber pendapatan lain kecuali yang berasal dari uang kuliah mahasiswa.

Untuk mencapai salah satu tujuan negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. Negara melalui UUD 1945 mengamanatkan bahwa adanya penjaminan hak untuk memperoleh pendidikan yang diatur dalam Pasal 28 C ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1). Pada Pasal 31 ayat (2) diamanatkan bahwa pemerintah harus menyenggalarakan satu sistem pendidikan nasional yang mampu meningkatkan kualitas pribadi bangsa. Sejalan dengan hal tersebut melalui Pasal 31 ayat (4) UUD 1945 mengamanatkan Pemerintah untuk kembali berkomitmen dalam mewujudkan tujuan negara dengan memprioritaskan anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Perguruan tinggi dinilai memilki peran strategis dalam sistem pendidikan nasional sehingga untuk menjamin penyelenggaraannya ditetapkanlan UU No.12 Tahun 2012. Perguruan Tinggi yang dinilai memiliki kapabilitas diberikan otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridharma yang meliputi pengelolaan di bidang akademik dan non akademik. Perguruan Tinggi itu selanjutnya disebut dengan nama PTN bh. Otonomi yang dimiliki PTN bh memiliki kewenangan untung mengelola keuangannya sendiri yaitu dengan optimalisasi sumber pendanaan yang berasal dari dana non apbn salah satunya adalah hasil pengelolaan endowment fund yang diatur lebih lanjut dalam PP No.26 Tahun 2015 dan Peraturan Menteri Keuangan No.238/PM.05/2010. Pengelolaan tentang dana abadi di UI sendiri diatur lebih lanjut dalam Peraturan MWA UI No.004/Peraturan/MWA-UI/2015. Payung hukum dari pengelolaan dana abadi tersebut sudah dirancang dan ditetapkan sebaik mungkin demi manjamin pelaksanaan pengelolaan dana abadi yang sesuai dengan amanat perundang-undangan itu sendiri.

Setiap lembaga pasti melakukan pembangunan dan pengembangan untuk mencapai tujuannya. Setiap pembangunan dan pengembangan yang dilakukan pasti membutuhkan pendanaan baik itu pendanaan jangka pendek maupun jangka

170 panjang. Sebagai sebuah PTN bh universitas dan fakultas di dalamnya harus memiliki pendanaan mandiri untuk kedua periode waktu tersebut. Pendanaan mandiri jangka pendek dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan kegiatan operasional. Sedangkan pendanaan mandiri jangka panjang di masa depan dibutuhkan agar dapat mempertimbangkan jumlah dana yang digunakan kelak.

ITB sebagai pengelola endowment fund terbaik sejak tahun 2007 dapat menjadi salah satu Perguruan Tinggi yang dapat dijadikan mitra untuk berbagi pengalaman dan ilmu di bidang pengelolaan endowment fund. Ironisnya, UI belum mampu mengoptimalkan kanal pendanaan lain seperti endowment fund. Dengan status PTN bh yang memiliki otonomi seluas-luasnya, UI cenderung masih terjaga dalam kemudahan memperoleh dana dari pemerintah dan mahasiswa. Faktanya kinerja pengelolaan endowment fund pada tahun 2012 bahkan hanya mencapai 4% dari seluruh anggaran sedangkan tahun lalu justru merosot menjadi 2,4% dari total pendapatan tahunan.

Mengingat urgensi pendanaan mandiri jangka pendek dan jangka panjang bagi suatu lembaga, idealnya sebuah universitas beserta fakultas yang ada didalamnya memberikan perhatian terhadap setiap pendanaan tersebut. Namun, dalam proses perwujudan pendanaan yang mandiri justru akan terjadi trade off antara pendanaan jangka pendek dan pendanaan jangka panjang. Suatu lembaga dihadapkan dengan pilihan untuk memilih memprioritaskan dana jangka pendek kah atau sebaliknya. Karena ketika suatu lembaga memprioritaskan pendanaan jangka panjangnya dengan mengelola dana abadi, terdapat peluang ketidakpastian return yang akan diterima. Padahal, return tersebut lah yang akan digunakan sebagai sumber pembiayaan pos operasional jangka pendek. Jika tidak ada antisipasi untuk menyediakan dana cadangan mandiri maka disaat pendanaan jangka panjang berjalan justru pendanaan jangka pendeknya dapat terganggu. Begitu pula sebaliknya, jika suatu lembaga memprioritaskan pendanaan jangka pendek saja maka lembaga tersebut akan kehilangan peluang untuk membangun pendanaan jangka panjangnya. Maka menjadi penting bahwa hasil dana abadi harus memiliki tingkat kepastian kemampuan dalam menghasilkan return untuk digunakan sebagai pos pembiayaan jangka pendek. Kepastian kemampuan tersebut dikenal dengan likuiditas investasi di pasar keuangan. Meskipun

171 likuiditas terikat dengan keadaan keuangan yang tidak pasti namun peluang-peluang tersebut dapat dikelola sehingga meminimalkan resiko dan meningkatkan peluang keuntungan yang akan diperoleh. Implikasinya, likuiditas return dana abadi untuk membiayai pendanaan jangka pendek juga akan tinggi.

Pengelolaan peluang tersebut salah satunya melalui diversifikasi yaitu sebuah strategi pengelolaan investasi dengan menginvestasikan dana melalui berbagai instrumen investasi dengan tingkat resiko dan potensi keuangan yang berbeda. Strategi ini ditujukan untuk meminimalisir resiko kerugian yang diperoleh jika hanya menempatkan investasi di satu tempat sehingga meningkatkan peluang keuntungan melalui penempatan investasi di beberapa instrumen investasi lainnya.

Langkah untuk mulai mengoptimalkan dana abadi diwujudkan pada tahun ini yaitu UI memiliki target untuk menghimpun dana abadi sebanyak Rp 100 miliar. Sejalan dengan optimalisasi dana abadi tersebut sudah seharusnya UI mulai membangun sistem pengelolaan kekayaannya, dimulai dengan pembentukan payung hukum yang jelas tentang arah pengelolaan kekayaan UI, merekrut alumni sekaligus ahli terbaik yang mampu berperan menjadi pembangun sistem pengelolaan kekayaan UI , dan melakukan pembenahan fungsi serta program kerja yang jelas untuk manajemen satuan unit kerja yang mengelola kekayaan UI. Dengan langkah tersebut maka reformasi pengelolaan kekayaan UI adalah suatu kepastian yang dapat memperkuat kanal utama pendanaan UI. Sehingga, masyarakat terutama mahasiswa tidak lagi ditekan dengan biaya kuliah yang mahal karena kebutuhan pendanaan dapat diperoleh dari hasil alokasi sumber pendanaan lain.

172 DAFTAR PUSTAKA

Andhika PP. 2014. Kolaborasi Pemerintah dan Mahasiswa dalam Meningkatkan Efektivitas Pemanfaatan Dana Cadangan Pendidikan di Indonesia. Esai OIM UI 2014

Bahana TCW Investment Management. 2016. http://www.bahana.co.id

(Akses : Jumat, 25 Maret 2016)

Bank Indonesia. 2016. http://www.bi.go.id (Akses : Jumat, 25 Maret 2016) Data dan Informasi Institut Teknologi Bandung. 2014.

http://www.dcpusat.itb.ac.id (Akses : Kamis, 24 Maret 2016)

Drezner, N.D., Gupta, A. 2012. Busting the myth : Understanding endowment management at public historically black colleges and universities. The Journal of Negro Education.

Dunia Ekonomi. Diversifikasi Internasional. 2016.

http://www.ekonomi.kabo.biz (Akses : Jumat, 25 Maret 2016)

Ikatan Alumni ITB. 2016. http://www.iaitb.org (Akses : Jumat, 25 Maret 2016)

Institut Teknologi Bandung. 2016. http://www.itb.ac.id (Akses : Kamis, 24 Maret 2016)

Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2016.

http://www.setneg.go.id (Akses : Kamis, 24 Maret 2016)

Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. 2016. http://www.lpdp.depkeu.go.id (Akses : Kamis, 24 Maret 2016)

University of Canterbury. 2015. Naming Rights Policy. University of Canterbury Policy Library.

Peraturan Menteri Keuangan No.238/Pmk.05/2010 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Endowment Fund Dan Dana Cadangan Pendidikan

Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri badan hukum.

Peraturan MWA UI No.004/Peraturan/MWA-UI/2015 tentang Anggaran Rumah Tangga.

173 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945.

174

Biaya Kuliah Tunggal

Oleh : Ali Zainal Abidin

Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Bunyi Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ini merupakan fondasi kuat yang memberikan arahan tegas kepada pemerintah bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pendidikan. Pemerintah benar-benar dituntut perannya dalam pemenuhan haknya dalam tercapainya cita-cita besar negara ini dalam meningkatkan kualitas hidup tiap-tiap warga negaranya.

Pendidikan tinggi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi negara dalam pelaksanaan perannya. Dari sisi calon mahasiswa perguruan tinggi, mahalnya biaya kuliah yang harus dibayarkan menjadi alasan dominan untuk dapat berpartisipasi dalam pendidikan tinggi. Dari sisi pemerintah, minimnya dana dalam membiayai operasional perguruan tinggi menjadi salah satu penyebab sulit terealisasinya amanat UUD 1945. Namun, Pemerintah selalu memiliki gagasan-gagasan yang dianggap mampu menjadi solusi, yaitu memaksimalkan peran perguruan tinggi dan calon mahasiswa dalam pembiayaan yang besar ini.

Kementerian Riset dan Teknologi menerapkanmetode perhitungan biaya kuliah yang disebut dengan Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Metode ini merupakan sebuah konsep perhitungan berdasarkanStudent Unit Cost (SUC), indeks kemahalan wilayah, jenis program studi, dan capaian Standar NasionalPerguruan Tinggi. SUC merupakan biaya yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mahasiswa dalam menjalani masa perkuliahan di kampus dalam jangka waktu 8 semester.

SUC yang berlaku saat ini didasarkan pada Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi(SSBOPT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri Badan Hukum (SSBOPTN-BH). Permen tersebut merupakan turunan dari UU No. 12 Tahun 2012dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum.

175 Biaya Kuliah Universitas Indonesia

Sebelum tahun 2008, Universitas Indonesia menerapkan mekanisme biaya pendidikan flat yang dikenal dengan Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Pada tahun 2008, UI mulai membuat perombakan dalam sistem pembayaran dengan mengubah sistem BOP menjadi Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB). Sistem BOPB inibertujuan agar setiap mahasiswa dapat membayar biaya pendidikan sesuai dengan kemampuan ekonomi orang tua, wali, atau penanggung biaya mahasiswa tersebut.

Untuk saat ini, UI masih menerapkan sistem BOPB dalam sistem pembayarannya. Sedangkan, untuk nominal yang dibayarkan oleh satu orang mahasiswa ditentukan oleh perhitungan BKT yang telah diterapkan oleh Pemerintah. Maka, peran UI dan Negara dalam tercapainya Hak pendidikan tinggi Warga Negara sangat ditentukan oleh kebijakan perhitungan yang efektif dan efisien agar mahasiswa membayar biaya kuliah dengan fasilitas yang sesuai dan disubsidi oleh pemerintah serta sistem pembayaran yang mudah.

Dasar Hukum

Dalam melihat permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan BKT sebagai sebuah kebijakan, tentunya kita tidak akan terlepas dari payung kebijakan yang menjadi dasar diberlakukannya kebijakan tersebut.Ada beberapa payung kebijakan baik berupa undang-undang maupun yang berbentuk Peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian. Dasar hukum tersebut dibentuk berproses sejak tahun 2012 hingga saat ini.

Pada tahun 2012, dikeluarkanlah Undang-undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Melalui undang-undang ini, beberapa perguruan tinggi negeri yang tadinya berstatus BHMN(Badan Hukum Miliki Negara) maupun PTN kemudian berubah menjadi PTN-BH(Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum). Dalam kaitannya dengan Biaya Kuliah Tunggal(BKT), kita perlu menyoroti Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012. Pasal ini sesungguhnya mengamanatkan agar pemerintah menetapkan suatu standar tertentu untuk biaya operasional peniddikan

176 tinggi dan sistem pembayaran biaya pendidikan bagi mahasiswa. Amanat ini kemudian kita kenal dengan UKT yang menghapuskan adanya pembayaran uang pangkal dan mengintegrasikan komponen-komponen biaya pendidikan menjadi satu, yaitu Uang Kuliah Tunggal.

Konsep UKT yang berlaku secara nasional sesungguhnya merupakan sistem yang sejalan dengan sistem pembiayaan yang diberlakukan di UI, yakni BOPB. Perbedaannya terletak pada istilah dan rumus perhitungan SUC. Secara lebih jelas, kita dapat meninjau kembali Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012 :

(1) Pemerintah menetapkan standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi

secara periodik dengan mempertimbangkan: a. Capaian Standar Nasional Pendidikan Tinggi b. Jenis program studi

c. Indeks kemahalan wilayah

(2) Standar satuan biaya operasional Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud padaayat 1 menjadi dasar untuk mengalokasikan anggaran dalam Anggran Pendapatan dan Belanja Negara untuk PTN.

(3) Standar satuan biaya operasional sebagaimana dimaksud pada ayat 2 digunakan sebagai dasar oleh PTN untuk menetapkan biaya yang ditanggung oleh mahasiswa.

(4) Biaya yang ditanggung oleh mahasiswa sebagaimana maksud pada ayat 3 harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.

Pada titik ini kita dapat melihat bahwasanya BKT sebagai keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di perguruan tinggi negeri secara substansi merupakan konsep yang sama dengan SUC apabila

177 kita mengasumsikan ketiga indeks yang terdapat dalam Pasal 88 ayat 1 sama dengan 1.

Dengan menganalisis Pasal 88 UU No. 12 Tahun 2012 tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan perbedaannya terletak pada komponen-komponen perhitungannya. Rumus perhitungan BKT mempertimbangkan komponen-komponen yang tertulis dalam Pasal 88 ayat 1UU No. 12 Tahun 2012, sementara SUC sebagai basis perhitungan dapat kita samakan dengan SSBOPTbasis.

Selain mengenai UKT dan BKT, UU No. 12 Tahun 2012 juga menetapkan adanya Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri(BOPTN). Secara sederhana, BOPTN merupakan bantuan dana yang diberikan oleh pemerintah untuk menutupi kekurangan pembiayaan operasional PTN. Dari penjelasan tersebut kita dapat memahami adanya kaitan antara ketiga konsep tersebut(UKT, BKT, dan BOPTN) melalui sebuah rumus sederhana.

Selanjutnya, beranjak dari UU No. 12 Tahun 2012 dasar hukum lainnya yang perlu kita cermati ialah Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2015 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum. Dalam PP tersebut dibahas bagaimana sumber pendanaan dan mekanisme lain seperti peruntukan dana tersebut. Sumber pendanaan PTN BH berdasarkan Pasal 2PP No. 26 Tahun 2015 ialah berasal dari APBN dan non APBN. Selanjutnya bentuk pendanaan tersebut berdasarkan pasal berikutnya dinyatakan bahwa bentuk pendanaan tersebut ialah bantuan pendanaan PTN BH dan atau bentuk lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Sebagai salah satu payung kebijakan yang berkaitan erat dengan BKT sebagai pembiayaan yang berbasis aktivitas atau operasional, kita dapat mencermati biaya-biaya apa saja yang termasuk dalam pendanaan yang dibiayai oleh negara dalam BKT melalui Pasal 5 PP No. 26 Tahun 2015 sebagai berikut :

Bantuan Pendanaan PTN Badan Hukum digunakan untuk mendanai: a. biaya operasional;

b. biaya dosen;

c. biaya tenaga kependidikan;