• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setahun perjalanan saya sebagai Ketua Umum BEM FEB UI 2016 menyisakan berbagai cerita dan pengalaman yang tidak pernah saya alami sebelumnya, khususnya komunikasi dengan pihak rektorat yang menjadi lebih intens. Tulisan ini mungkin lebih bersifat igauan saya kepada pihak rektorat sebagai bahan evaluasi. Ada beberapa poin utama yang saya jabarkan sebagai berikut yang menjadi evaluasi saya kepada pihak rektorat:

1. Persoaalan Biaya Kuliah

Diawal 2016 ketika liburan semester, mahasiswa UI dikejutkan dengan rencana rektorat dalam menaikan batas atas biaya kuliah. Sebelumnya, pada akir bulan Desember 2015, Rektor UI, Prof. Muhammad Anis, telah melakukan diskusi terbuka dengan mahasiswa UI terkait biaya kuliah ini. Dalam diskusi tersebut, Rektor tegas mengatakan bahwa ia akan tetap menaikan batas atas biaya kuliah dan akhirnya mengularkan kata-kata pamungkasnya, “We agree to Differ”, kita sepakat untuk berbeda antara mahasiswa dengan rektor mengenai pandangannya mengenai biaya kuliah ini.

Menanggapi pernyataan rektor tersebut, mahasiswa UI pun melebur membentuk gerakan bernama UI Bersatu untuk menolak kenaikan batas atas biaya kuliah. BEM FEB UI pun mengambil sikap yang sama untuk menolak kenaikan batas atas biaya kuliah. Ada tiga alasan yang melandasi kami mengambil sikap tersebut adalah belum optimalnya pendapatan Non-Biaya Pendikan, tidak ada alasan dan acuan yang kongkrit untuk menaikan biaya kuliah dari pihak rektorat UI, dan belum terpusatnya pengelolaan keuangan di UI.

Permasalahan biaya kuliah bukan hanya dilihat dari sekedar permasalah kenaikan batas atas semata. Ada masalah-masalah di tingkat

100 UI lain yang melatarbelakangi kenaikan batas atas biaya kuliah tersebut, salah satunya adalah biaya pendidikan masih menjadi sumber pendapatan UI yang terbesar. Padaha, dengan statusnya sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum UI memiliki otonomi keuangan, termasuk dalam hal mencari sumber pendapatan.

UI dapat pula mencari sumber pendapatan dengan mennglola dana abadi, juga mencari donasi dari alumni-alumninya dan juga meningkatkan kemitraan dengan masyarakat dan industri.Dengan hal-hal tersebut, alasan UI menaikan batas atas biaya kuliah, yaitu kebutuhan UI akan pendaan pengeluaran yang semakin meningkat dapat teratasi. Jangan sampai biaya pendidikan dijadikan sebagai cara yang short term dalam menganggulangi kebutuhan UI akan uang. Harapan kedepannya mahasiswa UI dapat berpartisipasi dan konsisten dalam isu ini karena permasalahan biaya kuliah merupakan masalah yang terlihat, namun banyak masalah-masalah yang kasat mata yang melatarbelakangi kenaikan batas atas biaya kuliah tersebut.

2. Persoaalan Izin Kegiatan Kampus

Selama saya terlibat mengurus izin kegiatan kampus saat saya menjadi panitia Kompetisi Ekonomi 17 (Program Kerja BEM FEB UI dibawah Departemen Keilmuan), saya tidak mendapatkan hambatan dari pihak rektorat. Namun, ketika saya menjabat sebagai Ketua BEM FEB UI, salah satu Program Kerja saya, yang juga merupakan kebanggaan FEB UI dan sebuah warisan dari pendahulu-pendahulu kami, yaitu The 39th Jazz Goes To Campus (Program Kerja dibawah Departemen Apresiasi Seni dan Budaya) mendapatkan hambatan yang cukup berarti dari pihak Rektorat, khususnya dari Direktorat Pengelolaan dan Fasilitas (DPPF) untuk masalah perizinan. Sedianya kami akan meggunakan jalan UI di depan area FEB sebagai area pintu masuk, penukaran tiket, bazaar, serta beberapa parkiran UI sehingga membutuhkan izin dari Rektorat

Panitia bagian perizinan JGTC sedianya sudah memasukan izin dari pertengahan tahun 2016. Namun, pihak DPPF ingin terlebih dahulu

101 mengetahui dan memeriksa laporan keuangan JGTC tiga tahun sebelumnya. Kami dari BEM FEB UI selaku pihak yang tiap tahun mengaudit program kerja kami, termasuk JGTC, menyiapkan hal tersebut. Saya juga mencari tahu apakah hal ini juga diberlakukan kepada program-program kerja lain yang memanfaatkan fasilitas UI, namun ketika saya bertanya kepada BEM UI dengan program kerja yang cukup besar pula seperti BK UI atau beberapa program kerja unggulan lain di BEM Fakultas lain, hal ini tidak diberlakukan. Alasan utama pihak DPPF ingin mengetahui laporan keuangan JGTC adalah ingin mengenakan sumbangan kontribusi Universitas di luar biaya perizinan dan kebersihan lainnya. Saya berusaha memeriksa apakah sumbangan ini memang diatur oleh rektorat UI dalam bentuk Surat Keputusan Rektor atau aturan lainnya, namun MWA UI UM dan Ketua BEM UI tidak mengetahui adanya sumbangan tersebut. Hal yang lebih mengagetkan lainnya sumbangan ini dapat dinegosiasikan seolah-olah tidak ada perhitungan dan besaran yang memang diatur dalam sebuah peraturan. Akhirnya kamipun membayar uang yang disebut sumbangan kontribusi Universitas tersebut. Saya tidak curiga apakah uang ini dipergunakan untuk kepentingan pribadi karena rekening yang kami tujukan untuk membayar adalah rekening UI. Namun, sebagai evaluasi, ada baiknya biaya atau sumbangan di luar biaya perizinan dan kebersihan juga diatur dengan aturan yang jelas sehingga pihak panitia bisa mengestimasi tiap tahunnya biaya atau sumbangan yang entah namanya tersebut.

3. Masalah Fasilitas Kampus dan Dana Kegiatan Mahasiswa

Selama paruh pertama saya menjabat, masalah fasilitas tidak terlalu memberatkan kegiatan mahasiswa. Saya justru lebih mengkritik pihak BEM UI yang dalam hal ini tidak dapat menjaga hubungan baik dengan Rektorat sehingga menghambat Namun, ketika mulai liburan di pertengahan tahun, masalah-masalah fasilitas mulai bermunculan, dimulai dengan Gerbang UI yangs secara tiba-tiba ditutup aksesnya ketika jam 11 Malam. Walaupun hal ini ternyata sudah menjadi kebijakan UI yang cukup

102 lama dan lalai untuk diterapkan, namun ada baiknya pihak rektorat melakukan sosialisasi ulang sebelum diterapkan kembali karena sejak saya menjadi mahasiswa baru di tahun 2013 aturan ini tidak pernah berlaku. Saya mencoba mengerti maksud dan tujuan kebijakan ini karena memang lingkungan UI yang rawan kriminalitas, namun jangan sampai kebijakan ini menghambat kegiatan mahasiswa, bukan hanya kegiatan dalam non akademik, tetapi kegiatan akademik yang biasa dilakukan lewat jam 11 praktis akan terganggu. BEM Se-UI sudah pernah membicarakan hal ini dengan pihak PLK dan menyepakati akan ada prosedur-prosedur khusus untuk izin kegiatan mahasiswa yang melebihi jam 11, namun sampai saat ini prosedur yang telah disepakati.

Masalah lain yang muncul adalah mengenai renovasi beberapa fasilitas di UI yang merupakan jantung kegiatan mahasiswa seperti Gym dan Balai Sidang yang terkesan mendadak. Saya tidak tahu apakah ini merupakan kesalahan lembaga kemahasiswaan tingkat UI (BEM UI dan MWA UI UM) yang tidak mengetahui dan mencari tahu lebih dahulu atau memang pihak rektorat yang tidak melakukan sosialisasi. Saya tidak mempersoalkan renovasi tersebut karena tujuan renovasi adalah perbaikan fasilitas, namun yang saya permasalahkan adalah sosialisasinya. Saya mencontohkan di FEB, dimana renovasi auditorium FEB sudah diberi tahu sejak awal 2016 sehingga lembaga kemahasiswaan dapat mencari alternatif kegiatan mahasiswa. Renovasi Gym tentu akan menghambat kegiatan-kegiatan besar di UI maupun fakultas karena Gym merupakan fasilitas yang digunakan lintas fakultas, mulai dari latihan unit kegiatan mahasiswa bidang olah raga, pelaksanaan olimpiade UI, sampai ada fakultas yang menggunakan Gym sebagai tempat Orientasi Mahasiswa Baru. Untuk ketersediaannya saat Olimpiade, pihak rektorat awalnya menjanjikan akan membuat Balairung UI sebagai gelanggang olah raga, namun sampai Olimpiade UI sudah selesai, janji tersebut hanyalah sebuah janji. Alasan utamanya adalah anggaran yang cukup besar dan sulitnya mencari vendor. Seharusnya hal tersebut sudah diperhitungkan dan sudah menjadi resiko mengingat Olimpiade UI merupakan hajat olah raga

103 terbesar di UI yang harusnya mendapatkan dukungan yang maksimal dari pihak rektorat.

Terakhir, saya ingin memberikan evaluasi kepada Sub Direktorat Penalaran Direktorat Kemahasiswaan UI yang sempat berencana untuk menghilangkan dana untuk Olimpiade Ilmiah Mahasiswa (OIM) UI. Sebagai fakultas yang menargetkan OIM UI sebagai juara umum dan menjadi salah satu penggerak budaya ilmiah di fakultas, FEB sayang menyayangkan sikap rektorat ini. Alasan utamanya adalah karena prestasi UI pada ajang PKM yang beberapa tahun ini tidak memuaskan, sehingga OIM dilihat sebagai ajang yang tidak menopang target UI dalam meningkatkan prestasinya di Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PINMAS). Walaupun anggaran tetap turun dengan penurunan yang cukup drastis, namun hal ini sangat saya sayangkan. Saya tentu mengapresiasi semangat dan militansi pihak rektorat yang ingin menaikan prestasi UI pada ajang tersebut karena hal tersebut juga merupakan kebanggaan saya sebagai mahasiswa UI. Namun, hal yang saya ingin tegaskan adalah OIM UI dan prestasi di PINMAS atau PKM bukanlah suatu hal yang trade off, bukan pula hal yang subtitusi karena keduanya harus berjalan secara paralel sebagai penggerak budaya ilmiah untuk mahasiswa UI. Demikian hal-hal yang menjadi igauan dan cerita saya dengan pihak Rektorat UI sebagai bentuk evaluasi. Semoga tahun 2017 menjadi tahun perbaikan untuk UI.

104

Aspirasi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Selayang Pandang Dinamika Dunia Kemahasiswaan FIB UI