• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coping Strategy Ibu Untuk Mengatasi Berbagai Stress Dalam

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

C. Coping Strategy Ibu Untuk Mengatasi Berbagai Stress Dalam

Ibu menghadapi berbagai stress baik internal maupun eksternal dalam merawat dan membesarkan anak dengan Down Syndrome. Stresor dari luar diri ibu antara lain karena keterbatasan anak yang mencakup perkembangan fisik anak yang secara khas menampakkan ciri-ciri mongoloid, perkembangan kognitif anak yang tentu jauh lebih lamban dibandingkan anak-anak normal

pada umumnya, perkembangan emosi dimana emosi anak DS lebih bersifat kabur dan dapat dengan mudah merasakan gembira maupun marah. Kemudian keterbatasan sosial, perkembangan moral anak juga merupakan hal yang penting dimana anak harus menyesuaikan diri dengan masyarakat serta mengenali norma/peraturan dan konsep baik/buruk beserta konsekuensinya. Lingkungan keluarga juga merupakan stresor bagi ibu terlebih lagi jika anak DS tersebut memiliki saudara kandung. Tentu saja perhatian dan perlakuan orang tua yang berbeda akan menimbulkan rasa kesenjangan serta timbulnya perasaan terbebani dan malu akan kondisi saudara kandungnya yang DS. Lingkungan masyarakat pada umumnya juga sulit menerima anak dengan keterbelakangan mental, seringkali mereka ditinggalkan/tidak diikut sertakan dalam kegiatan kemasyarakatan.

Stres yang bersumber dari dalam diri yang meliputi adanya perasaan bersalah karena melahirkan anak DS, perasaan malu orang tua sehingga ada pula orang tua yang memilih untuk menyembunyikan anak dari masyarakat, dan kehilangan kepercayaan akan memiliki anak yang normal sehingga membuat orang tua menjadi mudah marah dan dapat menimbulkan perilaku agresif. Tidak semua orang tua, termasuk para ibu siap menerima kenyataan ketika anak yang dilahirkan kondisinya berbeda dengan anak-anak lain. Ada yang menyembunyikan dari publik karena malu dan ada yang tega membuang anak tersebut karena dianggap sebagai aib dalam keluarga. Tentu saja dalam benak orang tua akan muncul rasa marah dan bahkan depresi. Oleh karena itu,

penting bagi orang tua untuk dapat menerima kenyataan mengenai kondisi anak dengan apa adanya (Adiyanto, dkk. 2010).

Untuk mengatasi stres yang ada maka ibu memerlukan strategi koping yang sesuai. Coping bermakna harafiah sebagai pengatasan/penanggulangan (to cope with = mengatasi, menanggulangi). Koping sering disamakan dengan

adjustment (penyesuaian diri). Koping itu sendiri dimaknai sebagai apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan/luka/kehilangan/ancaman (Siswanto, 2007). Lazarus (dalam Carver, Scheier, dan Weintraub, 1989) berpendapat bahwa stres terdiri dari tiga proses. Proses pertama merupakan proses memahami ancaman/stres bagi diri sendiri. Proses kedua yaitu proses membawa situai yang tidak menyenangkan/ancaman ke dalam pikiran untuk merespon situasi. Proses ketiga yaitu mengeksekusi respon itu.

Terdapat dua jenis cara mengatasi stres, yang pertama yaitu problem focused coping yang bertujuan untuk mengubah sumber stres. Jenis koping ini cenderung mendominasi ketika sesorang berpikir bahwa sesuatu yang konstruktif dapat dilakukan untuk mengatasi efek yang ditimbulkan oleh stressor. Kedua, emotion focused coping yaitu merupakan usaha individu untuk mengelola tekanan emosional yang berhubungan dengan stressor dan cenderung mendominasi ketika orang merasa bahwa stressor adalah sesuatu yang harus dijalani (Folkman & Lazarus, 1980). Hal ini sejalan dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui koping ibu dalam mengatasi stres terkait usahanya merawat anak down syndrome. Melalui pemahaman tersebut dapat

diketahui bentuk koping konstruktif yang dapat dilakukan ibu untuk mengatasi stres dan dapat diketahui pula usaha ibu untuk mengelola tekanan emosional terkait dengan stressor, terutama karena down syndrome merupakan kondisi yang tidak dapat diubah. Carver, Scheier, dan Weintraub (1989) membagi dua jenis koping menjadi beberapa bentuk, yaitu:

1) Problem-focused Coping

Koping ini bertujuan untuk memecahkan masalah atau melakukan sesuatu untuk mengubah sumber stres. Aktivitas yang termasuk dalam

problem-focused problem meliputi:

a) Active coping: Proses pengambilan langkah aktif dalam usaha untuk menghilangkan stresor atau untuk memperbaiki efek yang diberikan stresor. Mengatasi secara aktif mencakup memulai aksi langsung, meningkatkan upaya seseorang, dan mencoba untuk menjalankan upaya koping dalam mode bertahap.

b) Planning: Memikirkan bagaimana mengatasi stresor, pemikiran mengenai langkah apa yang harus diambil dan cara terbaik dalam mengatasi masalah. Seperti halnya dalam menentukan pendidikan bagi anak DS, ibu mulai memikirkan mengenai sekolah mana yang cocok dan alternatif untuk mengembangkan keterampilan yang anak minati saat ini. c) Suppression of competing activities: Mengesampingkan masalah lain

d) Restraint coping : Menahan diri dan tidak bertindak prematur. Secara tidak langsung mengajak individu untuk berlatih menahan/mengendalikan diri.

e) Seeking social support for instrumental reasons: Individu mencari nasihat, bantuan, atau informasi dari orang lain. Contohnya, menanyakan kepada kerabat atau teman tentang tempat terapi dan sekolah yang mendukung bagi tumbuh kembang anak DS.

2) Emotion-focused coping

Koping ini ditujukan untuk mengurangi atau mengelola tekanan emosional yang berhubungan dengan situasi dan cenderung mendominasi ketika orang merasa bahwa stressor merupakan sesuatu yang harus dijalani (Folkman & Lazarus , 1980 dalam Carver, Scheier, dan Weintraub 1989). Respon emotional-focused coping antara lain:

a) Positif reinterpretation and growth: Berusaha mengatur emosi distres, daripada mengatasi stresor. Dilakukan dengan menafsirkan stresor dalam arti yang positif.

b) Acceptance: Menerima stressor, dalam arti mengakomodasinya karena mungkin keadaan permasalahan tersebut sulit diubah. Contohnya, seorang ibu yang memiliki anak DS yang pada awalnya sulit menerima keadaan anaknya lambat laun dapat beradaptasi dan menerima kenyataan

Dengan keyakinan itu ia berusaha untuk selalu mencari alternatif atas kesulitan yang dihadapinya.

c) Denial: Menyangkal realita agar tidak terlalu menyakiti perasaan (menjaga agar emosi stabil).

d) Behavioral disengagement: Agak menyerah dalam hal tindakan dalam melakukan usaha mengatasi permasalahan.

e) Mental disengagement: Agak menyerah (secara mental), bahkan menggunakan aktivitas alternatif untuk melupakan masalah.

f) Turning to Religion: Seseorang dapat beralih ke agama atau kepercayaan saat berada dalam tekanan untuk berbagai macam alasan. Agama atau kepercayaan dapat menyediakan sumber dukungan emosional.

g) Focus on venting emotion: Memfokuskan pada segala sesuatu yang menyedihkan dan mengekspresikan perasaan tersebut.

h) Seeking social suppot for emotional reason: Individu mendapatkan dukungan moral, seperti simpati atau pengertian yang terkadang digunakan sebagai media untuk mencurahkan perasaan seseorang.

Dalam mengatasi segala persoalan yang timbul dalam usahanya merawat dan membesarkan anak DS orang tua pasti memerlukan strategi koping. Seperti halnya dalam perkembangan fisik anak, orang tua harus mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang terapi yang cocok untuk perkembangan wicara dan gerak fisiknya. Kemudian mencari sekolah yang memadai untuk perkembangan kognitif anak dan dapat mengembangkan keterampilannya. Selain itu, orang tua juga harus menjadi peka terhadap emosi

anak yang mudah kabur. Strategi koping yang dilakukan orang tua ini dapat bersifat problem focused maupun emotional focused coping. Selain mencari sebanyak-banyaknya informasi tentang perawatan anak, dukungan sosial dari lingkungan terdekat bagi anak dan ibu untuk dapat bertahan dalam situasi yang sulit juga sangat perlu. Dengan demikian, keadaan yang semakin parah dapat dicegah sebab jika keadaan dibiarkan semakin parah, akan semakin sulit bagi orang tua untuk menerima keadaan anaknya (Adiyanto, dkk. 2010).