• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Perubahan UU terhadap Penerimaan Perpajakan

D

alam jangka pendek, perubahan undang-undang perpajakan diperkirakan akan menimbulkan dampak penurunan penerimaan pajak (potensialloss). Sedangkan di bidang kepabeanan dan cukai, karena lebih bersifat administratif, perubahan UU tersebut diperkirakan akan berdampak positif terhadap penerimaan perpajakan.

Selanjutnya, dalam jangka panjang, reformasi kebijakan perpajakan, kepabeanan, dan cukai tersebut diharapkan dapat meningkatkan competitiveness sistem perpajakan Indonesia, sehingga mampu mendorong perkembangan investasi dan penciptaan lapangan kerja, yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan output nasional dan penerimaan perpajakan.

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 Bab IV Penerimaan PPN dan PPnBM direncanakan Rp126,8 triliun atau 4,2 persen terhadap PDB. Kebijakan amandemen UU PPN dan PPnBM. Penerimaan PBB diren-canakan sebesar Rp15,7 triliun, atau 0,5 persen terhadap PDB.

Penerimaan BPHTB direncanakan sebesar Rp5,1 triliun, atau 0,2 persen terhadap PDB.

PDB). Apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp33,4 triliun (1,3 persen terhadap PDB), rencana penerimaan PPh migas tahun 2006 tersebut mengalami penurunan Rp7,9 triliun atau 23,7 persen. Lebih rendahnya rencana penerimaan PPh migas tahun 2006 ini terutama disebabkan oleh lebih rendahnya asumsi harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang digunakan sebagai dasar perhitungan RAPBN 2006 dibandingkan pada perkiraan realisasi tahun 2005.

Penerimaan terbesar kedua di sektor perpajakan adalah penerimaan PPN dan PPnBM. Dalam tahun 2006, penerimaan PPN dan PPnBM direncanakan sebesar Rp126,8 triliun atau 4,2 persen terhadap PDB. Bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPN dan PPnBM dalam APBN-P 2005 sebesar Rp99,4 triliun (3,8 persen terhadap PDB), jumlah tersebut berarti meningkat Rp27,3 triliun atau 27,5 persen. Begitu pula apabila dibandingkan dengan perkiran realisasi tahun 2005 sebesar Rp102,7 trilun (3,9 persen terhadap PDB), jumlah tersebut mengalami peningkatan Rp24,1 triliun atau 23,5 persen. Rencana penerimaan PPN dan PPnBM tersebut, selain dipengaruhi oleh asumsi dasar ekonomi makro, seperti pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, juga dipengaruhi oleh berbagai kebijakan di bidang PPN dan PPnBM yang akan dilaksanakan dalam tahun 2006 seperti: (i) tidak dikenakannya PPN atas barang-barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, penangkapan atau penangkaran, dan hasil budidaya perikanan, serta (ii) pengenaan tarif PPN nol persen atas barang ekspor kena pajak dan jasa kena pajak tidak berwujud.

Di samping itu, penerimaan PPN dan PPnBM dipengaruhi juga oleh rencana pemerintah untuk melaksanakan amandemen undang-undang PPN dan PPnBM, yang antara lain mencakup: (i) penegasan objek pajak; (ii) penyederhanaan faktur pajak, dan (iii) pengkreditan pajak masukan harus memenuhi syarat formal dan material.

Sementara itu, dalam tahun 2006 penerimaan PBB direncanakan sebesar Rp15,7 triliun, atau 0,5 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti meningkat Rp2,3 triliun atau 17,2 persen bila dibandingkan dengan sasaran dalam APBN-P dan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp13,4 triliun (0,5 persen terhadap PDB). Peningkatan penerimaan PBB tersebut terutama berkaitan dengan kondisi perekonomian yang diperkirakan akan lebih baik dibandingkan kondisinya dalam tahun sebelumnya sebagaimana tercermin dalam perkiraan asumsi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Di samping itu, rencana penerimaan PBB tersebut juga dipengaruhi oleh langkah-langkah penyempurnaan sistem dan berbagai kebijakan pembaharuan administrasi perpajakan yang terus menerus dilakukan, seperti antara lain program canvasing secara berkesinambungan dan sistematis, yang didukung oleh bank data dan data smart mapping PBB.

Selanjutnya, dalam tahun 2006, penerimaan BPHTB direncanakan sebesar Rp5,1 triliun, atau 0,2 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti meningkat Rp1,4 triliun atau 38,8 persen bila dibandingkan dengan penerimaan BPHTB dalam APBN-P dan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp3,7 triliun (0,1 persen terhadap PDB). Peningkatan penerimaan BPHTB tersebut lebih

Bab IV Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006

Penerimaan cukai di-rencanakan Rp36,1 triliun atau 1,2 persen terhadap PDB. Perubahan Undang-undang Cukai. Penerimaan pajak lainnya direncanakan Rp2,8 triliun atau 0,1 persen terhadap PDB.

Penerimaan bea masuk direncanakan sebesar Rp17,0 triliun atau 0,6 persen terhadap PDB.

tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada sektor konstruksi dan transaksi jual beli tanah dan bangunan. Di lain pihak, dalam tahun 2006 penerimaan cukai direncanakan mencapai Rp36,1 triliun atau 1,2 persen terhadap PDB. Apabila dibandingkan dengan penerimaannya dalam APBN-P 2005 sebesar Rp31,4 triliun atau 1,2 persen terhadap PDB, maka jumlah tersebut meningkat Rp4,6 triliun atau 14,7 persen. Namun, bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp33,4 triliun (1,3 persen terhadap PDB) jumlah tersebut mengalami peningkatan Rp2,7 triliun (8,0 persen terhadap PDB). Rencana penerimaan cukai tersebut dipengaruhi antara lain oleh berbagai langkah kebijakan administrasi di bidang cukai, yang meliputi: (i) operasi intelijen; (ii) operasi pasar; (iii) peningkatan audit di bidang cukai; (iv) personalisasi pita cukai, serta (v) pembaruan dan penyempurnaan disain dan security pita cukai.

Di samping itu, untuk mengoptimalkan pencapaian sasaran penerimaan cukai tahun 2006 tersebut pemerintah juga akan melakukan perubahan atas Undang-undang Cukai yang diharapkan dapat diaplikasikan dalam tahun 2006. Pokok-pokok perubahan undang-undang tentang Cukai tersebut meliputi antara lain: (i) penegasan objek cukai; (ii) kenaikan tarif maksimal cukai dari 55 persen menjadi 65 persen; (iii) pemberatan sanksi pelanggaran di bidang cukai, serta (iv) peningkatan pengawasan mulai dari proses produksi sampai distribusi.

Penerimaan pajak lainnya, yang sebagian besar berasal dari bea meterai, dalam tahun 2006 direncanakan Rp2,8 triliun atau 0,1 persen terhadap PDB. Rencana penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2006 tersebut berarti lebih tinggi Rp0,6 triliun atau 25,4 persen dari sasaran penerimaan pajak lainnya dalam APBN-P dan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp2,2 triliun (0,1 persen terhadap PDB). Kenaikan penerimaan pajak lainnya tersebut, terutama berkaitan dengan semakin meningkatnya transaksi yang menggunakan bea meterai, sejalan dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Sementara itu, dalam tahun 2006, penerimaan pajak perdagangan internasional, dianggarkan sebesar Rp17,4 triliun, atau 0,6 persen terhadap PDB. Sebagian besar (97,7 persen) dari sasaran penerimaan pajak perdagangan internasional tahun 2006 tersebut berasal dari penerimaan bea masuk, sedangkan sisanya sebesar 2,3 persen berasal dari pajak/pungutan ekspor.

Dalam tahun 2006, sasaran penerimaan bea masuk direncanakan sebesar Rp17,0 triliun atau 0,6 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut berarti lebih tinggi Rp2,4 triliun atau 16,4 persen bila dibandingkan dengan APBN-P 2005 sebesar Rp14,6 triliun (0,6 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp16,0 triliun (0,6 persen terhadap PDB), rencana penerimaan bea masuk tersebut mengalami peningkatan Rp1,0 triliun atau 6,4 persen. Rencana penerimaan bea masuk tahun 2006 tersebut dipengaruhi oleh berbagai kebijakan administrasi yang telah dan akan dilakukan pemerintah di bidang kepabeanan, seperti: (i) fasilitasi perdagangan yang meliputi jalur prioritas, pengembangan sistem otomasi kepabeanan, dan sistem pembayaran elektronik; (ii) industrial assistance, yang meliputi kawasan berikat, kemudahan impor untuk tujuan

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006 Bab IV

Perubahan Undang-undang Kepabeanan.

Dalam tahun 2006 pe-merintah memantapkan pelaksanaan kebijakan di bidang PNBP. Sasaran PNBP dalam tahun 2006 Rp132,6 triliun (4,4 persen terhadap PDB).

ekspor, fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk terhadap barang modal dan bahan baku untuk penanaman modal; (iii) optimalisasi penerimaan bea masuk melalui peningkatan peran analis intelijen, pengembangan data base nilai pabean dan komoditi, peningkatan efektifitas verifikasi dan audit, dan pengefektifan penagihan tunggakan, serta (iv) peningkatan pengawasan kepabeanan.

Di samping itu, pemerintah juga akan melaksanakan perubahan terhadap undang-undang kepabeanan, yang mencakup antara lain: (i) perluasan pengertian penyelundupan; (ii) pemberatan sanksi; (iii) pembinaan pegawai; (iv) perluasan fungsi kawasan berikat, serta (v) penambahan jumlah barang yang mendapat pembebasan dan keringanan (dukungan terhadap investasi).

Sementara itu, penerimaan pajak/pungutan ekspor dalam tahun 2006 direncanakan sebesar Rp0,40 triliun atau 0,013 persen terhadap PDB. Apabila dibandingkan dengan APBN-P 2005 sebesar Rp0,37 triliun atau 0,014 persen terhadap PDB, jumlah tersebut meningkat sebesar Rp0,03 triliun atau 7,0 persen. Begitu pula apabila dibandingkan dengan perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp0,38 triliun (0,014 persen terhadap PDB), jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp0,02 triliun atau 4,8 persen. Relatif stabilnya rencana penerimaan pajak/pungutan ekspor tersebut terutama dipangaruhi oleh perkiraan nilai tukar rupiah yang menguat terhadap dolar Amerika Serikat dibandingkan perkiraan realisasi tahun 2005.

Pe n e r im a a n N e ga r a Buk a n Pa j a k ( PN BP)

Kontribusi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) terhadap pendapatan negara selama ini senantiasa diupayakan untuk lebih meningkat dari waktu ke waktu. Guna meningkatkan PNBP secara optimal dalam tahun 2006, akan terus dilakukan langkah-langkah kebijakan yang menjadi pedoman dasar pemantapan pelaksanaan kebijakan di bidang PNBP yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya. Langkah-langkah kebijakan yang akan dilakukan dalam tahun 2006, antara lain meliputi: (i) pemberian insentif terhadap kegiatan usaha hulu minyak bumi dan gas alam (migas); (ii) optimalisasi dan intensifikasi PNBP yang bersumber dari sumber daya alam; (iii) penanggulangan dan pemberantasan terhadap praktek-praktek pembalakan (illegal mining, illegal logging, dan illegal fishing); (iv) revitalisasi sektor kehutanan; (v) pengelolaan potensi sumber daya kelautan secara berkelanjutan dan lestari; (vi) peningkatan kinerja dan kesehatan BUMN melalui program revitalisasi, serta (vii) evaluasi dan peninjauan kembali tarif PNBP yang dikelola di berbagai departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen.

Di samping ditentukan oleh upaya dan kebijakan yang ditempuh pemerintah, rencana penerimaan negara bukan pajak juga dipengaruhi oleh (i) perkembangan harga dan tingkat lifting minyak mentah; (ii) faktor-faktor kondisi alam, dan (ii) tarif yang berlaku. Dengan berbagai faktor dan

Bab IV Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006

Penerimaan SDA ter-utama SDA migas ma-sih mendominasi PNBP.

Kebijakan-kebijakan di bidang migas yang akan ditempuh pemerintah dalam tahun 2006.

Dalam tahun 2006, Penerimaan SDA Migas direncanakan sebesar Rp88,6 trilun atau 3,0 persen terhadap PDB.

apabila dibandingkan dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN-P 2005 sebesar Rp152,7 triliun, berarti mengalami penurunan sebesar Rp20,1 triliun atau 13,2 persen. Rendahnya penerimaan ini disebabkan adanya perubahan lifting minyak mentah dari 1,125 juta barel per hari dalam APBN-P 2005 menjadi 1,075 juta barel per hari dalam RAAPBN-PBN 2006. Jika dibandingkan dengan sasarannya dalam perkiraan realisasi tahun 2005 sebesar Rp161,4 triliun, berarti mengalami penurunan sebesar Rp28,8 triliun atau 17,8 persen. Hal ini disebabkan adanya perubahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp9.500 per US$ menjadi Rp9.400 per US$, dan asumsi harga minyak dari US$50,6 per barel menjadi US$40,0 per barel. Rencana PNBP tahun 2006 tersebut meliputi penerimaan SDA Rp93,7 triliun (3,1 persen terhadap PDB), penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN Rp12,5 triliun (0,4 persen terhadap PDB), dan PNBP lainnya Rp26,4 triliun (0,9 persen terhadap PDB).