• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat sebuah program khusus dalam rangka mewujudkan kampus ramah anak, program tersebut bernama Day Care. Hal tersebut dikemukakan oleh Dr.

Sururin, M. Ag. selaku mantan ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dalam hasil wawancara antara peneliti dengan beliau, beliau menjelaskan bahwa program tersebut di cetuskan berdasarkan keinginan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk menjadikan kampus ramah anak, berikut penjelasannya:

“karena yang dilakukan oleh PSGA itu tidak sekedar wacana bagaimana menyusun, membuat lingkungan yang ramah anak tapi juga dalam bentuk implementasi dan salah satu bentuknya adalah membuat Day Care karena kita ingin bahwa anak terpenuhi hak-haknya” (Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020.)

Hingga saat ini Pusat Studi Gender dan Anak belum sepenuhnya mampu untuk mewujudkan kampus ramah anak, karena masih ada beberapa program atau fasilitas yang belum memadai untuk menerapkan kampus ramah anak tersebut, namun Pusat Studi Gender dan Anak terus mencoba menerapkan beberapa program untuk mewujudkan kampus ramah anak seperti penjelasan Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si.

berikut ini:

“Kampus ramah anak itu kan artinya dia aman dan nyaman untuk anak, saya sebenrnya disini nganggep nya masih belum, kaya perpustakaan anak, pojok bermain buat anak, kalau ini sih belum gitu.. tetapi diusahakan” (Ulfah, Ketua PSGA. 2020.)

Disisi lain, Dr. Sururin, M. Ag. juga mempertegas bahwa anak harus mendapatkan hak-haknya dengan baik bahkan sejak anak memperoleh ASI pertama sampai pada dua tahun penuh, maka dari itu Pusat Studi Gender dan Anak membuat sebuah

ruang laktasi sebagai bagian dari program kampus ramah anak, berikut penjelasannya:

Gambar 4.12

Ruang Laktasi pada Pusat Studi Gender dan Anak

Sumber: Dokumentasi Pribadi

“yang pertama adalah hak anak untuk memperoleh ASI, ASI itu yang terbaik 2 tahun dan ada ASI eksklusif itu 6 bulan. Bagaimana agar ibu-ibu yang menjadi dosen dan karyawan di UIN Jakarta bisa menjalani tugasnya dengan baik tanpa meninggalkan bagaimana bisa memberikan ASI, maka PSGA pada saat saya menjadi ketua waktu itu ya membuat ruang laktasi dan ruangan itu sederhana sekali hanya dibutuhkan ruang kecil yang tertutup ada wastafel untuk mencuci tangan biar steril, ada tempat duduk yang nyaman, ada kulkas untuk menyimpan ASI”.

(Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Selain membuat ruang laktasi sebagai pengaplikasian dari kampus ramah anak untuk anak yang berusia 0-2 tahun, setelahnya untuk usia 2-4 tahun Pusat Studi Gender dan Anak membuat sebuah program Day Care yang sudah lama di canangkan, seperti penjelasan Dr. Sururin, M. Ag. berikut ini:

”Periode berikutnya untuk anak 2-4 tahun kita membuat Day Care yang lagi-lagi sebagai upaya agar hak anak terpenuhi. Tujuannya untuk memberikan perlindungan pada anak sesuai dengan hak anak untuk mendapatkan perhatian, sentuhan, kasih sayang, dan sebagainya juga mungkin pendidikan dasar sesuai usianya mungkin bisa terpenuhi maka kemudian kita membuat Day Care.”

(Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Dalam memberikan pola pengasuhan pada anak yang optimal di segala aspek, Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bekerjasama dengan tiga fakultas, berikut penjelasan Dr. Sururin, M. Ag:

“oleh karena itu didalam membentuk Day Care misalnya dalam persiapannya kita tidak hanya konsultasi dengan bagian kesehatan tetapi juga kebetulan kita punya Fakultas Psikologi, maka kemudian disini bagaimana perspektif psikologinya, kita punya Fakultas Pendidikan bagaimana perspektif pendidikan nya, kita punya Fakultas Kesehatan dan Kedokteran bagaimana perspektif kesehatan nya. Sehingga ini bisa seiring berjalan yang membuat kebutuhan anak-anak dalam hal misalnya kebutuhan tumbuh kembang fisik nya dapat terperhatikan dengan baik.” (Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Dr. Sururin, M.Ag. juga menambahkan jika keberadaan Day Care di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bukan sebagai

program pengganti pengasuhan orang tua yang sedang bekerja, namun cenderung sebagai pelengkap pengasuhan orang tua ketika mereka sedang bekerja sehingga tidak bisa memberikan pengasuhan yang optimal kepada anak, berikut kutipan wawancara peneliti dengan beliau:

” Sebenernya menurut saya bukan menggantikan pola asuh ya, tapi lebih ke melengkapi pola asuh jadi gini Day Care itu punya kurikulum dan punya tujuan. Karena saya paham dosen-dosen UIN insya Allah bahwa memberikan pola asuh yang baik sehingga kami itu tidak menggantikan tapi melengkapi ketika orang tua tidak bisa, kita yang menggantikan”. (Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Karena, Day Care selain sebagai pelengkap pengasuhan anak ketika orang tua bekerja, juga sebagai lembaga atau program yang aman bagi anak untuk mendapatkan perlindungan, pendidikan, kasih sayang, dan sebagainya. Yang mungkin tidak mereka dapatkan ketika orang tua nya bekerja, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si.

sebagai ketua Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berikut ini:

“Kalo menurut saya sih orang yang punya anak kecil terus dia bisa kuliah lagi dia bisa ngajar maka anaknya di taroh di Day Care terus dia merasa aman itu sih penting banget dibanding dengan dititipkan sama pembantu rumah tangga. Pembantu rumah tangga kan bagaimana pun juga

pendidikan nya dibawah lah, gak ada kurikulumnya, gak ada program-program nya, gak bersosialisasi dengan yang lain, jadi yang masuk ke anak tuh gak ada. Jadi maksud saya sih penting banget sih gitu.” (Ulfah, Ketua PSGA. 2020)

Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta juga sudah memiliki program yang terstruktur dan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal tersebut diungkapkan oleh Dr.

Sururin, M. Ag sebagai berikut:

Gambar 4.13

SOP pelaksanaan Day Care

Sumber: Dokumentasi Pribadi

“Hmmm.. prosedurnya sudah ada semua yang jelas sudah ada semua kami sudah membuat SOP nya dari jadwal minute to minute hingga hours to hours itu ada semua.

Seinget saya semuanya tuh lengkap bahkan kita sampai punya kurikulumnya. Kira-kira seperti pengembangan

motorik halusnya bagaimana, motorik kasarnya bagaimana.” (Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Prof. Dr. Ulfah Fajarini, M. Si. juga menambahkan jika Pusat Studi Gender dan Anak dalam membentuk Day Care menggunakan acuan berupa Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Day Care/ Taman Penitipan Anak berskala nasional. Berikut penjelasannya:

Gambar 4.14

Buku petunjuk teknis nasional sebagai acuan pembentukan Day Care

Sumber: Dokumentasi Pribadi

“Ini kan ada buku petunjuk teknis pembentukan Day Care ya skala nasional sih, ya menurut saya sih belum tercapai semua ya tapi minimal sudah ada.. PSGA itu di seluruh Indonesia yang ada Day Care nya itu baru berapa sedikit

banget kayanya presentase nya, maksud saya dari puluhan PSGA yang ada di UIN maupun IAIN itu yang ada Day Care nya paling cuma tiga tempat di seluruh Indonesia, nah kalo mau ideal sih seperti yang ada dalam buku ini gitu.” (Ulfah, Ketua PSGA. 2020)

Namun untuk mendapatkan program pelengkap atau pengganti pola asuh di Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, anak yang ingin di titipkan harus melalui beberapa tahap seperti yang dijelaskan oleh Dr. Sururin, M. Ag. berikut ini:

” Jadi gini... kalo alur sampai ke pemberian pola asuh anak itu, anak yang mau dimasukan ke Day Carepertama harus masuk ke waiting list dulu karena kan gantian juga sama yang lagi disana nunggu keluar kalo udah umur 4 tahun soalnya kan diwajibkan ngelanjutin TK kalo disini.

Kalo udah ada slot bisa masuk baru kita hubungi, nah sampai disitu ga langsung masuk masih ada tahap ke 2 yaitu tahap trial atau penyesuaian anak terhadap lingkungan Day Care dan pengasuhnya yaaa bisa dibilang tahap adaptasi lah gitu, kalo anak kurang srek atau sesuai dia itu biasanya gamau ditinggal sama orang tua nya dan nangis terus, kalo sampe dua hari masih kaya gitu yaa kita konsultasi lagi ke orang tua nya. Apa anak nya mau dititipin kesini atau mau cari tempat lain.” (Sururin, Mantan Ketua PSGA. 2020)

Untuk memperoleh itu semua, orang tua harus menyediakan biaya yang cukup terjangkau dibanding Day Care di pada Universitas lainnya, seperti yang diungkapkan oleh ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) berikut ini:

”karena memang Day Care disini jika dibandingkan dengan yang ada di UI atau di UNJ fasilitasnya sangat di bawah, itu udah lumayan banget dapet seperti itu ruangan seperti itu, tapi yang di UIN itu bener-bener dia bayaran nya mahal, mahal sekali... bahkan uang muka nya aja delapan juta, perbulan bisa 3.500.000 rupiah, kalo disini kan cuma 750.000 sekarang baru mau naik jadi 1.000.000 itupun juga Day Care itu gak seperti dulu sekarang Day Care itu jadi pemasukan UIN jadi uang nya gak masuk ke PSGA jadi masuknya ke rekening UIN gitu.” (Ulfah, Ketua PSGA. 2020)

Namun dengan banyaknya orang tua yang menitipkan anak pada Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, peneliti juga melihat bahwa ada beberapa karyawan atau dosen yang enggan menitipkan anak disana dengan beberapa alasan.

Salah satunya Nadya Kharima dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi, beliau membawa anak pada saat mengajar dan menurutnya hal tersebut tidak mengganggu pekerjaan yang dilakukan. Sebenarnya beliau ingin menitipkan anak di Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, namun menurutnya program tersebut kurang memberikan manfaat kepada anak dan dirinya, beliau

menganggap penerapan Day Care di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta kurang maksimal, seperti yang terdapat dalam uraian wawancara berikut ini:

Gambar 4.15

Nadya Kharima membawa anak pada saat bekerja

Sumber: Dokumentasi Pribadi

“...terus persoalan lumayan jauh ya dari dakwah sendiri ya lokasinya. Kita kan ingin nya Day Care itu yang lumayan deket lah jadi ya walaupun beda tempat tapi masih bisa di intip dan di lihat” (Nadya, dosen UIN Jakarta.2020)

Karena beliau menginginkan jika lebih baik tempat menitipkan anak dan ruang laktasi diterapkan di setiap fakultas di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hal tersebut terdapat dalam uraian wawancara berikut ini:

“pengennya setiap fakultas ada ruang Day Care ada ruang menyusui yang menunjang efektivitas dan profesionalitas kita kan sebagai dosen gitu..” (Nadya, dosen UIN Jakarta.2020

135 BAB V PEMBAHASAN

Bab ini merupakan bab pembahasan yang mengintegrasikan antara data dan temuan di lapangan dengan menggunakan analisa teori dan diskusi. Setelah peneliti melakukan penelitian, dan pengumpulan data di lapangan, baik melalui wawancara, observasi, dan studi dokumentasi, maka data informasi yang peneliti peroleh dalam kaitannya dengan

“Implementasi Program Day Care dalam Menggantikan Pola Asuh Orang tua Bekerja di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta”.

Peneliti memperoleh data selama penelitian dengan analisis data yang diperoleh dari wawancara dan dokumentasi sehingga dapat diuraikan dalam penyajian data.

Dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi di lapangan, peneliti menemukan tentang penerapan Implementasi Program Day Care yang diberikan oleh Pusat Studi Gender dan Anak terhadap penggantian pola asuh orang tua yang bekerja di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program tersebut dibuat untuk menggantikan pola asuh orang tua yang bekerja guna memenuhi kebutuhan pengasuhan yang tidak sempat diberikan orang tua ketika dirinya melakukan aktivitas diluar rumah. Seperti yang sudah dijelaskan pada bab II, teori Implementasi Program menurut David C. Korten bahwa implementasi program adalah sebuah aktivitas yang dilakukan suatu lembaga atau institusi pemerintah maupun swasta dan didalamnya terdapat sebuah prosedur kerja

yang jelas sehingga program dapat berjalan sesuai dengan tujuan, David C. Korten menjelaskan Implementasi Program bisa berjalan dengan baik melalui tiga indikator penting yaitu; Pelaksana Program, Program itu sendiri, dan Pemanfaat Program. Teori pola asuh juga ikut disertakan dalam penelitian ini, karena peneliti ingin melihat implementasi program Day Care lewat pola pengasuhan yang diberikan. Peneliti menemukan tiga pola asuh yang digunakan Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Pola Asuh Autoritatif, Pola Asuh Demokratis, serta Pola Asuh Situasional.

A. Implementasi Program Day Care UIN Syarif Hidayatullah