• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Jenis Pola Asuh Day Care UIN Syarif Hidayatullah

2. Pola Asuh Demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendak.

4. Pola asuh koersif

Pola asuh koersif ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berprilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama sendiri dibatasi.

5. Pola asuh dialogis

Pola asuh dialogis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kebebasan agar tidak selalu bergantung pada orang tua.

Sementara itu Baumrind dalam (Agustiawati 2014) membagi pola asuh orang tua kedalam empat macam, yaitu:

1. Pola asuh otoriter (parent oriented)

Pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak.

Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

2. Pola asuh permisif

Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.

3. Pola asuh demokratis

Suatu keputusan diambil bersama dengan pertimbangan antara kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orangtua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

4. Pola asuh situasional

Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Lain daripada itu, Baumrind dalam (Agustiawati 2014) menjelaskan bahwa orang tua

berinteraksi dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara dibawah ini:

1. Pola Asuh Authoritarian

Pola asuh authoritarian merupakan pola asuh yang membatasi dan menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua authoritarian secara jelas membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal.

2. Pola asuh Autoritatif

Pola asuh authoritatif mendorong anak untuk mandiri namun tetap meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pertukaran verbal masih diizinkan dan orang tua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak mereka.

3. Pola Asuh Neglectful

Pola asuh neglectful merupakan gaya pola asuh di mana mereka tidak terlibat dalam kehidupan anak mereka. Anak-anak dengan orang tua neglectful mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orang tua dibandingkan dengan diri mereka.

4. Pola Asuh Indulgent

Pola asuh indulgent merupakan gaya pola asuh di mana orang tua terlibat dengan anak mereka namun hanya memberikan hanya sedikit batasan pada

mereka. Orang tua yang demikian membiarkan anakanak mereka melakukan apa yang diinginkan.

Dari banyak macam bentuk pola asuh yang dikemukakan oleh para ahli diatas, secara garis besar intinya semua menekankan kepada sikap kekuasaan, kedisiplinan, dan kepatuhan. Adapula pola asuh yang mempunyai sikap terbuka dari orang tua terhadap anak salah satu contohnya adalah pola asuh demokratis. Selanjutnya salah satu sikap bebas, acuh tak acuh, membiarkan dan tanpa intervensi dari orang tua merupakan bagian dari pola asuh permisif.

Menurut Hurlock dalam (Agustiawati 2014) pada dasarnya dari berbagai macam pola asuh terdapat tiga pola asuh yang sering diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif.

Penjelasan secara terperinci dari ketiga pola asuh tersebut sebagai berikut:

1. Pola asuh otoriter

Menurut (Dariyo, 2011) Pola asuh otoriter adalah sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak.

Hurlock dalam (Agustiawati 2014) berpendapat bahwa pola asuh yang bersifat otoriter ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.

Namun apabila anak patuh, orang tua tidak akan memberikan imbalan atau hadiah karena sudah sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tuanya (Yatim dan Irwanto, 1991).

Dalam pola asuh ini kebebasan anak sangat diatur oleh orang tua, apabila sang anak melanggar maka orang tua tidak segan memberikan hukuman bahkan dalam bentuk fisik dan bila menuruti orang tua tidak akan memberikan hadiah.

2. Pola asuh demokratis

Dariyo dalam (Agustiawati 2014) pola asuh ini berdasarkan pada pola asuh permisif dan otoriter, tujuannya adalah menyatukan antara pendapat anak dan orang tua.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mempunyai sifat memperhatikan dan memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu

yang berada pada bimbingan kedua orang tua, kebebasan tersebut tidak terbatas asalkan tidak keluar dari norma dan peraturan yang diberikan oleh orang tua.

Menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) dengan pola asuh demokratis membuat anak menajdi lebih mandiri, berani berpendapat, mampu mengendalikan perilaku diri sendiri namun masih dalam batasan yang diterima oleh lingkungan. Hal tersebut mampu membuat anak untuk bertanggung jawab dan percaya diri, daya cipta anak berkembang dengan baik karena orang tua selalu mendukung dan mempengaruhi perasaan positif kepada anak. Sehingga dengan pola asuh demokratis anak diharapkan bisa menerima kritik dari orang lain juga mampu menghargai orang lain dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap lingkungan.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh yang memberikan kebebasan secara penuh kepada anak, dalam hal ini orang tua cenderung tidak peduli terhadap apa yang anak lakukan (Dariyo, 2011).

Hal ini ditandai dengan perilaku anak yang bebas dan berperilaku atas keinginannya sendiri,

anak tersebut tidak mengetahui apakah perbuatannya benar atau salah.

Pola asuh permisif bersifat lemah dan tidak berdaya, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya tanpa adanya batasan atau peraturan dan norma-norma yang harus diikuti dan ditaati oleh anak, hal ini dilakukan karena kemungkinan orang tua sangat sayang kepada anaknya (over affection) atau mungkin orang tua kurang memiliki pengetahuan yang cukup.

Sifat anak-anak dalam pola asuh permisif cenderung agresif, tidak bisa diajak bekerjasama, susah menyesuaikan diri dengan lingkungan, emosi tidak stabil, dan selalu mempunyai sifat curiga (Yatim dan Irwanto, 1991).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, menurut (Manurung, 1995) ada tiga faktor yang berpengaruh pada pola pengasujan orang tua terhadap anak, yaitu:

1. Latar belakang pola pengasuhan orang tua

Yang dimaksud disini adalah para orang tua yang belajar dari cara pengasuhan orang tua mereka dahulu.

2. Tingkat pendidikan orang tua

Pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua yang berpendidikan tinggi sangat berbeda dengan yang diberikan oleh orang tua yang berpendidikan rendah.

3. Status ekonomi serta pekerjaan orang tua

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaanya membuat peran pengasuhan kepada anak menjadi berkurang atau bahkan tidak ada, keadaan ini membuat fungsi peran “orang tua” digantikan dengan pembantu/baby sitter atau lembaga penitipan dan pengasuhan anak yang berakibat pola pengasuhan yang diterapkan dan diterima anak sesuai dengan apa yang diberikan oleh pembantu/baby sitter atau lembaga penitipan dan pengasuhan.

Ada dua hal yang mempengaruhi dalam hal pola asuh (Santrock, 1995) yaitu:

1. Pola asuh yang diterapkan sebelumnya

Orang tua cenderung mengaplikasikan pola asuh yang sebelumnya diberikan orang tuanya kepada anaknya.

2. Perubahan budaya

Berdasarkan nilai-nilai, norma, adat istiadat antara dulu dan sekarang.

Mindel dalam (Agustiawati 2014) mendukung pendapat para ahli diatas bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi pola asuh di keluarga, yaitu:

a. Budaya setempat

Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat, dan budaya yang berkembang didalamnya.

b. Ideologi yang berkembang dalam diri orang tua Orang tua mempunyai keyakinan serta ideologi yang diberikan kepada anak-anaknya, kemudian diharapkan jika anak-anaknya nanti dapat mengembangkan dan menerapkan nilai dan ideologi tersebut.

c. Letak geografis dan norma etis

Penduduk perkotaan tentunya memiliki karakter, norma, dan peraturan tertentu dengan penduduk pedesaan sesuai dengan tuntutan dan tradisi yang dikembangkan pada tiap daerah.

d. Orientasi religius

Orang tua yang memiliki jiwa religius tentunya berusaha agar anaknya nanti bisa mengikuti dan menerapkannya pada kehidupan kelak.

e. Status ekonomi

Dengan status ekonomi yang memadai membuat dukungan secara materil dan fasilitas yang cukup dapat mengarahkan pola asuh orang tua menuju perlakuan tertentu yang dianggap sesuai.

f. Bakat dan kemampuan orang tua

Orang tua yang memiliki bakat komunikasi dan hubungan yang baik dengan anak akan terus mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.

g. Gaya hidup

Gaya hidup di berbagai lapisan masyarakat tentu berbeda, hal tersebut cenderung membuat interaksi orang tua dan anak memiliki cara yang berbeda pula.

Secara garis besar, Soekanto dalam (Agustiawati 2014) mendefinisikan ada dua faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua kepada anak, yaitu faktor eksternal dan internal, faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, fisik, serta lingkungan kerja orang tua, sedangkan faktor internal adalah jenis pengasuhan orang tua yang didapat sebelumnya. Lebih dalam mengenai faktor yang mempengaruhi pola asuh akan dibahas secara rinci berikut ini:

1. Lingkungan fisik dan sosial tempat tinggal keluarga Tempat tinggal merupakan pengaruh besar yang sangat mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anak, apabila satu keluarga tinggal di lingkungan yang mayoritas penduduknya berpendidikan dan mempunyai sopan santun yang rendah, otomatis anak juga dengan mudah terpengaruh.

2. Model pengasuhan yang didapat orang tua sebelumnya

Banyak orang tua yang menerapkan model pengasuhan yang mereka terima sebelumnya kepada anak, hal ini dilakukan ketika pola pengasuhannya mereka anggap berhasil.

3. Lingkungan kerja orang tua

Orang tua yang sibuk bekerja cenderung menitipkan anaknya pada orang terdekat, baby sitter, atau lembaga penitipan anak. Dengan demikian pola pengasuhan yang diterima anak sesuai dengan orang yang mengasuhnya.

Berdasarkan yang telah diterangkan diatas dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan orang tua berasal dari faktor internal(dalam diri orang tua) dan faktor eksternal(luar diri orang tua).

Hal itu menentukan bagaimana pola asuh anak berjalan dan diterapkan agar mencapai tujuan yang diinginkan orang tua dan sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan sosial.

4. Ciri-ciri Pola Asuh 1) Pola asuh otoriter

Terdapat enam ciri pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh (Yatim dan Irwanto, 1991) yaitu:

1. Kurang komunikasi 2. Sangat berkuasa 3. Suka menghukum 4. Cenderung mengatur 5. Memaksa

6. Bersifat kaku

2) Pola asuh demokratis

Ciri orang tua berpola asuh demokratis menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) adalah:

1. Berdiskusi dengan anak 2. Mendengarkan pendapat anak 3. Memberi tanggapan

4. Komunikasi dengan baik 5. Fleksibel/tidak kaku

3) Pola asuh permisif

Ciri orang tua berpola asuh permisif menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) adalah:

1. Kurangnya bimbingan orang tua 2. Kurang mengontrol anak

3. Tidak pernah memberi hukuman pada anak 4. Anak lebih berperan dari orang tua

5. Lebih memberi kebebasan kepada anak

D. Perkembangan Anak

1. Pengertian Perkembangan Anak

Perkembangan erat kaitannya dengan pertumbuhan keduanya memiliki arti yang sama. Banyak ahli yang memiliki defenisi berbeda dari arti perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisiologis yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat tetap yang biasanya berkaitan dengan ukuran dan struktur biologis sebagi hasil dari proses yang matang seperti fungsi fisik yang berkembang secara normal dalam kurun waktu tertentu.

Menurut Susanto dalam (Rosyada 2017) perkembangan mengandung arti perubahan yang bersifat fisik dan mental yang berkembang sepanjang manusia hidup dengan tujuan menyempurnakan fungsi psikologis yang diwujudkan dalam kematangan organ jasmani dari kemampuan yang sederhana menjadi kemampuan kompleks seperti kemampuan berpikir, tingkah laku, dan sikap. Perkembangan (development) adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun juga melibatkan penuaan (Santrock 2007).

Perkembangan juga merupakan proses dari perubahan kualitatif dan kuantitatif manusia yang dapat disebut juga sebagai deretan kemajuan dari perubahan yang terstruktur dan berkesinambungan. Kemajuan dan

perubahan dimaksudkan bersifat terarah dan menjadi lebih baik ke depannya, sedangkat terstruktur dan berkesinambungan adalah menunjukkan setiap perubahan yang sering terjadi dan akan terjadi atau telah terjadi selalu berhubungan (Hurlock, 1978).

Dari pendapat beberapa ahli diatas mengenai pengertian perkembangan dapat disimpulkan bahwa perkembangan anak adalah sebuah proses perubahan pada diri anak menuju pada fase pendewasaan atau kematangan fungsi fisik dan psikologis dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan bersifat kualitatif sehingga tidak dapat dijelaskan dengan angka.

2. Tahap Perkembangan Anak

Tahap perkembangan anak sebagai fase dan periode perjalanan semasa hidup pada anak yang ditandai dengan ciri dan tingkah laku tertentu. Hal tersebut dikemukakan oleh Papalia, Olds dan Feldman yang dikutip (Rosyada 2017) dan membagi perkembangan manusia menjadi sembilan tahapan sebagai berikut:

1. Masa Pra-natal

Masa pranatal dikenal juga sebagai masa sebelum lahir, masa dimana terbentuknya jaringan serta organ-organ fisik. Pertumbuhan berlangsung sejak bertemunya sel sperma dengan sel telur yang akan menjadi calon manusia. Proses pertumbuhan tersebut terjadi antara 9 bulan 10 hari atau 42-43

minggu. Pertumbuhan janin sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu dan lingkungan.

2. Masa bayi dan anak tiga tahun pertama (Atitama/Toddler)

Saat janin sudah berusia 9 bulan 10 hari bayi akan lahir ke dunia dan ditandai dengan menangis sebagai bentuk berfungsinya perasaan dan panca indera dalam menghadapi penyesuaian diri di lingkungan baru. Bayi akan mengalami pertumbuhan dibawah pengasuhan orang tua, dalam hal ini bayi belajar mengembangkan fungsi motorik dengan cara merangkak dan berjalan.

3. Masa anak-anak awal (Early Childhood)

Usia yang tergolong masa anak-anak awal adalah usia 4 sampai 5 tahun 11 bulan. Pada fase ini anak masih fokus berinteraksi dengan orang tua, teman sebaya dan lingkungan sekitar, selain itu anak juga aktif bermain, manfaat permainan pada fase ini merupakan bentuk mengembangkan gerak motorik halus dan kasar anak.

4. Masa Anak-anak Tengah (Middle Childhoood) Masa anak-anak tengah dialami oleh anak-anak usia 7-9 tahun, atau secara akademis anak-anak yang duduk di kelas awal SD (kelas 1, 2, dan 3).

Kehidupan sosial anak pada masa ini diwarnai dengan kekompakan kelompok teman sebaya yang berjenis kelamin sejenis (homogen). Anak-anak

mulai mengembangkan kepribadian seperti pembentukan konsep diri fisik, sosial, dan akademis untuk mendukung perkembangan harga diri, percaya diri dan efikasi diri.

5. Masa Anak Akhir (Late Childhood)

Masa anak akhir berada pada usia 10-12 tahun atau pada kelas 4,5, dan 6 sd. Masa ini sering disebut sebagai masa bermain pada anak, pada tahap ini anak biasanya membuat sebuah kelompok dalam pergaulan mereka karena pada usia ini anak cenderung merasa nyaman bergaul dan bermain di lingkungan sebayanya. Menurut Piaget pada masa ini cara berpikir anak masuk dalam tahap konkrit.

6. Masa remaja (Adolescene)

Masa remaja berlangsung antara usia 12-21 tahun, pada usia ini anak menjadi labil dalam berbagai pilihan karena merupakan ciri dari peralihan masa remaja ke dewasa. Ciri seorang anak telah berada di fase remaja adalah pertumbuhan fisik yang relatif cepat dan berfungsinya organ reproduksi dengan baik.

7. Masa dewasa muda (Young Adulthood)

Penggolongan manusia berada pada masa dewasa muda berusia antara 22-40 tahun, disebutkan dalam beberapa ciri seperti perkembangan pemikiran yang matang, dan bertumbuhnya organ fisik walaupun berjalan dengan sangat lambat. Masa ini dikatakan

sebagai masa untuk melakukan pernikahan sebagai bagian dari keinginan untuk memperoleh keturunan.

8. Masa dewasa tengah (Middle Adulthood)

Masa dewasa tengah merupakan masa yang penuh dengan tantangan, masa ini berada pada usia 40-60 tahun. Pada wanita ditandai dengan adanya menopause, dan untuk beberapa orang mungkin terjadinya puber kedua yang ditandai dengan kemungkinan untuk jatuh cinta lagi, bahkan suka berdandan untuk menarik perhatian.

9. Masa dewasa akhir (Late Adulthood)

Masa dewasa akhir merupakan bagian terakhir dari kehidupan manusia, rentang usianya adalah diatas 60 tahun. Pada masa ini ditandai dengan menurunnya fungsi organ tubuh dan fungsi ingatan melemah atau pikun. Selain itu juga sering merasakan keluhan penyakit.

Berdasarkan penjelasan diatas, orang tua diharap bisa memberikan perlakuan, pembimbingan, juga pola asuh yang benar dan baik sesuai dengan usianya.

Karena proses perkembangan manusia merupakan fase yang berurutan dan berdampingan sehingga tidak bisa dipisahkan satu dan lainnya.

3. Aspek Perkembangan Anak

Perkembangan pada anak terdiri atas beberapa aspek, diantaranya perkembangan fisik, perkembangan intelektual/kognitif, perkembangan emosi, hingga perkembangan psikososial. Aspek tersebut merupakan yang paling penting terhadap pertumbuhan anak.

Karena aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain sehingga aspek perkembangan tersebut harus memiliki perhatian yang sama. Berikut adalah penjelasan mengenai aspek yang dilalui pada anak:

1. Perkembangan fisik

Perkembangan fisik adalah perubahan struktur tubuh manusia yang terjadi sejak individu berada dalm kandungan hingga ia dewasa. Perkembangan fisik merupakan hal yang mendasar bagi kemajuan perkembangan aspek lainnya, jika fisik berkembang dengan baik maka anak akan lebih bisa mengembangkan keterampilan fisiknya, mengeksplor lingkungannya tanpa bantuan orang lain. Perkembangan fisik anak ditandai dengan berkembangnya kemampuan motorik 18 halus maupun kemampuan motorik kasar, makan yang bergizi akan sangat mempengaruhi perkembangan fisik anak dengan terpenuhinya gizi maka perkembangan fisik tidak akan terganggu dan dapat berjalan sesuai dengan umurnya (Susanto, 2011).

2. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kignitif menggambarkan perubahan dalam pikiran, intelegensi, dan bahasa seseorang.

Piaget dalam (Santrock 2007) menyatakan bahwa anak secara aktif membangun dunia dan melalui empat tahap perkembangan kognitif. Dua proses yang mendasari perkembangan tersebut adalah organisasi dan adaptasi. Untuk memahami dunia, kita perlu mengorganisasikan pengalaman-pengalaman kita. Perkembangan kognitif merupakan kemampuan individu untuk berpikir lebih matang yang meliputi kemampuan berpikir (thinking), memecahkan masalah (problem solving), mengambil keputusan (decision making), kecerdasan (intellegence), bakat (aptittude).

Perkembangan kognitif yang optimal sangat dipengaruhi oleh kematangan fisiologis sehingga dapat berjalan dengan baik dan koordinatif (Dariyo, 2007).

3. Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial merupakan pencapaian suatu kemampuan untuk berperilaku dan bersikap sesuai dengan yang berlaku di lingkungannya. Seorang individu dikatakan sesuai dengan harapan di lingkungan sosialnya apabila mencakup tiga komponen yaitu belajar berperilaku dengan cara yang disepakati oleh sosial, bersikap dalam peran

yang disetujui oleh sosial, dan pengembangan sikap sosial. Hurlock dalam (Hartinah, 2010) menyatakan indikator dari perilaku sosial yang sukses adalah adanya kerjasama, persaingan yang sehat, kemauan berbagi, minat untuk diterima, simpati, empati, ketergantungan, persahabatan, keinginan, pemanfaat, imitasi, dan perilaku lekat.

4. Perkembangan Emosi

Perkembangan emosi melibatkan perubahan dalam hubungan sesorang dengan orang lain, Perubahan emosi dan perubahan dalam kepribadian. Proses tersebut berhubungan secara erat dan rumit dengan proses biologis dan kognitif. Emosi merupakan perubahan perasan yang ditandai dengan perubahan fisik sebagai respon dari suatu hal yan terjadi.

Seperti marah ditunjukan dengan suara keras, atau gembira ditunjukan dengan tertawa dan melompat kegirangan. Kemampuan reaksi emosional sudah dimiliki oleh bayi sejak lahir, namun perkembangan emosional berikutnya tidak berjalan sendiri akan tetapi sangat diperngaruhi oleh peran pematangan dan peran proses belajar (Poerwanti, 2002).

4. Faktor yang Memperngaruhi Perkembangan Anak Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perkembangan anak, yaitu faktor eksternal dan internal (Rosyada 2017). Secara rinci akan dijabarkan sebagai berikut ini:

1) Faktor Internal (Alami)

1. Faktor Hereditas (Keturunan/Pembawaan) Pertumbuhan anak sangat dipengaruhi oleh faktor genetik atau keturunan yang didapat dari orang tuanya. Faktor genetik lebih menekankan pada fisiologis dan psikologis yang dibawa melalui aliran darah dalam kromosom sehingga faktor ini bersifat statis, sebagai contoh bentuk fisik, kesehatan, sifat, minat, bakat, dan kecerdasan (Rosyada 2017).

2. Faktor Hormon

Pengaruh hormon pada individu sudah terjadi pada saat dalam janin, saat itu terjadi pertumbuhan yang sangat cepat. Hormon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan anak adalah hormon somatotropin, sedangkan hormon esterogen dan progesteron merupakan hormon seksual yang berguna pada saat memasuki usia remaja yang menandakan sebagai salah satu kematangan individu.

2) Faktor Eksternal (Lingkungan) 1. Keluarga

Keluarga merupakan bagian pertama yang dikenal oleh anak, keluarga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan anak, oleh karena itu pola pendidikan dan bimbingan dalam keluarga harus tepat dan maksimal agar anak bisa mencontoh orang tuanya kelak.

2. Teman sebaya

Anak saat memasuki usia sekolah akan banyak bergaul dan bermain dengan teman sebayanya, mereka akan banyak mempelajari apa saja yang tidak didapat dalam keluarga seperti, perbedaan, kerjasama, persaingan, dan hal lain

Anak saat memasuki usia sekolah akan banyak bergaul dan bermain dengan teman sebayanya, mereka akan banyak mempelajari apa saja yang tidak didapat dalam keluarga seperti, perbedaan, kerjasama, persaingan, dan hal lain