F. Metodologi Penelitian
3. Sumber Data
Lofland berpendapat bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto, atau film. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara atau pengamatan berperanserta merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya (Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1991).
Walaupun dikatakan bahwa sumber diluar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, jelas hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber
buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi (Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1991).
Selain berasal dari sumber tertulis, foto juga menjadi bagian dari sumber data yang bisa menghasilkan data deskriptif yang cukup berharga, Bogdan dan Biklen berpendapat bahwa ada dua kategori foto yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian kualitatif, yaitu foto yang dihasilkan oleh orang dan oleh peneliti sendiri (Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1991).
Selanjutnya penelitian kualitatif tidak dapat dipisahkan dari pengamatan berperanserta. Pengamatan berperanserta pada dasarnya berarti mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara cermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun. Bogdan mendefinisikan secara tepat pengamatan berperanserta sebagai penelitian yang bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dan subjek dalam lingkungan subjek (Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 1991).
Dalam pengumpulan data ini, peneliti mengambil dua sumber data yang terdiri dari sumber data primer dan sekunder, sumber data primer diperoleh melalui sumber data utama yaitu responden atau orang-orang yang menjadi informan yang mengetahui pokok permasalahan atau objek penelitian. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui observasi, dan dokumentasi pada tempat penelitian.
4. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini bertempat di Day Care UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir H. Juanda No.95, Cempaka Putih, Kec. Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten. Dengan waktu penelitian terhitung dari bulan Desember 2019 sampai dengan bulan Maret 2020.
Tabel 1.1
Tabel Rancangan Penelitian
No. Kegiatan
Waktu Pelaksanaan
Desember Januari Februari Maret 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Catherine Marshall, Gretchen B. Rossman, dalam penelitian kualtiatif, pengumpulan data dilakukan pada natural setting (kondisi yang alamiah), sumber data primer,
dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017).
a. Observasi
Nasution (1998) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja melalui data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi.
Marshall (1995) juga berpendapat bahwa melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017).
Menurut Spradley (1980) menjelaskan bahwa tahapan observasi ada tiga yaitu 1) observasi deskriptif, 2) observasi terfokus, dan 3) observasi terseleksi (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017)
Dalam hal ini, observasi yang akan dilakukan oleh peneliti adalah observasi partisipasi sebagian (particial participation observation). Peneliti secara partisipatif mengikuti dalam beberapa kegiatan dari program Day Care Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Jakarta. Kegiatan tersebut dilakukan pada tanggal 27 Februari 2020 yang meliputi, pendampingan anak baru dalam proses adaptasi, mendampingi kegiatan anak seperti bermain, belajar, dan makan siang, kemudian peneliti juga melihat
beberapa sarana dan prasarana pada Day Care. Peneliti akan mengambil sebagian untuk menjadi sumber pengamatan yaitu bagaimana proses pemberian layanan, dan sarana prasarana pengasuhan pada program Day Care.
b. Wawancara
Esterberg (2002) mendefinisikan bahwa wawncara adalah merupakan pertemuan antara dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017).
Susan Stainback (1998) mengemukakan bahwa dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017).
Peneliti melakukan wawancara terhadap informan untuk memperoleh informasi yang tidak didapat melalui observasi, ini disebabkan karena peneliti tidak dapat melakukan observasi seluruhnya.
c. Teknik Pemilihan Informan
Dalam pemilihan teknik informan, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling yang merupakan salah satu bentuk penentuan atau pemilihan sample dengan menggunakan suatu pertimbangan terhadap subjek dan objek penelitian.
Peneliti memilih informan tersebut berdasarkan pemberian informasi dan data sesuai dengan kebutuhan dari peneliti yang didasari setelah melalui proses wawancara, observasi dan studi dokumentasi dari hasil peneltian yang diteliti oleh peneliti.
Tabel 1.2
Tabel Informan Wawancara
No. Informan Informasi Yang Dicari Jumlah 1
Mantan ketua Pusat Studi Gender dan
Anak
Memperoleh data dan profil
lembaga 1
2 Ketua Pusat Studi Gender dan Anak
Memperoleh data dan profil
lembaga 1 layanan program Day Care
3 serta pandangan orang tua
mengenai Day Care
2
d. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari sesorang.
Bogdan menyatakan dalam sebagian besar tradisi
penelitian kualitatif, frasa dokumen pribadi digunakan secara luas untuk merujuk pada narasi orang pertama yang dihasilkan oleh seorang individu yang menggambarkan tindakan, pengalaman, dan keyakinannya sendiri. Hasil penelitian juga akan semakin kredibel apabila didukung oleh foto-foto atau karya tulis akademik dan seni yang telah ada (Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), 2017)
Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk melakukan pengambilan gambar atau foto dan catatan-catatan kegiatan penelitian guna memperkuat data-data yang telah dikumpulkan. Pengambilan foto dapat dilakukan oleh peneliti sendiri maupun dengan bantuan orang lain agar terlihat peran serta dalam penelitian. Peneliti menggunakan metode dokumentasi karena dokumentasi merupakan sumber data yang stabil dan mudah didapatkan. Data dari dokumentasi mempunyai tingkat kepercayaan yang tinggi akan kebenarannya, dokumentasi menjad salah satu sumber yang dapat memperjelas subjek penelitian sehingga diharapkan dapat membantu mempercepat proses penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti menerapkan sistematika penulisan karya ilmiah sesuai dengan Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Dan Disertasi) yang dibuat oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah diperbaharui pada tahun 2017.
Untuk mengetahui gambaran yang jelas tentang hal-hal yang diuraikan dan mempermudah dalam memahami secara menyeluruh mengenai penelitian ini, maka secara sistematis penulisannya dibagi menjadi enam bab dan terdiri dari beberapa sub bab, seperti berikut berikut ini:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab yang berisikan teori yang melandasi pemikiran dalam menganalisa data-data yang sudah terkumpul. Landasan teori yang digunakan merupakan teori-teori yang berkaitan seperti teori implementasi program, dan teori pola asuh.
BAB III GAMBARAN UMUM LATAR PENELITIAN
Bagian ini berisi tentang data kelembagaan seperti data geografis, historis, visi dan misi lembaga, profil lembaga, struktur organisasi, program yang dijalankan, relasi dengan pihak lain, pendanaan lembaga, sarana dan prasarana.
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bentuk analisa tentang Implementasi Program Pada Pusat Studi Gender dan Anak UIN Jakarta Dalam Menggantikan Pola Asuh Orang Tua
BAB V PEMBAHASAN
Berisikan uraian pembahasan mengenai permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
BAB VI PENUTUP
Dalam bab ini akan ditarik kesimpulan dari hasil penelitian yang telah didapat, dan disertakan saran-saran sebagai bentuk dari hasil penelitian.
27 BAB II
LANDASAN TEORI A. Implementasi Program
1. Pengertian Implementasi
Implementasi dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai penerapan atau pelaksanaan.
Sedangkan menurut pengertian umum adalah sebagai tindakan atau pelaksanaan yang telah disusun secara matang untuk melaksanakan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang baik (Alihamdan.id 2017).
Higgins dalam (Abdul Yunus, TT) mengemukakan bahwa implementasi adalah gabungan dari berbagai kegiatan yang di dalamnya terdapat sumber daya manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran dari strategi. Implementasi merupakan perluasan aktivitas yang menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana dan birokrasi yang efektif (Guntur Setiawan 2004).
Menurut Meter dan Van Horn dalam (Agustino 2004:124) mengemukakan bahwa proses implememtasi diartikan sebagai tindakan yang dikerjakan oleh individu maupun kelompok baik pemerintah atau swasta yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijaksanaan. Tindakan yang dimaksud mencakup
usaha untuk mengubah keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan kecil hingga besar yang ditetapkan oleh program. Selanjutnya, Donald P Warwick dalam (Syukur Abdullah, 1988:17) mengatakan bahwa dalam tahap implementasi terdapat dua faktor yang mempengaruhi keberhasilan, yaitu faktor pendorong (Facilitating Conditions), dan faktor penghambat (Impending Conditions).
Lebih lanjut dalam proses Implementasi (Syukur Abdullah, 1988:398) sekurang-kurangnya terdapat empat unsur yang penting yaitu;
a. Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu faktor lingkungan berupa fisik, sosial, dan budaya juga ikut mempengaruhi proses implementasi program.
b. Target group yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat program tersebut.
c. Adanya program yang dilaksanakan.
d. Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawaasan implementasi tersebut.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu proses pelaksanaan yang dibuat dari satu program, baik dalam lingkup masyarakat, pemerintahan, maupun organisasi yang hasilnya dapat dilihat dari kesesuaian antara capaian target dengen tujuan awal.
2. Pengertian Program
Program merupakan suatu kerangka dari sebuah rencana yang terstruktur sehingga membentuk rangkaian pelaksanaan untuk suatu kegiatan. Menurut (Westra, 1989) program adalah rumusan yang memuat gambaran pekerjaan yang akan dilaksanakan beserta petunjuk cara-cara pelaksanaanya. Menurut Manullang 1987 dalam (Ni Made, 2019) mengatakan bahwa program sebagai unsur dari suatu perencanaan, program dapat pula dikatakan sebagai gabungan dari politik, prosedur, dan anggaran yang di maksudkan untuk menetapkan suatu tindakan untuk waktu yang akan datang. Selanjutnya masih dalam (Ni Made,2019) S.P. Siagian berpendapat bahwa program merupakan penjabaran suatu rencana yang telah dipaparkan sedemikian rupa sehingga program kerja memiliki ciri-ciri teknis tertentu. Suatu program yang baik harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan yang dirumuskan secara jelas.
b. Penentuan alat dengan baik dan jelas untuk mencapai tujuan tersebut
c. Suatu kerangka dan kebijakan yang konsisten dan saling berkaitan untuk mencapai program seefektif mungkin.
d. Pengukuran biaya yang diperkirakan dan keuntungan yang diharapkan akan dihasilkannya program tersebut.
e. Hubungan dengan kegiatan atau usaha lain yang berhubungan dengan program, karena suatu program tidak dapat berjalan sendiri.
f. Dibutuhkan upaya dalam bidang manajemen, teramsuk penyediaan tenaga, pembiayaan, dan lain-lain untuk melaksanakan program tersebut.
Melalui sebuah program maka segala bentuk rencana kegiatan akan terorganisir dengan jelas serta lebih mudah dioperasikan. Pernyataan tersebut sesuai dengan yang telah diungkapkan oleh Korten dalam (Nurhanifah, 2016) bahwa suatu program adalah sekumpulan rencana pekerjaan yang berhubungan dan telah dirancang untuk melaksanakan kegiatan yang selaras dan secara integratif untuk mencapai sasaran kebijaksanaan secara menyeluruh.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa program adalah suatu pelaksanaan untuk menyelesaikan suatu masalah yang
didasari pada model teoritis yang jelas. Sehingga sebelum menentukan suatu masalah dan memulai intervensi, ada baiknya harus ada pengkajian lebih lanjut terlebih dulu mengenai mengapa masalah tersebut bisa terjadi dan bagaimana solusinya. Dengan demikian untuk menentukan suatu program harus dipertimbangkan terlebih dahulu agar dapat mencapai tujuan dan sesuai dengan kebutuhan.
3. Konsep Implementasi Program
Implementasi program adalah salah satu proses yang sangat penting ketika berbicara pengaplikasian program baik yang sifatnya sosial maupun dalam dunia pendidikan. Implementasi program adalah serangkaian pelaksanaan kegiatan dalam usaha mencapai tujuan dari program itu sendiri, Jones dalam (N Nurhanifah, 2016) mengemukakan implementasi program merupakan usaha yang berwenang untuk mencapai tujuan. Masih dalam (N Nurhanifah, 2016) Charles O.
Jones mengemukakan bahwa ada tiga pilar aktivitas dalam pengoperasian program yaitu:
1. Pengorganisasian
Struktur organisasi yang jelas diperlukan untuk berjalannya suatu program sehingga tenaga pelaksana dapat terbentuk dari sumber daya manusia yang mempunyai integritas dan berkompetensi tinggi.
2. Interpretasi
Para pelaksana program harus mampu menjalankan program sesuai dengan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksana agar tujuan yang diharapkan tercapai.
3. Penerapan atau Aplikasi
Perlu adanya pembuatan prosedur kerja yang jelas agar program kerja dapat berjalan sesuai dengan jadwal kegiatan sehingga tidak berbenturan dengan kegiatan yang lain.
Salah satu model Implementasi Program adalah model yang dikemukakan oleh David C. Korten (MY Irfan, 2018)
Gambar 2.1
Model Teori Implementasi Program David C. Korten PROGRAM
Output Tugas
Kebutuhan Kompetensi
PEMANFAAT LEMBAGA Tuntutan Putusan
Sumber: (MY Irfan, 2018)
David C. Korten menggambarkan model ini dengan tiga elemen pokok yang ada dalam pelaksanaan program, yaitu program itu sendiri, pelaksana program, dan kelompok sasaran program. Korten menegaskan suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan manfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana yaitu kesesuaian antara tugas yang di isyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.
Dari berbagai pendapat mengenai Implementasi Program diatas, peneliti menyimpulkan bahwa Implementasi Program adalah sebuah perwujudan dari suatu kebijakan yang dibuat oleh instansi pemerintah, swasta, kelompok maupun individu yang berisi sekumpulan perintah atau arahan yang dibuat untuk menyelesaikan atau memperbaiki permasalahan yang sedang terjadi. Didalam suatu kebijakan harus terdapat sejumlah program agar hal tersebut dapat berjalan secara
tersturktur dan sesuai dengan tujuan awal dari program tersebut.
B. Day Care (Taman Penitipan Anak) 1. Pengertian Day Care
Bila ditinjau dari pengertian tiap kata, maka arti kata Taman adalah kebun yang ditanami bunga-bunga atau tempat yang menyenangkan dan sebagainya.
Sedangkan arti kata Penitipan adalah menaruh, menumpang, atau meletakan. Penitipan memiliki arti proses menaruh barang yang kemudian dirawat dan dijaga (KBBI, TT). Kemudian dari hasil pengertian beberapa kata tersebut, Taman Penitipan Anak mempunyai arti sebuah tempat yang menyenangkan untuk menitipkan anak oleh orang tuanya yang kemudian dijaga dan dirawat.
Sesuai dengan yang ditulis oleh Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Taman Penitipan Anak (TPA), Taman Penitipan Anak (TPA) merupakan salah satu bentuk satuan PAUD jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun dengan prioritas sejak lahir sampai usia empat tahun (NSPK Juknis TPA, 2015). Taman Penitipan Anak merupakan salah satu bentuk PAUD nonformal sebagai sarana untuk mencapai kesejahteraan yang fungsinya sebagai pengganti keluarga dengan jangka waktu tertentu bagi
anak-anak yang orang tua nya bekerja. Day Care berfokus pada penyelenggaraan program pendidikan sekaligus pola pengasuhan hingga kesejahteraan sosial terhadap anak sejak lahir sampai usia enam tahun dengan prioritas usia empat tahun kebawah.
Menurut Patmonodewo (2003:77) Day Care merupakan salah satu sarana pengasuhan anak berbasis kelompok, yang biasanya dilakukan pada saat jam kerja. Day Care merupakan upaya untuk memberikan pola asuh kepada anak yang kurang atau jarang menerima asuhan dari orang tua yang biasanya sibuk bekerja atau melakukan tugas lain pada jam kerja, bukan untuk menggantikan tugas orang tua dalam mengasuh anak.
2. Tujuan Layanan Day Care
Menurut Direktorat Pembinaan PAUD (2011) dalam (Kusumawati D, 2017) tujuan diselenggarakannya Day Care adalah untuk memberikan layanan kepada anak usia 0-6 tahun yang terpaksa ditinggal oleh orang tuanya karena pekerjaan atau hal lainnya, memberikan layanan untuk mendukung tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya.
3. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Day Care
Untuk membantu terciptanya anak usia dini yang berkualitas, maju, mandiri, dan berprestasi maka prinsip penyelenggaraan pada Day Care dapat disimpulkan menjadi Tempa, Asah, Asih, Asuh (NSPK Juknis TPA, 2013)
1. Tempa
Tempa bertujuan untuk mewujudkan kualitas fisik anak usia dini melalui upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan mutu gizi melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi, olahraga yang teratur, juga aktivitas jasmani agar anak mempunyai fisik yang kuat, lincah, dan mempunyai daya tahan juga disiplin yang tinggi.
2. Asah
Asah berarti memberi dukungan kepada anak untuk dapat belajar melalui bermain agar memiliki pengalaman yang berguna dalam mengembangkan seluruh potensinya. Kegiatan bermain yang bermakna, menarik, dan merangsang imajinasi, kreativitas anak untuk melakukan, mengekplorasi, memanipulasi, dan menemukan inovasi sesuai dengan minat dan gaya belajar anak.
3. Asih
Pada prinsipnya, Asih merupakan bentuk dari menjamin bahwa anak akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan usianya, juga tidak akan menerima pengaruh buruk yang dapat merugikan
pertumbuhan dan perkembangan semisal perlakuan kasar, penganiayaan fisik dan mental, serta eksploitasi.
4. Asuh
Melalui kebiasaan yang dibentuk secara konsisten untuk membentuk perilaku dan kualitas kepribadian hingga jati diri anak dalam hal:
a. Integritas, iman, dan taqwa
b. Patriotisme, nasionalisme, dan kepeloporan c. Rasa tanggung jawab, jiwa kesatria, dan
sportivitas
d. Jiwa kebersamaan, demokratis, dan tahan uji e. Jiwa tanggap (penguasaan ilmu pengetahuan,
dan teknologi), daya kritis dan idealisme.
f. Optimis dan keberanian mengambil resik g. Jiwa kewirausahaan, kreatif dan profesional.
4. Jenis-jenis Day Care
Secara garis besar Day Care terbagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan waktu pelayanan dan tempat penyelenggaraan (NSPK Juknis TPA, 2013).
a. Berdasarkan Waktu Pelayanan 1. Full Day
TPA Full day diselenggarakan selama satu hari penuh dari jam 7.00 sampai dengan 16.00, untuk melayani anak-anak yang dititipkan baik yang dititipkan sewaktuwaktu maupun dititipkan secara rutin/setiap hari.
2. Semi Day/ Half Day
TPA semi day/half day diselenggarakan selama setengah hari dari jam 7.00 s/d 12.00 atau 12.00 s/d 16.00. TPA tersebut melayani anak yang telah selesai mengikuti pembelajaran di Kelompok Bermain atau Taman KanakKanak, dan yang akan mengikuti program TPQ pada siang hari.
3. Temporer
TPA yang diselenggarakan hanya pada waktu- waktu tertentu saat dibutuhkan oleh masyarakat.
Penyelenggara TPA Temporer bisa menginduk pada lembaga yang telah mempunyai izin operasional. Contohnya : di daerah nelayan dapat dibuka TPA saat musim melaut, musim panen didaerah pertanian dan perkebunan, atau terjadi situasi khusus seperti terjadi bencana alam dll.
b. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan 1. TPA Perumahan
TPA yang diadakan dalam perumahan untuk menggantikan pengasuhan anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya bekerja.
2. TPA Pasar
TPA yang melayani anak-anak dari para pekerja pasar dan anak-anak yang orangtuanya berbelanja di pasar.
3. TPA Pusat Pertokoan Layanan
TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran.
Tujuan utamanya untuk melayani anak-anak yang orangtuanya bekerja di kantor pemerintahan/swasta tertentu namun tidak menutup kemungkinan TPA ini melayani anak -anak di luar pegawai kantor.
4. TPA Rumah Sakit
Layanan yang diberikan selain untuk karyawan rumah sakit juga melayani masyarakat di lingkungan Rumah Sakit
5. TPA Perkebunan
Taman Penitipan Anak (TPA) Berbasis Perkebunan adalah layanan yang dilaksanakan di daerah perkebunan. Layanan ini bertujuan untuk melayani anak-anak pekerja perkebuanan selama mereka ditinggal bekerja oleh orangtua.
6. TPA Perkantoran
Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran. Tujuan utamanya untuk melayani anak-anak yang orangtuanya bekerja di kantor Pemerintahan/Swasta tertentu namun tidak menutup kemungkinan TPA ini melayanianak- anak di luar pegawai kantor.
7. TPA Pantai
Layanan TPA Pantai bertujuan untuk mengasuh anak-anak para nelayan dan pekerja pantai, namun
tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut. Tempat penyelenggaraan TPA seperti contoh diatas bisa berkembang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan mengembangkan layanan diberbagai tempat seperti : di komplek Indusri, tempat-tempat nelayan dan pekerja pantai, namun tidak menutup ke. mungkinan melayani anakanak disekitar daerah tersebut.
8. TPA Pabrik
Layanan TPA Pabrik bertujuan untuk melayani anakanak para pekerja Pabrik dan namun tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut.
Tempat penyelenggaraan TPA seperti contoh diatas bisa berkembang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan mengembangkan layanan diberbagai tempat.
Namun tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut. Bagi TPA yang memberikan layanan secara temporer jadwal kegiatan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan anak.
c. Komponen Penyelenggara Day Care
Berikut ini merupakan beberapa komponen dalam penyelenggaraan Day Care (NSPK Juknis TPA, 2013).
1. Kurikulum
Mengacu pada kurikulum standar perkembangan anak Permendiknas No. 58 tahun 2009 atau acuan