• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Day Care

2. Tujuan Layanan Day Care

Menurut Direktorat Pembinaan PAUD (2011) dalam (Kusumawati D, 2017) tujuan diselenggarakannya Day Care adalah untuk memberikan layanan kepada anak usia 0-6 tahun yang terpaksa ditinggal oleh orang tuanya karena pekerjaan atau hal lainnya, memberikan layanan untuk mendukung tumbuh kembang, mendapatkan perlindungan dan kasih sayang, serta hak untuk berpartisipasi dan bersosialisasi dengan lingkungannya.

3. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Day Care

Untuk membantu terciptanya anak usia dini yang berkualitas, maju, mandiri, dan berprestasi maka prinsip penyelenggaraan pada Day Care dapat disimpulkan menjadi Tempa, Asah, Asih, Asuh (NSPK Juknis TPA, 2013)

1. Tempa

Tempa bertujuan untuk mewujudkan kualitas fisik anak usia dini melalui upaya pemeliharaan kesehatan, peningkatan mutu gizi melalui makanan dan minuman yang dikonsumsi, olahraga yang teratur, juga aktivitas jasmani agar anak mempunyai fisik yang kuat, lincah, dan mempunyai daya tahan juga disiplin yang tinggi.

2. Asah

Asah berarti memberi dukungan kepada anak untuk dapat belajar melalui bermain agar memiliki pengalaman yang berguna dalam mengembangkan seluruh potensinya. Kegiatan bermain yang bermakna, menarik, dan merangsang imajinasi, kreativitas anak untuk melakukan, mengekplorasi, memanipulasi, dan menemukan inovasi sesuai dengan minat dan gaya belajar anak.

3. Asih

Pada prinsipnya, Asih merupakan bentuk dari menjamin bahwa anak akan mendapatkan pemenuhan kebutuhan yang sesuai dengan usianya, juga tidak akan menerima pengaruh buruk yang dapat merugikan

pertumbuhan dan perkembangan semisal perlakuan kasar, penganiayaan fisik dan mental, serta eksploitasi.

4. Asuh

Melalui kebiasaan yang dibentuk secara konsisten untuk membentuk perilaku dan kualitas kepribadian hingga jati diri anak dalam hal:

a. Integritas, iman, dan taqwa

b. Patriotisme, nasionalisme, dan kepeloporan c. Rasa tanggung jawab, jiwa kesatria, dan

sportivitas

d. Jiwa kebersamaan, demokratis, dan tahan uji e. Jiwa tanggap (penguasaan ilmu pengetahuan,

dan teknologi), daya kritis dan idealisme.

f. Optimis dan keberanian mengambil resik g. Jiwa kewirausahaan, kreatif dan profesional.

4. Jenis-jenis Day Care

Secara garis besar Day Care terbagi menjadi dua jenis, yaitu berdasarkan waktu pelayanan dan tempat penyelenggaraan (NSPK Juknis TPA, 2013).

a. Berdasarkan Waktu Pelayanan 1. Full Day

TPA Full day diselenggarakan selama satu hari penuh dari jam 7.00 sampai dengan 16.00, untuk melayani anak-anak yang dititipkan baik yang dititipkan sewaktuwaktu maupun dititipkan secara rutin/setiap hari.

2. Semi Day/ Half Day

TPA semi day/half day diselenggarakan selama setengah hari dari jam 7.00 s/d 12.00 atau 12.00 s/d 16.00. TPA tersebut melayani anak yang telah selesai mengikuti pembelajaran di Kelompok Bermain atau Taman KanakKanak, dan yang akan mengikuti program TPQ pada siang hari.

3. Temporer

TPA yang diselenggarakan hanya pada waktu- waktu tertentu saat dibutuhkan oleh masyarakat.

Penyelenggara TPA Temporer bisa menginduk pada lembaga yang telah mempunyai izin operasional. Contohnya : di daerah nelayan dapat dibuka TPA saat musim melaut, musim panen didaerah pertanian dan perkebunan, atau terjadi situasi khusus seperti terjadi bencana alam dll.

b. Berdasarkan Tempat Penyelenggaraan 1. TPA Perumahan

TPA yang diadakan dalam perumahan untuk menggantikan pengasuhan anak-anak yang ditinggal oleh orang tuanya bekerja.

2. TPA Pasar

TPA yang melayani anak-anak dari para pekerja pasar dan anak-anak yang orangtuanya berbelanja di pasar.

3. TPA Pusat Pertokoan Layanan

TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran.

Tujuan utamanya untuk melayani anak-anak yang orangtuanya bekerja di kantor pemerintahan/swasta tertentu namun tidak menutup kemungkinan TPA ini melayani anak -anak di luar pegawai kantor.

4. TPA Rumah Sakit

Layanan yang diberikan selain untuk karyawan rumah sakit juga melayani masyarakat di lingkungan Rumah Sakit

5. TPA Perkebunan

Taman Penitipan Anak (TPA) Berbasis Perkebunan adalah layanan yang dilaksanakan di daerah perkebunan. Layanan ini bertujuan untuk melayani anak-anak pekerja perkebuanan selama mereka ditinggal bekerja oleh orangtua.

6. TPA Perkantoran

Layanan TPA yang diselenggarakan di pusat perkantoran. Tujuan utamanya untuk melayani anak-anak yang orangtuanya bekerja di kantor Pemerintahan/Swasta tertentu namun tidak menutup kemungkinan TPA ini melayanianak- anak di luar pegawai kantor.

7. TPA Pantai

Layanan TPA Pantai bertujuan untuk mengasuh anak-anak para nelayan dan pekerja pantai, namun

tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut. Tempat penyelenggaraan TPA seperti contoh diatas bisa berkembang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan mengembangkan layanan diberbagai tempat seperti : di komplek Indusri, tempat-tempat nelayan dan pekerja pantai, namun tidak menutup ke. mungkinan melayani anakanak disekitar daerah tersebut.

8. TPA Pabrik

Layanan TPA Pabrik bertujuan untuk melayani anakanak para pekerja Pabrik dan namun tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut.

Tempat penyelenggaraan TPA seperti contoh diatas bisa berkembang sesuai kebutuhan masyarakat, dengan mengembangkan layanan diberbagai tempat.

Namun tidak menutup kemungkinan melayani anak-anak disekitar daerah tersebut. Bagi TPA yang memberikan layanan secara temporer jadwal kegiatan dapat menyesuaikan dengan kebutuhan anak.

c. Komponen Penyelenggara Day Care

Berikut ini merupakan beberapa komponen dalam penyelenggaraan Day Care (NSPK Juknis TPA, 2013).

1. Kurikulum

Mengacu pada kurikulum standar perkembangan anak Permendiknas No. 58 tahun 2009 atau acuan

lainnya yang sesuai. Kurikulum TPA mencakup seluruh aspek perkembangan anak yaitu:

a. Nilai agama dan moral

b. Fisik: Motorik kasar, halus, dan kesehatan fisik

c. Kognitif: pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, dan ukuran, pola, konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf.

d. Sosial emosional.

e. Bahasa: bahasa yang diterima dan didengar, bahasa untuk mengungkapkan hasil pikiran, perasaan, dan keaksaraan.

2. Peserta Didik a. Sasaran

b. Pengelompokan Usia 1. 3 bulan -< 12 bulan 2. 12 bulan - < 18 bulan 3. 18 bulan - < 24 bulan 4. 2 tahun - < 3 tahun 5. 3 tahun - < 4 tahun 6. 4 tahun - < 5 tahun 7. 5 tahun - < 6 tahun

3. Tenaga Pendidik dan Kependidikan a. Guru

b. Guru Pendamping c. Pengasuh

d. Pengelola

e. Saran jumlah Guru/Guru Pendamping dengan anak.

Tabel 2.1

Saran jumlah pendamping dalam satu kelompok di TPA

Sumber:Time Saver Standards For Building Types (Chiara & Crossbie, 2001)

4. Alokasi Waktu Pelayanan 5. Contoh Kegiatan Day Care 6. Tempat Belajar

7. Prasarana Belajar

a. Satu ruang sebaguna (untuk proses pembelajaran, makan dan tidur anak, dilengkapi buku bacaan anak)

b. Satu ruang untuk kantor/administrai.

c. Satu dapur

Umur Anak 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28

Bayi

(0-12 bulan) 1:3 1:4

Batita (12-24 bulan)

1:3 1:4 1:5 1:4

2 tahun 1:4 1:5 1:6

2,5 tahun 1:5 1:6 1:7

3 tahun 1:7 1:8 1:9 1:10

4 tahun 1:8 1:9 1:10

5 tahun 1:8 1:9 1:10

6-8 tahun

(usiasekolah) 1:10 1:11 1:12

d. Satu kamar mandi/WC anak

e. Satu kamar mandi untuk orang dewasa f. Satu tempat cuci

g. Ruang UKS atau khusus bagi yang sakit.

Menurut Time Saver Standards for Building Types fasilitas pada pendidikan awal (usia dini) berupa Day Care ataupun PreSchool harus memiliki ruangan berupa:

a. Large motor area b. Discovery area c. Art area d. Music area e. House area

f. Reading/listening area g. Block building area h. Manipulative area

i. Woodworking/construction area j. Science area

k. Math and computer area l. Storage cubbies

m. Toilets n. Kitchenette o. Diapering station

p. Sleeping and napping area

C. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh terdiri dari dua kata, yaitu pola dan asuh.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, TT) Pola merupakan suatu sistem, cara kerja, bentuk atau struktur yang tetap, Asuh adalah menjaga, merawat, membimbing, memimpin, mendidik, dan sebagainya.

Sedangkan menurut (Nasution dan Nurhalijah, 1986) orang tua adalah dua orang yang mengemban tugas dalam keluarga yang dalam kehidupan sehari-hari dijuluki sebagai bapak atau ibu. Pola asuh merupakan cara atau mekanisme yang dipilih pendidik dalam memberikan pendidikan yang meliputi bagaimana pendidik memperlakukan anaknya (Gunarsa, 2000).

Yang dimaksud dengan pendidik disini adalah wali atau orang tua anak tersebut.

Casmini memberikan pendapat bahwa pola asuh mempunyai definisi bagaimana orang tua memperlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak dalam mencapai proses kedewasaan, hingga kepada upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya (Palupi, 2007). Selanjutnya Thoha dalam (Agustiawati 2014) menyebutkan jika pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak merupakan wujud dari rasa tanggung jawab orang tua kepada anak. Lebih dari itu Kohn dalam (Thoha, 1996) juga mengemukakan

jika pola asuh adalah sikap orang tua dalam berhubungan dengan anaknya. Sikap ini terlihat dari cara perlakuan orang tua kepada anaknya, seperti cara orang tua mengatur anak-anaknya, memberikan hadiah dan hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritas dan cara orang tua memberikan perhatian, tanggapan terhadap keinginan anak. Yang dimaksud dari penjelasan diatas adalah cara orang tua mendidik anak baik secara aktif maupun pasif.

Berdasarkan pemaparan dari para ahli diatas maka dapat disimpulkan yang dimaksud dari pola asuh orang tua adalah proses interaksi antar orang tua dan anak melalui beberapa jenis kegiatan seperti mendidik anak, menjaga, merawat, membimbing, dan meberikan perilaku disiplin kepada anak sehingga mencapai pada proses pendewasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Jenis-jenis Pola Asuh

Terdapat beberapa jenis pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak, Hurlock dalam (Adawiah 2017) mengemukakan ada 5 jenis pola asuh orang tua terhadap anak yaitu:

1. Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya

(orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi

2. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendak.

4. Pola asuh koersif

Pola asuh koersif ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berprilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama sendiri dibatasi.

5. Pola asuh dialogis

Pola asuh dialogis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kebebasan agar tidak selalu bergantung pada orang tua.

Sementara itu Baumrind dalam (Agustiawati 2014) membagi pola asuh orang tua kedalam empat macam, yaitu:

1. Pola asuh otoriter (parent oriented)

Pola asuh ini menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena, tanpa dapat dikontrol oleh anak.

Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintahkan oleh orang tua.

2. Pola asuh permisif

Sifat pola asuh ini, children centered yakni segala aturan dan ketetapan keluarga di tangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan orang tua, orang tua menuruti segala kemauan anak.

3. Pola asuh demokratis

Suatu keputusan diambil bersama dengan pertimbangan antara kedua belah pihak. Anak diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan oleh anak tetap harus di bawah pengawasan orangtua dan dapat dipertanggungjawabkan secara moral.

4. Pola asuh situasional

Orang tua yang menerapkan pola asuh ini, tidak berdasarkan pada pola asuh tertentu, tetapi semua tipe tersebut diterapkan secara luwes disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu.

Lain daripada itu, Baumrind dalam (Agustiawati 2014) menjelaskan bahwa orang tua

berinteraksi dengan anaknya lewat salah satu dari empat cara dibawah ini:

1. Pola Asuh Authoritarian

Pola asuh authoritarian merupakan pola asuh yang membatasi dan menghukum. Orang tua mendesak anak untuk mengikuti arahan mereka dan menghargai kerja keras serta usaha. Orang tua authoritarian secara jelas membatasi dan mengendalikan anak dengan sedikit pertukaran verbal.

2. Pola asuh Autoritatif

Pola asuh authoritatif mendorong anak untuk mandiri namun tetap meletakkan batas-batas dan kendali atas tindakan mereka. Pertukaran verbal masih diizinkan dan orang tua menunjukkan kehangatan serta mengasuh anak mereka.

3. Pola Asuh Neglectful

Pola asuh neglectful merupakan gaya pola asuh di mana mereka tidak terlibat dalam kehidupan anak mereka. Anak-anak dengan orang tua neglectful mungkin merasa bahwa ada hal lain dalam kehidupan orang tua dibandingkan dengan diri mereka.

4. Pola Asuh Indulgent

Pola asuh indulgent merupakan gaya pola asuh di mana orang tua terlibat dengan anak mereka namun hanya memberikan hanya sedikit batasan pada

mereka. Orang tua yang demikian membiarkan anakanak mereka melakukan apa yang diinginkan.

Dari banyak macam bentuk pola asuh yang dikemukakan oleh para ahli diatas, secara garis besar intinya semua menekankan kepada sikap kekuasaan, kedisiplinan, dan kepatuhan. Adapula pola asuh yang mempunyai sikap terbuka dari orang tua terhadap anak salah satu contohnya adalah pola asuh demokratis. Selanjutnya salah satu sikap bebas, acuh tak acuh, membiarkan dan tanpa intervensi dari orang tua merupakan bagian dari pola asuh permisif.

Menurut Hurlock dalam (Agustiawati 2014) pada dasarnya dari berbagai macam pola asuh terdapat tiga pola asuh yang sering diterapkan oleh orang tua kepada anaknya. Pola asuh tersebut antara lain pola asuh otoriter, demokratis, dan permisif.

Penjelasan secara terperinci dari ketiga pola asuh tersebut sebagai berikut:

1. Pola asuh otoriter

Menurut (Dariyo, 2011) Pola asuh otoriter adalah sentral artinya segala ucapan, perkataan, maupun kehendak orang tua dijadikan patokan (aturan) yang harus ditaati oleh anak-anaknya. Supaya taat, orang tua tidak segan-segan menerapkan hukuman yang keras kepada anak.

Hurlock dalam (Agustiawati 2014) berpendapat bahwa pola asuh yang bersifat otoriter ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.

Namun apabila anak patuh, orang tua tidak akan memberikan imbalan atau hadiah karena sudah sewajarnya bila anak menuruti kehendak orang tuanya (Yatim dan Irwanto, 1991).

Dalam pola asuh ini kebebasan anak sangat diatur oleh orang tua, apabila sang anak melanggar maka orang tua tidak segan memberikan hukuman bahkan dalam bentuk fisik dan bila menuruti orang tua tidak akan memberikan hadiah.

2. Pola asuh demokratis

Dariyo dalam (Agustiawati 2014) pola asuh ini berdasarkan pada pola asuh permisif dan otoriter, tujuannya adalah menyatukan antara pendapat anak dan orang tua.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang mempunyai sifat memperhatikan dan memberikan kebebasan pada anak untuk melakukan sesuatu

yang berada pada bimbingan kedua orang tua, kebebasan tersebut tidak terbatas asalkan tidak keluar dari norma dan peraturan yang diberikan oleh orang tua.

Menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) dengan pola asuh demokratis membuat anak menajdi lebih mandiri, berani berpendapat, mampu mengendalikan perilaku diri sendiri namun masih dalam batasan yang diterima oleh lingkungan. Hal tersebut mampu membuat anak untuk bertanggung jawab dan percaya diri, daya cipta anak berkembang dengan baik karena orang tua selalu mendukung dan mempengaruhi perasaan positif kepada anak. Sehingga dengan pola asuh demokratis anak diharapkan bisa menerima kritik dari orang lain juga mampu menghargai orang lain dan mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan mampu bertanggung jawab atas perbuatannya terhadap lingkungan.

3. Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh yang memberikan kebebasan secara penuh kepada anak, dalam hal ini orang tua cenderung tidak peduli terhadap apa yang anak lakukan (Dariyo, 2011).

Hal ini ditandai dengan perilaku anak yang bebas dan berperilaku atas keinginannya sendiri,

anak tersebut tidak mengetahui apakah perbuatannya benar atau salah.

Pola asuh permisif bersifat lemah dan tidak berdaya, orang tua memberikan kebebasan kepada anaknya tanpa adanya batasan atau peraturan dan norma-norma yang harus diikuti dan ditaati oleh anak, hal ini dilakukan karena kemungkinan orang tua sangat sayang kepada anaknya (over affection) atau mungkin orang tua kurang memiliki pengetahuan yang cukup.

Sifat anak-anak dalam pola asuh permisif cenderung agresif, tidak bisa diajak bekerjasama, susah menyesuaikan diri dengan lingkungan, emosi tidak stabil, dan selalu mempunyai sifat curiga (Yatim dan Irwanto, 1991).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak, menurut (Manurung, 1995) ada tiga faktor yang berpengaruh pada pola pengasujan orang tua terhadap anak, yaitu:

1. Latar belakang pola pengasuhan orang tua

Yang dimaksud disini adalah para orang tua yang belajar dari cara pengasuhan orang tua mereka dahulu.

2. Tingkat pendidikan orang tua

Pola pengasuhan yang diberikan oleh orang tua yang berpendidikan tinggi sangat berbeda dengan yang diberikan oleh orang tua yang berpendidikan rendah.

3. Status ekonomi serta pekerjaan orang tua

Orang tua yang sibuk dengan pekerjaanya membuat peran pengasuhan kepada anak menjadi berkurang atau bahkan tidak ada, keadaan ini membuat fungsi peran “orang tua” digantikan dengan pembantu/baby sitter atau lembaga penitipan dan pengasuhan anak yang berakibat pola pengasuhan yang diterapkan dan diterima anak sesuai dengan apa yang diberikan oleh pembantu/baby sitter atau lembaga penitipan dan pengasuhan.

Ada dua hal yang mempengaruhi dalam hal pola asuh (Santrock, 1995) yaitu:

1. Pola asuh yang diterapkan sebelumnya

Orang tua cenderung mengaplikasikan pola asuh yang sebelumnya diberikan orang tuanya kepada anaknya.

2. Perubahan budaya

Berdasarkan nilai-nilai, norma, adat istiadat antara dulu dan sekarang.

Mindel dalam (Agustiawati 2014) mendukung pendapat para ahli diatas bahwa ada tujuh faktor yang mempengaruhi pola asuh di keluarga, yaitu:

a. Budaya setempat

Dalam hal ini mencakup segala aturan, norma, adat, dan budaya yang berkembang didalamnya.

b. Ideologi yang berkembang dalam diri orang tua Orang tua mempunyai keyakinan serta ideologi yang diberikan kepada anak-anaknya, kemudian diharapkan jika anak-anaknya nanti dapat mengembangkan dan menerapkan nilai dan ideologi tersebut.

c. Letak geografis dan norma etis

Penduduk perkotaan tentunya memiliki karakter, norma, dan peraturan tertentu dengan penduduk pedesaan sesuai dengan tuntutan dan tradisi yang dikembangkan pada tiap daerah.

d. Orientasi religius

Orang tua yang memiliki jiwa religius tentunya berusaha agar anaknya nanti bisa mengikuti dan menerapkannya pada kehidupan kelak.

e. Status ekonomi

Dengan status ekonomi yang memadai membuat dukungan secara materil dan fasilitas yang cukup dapat mengarahkan pola asuh orang tua menuju perlakuan tertentu yang dianggap sesuai.

f. Bakat dan kemampuan orang tua

Orang tua yang memiliki bakat komunikasi dan hubungan yang baik dengan anak akan terus mengembangkan pola asuh yang sesuai dengan diri anak.

g. Gaya hidup

Gaya hidup di berbagai lapisan masyarakat tentu berbeda, hal tersebut cenderung membuat interaksi orang tua dan anak memiliki cara yang berbeda pula.

Secara garis besar, Soekanto dalam (Agustiawati 2014) mendefinisikan ada dua faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua kepada anak, yaitu faktor eksternal dan internal, faktor eksternal meliputi lingkungan sosial, fisik, serta lingkungan kerja orang tua, sedangkan faktor internal adalah jenis pengasuhan orang tua yang didapat sebelumnya. Lebih dalam mengenai faktor yang mempengaruhi pola asuh akan dibahas secara rinci berikut ini:

1. Lingkungan fisik dan sosial tempat tinggal keluarga Tempat tinggal merupakan pengaruh besar yang sangat mempengaruhi pola pengasuhan orang tua terhadap anak, apabila satu keluarga tinggal di lingkungan yang mayoritas penduduknya berpendidikan dan mempunyai sopan santun yang rendah, otomatis anak juga dengan mudah terpengaruh.

2. Model pengasuhan yang didapat orang tua sebelumnya

Banyak orang tua yang menerapkan model pengasuhan yang mereka terima sebelumnya kepada anak, hal ini dilakukan ketika pola pengasuhannya mereka anggap berhasil.

3. Lingkungan kerja orang tua

Orang tua yang sibuk bekerja cenderung menitipkan anaknya pada orang terdekat, baby sitter, atau lembaga penitipan anak. Dengan demikian pola pengasuhan yang diterima anak sesuai dengan orang yang mengasuhnya.

Berdasarkan yang telah diterangkan diatas dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengasuhan orang tua berasal dari faktor internal(dalam diri orang tua) dan faktor eksternal(luar diri orang tua).

Hal itu menentukan bagaimana pola asuh anak berjalan dan diterapkan agar mencapai tujuan yang diinginkan orang tua dan sesuai dengan norma yang berlaku di lingkungan sosial.

4. Ciri-ciri Pola Asuh 1) Pola asuh otoriter

Terdapat enam ciri pola asuh otoriter yang dikemukakan oleh (Yatim dan Irwanto, 1991) yaitu:

1. Kurang komunikasi 2. Sangat berkuasa 3. Suka menghukum 4. Cenderung mengatur 5. Memaksa

6. Bersifat kaku

2) Pola asuh demokratis

Ciri orang tua berpola asuh demokratis menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) adalah:

1. Berdiskusi dengan anak 2. Mendengarkan pendapat anak 3. Memberi tanggapan

4. Komunikasi dengan baik 5. Fleksibel/tidak kaku

3) Pola asuh permisif

Ciri orang tua berpola asuh permisif menurut (Yatim dan Irwanto, 1991) adalah:

1. Kurangnya bimbingan orang tua 2. Kurang mengontrol anak

3. Tidak pernah memberi hukuman pada anak 4. Anak lebih berperan dari orang tua

5. Lebih memberi kebebasan kepada anak

D. Perkembangan Anak

1. Pengertian Perkembangan Anak

Perkembangan erat kaitannya dengan pertumbuhan keduanya memiliki arti yang sama. Banyak ahli yang memiliki defenisi berbeda dari arti perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisiologis yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat tetap yang biasanya berkaitan dengan ukuran dan struktur biologis sebagi hasil dari proses yang matang seperti fungsi fisik yang berkembang secara normal dalam kurun waktu tertentu.

Perkembangan erat kaitannya dengan pertumbuhan keduanya memiliki arti yang sama. Banyak ahli yang memiliki defenisi berbeda dari arti perkembangan dan pertumbuhan. Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan fisiologis yang mengacu pada jumlah, besar, dan luas yang bersifat tetap yang biasanya berkaitan dengan ukuran dan struktur biologis sebagi hasil dari proses yang matang seperti fungsi fisik yang berkembang secara normal dalam kurun waktu tertentu.