• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dayasaing Komoditas Pertanian

2. DAYASAING KEDELAI

2.4. Dayasaing Komoditas Pertanian

Kinerja pembangunan pertanian tidak akan lepas dari lingkungan strategis, baik domestik maupun internasional yang berkembang sangat dinamis. Bentuk perubahan mendasar lingkungan strategis internasional antara lain globalisasi dan liberalisasi perdagangan, penurunan subsidi dan proteksi usaha pertanian. Perubahan mendasar di lingkungan domestik antar lain perubahan struktur demografis dan globalisasi preferensi konsumen. Perubahan ini tentu akan menimbulkan berbagai dampak perubahan pada sisi penawaran dan permintaan (Purwoto, et al., 1998).

Dalam kerjasama perdagangan bebas di negara-negara ASEAN (AFTA) yang mulai diberlakukan pada 1 Januari 2003, Indonesia dihadapkan pada persaingan

perdagangan regional yang semakin ketat, khususnya bagi komoditas non migas. Liberalisme ekonomi memang tidak dapat dihindari, terutama dalam perdagangan bebas dunia yang akan dimulai pada tahun 2010. Negara-negara di kawasan ASEAN dayasaing komoditas ini harus benar-benar dipersiapkan agar tidak menjadi obyek dari perdagangan komoditas dan produk negara lain nantinya. Hal ini ditandai dengan keinginan sejumlah negara untuk menciptakan perdagangan dunia yang bebas dari praktek-praktek diskriminasi. Dengan demikian, arus barang dan jasa diharapkan dapat mengalir dari dan ke negara tertentu mengikuti aturan dan prinsip liberalisasi perdagangan (Malian, 2000).

Bagi Indonesia secara umum dalam menghadapi AFTA ini relatif masih perlu di persiapan. Dampak krisis ekonomi yang dialami Indonesia beberapa waktu yang lalu masih menyisakan beberapa permasalahan ekonomi pada beberapa permasalahan ekonomi pada berbagai sektor pembangunan. Menurut (Malian, 2000), terdapat dua masalah besar yang dapat merugikan kepentingan makro ekonomi Indonesia. Pertama, adanya krisis ekonomi yang belum sepenuhnya pulih serta faktor politik dan keamanan. Kedua, adanya Otonomi Daerah yang mungkin dapat melahirkan sikap-sikap kontra produktif bagi perekonomian lokal dan nasional. Krisis ekopolitan belakangan ini telah membuat perhatian pemerintah hanya tertuju untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Akibatnya, isu tentang AFTA menjadi terabaikan dan boleh jadi tidak masuk dalam agenda prioritas pemerintah, padahal AFTA membutuhkan kesiapan yang mendalam, baik bagi pemerintah maupun pelaku ekonomi swasta.

Menurut Hamdy (2000), etoria Otonomi Daerah juga dapat menimbulkan hal yang dapat menurunkan persaingan. Adanya Otonomi Daerah oleh sebagian Pemda diasosiasikan dengan ‘otonomi wilayah’ sehingga kabupaten dan propinsi dapat secara bebas mengatur daerahnya. Padahal, Otonomi Daerah hakekatnya hanya pendelegasian kewenangan untuk mengurus daerah, namun tetap pada tatanan kepentingan nasional secara keseluruhan. Pandangan demikian telah membuat sebagian daerah menerbitkan berbagai atauran yang

terkadang tidak mendukung perekonomian secara keseluruhan bahkan kontra produktif pula dengan AFTA. Misalnya, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), banyak daerah menerbitkan berbagai peraturan pajak dan retribusi baru yang menyulitkan investor. Langkah ini bukan saja melambankan aktivitas perdagangan, melainkan juga mengurangi minat investasi ke daerah- daerah.

Menurut Siregar (1999), dalam upaya meningkatkan daya saing sektor pertanian perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem pra produksi, produksi, pengolahan hasil dan pemasaran

Berdasarkan hasil penelitian Siregar (2003) pemasaran komoditas pertanian sering dipandang tidak efisien karena distorsi yang diakibatkan oleh struktur pasar yang pada akhirnya akan menurunkan dayasaing. Dalam upaya meningkatkan dayasaing produk-produk pertanian menurut Risman (2001), terdapat tujuh hal penting yang perlu diperhatikan, yaitu :

(1) Kualitas produk, perlu terus dikembangkan standar mutu hasil-hasil pertanian, baik yang menyangkut bahan mentah maupun hasil olahannya sesuai dengan tuntutan konsumen akan mutu yang semakin meningkat dengan semakin meningkatnya taraf hidup penduduk dunia yang menuntut adanya jaminan mutu sejak awal proses produksi hingga ke tangan konsumen.

(2) Kontinuitas. Jaminan kontinuitas suplai merupakan salah satu persyaratan mutlak bagi kelangsungan perdagangan. Kelangsungan suplai ini akan semakin mempengaruhi pemeliharaan pangsa pasar yang ada.

(3) Waktu pengiriman. Ketepatan waktu pengiriman (on time delivery) barang ekspor merupakan tantangan bagi peningkatan ekspor pertanian. Ketepatan waktu ini penting untuk produk-produk yang nilainya lebih

tinggi dalam bentuk segar merupakan produk yang perlu dipacu ekspornya di masa depan.

(4) Teknologi. Dalam sistem agribisnis, peran teknologi hampir selalu dibutuhkan dalam setiap subsistemnya, mulai dari pengadaan sarana produksi, proses usahatani, agroindustri maupun dalam pemasaran hasilnya. Penyediaan informasi berbagai alternatif teknologi baru yang kompatibel merupakan kebutuhan dalam pengembangan agribisnis secara menyeluruh.

(5) Sumberdaya manusia. Pada sektor pertanian secara keseluruhan dilakukan oleh petani sebagai pelaku utama mencakup seluruh kegiatan subsektor. Kualitas sumberdaya manusia pertanian yang relatif rendah menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas sektor pertanian.

(6) Negara pesaing Indonesia. Sebagai negara pengekspor produk pertanian, Indonesia memiliki banyak pesaing yang secara tradisional menghasilkan produk yang sama dengan produk-produk Indonesia yang pada umumnya berupa produk pertanian tropis.

(7) Insentif investasi. Investasi pemerintah di sektor pertanian dapat berupa investasi langsung maupun tidak langsung. Investasi langsung misalnya pembangunan pelabuhan, pengadaan sarana produksi. Investasi tidak langsung yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan produktif, seperti pembinaan sumberdaya manusia, penelitian dan pemasaran hasil pertanian. Selain itu, Pemerintah perlu menggerakkan sektor pertanian yang seimbang dengan pengembangan sektor industri.

Berkaitan dengan upaya peningkatan dayasaing komoditas pertanian di pasar regional, Rusastra (2000) menyatakan bahwa negara-negara lain telah lama menikmati previtage dari pemerintah, baik untuk menghadapi pasar bebas maupun untuk melindungi produksi pertaniannya agar kesejahteraan rakyat dapat dinikmati. Proteksi-proteksi untuk komoditas pertanian memang sampai sejauh ini diperlukan untuk perlindungan produksi pertanian Indonesia.

Dalam mengantisipasi hal tersebut perlu ditetapkan tarif bea masuk (pajak impor) yang wajar bagi sejumlah komoditas luar yang memang dibutuhkan, tetapi tidak mampu dipenuhi dari hasil produksi pertanian Indonesia. Sebaliknya, bila para petani Indonesia mampu memasok kebutuhan dalam negeri, maka tarif masuk komoditas dari luar harus ditinggikan

Pemberlakuan Otonomi Daerah dan perdagangan bebas ASEAN (AFTA) menuntut berbagai penyesuaian dan koordinasi anatra Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat untuk menyikapi perkembangan tersebut. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan bagi Pemerintah Daerah menurut Malian (2000), antara lain adalah kesadaran peningkatan dayasaing, adanya political will, pengembangan sumberdaya manusia, pembenahan institusi, antara lain melalui pencabutan peraturan yang menurunkan dayasaing, penerapan kebijakan yang kondusif bagi dunia usaha.

Dalam menghadapi persaingan regional maupun internasional, sistem agribisnis yang dapat diandalkan adalah sistem yang dapat menghasilkan produk pertanian yang berdayasaing tinggi di pasaran. Upaya ke arah itu dapat ditempuh melalui modernisasi dan transformasi yang diharapkan dapat meningkatkan dayasaing produktivitas, kualitas, efektivitas dan efisiensi dan jaminan mutu. Hal-hal tersebut berguna untuk meningkatkan dayasaing, sehingga secara langsung memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional saat ini maupun di masa datang (Malian, 2000).

Sudaryanto (2004) mengemukakan bahwa sektor pertanian Indonesia tidak mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan harga yang mampu menghasilkan produk yang kompetitif dengan harga yang mampu bersaing di pasar bebas. Produk-produk yang masuk dari negara lain, seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan China akan sangat mempengaruhi produk-produk yang dihasilkan Indonesia. Beberapa produk pertanian Indonesia, termasuk kedelai saat ini benar-benar tidak mampu bersaing di pasaran tanpa adanya proteksi dalam bentuk bea masuk yang dihasilkan Indonesia. Dari aspek kemampuan

produksi secara umum hampir semua komoditas pertanian Indonesia dalam kondisi menurun terutama sejak krisis multidimensi beberapa tahun yang lalu.