• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dibutuhkan Pengadilan HAM "Ad Hoc "

Dalam dokumen 2012 Kumpulan Kliping KKR (Halaman 176-180)

Jakarta, Kompas - Kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.

”Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7). Pengadilan ad hoc dapat dibentuk jika DPR dan Presiden menyatakan kasus bersangkutan merupakan pelanggaran HAM berat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Kejagung tengah menelaah laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1965-1966. Komnas HAM menyimpulkan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu (Kompas, 24/7).

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang

disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden. Kemarin, tim Komnas HAM meminta pemerintah menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa penembakan misterius periode 1982-1985.

kliping

ELSAM

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/25/09182452/Dibutuhkan.Pengadilan.HAM.Ad.Hoc.untuk.Kasus.65-66

Dibutuhkan Pengadilan HAM 'Ad Hoc' untuk Kasus 65-66 Rabu, 25 Juli 2012 | 09:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan membutuhkan pengadilan HAM ad hoc untuk menyidik kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, termasuk dugaan pelanggaran HAM berat tahun 1965-1966. Pengadilan ad hoc diperlukan untuk meminta izin melakukan penggeledahan, penyitaan, dan upaya paksa selama proses penyidikan.

”Untuk kasus yang terjadi sebelum adanya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, diperlukan adanya pengadilan HAM ad hoc,” kata Jaksa Agung Basrief Arief di Jakarta, Selasa (24/7/2012). Pengadilan ad hoc dapat dibentuk jika DPR dan Presiden

menyatakan kasus bersangkutan merupakan pelanggaran HAM berat.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Adi Toegarisman mengatakan, Kejagung tengah menelaah laporan Komnas HAM tentang pelanggaran HAM berat yang terjadi tahun 1965-1966. Komnas HAM menyimpulkan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa itu (Kompas, 24/7).

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Albert Hasibuan, mengungkapkan, apa yang

disimpulkan Komnas HAM merupakan jalan masuk bagi Wantimpres untuk menyusun konsep penyelesaian pelanggaran HAM berat. Konsep ini nantinya akan disampaikan ke Presiden. Kemarin, tim Komnas HAM meminta pemerintah menindaklanjuti kasus pelanggaran HAM berat peristiwa penembakan misterius periode 1982-1985. (faj/ato/nwo/fer)

Sumber :

Kompas Cetak

Editor :

kliping

ELSAM

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/09000971/Komnas.HAM.Kopkamtib.Bertanggung.Jawab.dalam.Peristi wa.1965-1966

Komnas HAM: Kopkamtib Bertanggung Jawab dalam Peristiwa 1965-1966 Penulis : Aditya Revianur | Selasa, 24 Juli 2012 | 09:00 WIB

DHONI SETIAWAN Gedung Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Jakarta Pusat.

TERKAIT:

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, terdapat cukup bukti permulaan untuk menduga telah terjadi sembilan kejahatan kemanusiaan yang merupakan pelanggaran HAM berat dalam peristiwa 1965-1966. Sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan tersebut adalah pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.

Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib.

-- Nur Kholis”

"Kami menduga bahwa pihak yang patut dimintai pertanggungjawaban atas tragedi 65 adalah Kopkamtib berdasarkan struktur pelanggaran HAM berat yang terjadi dari tahun 1965 sampai 1968 dan 1970 sampai 1978," ujar Nur Kholis, Ketua tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 Komnas HAM, kepada wartawan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (23/7/2012). Ia didampingi Wakil Ketua tim ad hoc Kabul Supriadi dan anggota tim, yaitu Johny Nelson Simanjuntak dan Yosep Adi Prasetyo, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 Bedjo Untung, dan korban tragedi 1965-1966.

Kesimpulan ini diperoleh Komnas HAM setelah meminta keterangan dari 349 saksi hidup yang terdiri atas korban, pelaku, ataupun saksi yang melihat secara langsung peristiwa tersebut. Menurut Nur Kholis, para saksi dari seluruh Indonesia tersebut menyatakan, Kopkamtib melakukan aksi kejahatan atas kemanusiaan itu secara sistematis dan meluas. Jumlah korban diperkirakan 500.000 hingga 3 juta jiwa.

Kejahatan terjadi secara sistematis karena menggunakan pola yang sama. Para saksi

kliping

ELSAM

mengalami tindak penyiksaan, perampasan harta benda, dan pembunuhan. Selain itu ada pula yang ditahan tanpa menjalani proses peradilan dan dikirimkan ke Pulau Buru untuk menjalani perbudakan.

Sementara kejahatan terjadi meluas karena tidak hanya terjadi di Pulau Jawa dan Bali, tetapi di seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua karena belum sepenuhnya resmi bergabung dengan Indonesia. Kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Banyak korban adalah orang yang diidentifikasikan PKI dan simpatisannya. Peristiwa 65 dan setelahnya itu mengakibatkan penduduk sipil, tentara, dan polisi jadi korban. Kalau korbannya tentara menurut pengakuan saksi, ada batalion tentara tiba-tiba saja hilang atau semacam

dibersihkan dalam peristiwa itu. Ada pula korban sipil yang dipenjara melihat kelompok anggota tentara mendekam di sebuah sel. Kami menduga pelaku mengetahui secara sadar bahwa yang diakibatkannya adalah pelanggaran HAM berat dan pelaku sadar jika yang diperbuatnya sejalan dengan kebijakan penguasa," paparnya.

Kabul menjelaskan, penyelidikan Komnas HAM merupakan penyelidikan pro justicia

berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selanjutnya, Komnas HAM merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung untuk menindaklanjuti ke tingkat penyidikan.

Sekadar membuka informasi, Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat

Kopkamtib adalah organisasi yang langsung berada di bawah komando Presiden RI pada saat itu, Soeharto. Kopkamtib dibentuk pada tanggal 10 Oktober 1965 untuk melakukan pembasmian terhadap unsur PKI/Komunis di masyarakat.

Di bawah organisasi ini terdapat serangkaian organisasi militer atau nonmiliter yang melaksanakan tugas dan tujuan Kopkamtib. Berturut-turut pemegang pucuk komando Kopkamtib dari awal berdirinya hingga tahun 1988 adalah Soeharto, Maraden Panggabean, Soemitro, Sudomo, dan Benni Moerdani.

Editor :

kliping

ELSAM

http://nasional.kompas.com/read/2012/07/24/1846330/Komnas.HAM.Petrus.Termasuk.Pelanggaran.HAM.Berat

Dalam dokumen 2012 Kumpulan Kliping KKR (Halaman 176-180)