Reporter : Muhammad Mirza Harera Rabu, 7 November 2012 14:07:56
Presiden Republik Indonesia memberikan gelar pahlawan nasional pada presiden RI pertama Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta. Dengan begitu, secara otomatis Tap MPRS No.33/MPR/1967 berisi tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Sukarno tidak berlaku lagi. Tap MPRS itu pula yang menghalangi Bung Karno mendapatkan gelar pahlawan nasional selama ini.
"Bukan dihapus, tapi tidak berlaku lagi karena sudah jelas dengan gelar ini maka tidak perlu lagi persepsi mengenai stigma yang pernah ada yang timbul karena adanya tap MPRS no 33 tahun 1967 tersebut," kata pakar ilmu Hukum Tata Negara, Jimly Assiddiqie di Istana negara, Rabu (7/11).
Jimly menjelaskan dengan adanya Tap MPR no 1 tahun 2003 tentang peninjauan kembali, Tap MPRS no 33 tahun 1967 sudah tidak berlaku lagi.
"Sudah tidak berlaku lagi sebagai dokumen hukum yang mengikat untuk umum," ujarnya. Memang sebelumnya, lanjut Jimly, menurut ketentuan uu no 20 tahun 2009 tentang gelar, untuk gelar pahlawan itu tidak boleh ada cacat .
"Oleh karena itu dengan adanya penghargaan ini diasumsikan Soekarno bersih tidak ada masalah apa lagi Tap MPR tersebut sendiri tidak berlaku lagi," pungkasnya.
Untuk informasi, Tap MPRS no 33 tahun 1967 dinilai keluarga Soekarno sangat tidak adil. Ketetapan yang dikeluarkan pada zaman orde baru itu menuding Presiden Sukarno
mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan G30S/PKI dan melindungi tokoh-tokoh G30S/PKI. Ketetapan itu menjadi sikap MPRS Pamungkas untuk menjatuhkan Soekarno dari kekuasaan dengan dugaan pengkhianatan.
kliping
ELSAM
http://www.suarapembaruan.com/nasional/gelar-pahlawan-nasional-pulihkan-status-bung-karno/26594
Gelar Pahlawan Nasional Pulihkan Status Bung Karno Rabu, 7 November 2012 | 11:27
Presiden Soekarno [google]
[JAKARTA] Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Pusat (PP) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Achmad Basarah menyambut baik keputusan
Pemerintah untuk memberikan status gelar Pahlawan Nasional terhadap Presiden pertama Soekarno atau Bung Karno. Dikatakan, keputusan tersebut adalah tanggung jawab sejarah sebagai sebuah bangsa yang besar.
"Bertahun-tahun lamanya tokoh pendiri bangsa dan negara Indonesia itu berada dalam situasi kabut politik yang mencemarkan nama baik Bung Karno. Karena rezim Orde Baru pada waktu itu menuduh Bung Karno telah melakukan pengkhianatan terhadap negara. Pemberian Pahlawan Nasional terhadap Bung Karno patut disambut baik seluruh komponen bangsa ini," kata Basarah kepada SP, di Jakarta, Rabu (7/11).
Dia mengungkapkan, tuduhan keji terhadap Bung Karno sempat dituangkan dalam Tap MPRS 33/1967 yang sekaligus mencabut kekuasaan Presiden dari Bung Karno. Namun, dengan ditetapkan Bung Karno sebagai tokoh Pahlawan Nasional bangsa Indonesia, maka berbagai tuduhan dinyatakan tidak lagi sah secara politik.
"Sementara sebelumnya, secara juridis formal ketatanegaraan TAP MPRS 33/1967 tersebut juga telah dinyatakan tidak berlaku lagi setelah dikeluarkannya Tap MPR No I/2003 tentang
peninjauan status hukum seluruh Tap MPRS/MPR sejak tahun 1966 sampai 2002. Dengan pengangkatan gelar Pahlawan Nasional terhadap Bung Karno, tentu akan membuat nama baik Bung Karno, baik secara hukum maupun politis telah dipulihkan kembali," ujar Wakil Sekjen PDI Perjuangan ini.
Menurutnya, meskipun tanpa pengangkatan gelar Pahlawan Nasional, Bung Karno sampai saat ini tetap sebagai tokoh besar dan pendiri bangsa yang masih tetap dicintai rakyatnya.
kliping
ELSAM
yang akan datang, letak dan posisi nama besar Bung Karno dan ajaran-ajarannya secara khusus tentang Pancasila akan semakin mendapat tempat sempurna di hati rakyat dan bangsa Indonesia," pungkas Anggota Komisi III DPR ini. [C-6]
kliping
ELSAM
http://www.bisnis.com/articles/hari-impunitas-sedunia-elsam-desak-hentikan-praktik-impunitas HARI IMPUNITAS SEDUNIA: Elsam Desak Hentikan Praktik ImpunitasJum'at, 23 November 2012 | 22:35 WIB
JAKARTA—Pemerintah diminta menghentikan praktik impunitas, atau kejahatan tanpa hukuman karena mencederai HAM, khususnya hak-hak korban untuk mendapatkan keadilan.
Indriaswati D. Saptaningrum, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), mengatakan pembiaran praktik impunitas itu juga merusak prinsip-prinsip negara hukum yang menjadi pondasi utama negara ini.
Oleh karena itu, berkaitan dengan Hari Anti-impunitas Internasional 23 November, Elsam mengajukan sejumlah tuntutan:
1. Presiden agar mengevaluasi kinerja Kejaksaan Agung dalam penegakan HAM dan mengambil langkah cepat untuk menghentikan penundaan keadilan karena macetnya pemeriksaan atas tujuh kasus pelanggaran HAM di Kejaksaan Agung.
2. DPR agar menjalankan fungsi pengawasan atas pelaksanaan empat butir rekomendasi DPR untuk menuntaskan kasus penghilangan paksa pada 1998.
3. Presiden mengevaluasi reformasi kelembagaan di jajaran penegak hukum, termasuk polisi, kejaksaan, dan pengadilan sehingga dapat dipastikan tidak ada lagi pelaku kejahatan yang bebas hukuman di masa mendatang.
kliping
ELSAM
4. Kementerian Hukum dan HAM memastikan keberlakuan instrumen-instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi ke dalam hukum nasional sehingga dapat mencegah impunitas dan terulangnya lagi kekerasan/kejahatan kemanusiaan di masa mendatang.
5. Pendidikan antikekerasan dan HAM di seluruh institusi pendidikan, termasuk institusi pendidikan penegak hukum, pegawai sipil dan militer sehingga budaya kekerasan di Indonesia dapat dihilangkan dan berganti menjadi budaya yang menjunjung keadilan dan HAM.
Elsam juga menilai banyak kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini dibiarkan tanpa proses hukum atau impunitas.
Menurutnya, peristiwa besar itu berupa tragedi 1965-1966, peristiwa Tanjung Priok 1984, tragedi Talangsari 1989, kerusuhan Mei 1998, dan penculikan aktivis prodemokrasi.
Selain itu, peristiwa kekerasan kepada jurnalis yang beberapa di antaranya harus kehilangan nyawanya.
“Bentuk kekerasan lain berupa aparat negara yang melakukan penyiksaan dalam proses pencarian bukti dan keterangan.”
Dia mengatakan ketiadaan hukuman berat bagi para pelaku penyiksaan akan menyebabkan kasus ini berlanjut terus.
Pemantauan ELSAM, pada Januari-Oktober 2012, terjadi 44 kasus penyiksaan, mayoritas oleh aparat negara atau penegak hukum.
kliping
ELSAM
“Semua peristiwa tersebut berlangsung berulang-ulang tanpa ada pertanggungjawaban adil bagi pihak yang seharusnya bertanggungjawab.”(yri)(Foto:JIBIphoto)
Indriaswati D. Saptaningrum