• Tidak ada hasil yang ditemukan

2,2-DIPHENYL-2-PICRYLHIDRAZIL (DPPH)

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2014 (Halaman 188-191)

Herla Rusmarilin

StafPengajar Program StudiIlmudanTeknologiPangan, FakultasPertanian USU

, Elisa Julianti, Mimi Nurminah

Jl. Prof. A.Sofyan No. 3 Medan. e-mail: herla@usu.ac.id

ABSTRAK

Penelitian ini dilakuka nuntuk mengetahui aktivitas anti-oksidan dari ekstrak bengkoang pada berbagai umur panen yaitu 3, 4 dan 5 bulan dengan 3 ulangan, menggunakan metode DPPH (2,2-difenil-2-pikrilhidrazil). Pelarut yang digunakan adalah hexan, methanol dan air, hingga diperoleh fraksi methanol-air dan fraksi methanol-eter. Perbandingantepungbengkoangdenganpelarutadalah 1:6 (b/v). Setiap perlakuan ditentukan kadar proksimatnya (kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar serat kasar), rendemen ekstrakmertanol, fraksi methanol-air dan metanol-eterserta aktivitas antioksidannya dan nilai IC50. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa umur panen memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0.01) terhadap kadar air, kadarabu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat kasar. Bentuk ekstrak kasar berupa cairan kental berwarna kecoklatan terbukti memiliki aktivitas antioksidan yang kuat.

Kata kunci : pelarut, fraksi metanol-air, fraksi metanol-ether, aktivitas antioksidan.

PENDAHULUAN

Antioksidan adalah salah satu senyawa bioaktif yang dapat menurunkan prevalensi penyakit atau resiko penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes melitus, maupun penyakit degeneratif lainnya, yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron terhadap senyawa radikal bebas, sehingga senyawa radikal bebas tersebut dapat diredam atau dinetralkan (Suhartono, 2002).

Pada umumnya tanaman memiliki kandungan antioksidan yang potensial, merupakan komponen bioaktif yang dihasilkan oleh tanaman tersebut bukan merupakan komponen utama yang digunakan untuk kebutuhan hidupnya, akan tetapi berperan sebagai anti oksidatif, anti mikroba dan merupakan produk metabolit sekunder, sehingga para peneliti mulai memusatkan perhatian untuk menemukan sumber-sumber antioksidan alami dari berbagai tanaman.

Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan senyawa ROS (spesies oksigen reaktif), mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksida lipid pada makanan. Tubuh manusia tidak memiliki cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal bebas berlebih baik berasal dari makanan, lingkungan, maupun tubuh, maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen (Sunarni, 2005).

Indonesia sebagai Negara tropik yang mempunyai berbagai jenis tanaman yang berpotensi menghasilkan antioksidan, diantaranya adalah umbi bengkoang yang banyak tumbuh di Indonesia dan relatif murah, namun belum banyak terungkap secara luas manfaat dari bengkoang tersebut. Berdasarkan penelitian Lukitaningsih (2009) bahwa bengkoang mengandung senyawa antioksidan flavonoid dan phenolik seperti Trilinolein; 9,12-tricosandiene; daidzein; daidzein-7-O-ß- glucopyranose;5-hydroxyl-daidzein-7-O-ß-glucopyranose; (8,9)-furanyl-pterocarpan-3-ol; dihydrofurane-2,5-dione; 2-butoxy-2,5-bis (hydroxymethyl)-tetrahydrofurane-3,4-diol;4-(2-(furane-2- yl)ethyl)-2-methyl-2,5 dihydrofurane-3-carbaldehyde), sehingga selain berfungs sebagai penangkal radikal bebas yang poten, juga dapat mengabsorpsi sinar ultra violet. Flavonoid juga mempunyai kemampuan menghambat proliferasi selluler. Sel kanker yang memiliki bagian atau sisi membran yang berikatan dengan estrogen ternyata dapat dihambat pertumbuhannya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi komponen bioaktif yang bersifat antioksidan yang banyak terdapat pada umbi bengkoang yang diharapkan dapat mengurangi timbulnya penyakit degeratif.

BAHAN DAN METODE Bahan

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bengkoang umur panen 3, 3 dan 5 bulan, diiris dengan ketebalan 2 mm, dikeringkan dengan oven blower suhu 50oC, dihancurkan, diayak dengan ayakan komersiil. Bahan kimia yang digunakan dalam penelitian H2SO4 pekat, CuSO4,

K2SO4, NaOH 40%, H2SO4 0,02N, NaOH 0,02N, n-Hexane, akuades, dietil eter, H2SO4 0,255N,

NaOH 0,313N, etanol. Analisis yang dilakukan meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat. Selanjutnya dilakukan ekstraksi tepung bengkoang menggunakan pelarut petroleum ether dan metanol, sehingga diperoleh fraksi metanolik-air dan metanolik-ether.

Pengukuran kadar air bubuk bengkoang ditentukan dengan metode oven (Sudarmadji, et al. 1984), kadar lemak dengan menggunakan aparat soxhlet (Sudarmadji, et al. 1984), kadar protein dengan metoda kjeldhal dan kadar abu (Sudarmadji, et al. 1984). Penentuan kadar serat kasar dengan metode Apriyantono, et al. (1989). Ekstraksi komponen antioksidan ditentukan berdasarkan metode Kuncahyo dan Sunardi (2007). Bahan tepung bengkoang selanjutnya diekstrak menggunakan pelarut petroleum eter, dan ampasnya diekstrak menggunakan pelarut metanol, dipartisi dengan air dan dietil eter dihasilkan fraksi metanol-air dan metanol-eter.

Ekstraksi Komponen Anti Oksidan

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan dua jenis pelarut yaitu heksan dan metanol selama 48 jam (perbandingan 1:6 ) dengan maserasi (shaker). Residu dari hasil ekstraksi kemudian diekstrak dengan metanol.

Residu dicampur dengan metanol (1:6) dan dishaker selama 48 jam, setelah itu ditambahkan 100 ml air dan selanjutnya ditambah 100 ml ether untuk mempermudah pemisahan, dihasilkan fraksi metanolik-air dan metanolik-eter. Kedua fraksi selanjutnya dipekatkan dengan evaporator vakum dan gas N2. Ekstrak yang diperoleh (fraksi metanolik-air dan fraksi metanolik-ether) disimpan dalam lemari es sebelum dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Analisis Proksimat Tepung Umbi Bengkoang pada berbagai perlakuan

Analisa proksimat tepung umbi bengkoang dilakukan bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia umbi bengkoang pada berbagai umur panen (3, 4 dan 5 bulan) dengan 3 ulangan. Pengeringan umbi dengan ketebalan 2 mm adalah untuk mengurangi kadar air, sehingga dapat menurunkan efisiensi proses ekstraksi senyawa antioksidan. Kandungan air yang tinggi pada hasil ekstraksi akan membuat proses pemekatan menjadi sulit karena air memiliki titik didih yang lebih tinggi dibandingkan pelarut organik yang digunakan. Pengeringan umbi bengkoangpada berbagai umur panen dilakukan pada suhu 50oC selama 18 jam.

Hasil análisis tepung bengkoang disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara 3 perlakuan, tepung bengkoang umur panen 3 bulan memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi yaitu sekitar 10,4939%. Kadar air yang tinggi setelah pengeringan disebabkan oleh kandungan karbohidratnya yang relatif tinggi, terutama metabolit primer seperti gula-gula sederhana dan padatanterlarutyaitu75.1621% (umurpanen 3 bulan), 76.6512% (umurpanen 4 bulan) dan 80,5410% (umurpanen 5 bulan), kadarserat pada umurpanen 3 bulanrelatifrendah. Adanyagugushidroksil pada gula alkohol dapat mengikat air lebihbanyak, satu molekul glukosa dapat mengikat 6 molekul air (Kusnandar, 2010).

Tabel 1. Komposisi kimia tepung bengkoang pada berbagai umur panen JenisPerlaku an Umurpanen Parameter Kadarair (%)

Kadar abu (%) Kadar protein (%)

Kadar lemak (%)

Kadar serat (%)

3 bulan 10,4939aA 2,8678aA 9.1585bB 2,3177aA 12,6882cB

4 bulan 9,4155bB 2,6995bA 9.8279aA 1,4059bA 20,2950bB

5 bulan 8,8372bB 1,5391cB 8.4553cC 0,6274bb 22,9323aA

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa jenis perlakuan umur panen berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar serat Perbedaan kadar air akan mempengaruhi komponen yang terkandung di dalamya.Kadar air terendah terdapat pada perlakuan A3 (umur panen 5 bulan) yaitu sebesar 8.8372%. Hal ini disebabkan umbi bengkoang dengan semakin tinggi umur panen, maka kandungan seratnya semakin meningkat, sehingga umbi bengkoang mempunyai kemampuan mengikat air yang relatif lebih besar (air terikat secara fisik), sehingga mudah dihilangkan (Minhajuddin, 2005 dalam Anonimous 2009). Terjadi peningkatan kadar pati sampai mencapai tingkat kejenuhan.

Kadar abu pada umur panen yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (p<0.01). Rudrappa (2009) melaporkan bahwa umbi bengkoang mengandung mineral Na, K, Ca, Pb, Fe, Zn, Mndan Mg. Magnesium merupakan suatu mineral yang ternyata sebagai co-faktor untuk lebih dari 300 enzim metabolisme, termasuk enzim yang terlibat pada penggunaan gula tubuh dan sekresi insulin. Umbi bengkoang dapat digunakan untuk diet rendah kalori karena menghasilkan 35-39 kkal per 100 gramnya dandapat digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan mineral dalam diet. Semakin tinggi umur panen, kadar abu semakin menurun, hal ini diduga setiap kegiatan biosintesis dan biogenesis tumbuhan selalu melibatkan mineral tertentu terutama pada pembentukan metabolit sekunder (Manitto, 1992).

Kadar protein tepung bengkoang pada berbagai umur panen memberikan hasil yang signifikan (p<0,01) dan kadarnya relatif tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai sumber protein nabati, namun peningkatan kadar protein hanya sampai umur 4 bulan, selanjutnya kadar protein cenderung menurun. Setiap pembentukan metabolit sekunder membutuhkan enzim tertentu (Manitto, 1992). Pembentukan flavonoid dan senyawa-senyawa antioksidan berasal dari protein terutama L- phenilalanin, L-triptophan dan L tyrosin melalui jalur asam sikhimat, diduga pada umur panen 4 bulan pembentukan metabolit sekunder mengalami peningkatan (Dewick, 2002).

Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa umbi bengkoang kaya akan serat (Gambar 1) yang berperan dalam menurunkan kolesterol LDL, selain itu juga mengandung asam folat (Rudrappa, 2009) yang berperan dalam menurunkan hemosistein dalam darah. Hemosistein adalah suatu jenis asam amino yang bila kadarnya meningkat dalam darah dapat merusak pembuluh darah, sehingga meningkatkan serangan jantung dan stroke. Asam folat juga dapat untuk mencegah kerusakan otak bayi saat kelahiran, oleh karena itu ibu hamil disarankan mengkonsumsi jagung yang banyak mengandung asam folat (Mulyawan, 2009). Menurut Damayanthi dkk, 2007 (dalam Anonimous1, 2009) konsumsi dedak bekatul 85 g/hari dapat menurunkan total kolesterol sebesar 8.3% dan peningkatan kadar kolesterol HDL (kolesterol baik) sebesar 11.8%.

Bahan pangan yang mengandung serat tidak larut tinggi dapat membantu wanita terhindar dari gallstone (telah dipublikasikan pada American Journal of Gastroenterology) bahwa serat tidak larut tidak hanya memberikan waktu transit yang pendek pada usus (makanan dengan cepat bergerak melalui usus), tetapi juga mengurangi sekresi asam-asam empedu, meningkatkan sensitivitas insulin dan menurunkan trigliserida (lemak darah) (Minhajuddin, 2005 dalam Anonimous1, 2009 ; The Food Meteljan Foundation, 2009), sedangkan serat larut dapat mencegah guladarah meningkat.

Kadar lemak pada umbi bengkoang memberikan pengaruh yang signifikans (p<0,01). Lemak umbi bengkoang mengandung vitamin E sebesar 0,46 mg (Rudrappa, 2009). Berdasarkan penelitian (Minhajuddin, 2005 dalam Anonomous1, 2009) vitamin E mengandung tokotrienol dan tokoferol, ternyata dapat menurunkan kolesterol sebesar 42% dan LDL (kolesterol jahat) sebesar 62%. Tokotrienol terbukti secara ilmiah dapat menghambat aktivitas HMG-CoA Reduktase, sebuah enzim yang dapat mensintesa kolesterol di dalam tubuh.

Gambar 1. Pengaruh Umur Panen Terhadap Kadar Serat.

2. Rendemen hasil analisis umbi bengkoang pada berbagai umur

Hasil ekstrak petroleum eter tidak ditentukan, karena rendemen terlalu sedikit, dan telah dibuktikan oleh peneliti lain, sedangkan hasil rendemen ekstrak metanolik dapat dilihat pada Tabel 2.Hasil penelitian Lukitaningsih (2009) menemukan senyawa 9,12-tricosandiene, trilinolin, beta-sitosterol dan stigmasterol, asam palmitat dan hexadesyl pentanoat terdapat pda bengkoang menggunakan pelarut petroleum eter metode khromatografi lapis tipis dan terbukti semua senyawa memiliki aktivits peredaman terhadap radikal bebas walaupun dengan kekuatan yang berbeda.

Tabel 2. Rendemenekstrakmetanolikumbibengkoang Perlakuan Beratserbuk (g) Beratekstrakmetanolik Rendemen (5%) Rataan+standardeviasi Umurpanen 3 bulan A1.1 25,0189 4,8864 19,5308 A1.2 25,7120 4,9322 19,1825 19,7158+0,6459 A1.3 25,5413 5,2191 20,4340 Umurpanen 4 bulan A2.1 25,2258 6,8248 27,0548 A2.2 25,2204 6,7748 26,8624 25,9559+1,7394 A2.3 25,0629 6,0027 23,9505 Umurpanen 5 bulan A3.1 25,0838 6,5453 26,0937 A3.2 25,0803 6,4282 25,6305 25,6089+0,4960 A3.3 25,1437 6,3117 25,1025

Keterangan: A1= umur panen 3 bulan, A2-umur panen 2 bula, A3=umur panen 5 bulan. Masing-masing perlakuan diulang 3x.

Rendemen ekstrak metanolik tertinggi terdapat pada umur panen 4 bulan, demikian juga fraksi metanolik-air dan metanolik-eter (Tabel 3 dan 4), hal ini sesuai dengan hasil penentuan kadar protein yang tertinggi pada umur panen 4 bulan, diduga pada umur panen 4 bulan banyak dibentuk senyawa-senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan.

12,6882 18,9108 21,3607 0 5 10 15 20 25 3 4 5

K

ad

ar

s

er

at

(

%

)

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2014 (Halaman 188-191)

Garis besar

Dokumen terkait