• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEK EKSTRAK RIMPANG TEMU MANGGA (Curcuma mangga Valeton & v.Zijp) SEBAGAI ANTIMIELOSUPRES

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2014 (Halaman 46-51)

Edy Suwarso, Suryadi Achmad, Rasmadin Muchtar, Meliza Sari Hutabarat

(Staf Pengajar Fakultas Farmasi, USU, Medan) Email:

ABSTRAK

Hemopoesis merupakan proses pembuatan sel-sel darah, di mana sangat dipengaruhi adanya mielosupresi yang berperan dalam penurunan jumlah sel-sel darah dalam tubuh. Kehidupan sel darah dimulai dalam sumsum tulang dalam bentuk tipe sel yang dikenal dengan nama stem cell hematopoietic pluripoten, yang akan berproliferasi menjadi sel-sel mieloid. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat efek ekstrak rimpang temu mangga sebagai antimielosupresi.Penelitian ini dilakukan pada 4 kelompok perlakuan, di mana kelompok pertama (AM – 1) sebagai kelompok kontrol, Kelompok kedua (AM – 2), kelompok uji yang diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB, Kelompok tiga dan empat sebagai kelompok perlakuan ekstrak rimpang temu mangga (ERTM) dosis 100 mg/kg BB (AM – 3) dan dosis 200 mg/kg BB (AM – 4). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa ERTM dosis 200 mg/kg BB mampu meningkatkan jumlah sel darah putih dengan nilai 8,3 x 103 ± 0,453 yang sama dengan nilai kontrolnya yaitu 8,1 x 103 ± 0,514 (p>0,05). Untuk sel MID ERTM dosis 100 mg/kg BB sudah dapat meningkatkan jumlahnya yang sama dengan nilai kontrolnya yaitu 2,7 x 103 ± 0,316 dan kontrol ditunjukkan dengan nilai 2,78 x 103 ± 0,912 (p>0,05). Dapat disimpulkan bahwa ERTM menunjukkan efeknya sebagai antimielosupresi.

Kata kunci: Antimielosupresi, mieloid, ekstrak rimpang temu mangga (ERTM), sel darah putih, sel MID

PENDAHULUAN

Mielosupresi merupakan suatu proses yang terjadi dalam sumsum tulang yaitu ditunjukkan dengan penurunan produksi sel-sel mieloid yang sangat berpengaruh pada hemopoesis, yaitu proses pembentukan sel-sel darah (Hillman dan Ault, 1995; Soebandri, 2006). Pembentukan sel-sel darah dalam sumsum tulang dimulai dari suatu bentuk tipe sel yang disebut stem cell hematopoetic pluripoten, yang merupakan basal dari semua sel yang terdapat dalam sirkulasi darah (Guyton dan Hall, 2007). Sel-sel ini akan berproliferasi menjadi sel-sel limfoid dan sel-sel mieloid. Sel-sel limfoid akan berkembang menjadi limfosit T dan limfosit B yang berperan dalam menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh, sedangkan sel-sel mieloid akan berproliferasi menjadi sel-sel darah yang terdapat dalam sirkulasi darah, seperti granulosit, monosit, eritrosit, megakariosit, dan lain-lain (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Fungsi sel-sel mieloid dalam tubuh ada tiga. Pertama)., sel mieloid dapat bergerak keluar dari sirkulasi menuju ke jaringan yang terkena infeksi, rusak ataupun akibat inflamasi. Kedua)., akan berperan sebagai sel fagosit (sel granulosit, monosit dan lainnya). Ketiga)., mampu melepaskan isi dari granul-granul sel yang disebut eksositosis (Hillman dan Ault, 1995). Menurut Girindra (1988), hasil pemeriksaan darah secara umum menggambarkan kondisi dari tubuh, sehingg merupakan parameter yang penting untuk diperhatikan.

Indonesia pada tahun 2010 menunjukkan prevalensi penyakit yang berhubugan dengan darah meningkat, terutama untuk penyakit seperti anemia, leukopenia, leukositosis, dan trombositopenia. Pasien yang sering menderita akan gangguan darah terutama anak-anak dan pasien lain yang terinfeksi bakteri atau virus (Depkes R.I., 2011).

Penggunaan bahan alami untuk pengobatan suatu penyakit sudah lama dikenal dan sekarang sudah banyak pengobatan penyakit menggunakan bahan alami yang diketahui mempunyai efek samping yang relatif kecil dibandingkan dengan bahan obat hasil sintesis atau lebih dikenal dengan istilah back to nature (Wasitaatmadja, 1977; Aggarawal, et al., 2006; ). Pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat obat, akhir-akhir ini menunjukkan peningkatan yang cukup pesat. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat adalah rimpang temu mangga (Curcuma mangga Valeton & v.Zijp). Kandungan kimia dari rimpang temu mangga adalah kurkuminoid, flavonoid, saponin, polifenol dan

(laksatif), dan obat masuk angin. Hasil penelitian terkini, di mana temu mangga dapat bersifat sebagai imunomodulator, antioksidan dan anti kanker (Widodo, 2005).

BAHAN DAN METODE

Alat-alat yang digunakan: alat-alat gelas, neraca hewan (Presica), haematology analyser (Cell-Dyne

1800).

Bahan yang digunakan:

Rimpang temu mangga, Karboksi metil selulosa (Brataco®), Larutan fisiologis NaCl 0,9% (Widatra®), Siklofosfamid (Endoxan®).

Cara kerja: Penelitian ini dilakukan pada 4 kelompok perlakuan: Kelompok pertama (AM – 1) sebagai kelompok kontrol negatif:

Pada hari pertama diberikan 0,5 ml larutan NaCl 0,9% secara intra peritoneal (i.p), kemudian pada hari kedua sampai dengan hari ke delapan diberikan CMC 250 mg/hari per oral (p.o).

Kelompok kedua (AM – 2), sebagai kelompok kontrol positif:

Pada hari pertama diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara i.p, kemudian pada hari kedua sampai dengan hari ke delapan diberikan CMC 250 mg/hari p.o.

Kelompok ketiga (AM – 3), sebagai kelompok uji ERTM dosis 100 mg/kg BB:

Pada hari pertama diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara i.p, kemudian pada hari kedua sampai dengan hari ke delapan diberikan ERTM dengan dosis 100mg/kg BB/hari p.o.

Kelompok keempat (AM – 4), sebagai kelompok uji ERTM dosis 200 mg/kg BB:

Pada hari pertama diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara i.p, kemudian pada hari kedua sampai dengan hari ke delapan diberikan ERTM dengan dosis 200mg/kg BB/hari p.o. Pada hari kedelapan untuk masing kelompok, 4 jam kemudian diambil darahnya sebanyak 1 ml melalui ekor mencit dengan cara menggunting bagian ujung ekor dan ditampung dalam politube yang telah berisi heparin. Diukur parameter hematologinya dengan alat Cell Dyne 1800 (Shah, et al., 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian aktivitas antimielosupresi dilakukan secara in vivo pada hewan uji mencit jantan dengan metode mielosupresi yang diinduksi dengan siklofosfamid (cyclophosphamide-induced myelosuppression) dengan cara mengukur parameter hematologi menggunakan alat haematology analyser (Cell Dyne 1800) yang telah dilakukan oleh Shah, et al., (2008) dan Shukla, et al., (2009) dengan cara hewan uji diinduksi dengan siklofosfamid dosis 30 mg/kg BB secara i.p pada hari pertama sebelum perlakuan. Penentuan parameter hematologi dilakukan pada hari kedelapan. Untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dilakukan uji statistik dengan uji analisis variansi (ANAVA) dengan program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 15 dan selanjutnya dilakukan uji beda antar rata-rata dengan ujinya Post Hoc Tukey bila hasil uji ANAVA menunjukkan signifikansi lebih kecil dari 0,05 (p<0,05). Hasil pengukuran jumlah sel darah putih dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Hasil pengukuran jumlah sel darah putih

AM-1 AM-2 AM-3 AM-4

Jumlah Sel Darah Putih x 103 8,3 5,8 7,4 8,2 8,5 5,9 7,7 7,6 8,3 5,8 7,5 8,6 7,2 6,1 7,2 8,4 8,2 6,1 7,4 8,7 Rata-rata ± SD 8,1 ± 0,514 5,94 ± 0,151 7,44 ± 0,181 8,3 ± 0,435

Keterangan: AM – 1 : kontrol negatif, AM – 3 : perlakuan ERTM dosis 100 mg/kg BB, AM – 2 : kontrol positif, AM – 4 : perlakuan ERTM dosis 200 mg/kg BB.

Untuk lebih memperjelas pengertian dari Tabel 1, dapat dilihat pada Gambar 1, yang menggambarkan

Gambar 1. Grafik pengukuran jumlah sel darah putih terhadap perlakuan

Dari Tabel 1 dan Gambar 1 dapat dilihat bahwa pemberian ERTM yang makin meningkat akan meningkatkan pula jumlah sel darah putih yaitu pada dosis ERTM 200 mg/kg BB menunjukkan nilai yang sama dengan kontrol negatif (p>0,05). Dari data di atas menggambarkan bahwa ERTM dosis 200 mg/kg BB dapat mengembalikan jumlah sel darah putih yang sama dengan normalnya.

Salah satu dari bagian leukosit (sel darah putih) yang mengalami diferensiasi adalah sel mid (MID = monosit, eosinofil, basofil, sel blast dan precursor sel darah putih). Nilai MID dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Hasil pengukuran sel mid (MID)

AM-1 AM-2 AM-3 AM-4

Jumlah Sel mid (MID) x 103 4,1 1,9 3,1 3,0 3,0 1,5 2,9 2,6 2,4 1,6 2,5 4,1 1,6 1,6 2,3 3,2 2,8 2,0 2,7 3,4 Rata-rata ± SD 2,78 ± 0,912 1,72 ± 0,217 2,70 ± 0,316 3,26 ± 0,555

Keterangan: AM – 1 : kontrol negatif, AM – 3 : perlakuan ERTM dosis 100 mg/kg BB, AM – 2 : kontrol positif, AM – 4 : perlakuan ERTM dosis 200 mg/kg BB.

Untuk mempertegas pengertian Tabel 2, lebih lanjut dapat dilihat pada Gambar 2, yang menggambarkan kurva balok plot dari jumlah sel mid (MID) x 103 lawan perlakuan.

AM-1 AM-2 AM-3 AM-4

JU ML A H S E L D A RA H P U T IH X 1 0 3 PERLAKUAN 8,1 ± 0,514 5,94 ± 0,151 7,44 ± 0,181 8,3 ± 0,435

Gambar 2. Grafik pengukuran jumlah sel mid (MID) terhadap perlakuan

Tabel 2 dan Gambar 2 menunjukkan nilai peningkatan jumlah MID, di mana hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai MID kontrol negatif sama dengan perlakuan ERTM dosis 100 mg/kg BB maupun 200 mg/kg BB, sedangkan MID ERTM 100 mg/kg BB juga sama dengan dosis 200 mg/kg BB, dengan kata lain bahwa ERTM dosis 200 mg/kg BB menunjukkan nilai peningkatan MID yang besar dan masih menunjukkan nilai yang sama dengan nilai kontrol negatif (p>0,05). Dalam pengukuran nilai MID (seperti monosit, eosinofil, basofil, sel blast dan precursor sel darah putih) yang merupakan diferensiasi sel darah putih adalah gambaran yang sama dengan leukosit atau sel darah putih yang artinya juga gambaran akan kemampuan ERTM dalam meningkatkan jumlah sel darah putih dalam tubuh.

KESIMPULAN

Ekstrak Rimpang Temu Mangga dosis 200 mg/kg BB mampu berperan sebagai antimielosupresi yang ditunjukkan oleh peningkatan jumlah sel darah putih, demikian juga ditunjukkan oleh peningkatan salah satu dari hasil diferensiasi sel darah putih yaitu MID, yang artinya juga menunjukkan peningkatan dari sel-sel bagian leukosit seperti monosit, eosinofil, basofil, sel blast dan precursor sel darah putih.

DAFTAR PUSTAKA

Anggarawal BB, Sundarman C, Malani N, Ichikawa H. 2006 Curcumin The Indian Solid Gold. Hal 2- 4. [Tanggal 22 Desember 2011].

http//www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/17569205

Depkes R.I. (2011), Profil Kesehatan Indonesia 2010. Diakses tanggal 18 April 2012. http//www.depkes.go.id/downloads/profil/terbaru.pdf.

Girindra, A. (1988). Biokimia Patologi Hewan. Bogor; PAU IPB. Hal 17.

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Editor: Luqman

Yanuar Rahman, Huriawati Hartanto, Andita Novrianti dan Nanda Wulandari. Edisi kesebelas. Jakarta: EGC. Hal 439 – 459.

Hillman, R.S., dan Ault, K.A. (1995). Hematology in Clinical Practise. New York: Mcgraw-Hill. Hal 241 – 245.

Junqueira, L.C., dan Carneiro, J. (2007). Histologi Dasar. Editor: frans dany. Edisi Kesepuluh. Jakarta: EGC. Hal 235.

Shukla, S., Mehta, A., dan john, J. (2009). Immunomodulatory Activities of Ethanolic Extract of Caesalpinia bonducella Seeds. Journal of Etnopharmacology. 125(2): 252 – 256.

AM-1 AM-2 AM-3 AM-4

JU ML A H s e l m id ( MI D ) x 1 0 3 PERLAKUAN 2,78 ± 0,912 1,27 ± 0,217 2,70 ± 0,316 3,26 ± 0,555

Soebandri. (2006). Hemopoesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor: Aru Sudoyo, Bambang Setyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata, dan Siti Setiati. Edisi keempat. Jilid II. Jakarta. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 619.

Syukur, C. (2003). Temu Putih: Tanaman Obat Anti Kanker. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Surabaya. Hal 4.

Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI Press. Hal 59. Widodo, A. (2005). Tanaman Berkhasiat Obat. Bandung. Pustaka Media. Hal 53.

DAYA HAMBAT EKSTRAK RIMPANG KENCUR (Kaempferia galanga L.)

Dalam dokumen Prosiding Seminar Nasional Biologi USU 2014 (Halaman 46-51)

Garis besar

Dokumen terkait