• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelasional.

Penelitian deskriptif itu sendiri merupakan sebuah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau menginterpretasikan suatu fenomena, atau permasalahan sesuai dengan apa adanya. Dimana peneliti tidak memanipulasi, mengubah ataupun memberikan perlakuan tertentu terhadap hasil yang diperoleh (Sukmadinata, 2006). Penelitian deksriptif korelasional dapat digunakan untuk memperoleh data dari lokasi tertentu, yang terbentuk secara alamiah (bukan dibentuk dengan sengaja). Dimana peneliti mengumpulkan data dengan menggunakan alat bantu, yang dapat berupa kuesioner, tes, wawancara terstruktur dan lain-lain (Sugiyono, 2014 dalam Ika & Riana, 2016).

Penelitian deksriptif korelasional juga bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengetahui hubungan antar variabel yang sedang diteliti (Harahap, 2017).

Sehingga dalam penelitian ini, metode ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya, hubungan dari variabel kunci yang diperoleh melalui hasil analisis MICMAC, dengan meninjau karakteristik masing-masing Kabupaten/Kota yang ada di Pulau Jawa. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena dalam memaparkan hasil analisanya, disajikan menggunakan ukuran, jumlah, gambaran atau frekuensi tertentu. Serta menggunakan bantuan data numerik (Sukmadinata, 2006).

92 D. Data dan Sumber Data

Tabel 3. 4 Sumber Data Penelitian Jenis

Data

Sumber Data Tujuan Metode

Primer 1. Dinas

1. Kepolisian Daerah Provinsi Jawa Tengah

Sekunder Badan Pusat Statistik:

1. Publikasi dalam angka setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota 2018-2019 2. Publikasi dalam

angka pada 100 Kabupaten/Kota 3. Statistik Potensi

Desa 2018

E. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan dua jenis metode analisis data, yang terdiri dari analisis Matrix of Cross Impact Multiplications Applied to a Classification (MICMAC) dan analisis Multidimensional Scaling (MDS).

93

1. Matrix of Cross Impact Multiplications Applied to a Classification (MICMAC)

Analisis MICMAC adalah sebuah analisis yang digunakan untuk mengkategorikan atau mengelompokkan suatu faktor, berdasarkan nilai pengaruh dan ketergantungannya (Singh, 2015). Untuk menerapkan metode analisis MICMAC, seorang peneliti dapat menggunakan bantuan software MICMAC, yaitu sebuah aplikasi analisis struktural dengan pendekatan matriks dampak silang, yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan faktor-faktor yang ada pada sebuah sistem yang sedang diteliti.

Dengan adanya matriks tersebut, juga dapat membantu seorang peneliti untuk menganalisis hubungan antarvariabel, baik hubungan langsung ataupun tidak langsung. Pada prinsipnya, metode ini dapat digunakan peneliti untuk (Almeida & Moraes, 2013 dalam Fauzi, 2019):

a) Mengidentifikasi variabel penelitian yang bersifat influent (memengaruhi) dan dependent (dipengaruhi) yang esensial dalam penelitian.

b) Membantu memetakan hubungan antar variabel dan keterkaitan antar variabel untuk menjelaskan masalah yang sedang dikaji dalam penelitian.

c) Mengungkapkan rantai sebab akibat dari suatu pembahasan atau permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian.

Dalam penelitian ini, metode analisis MICMAC digunakan untuk membantu peneliti dalam menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa. Data yang digunakan dalam analisis MICMAC merupakan data primer, yang dapat diperoleh melalui FGD ataupun bantuan instrumen penelitian lainnya.

Pada penelitian ini, untuk memperoleh data yang akan digunakan pada analisis MICMAC, peneliti menggunakan bantuan instrumen penelitian yaitu berupa penilaian yang dilakukan oleh para ahli atau stakeholder dari ketiga Provinsi. Berdasarkan hasil penilaian tersebut, nantinya akan diperoleh variabel atau faktor yang dibutuhkan dalam penelitian, yang ditampilkan dalam grafik berbentuk empat kuadran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10.

94 a. Tahapan Penelitian

Berikut ini tahapan penelitian yang digunakan oleh peneliti, dalam metode analisis MICMAC:

1) Melakukan studi literatur agar dapat mengidentifikasi seluruh faktor atau variabel, yang diduga dapat mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua. Sehingga diperoleh daftar identifikasi kunci yang akan digunakan dalam instrumen penelitian.

2) Melakukan penyebaran instrumen penelitian dan juga tanya jawab kepada stakeholder atau para ahli. Pada tahap ini, para ahli memberikan penilaian mengenai faktor yang telah diidentifikasi. Proses penilaian didasarkan menggunakan ukuran skala, seperti yang digambarkan pada Tabel 3.5, yang digunakan untuk menguantifikasi hubungan antar variabel.

Tabel 3. 5 Skala Hubungan MDI

Skala Hubungan

0 Tidak terdapat hubungan 1 Terdapat hubungan lemah 2 Terdapat hubungan rata-rata 3 Terdapat hubungan kuat P Potential influence

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

3) Hasil penilaian kemudian diisi pada matriks MDI dan diolah menggunakan aplikasi MICMAC. Matriks MDI (Matrix of Direct Influence) digunakan sebagai alat bantu untuk mengolah hasil penilaian dan memperoleh gambaran mengenai hubungan langsung dari setiap variabel.

95

4) Kemudian diperoleh hasil yang berupa pemetaan berdasarkan tingkatan pengaruh dan ketergantungannya, yang ditampilkan dengan 4 kuadran ataupun grafik yang menggambarkan hubungan antar variabel.

5) Sehingga diperoleh informasi dan dapat diidentifikasi variabel/ faktor kunci yang dibutuhkan dalam penelitian.

2. Multidimensional Scaling (MDS)

Analisis multidimensional scaling (MDS) adalah salah satu teknik peubah ganda, yang dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu objek penelitian, berdasarkan nilai kemiripannya (Gloria, 2014). Dengan metode analisis MDS, dapat dihasilkan informasi tentang bentuk kesamaan atau ketidaksamaan antar atribut/objek penelitian dan letak pemetaan secara geometris (Young, 1985).

Metode ini dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu variabel berdasarkan karakteristik kemiripannya, dan juga untuk mengetahui hubungan interdependensi antar variabel atau data yang diteliti, yang mana dapat digambarkan dalam perceptual map (Johnson & Wichern, 2007).

Pada penelitian ini, metode analisis multidimensional scaling (MDS) digunakan untuk membantu peneliti dalam mengetahui karakteristik pemetaan wilayah, berdasarkan dimensi dari faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa. Hasil pengolahan data menggunakan metode analisis MDS berupa peta persepsi (perceptual map) atau dapat juga disebut dengan peta spasial (spatial map). Dengan adanya Perceptual map, dapat terlihat posisi masing-masing objek penelitian yang nantinya dapat dikelompokkan berdasarkan kesamaan karakteristiknya.

Apabila semakin berdekatan posisi antar objek, maka semakin terdapat kemiripan pada objek-objek tersebut. Namun sebaliknya, jika perceptual map menunjukkan posisi objek penelitian yang semakin berjauhan, maka terdapat ketidaksamaan karakteristik pada objek tersebut. MDS memudahkan peneliti dalam memberikan gambaran umum, pada data yang jumlahnya besar sehingga akan mudah dipahami dan lebih informatif dibandingkan dengan metode lain.

Data kemiripan atau ketidakmiripan yang diperoleh pada perceptual map dinyatakan dalam bentuk jarak. Untuk menghitung jarak kedekatan antar objek

96

yang diteliti, dapat menggunakan perhitungan Jarak Euclidean. Dalam meninjau kedekatan posisi masing-masing objek penelitian dalam perceptual map, peneliti juga dapat meninjau berdasarkan titik koordinat atau dalam hasil olah data disebut dengan Stimulus Coordinate.

Dalam mengukur kesesuaian dan ketepatan model yang dihasilkan dalam sebuah analisis multidimensional scaling, seorang peneliti dapat meninjau berdasarkan nilai STRESS dan R Squarenya. Stress merupakan sebuah ukuran ketidaktepatan (a lack of fit measurement) yang dapat menggambarkan tingkat kesesuaian (goodness of fit) suatu penelitian. Ketentuan nilai Stress yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Tabel 2.3.

R Square dapat menjadi tolak ukur untuk melihat sejauh mana kecocokan atau ketepatan (goodness of fit), dari model yang dikembangkan. Apabila semakin besar nilai R Square yang dihasilkan, maka mengindikasikan semakin baik model atau semakin tepat jarak yang ditunjukkan dalam pereptual map yang digunakan.

Oleh karena itu, metode analisis multidimensional scaling dapat membantu peneliti, untuk memudahkan pemberian informasi dan penggambaran dari masing-masing atribut/objek penelitian, berdasarkan persepsi atau sudut pandang dari masing-masing dimensi yang digunakan dalam suatu penelitian.

a. Tahapan Penelitian

Berikut ini tahapan penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam metode analisis multidimensional scaling (MDS):

1) Menentukan atribut atau jumlah dimensi yang akan digunakan dalam penelitian. Dimensi ditentukan berdasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa. Dimensi tersebut dapat berupa dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi lingkungan dan lain-lain.

2) Melakukan input data sekunder yang kemudian diolah dengan menggunakan bantuan IBM SPSS Statistics 25.

97

3) Melakukan analisis Multidimensional Scaling (MDS) dengan melihat nilai Stress, R Square dan perceptual map yang diperoleh dari ouput olah data pada IBM SPSS Statistics 25.

4) Nilai STRESS dan R Square digunakan untuk mengukur ketepatan dan kesesuaian model (perceptual map) yang terbentuk. Sehingga perceptual map yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat mewakili berbagai dimensi (terkait faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua) dalam melihat karakteristik masing-masing Kabupaten/Kota yang diteliti.

5) Dengan adanya hasil yang diperoleh dari perceptual map, nantinya dapat diketahui dan dikelompokkan objek penelitian yang terlihat memiliki kesamaan karakteristik, berdasarkan sudut pandang dimensi yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua.

98 BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian 1. Kondisi Geografi dan Administratif

Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau yang masuk kedalam kategori lima Pulau terbesar di Indonesia, dengan luas wilayah mencapai 129.438,28 km2. Berdasarkan kondisi geografisnya, sebelah Utara Pulau Jawa berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan Pulau Kalimantan. Bagian sebelah timur berbatasan dengan Selat Bali dan Pulau Bali, bagian selatan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Kepulaan Cocos (Australia), dan di sebelah barat berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan Pulau Sumatera.

Secara administratif, Pulau Jawa terdiri dari 6 Provinsi yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Setiap Provinsi memiliki luas wilayah dan jumlah Kabupaten/Kota yang berbeda-beda yang dapat dilihat dalam Tabel 4.1.

Tabel 4. 1 Jumlah Kabupaten, Jumlah Kota dan Luas Wilayah di Pulau Jawa Tahun 2018

Provinsi Kabupaten Kota Luas Wilayah (km2)

DKI Jakarta 1 5 664,01

Jawa Barat 18 9 35.377,76

Banten 4 4 9,662.92

Jawa Timur 29 9 47.799,75

Jawa Tengah 29 6 32.800,69

DIY 4 1 3.133,15

Sumber: Statistik Indonesia 2019, Badan Pusat Statistik, diolah

99

Berdasarkan wilayah administrasinya, pada tahun 2018 Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah menjadi Provinsi yang memiliki jumlah Kabupaten paling banyak, yaitu sebanyak 29 Kabupaten. Hal ini bukan hanya dalam tingkatan Pulau Jawa saja, tetapi menjadi Provinsi dengan Kabupaten terbanyak di Indonesia.

Selain itu, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Jawa Timur juga menjadi Provinsi dengan jumlah Kota terbanyak di Pulau Jawa dan juga di Indonesia, yaitu sebanyak 9 Kota.

2. Kondisi Topografi

Topografi suatu wilayah dapat ditinjau berdasarkan kemiringan lerengnya dan juga ketinggian wilayah tersebut, hal ini lah yang membuat setiap wilayah memiliki keunikan bentuk wilayahnya masing-masing. Topografi setiap wilayah yang berbeda-beda dapat membuat pola interaksi di setiap wilayah menjadi beragam.

Oleh karena itu, topografi wilayah yang di miliki Pulau Jawa menjadi sangat bervariatif. Hal ini dikarenakan keenam Provinsi yang terdapat di Pulau ini memiliki topografi wilayah dengan keunikan yang berbeda-beda pula.

Pada Provinsi Jawa Timur yang berada pada dataran rendah memiliki kemiringan lereng 0-15%, untuk wilayah perbukitan dan pegunungan memiliki kemiringan lereng 15-40%, dan wilayah yang terdiri dari pegunungan memiliki kemiringan > 40%. Pada ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut, sebanyak 41,39% dari keseluruhan wilayah Provinsi Jawa Timur memiliki topografi yang relatif datar dan bergelombang.

Wilayah dengan ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut terdapat sebanyak 36,58% dengan topografi bergelombang dan bergunung. Selain itu, pada ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut terdapat sebanyak 9,49% yang memiliki topografi dengan kondisi berbukit. Serta pada ketinggian > 1000 meter dari permukaan laut terdapat 12,55% wilayah dengan topografi bergunung dan terjal.

Kondisi topografi pada Provinsi Jawa Tengah juga sangat bervariasi.

Berdasarkan tingkat kemiringan, dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok yaitu wilayah dengan kemiringan 0-2% terdapat sebanyak 38%, dengan kemiringan

2-100

15% terdapat sebanyak 31%, dengan kemiringan 15-40% terdapat sebanyak 19%

dan wilayah dengan kemiringan > 40% terdapat sebanyak 12%.

Berdasarkan tingkat ketinggiannya, pada ketinggian 0-100 meter dari permukaan laut terdapat sebanyak 53,3 % dari keseluruhan wilayah Jawa Tengah yang berada di sepanjang pantai utara. Pada ketinggian 100-500 meter dari permukaan laut, terdapat sebanyak 27,4% pada bagian tengah pulau. Serta pada ketinggian 500-1000 meter dari permukaan laut sebanyak 14,7% dan > 1000 meter diatas permukaan laut sebanyak 4,6%. Oleh karena itu, dapat terlihat bahwa topografi Provinsi Jawa Tengah yang beragam terdiri dari pegunungan dan juga dataran tinggi yang melintasi Pulau Jawa bagian tengah, pantai yang terdiri dari pantai selatan dan pantai utara, serta dataran rendah yang mendominasi di setiap wilayah Jawa Tengah.

Provinsi Jawa Barat juga memiliki topografi yang sangat beragam. Pada bagian utara memiliki topografi dataran rendah, didominasi dengan keberadaan lahan sawah dan lahan kering yang terbatas. Pada bagian tengah yang berupa dataran tinggi berbentuk pegunungan, memiliki kondisi lahan sawah dan lahan kering yang seimbang. Serta pada bagian selatan berupa daerah perbukitan dan pegunungan yang disertai pantai, dengan sedikit lahan datar dan lahan sawah yang terbatas.

Berbeda dengan ketiga Provinsi sebelumnya, Provinsi DKI Jakarta berada pada dataran rendah dengan ketinggian 8 meter diatas permukaan laut. Sebanyak 40%

luas wilayahnya merupakan dataran dengan permukaan tanah berada pada ketinggian 1-1,5 meter dibawah muka laut pasang. Memiliki kemiringan yang relatif landai yaitu 0-3%, membuat Provinsi DKI Jakarta sering menjadi wilayah sasaran banjir, yang berasal dari wilayah lainnya dengan topografi yang lebih tinggi.

Topografi Provinsi Banten terdiri dari tiga kelompok yaitu dataran rendah dibagian selatan dan utara, dengan ketinggian < 50 meter diatas permukaan laut disertai wilayah pantai dengan ketinggian 0-1 meter diatas permukaan laut. Adapula perbukitan landai-sedang yang berada pada bagian tengah Provinsi Banten, dengan ketinggian 50-553 meter diatas permukaan laut dan terdapat kelompok perbukitan terjal.

101

Sebagian besar topografi Provinsi DIY berada pada ketinggian 100-499 meter diatas permukaan laut dengan persentase sebanyak 65,65% wilayah. Pada ketinggian < 100 meter diatas permukaan laut, terdapat sebanyak 28,84% wilayah.

Adapula wilayah dengan ketinggian 500-999 meter diatas permukaan laut sebanyak 5,04% dan wilayah dengan ketinggian > 1000 meter diatas permukaan laut sebanyak 0,47%.

3. Keadaan Penduduk

Pada Tahun 2018, Pulau Jawa menjadi Pulau paling padat penduduk di Indonesia, dengan jumlah penduduk mencapai 149.635,6 jiwa. Tingkat sebaran penduduk terbesar juga berada di Pulau Jawa dengan persentase mencapai 56,46%, hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 56,46% penduduk di Indonesia masih terkonsentrasi berada di Pulau Jawa, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1.

Hal ini sejalan dengan fakta bahwa Provinsi-Provinsi di Pulau Jawa merupakan Provinsi dengan wilayah paling padat penduduk di Indonesia.

Gambar 4. 1 Persentase Sebaran Penduduk Berdasarkan Pulau Terbesar di Indonesia Tahun 2018

Sumber: Buku Informasi Statistik 2019, Kementerian PUPR

Berdasarkan Tabel 4.2 dapat terlihat bahwa tingkat kedapatan masing-masing Provinsi yang ada di Pulau Jawa cukup beragam, dengan kepadatan penduduk tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta, yang juga menjadi wilayah paling padat di Indonesia yaitu mencapai 15.764 jiwa/km2. Hal ini dapat terjadi dikarenakan banyaknya jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta yang tidak sejalan dengan luas

102

wilayah yang tersedia. Disisi lain, untuk Provinsi dengan tingkat kepadatan terendah berada di Provinsi Jawa Timur yang hanya mencapai 826 jiwa/km2.

Tabel 4. 2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Pulau Jawa Tahun 2018

Provinsi Jumlah Penduduk (ribu jiwa)

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)

Laju Pertumbuhan Penduduk (%) DKI Jakarta 10.467,6 15.764 1,03

Jawa Barat 48.683,7 1.376 1,50

Banten 12.689,7 1.313 2,17

Jawa Timur 39.500,9 826 0,63

Jawa Tengah

34.490,8 1.052 0,77

DIY 3.802,9 1.214 1,16

Sumber: Buku Informasi Statistik 2019, Kementerian PUPR, Statistik Indonesia 2019, Badan Pusat Statistik (BPS), diolah

Sementara itu, Provinsi Jawa Barat juga menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia, selama Tahun 2018 yaitu mencapai 48.683,7 jiwa. Kemudian diikuti dengan Provinsi Jawa Timur yang mencapai 39.500,9 jiwa.

Provinsi dengan jumlah penduduk paling sedikit adalah Provinsi DIY, dengan jumlah penduduk mencapai 3.802,9 jiwa seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 4.2.

4. Kondisi Pertumbuhan Transportasi Pulau Jawa

Pada Tahun 2018, Pulau Jawa menjadi wilayah yang memiliki jumlah kendaraan bermotor paling tinggi dibandingkan Pulau lainnya yang mencapai sebanyak 76.041.034 unit kendaraan dengan pertumbuhan per tahun mencapai 6,40%. Hal ini disebabkan karena seluruh Provinsi yang termasuk didalam Pulau Jawa, menjadi wilayah penyumbang volume kendaraan bermotor paling tinggi di Indonesia.

103

Tabel 4. 3 Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenisnya (Unit) Menurut Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2018

Provinsi Mobil

DKI Jakarta 3.082.616 33.419 631.156 15.037.359 18.784.550 Jawa Barat 3.534.784 19.443 360.243 10.899.031 14.813.501 Banten 209.212 3.254 70.098 1.991.810 2.274.374 Jawa Timur 1.759.758 33.255 696.708 18.016.051 20.505.772 Jawa Tengah 1.290.630 32.435 545.491 15.069.428 16.937.984

DIY 344.084 3.386 56.549 2.321.234 2.725.253

Sumber: Statistik Transportasi Darat 2019. BPS. diolah

Seperti yang telah ditunjukkan dalam Tabel 4.3 bahwa Provinsi Jawa Timur menjadi Provinsi dengan proporsi jumlah kendaraan bermotor dan juga jumlah kendaraan bermotor roda dua paling banyak, yaitu mencapai 20.505.772 unit dan 18.016.051 unit. Provinsi Jawa Timur menjadi wilayah dengan kendaraan terbanyak bukan hanya dalam tingkatan Pulau Jawa saja, tetapi juga dalam tingkatan Nasional.

Namun untuk Provinsi Banten menjadi Provinsi dengan jumlah kendaraan bermotor dan jumlah kendaraan bermotor roda dua paling rendah di Pulau Jawa, yaitu sebanyak 2.274.374 unit dan 1.991.810 unit. Oleh karena itu, dengan penjabaran pada Tabel 4.3 terlihat bahwa jenis kendaraan di setiap Provinsi yang ada di Pulau Jawa di dominasi oleh jenis kendaraan bermotor roda dua.

B. Analisis MICMAC (Matrix of Cross Impact Multiplications Applied to a Classification)

Dalam upaya memperoleh hasil penelitian dengan MICMAC, peneliti telah menyebar instrument penelitian dengan menggunakan 16 indikator yang dianggap berpotensi, menjadi faktor atau variabel kunci seperti yang ditunjukkan dalam

104

Tabel 4.4. Indikator yang dipilih dalam penelitian ditinjau berdasarkan penelitian terdahulu dan jurnal-jurnal terkait. Kemudian kuesioner penelitian disebarkan kepada para ahli dibidangnya, yaitu Dinas Perhubungan dan Kepolisian Daerah masing-masing Provinsi.

Tabel 4. 4 Identifikasi Indikator Kunci

No Long Label Short Label

1 Pendapatan Per Kapita Pdkap 2 Struktur Rumah Tangga SRT 3 Aksesibilitas Wilayah Akses

4 Pola Konsumsi Kons

5 Jumlah Penduduk JP

6 Pertumbuhan Penduduk PP

7 Mobilitas Penduduk MP

8 Karakteristik Pengemudi KP 9 Transportasi Publik TP

10 Konsumsi BBM BBM

11 Pengembangan Wilayah PW 12 Kecelakaan Lalu Lintas KecLL 13 Kepadatan Lalu Lintas KepLL

14 Pencemaran Udara PU

15 Topografi Wilayah TW

16 Sumber Penghasilan Utama SPU

Sumber: Data Primer, 2020

Setelah diperoleh jawaban kuesioner dari berbagai ahli, seluruh indikator dapat diukur menggunakan Matrix of Direct Influence (MDI) yang tersedia pada aplikasi

105

MICMAC. Sehingga diperoleh faktor kunci yang dianggap mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa, yang dapat dilihat pada Direct Influence/Dependence Map.

Hasil yang diperoleh akan ditampilkan pada Direct Influence/Dependence Map masing-masing Provinsi. Namun karena keterbatasan penelitian dalam memperoleh sumber data primer, responden penelitian hanya berhasil diperoleh dari 3 Provinsi saja yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Jawa Tengah yang dianggap dapat mewakili kondisi penelitian di Pulau Jawa.

1. Direct Influence/Dependence Map

Indikator yang dianggap sebagai faktor kunci ditentukan berdasarakan keberadaan atau letak setiap indikator, pada kuadran yang ditunjukkan dalam Direct Influence/Dependence Map. Indikator yang berada pada Kuadran I menjadi faktor atau variabel yang dicari dalam penelitian, karena dianggap sebagai faktor kunci, atau dapat diasumsikan sebagai Variabel X dalam suatu penelitian. Berikut ini hasil Direct Influence/Dependence Map yang diperoleh dari 3 Provinsi:

Gambar 4. 2 Direct Influence/Dependence Map

Provinsi Jawa Barat

Gambar 4. 3 Direct Influence/Dependence Map

Provinsi Jawa Timur

Sumber: MICMAC Sumber: MICMAC

106

Gambar 4. 4 Direct Influence/Dependence Map Provinsi Jawa Tengah

Sumber: MICMAC

a. Kuadran I

Berdasarkan hasil penelitian yang diolah melalui MICMAC seperti yang terlihat pada Gambar 4.2, Gambar 4.3 dan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa secara umum setiap wilayah memiliki beberapa faktor kunci yang hampir serupa, yang ditunjukkan pada Kuadran I. Secara keseluruhan terdapat 7 faktor yang dianggap dapat mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua. Ketujuh faktor tersebut terdiri dari Pendapatan Per Kapita (Pdkap), Sumber Penghasilan Utama (SPU), Jumlah Penduduk (JP), Pertumbuhan Penduduk (PP), Transportasi Publik (TP), Aksesibilitas Wilayah (Akses) dan Topografi Wilayah (TW).

1) Pendapatan Per Kapita (Pdkap)

Faktor kunci yang pertama adalah Pendapatan Per Kapita (Pdkap) yaitu sebuah indikator yang dapat dilihat melalui PDRB Per Kapita, sehingga dapat digunakan untuk melihat gambaran dan rata-rata pendapatan yang diterima oleh penduduk di suatu wilayah. Dengan adanya pendapatan perkapita yang tinggi, cenderung akan mendorong naiknya tingkat konsumsi perkapita, sehingga menyebabkan sebuah kondisi dimana permintaan atas barang manufaktur dan jasa menjadi lebih tinggi dibandingkan permintaan terhadap produk pertanian (Todaro, 2000).

Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat penelitian yang dilakukan oleh (Amin et al., 2017), yaitu dengan semakin tingginya Pendapatan Per Kapita

107

dapat menyebabkan semakin meningkatnya daya beli masyarakat pada kendaraan bermotor roda dua.

Dengan begitu, Pendapatan Per Kapita yang terus meningkat juga dapat mempengaruhi pola konsumsi masyarakat Pulau Jawa, khususnya konsumsi kendaraan bermotor roda dua yang saat ini menjadi salah satu transportasi yang telah melekat di masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan terus meningkatnya jumlah kendaraan bermotor roda dua, seiring dengan terjadinya peningkatan pendapatan per kapita pada ketiga Provinsi di Pulau Jawa seperti yang terlihat pada Gambar 4.5 dan 4.6.

Gambar 4. 5 Pendapatan Per Kapita ADHK (Ribu Rupiah) Pada 3

Provinsi Tahun 2017-2018

Gambar 4. 6 Jumlah Kendaraan Bermotor Roda Dua (Unit) Pada 3

Provinsi Tahun 2017-2018

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Sumber: Statistik Transportasi Darat, Badan Pusat Statistik, diolah

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Kresnanto, 2019) bahwa model pertumbuhan sepeda motor di Pulau Jawa, memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan Pendapatan Per Kapita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika terjadi peningkatan Pendapatan Per Kapita, maka jumlah kepemilikan sepeda motor juga ikut mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena di sebagian wilayah dengan penduduk yang memiliki PDRB

27970.92 37724.29 26088.91

29161.39 39588.24 27287.37

J A W A B A R A T J A W A T I M U R J A W A T E N G A H

2017 2018

9556210 14258074 14337648

10899031 18016051 15069428

J A W A B A R A T J A W A T I M U R J A W A T E N G A H

2017 2018

108

Per Kapita kurang dari 45 juta per tahun, masyarakatnya masih memiliki keinginan yang tinggi untuk memiliki kendaraan bermotor roda dua.

Disisi lain, wilayah dengan penduduk yang memiliki PDRB Per Kapita lebih

Disisi lain, wilayah dengan penduduk yang memiliki PDRB Per Kapita lebih