Metode analisis MICMAC pertama kali dikembangkan oleh Duperrin dan Michel Godet pada tahun 1973. Adanya keinginan untuk membuat peringkat dari elemen-elemen suatu sistem dengan sistematis, menjadi alasan utama dikembangkannya metode ini. (Fauzi, 2019).
Analisis MICMAC adalah sebuah analisis yang digunakan untuk mengkategorikan atau mengelompokkan suatu faktor, berdasarkan nilai pengaruh dan ketergantungannya (Singh, 2015). Analisis MICMAC mampu menangkap interaksi antar variabel dan juga mengidentifikasi variabel kunci, yang dapat digunakan sebagai pendorong agar suatu sistem dapat bekerja secara berkelanjutan (Vetmeyer & Shanin, 2014 dalam Paulus & Fauzi, 2017).
Dengan metode analisis MICMAC, seorang peneliti dapat menemukan pola hubungan antar variabel, yang terjadi secara langsung antar satu variabel dengan variabel lainnya, atau juga dapat terjadi karena adanya variabel antara yang menghubungkan kedua variabel tersebut. Gambar 2.3 menggambarkan kemungkinan pola hubungan yang dapat terjadi antar variabel, yang diilustrasikan dengan variabel i ke j.
Gambar 2. 3 Pola Hubungan Antarvariabel
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3, hubungan langsung antara variabel i ke j ditunjukkan pada Gambar 2.3a. Sementara pada Gambar 3.1b menunjukkan hubungan variabel i ke j terjadi karena adanya peran dari variabel k, yang memiliki pengaruh terhadap kedua variabel. Pada Gambar 2.3c menunjukkan bahwa hubungan antara variabel i ke j terjadi secara tidak langsung, karena perlu adanya
74
variabel penghubung yaitu variabel m. Pola hubungan yang digambarkan pada Gambar 2.3 didasarkan karena adanya prinsip keterkaitan antarsistem. Untuk mempermudah penjelasannya, maka divisualisasikan pada Gambar 2.4.
Gambar 2. 4 Prinsip Hubungan Antarsistem
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
Pada Gambar 2.4, terdapat dua sistem yang terpisah yaitu antara ๐1 dan ๐2. Namun kedua sistem tersebut tidak terhubung secara langsung, melainkan adanya pengaruh dari variabel a, b dan c. Dapat terlihat bahwa ๐1 memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap variabel a, sementara variabel c memiliki pengaruh yang dominan terhadap ๐2. Ketika seorang peneliti hanya menganalisis dampak langsung dari kedua sistem tersebut, maka variabel b menjadi terabaikan. Padahal nyatanya variabel b menjadi variabel yang penting, karena menjadi variabel penghubung antara ๐1 dan ๐2.
Dalam situasi seperti ini, analisis MICMAC dapat menjadi langkah yang tepat untuk digunakan. Pentingnya penggunaan analisis MICMAC adalah karena sering terdapatnya variabel yang terabaikan dalam penelitian. Padahal nyatanya, variabel tersebut menjadi variabel penghubung dari suatu sistem dalam penelitian.
Contohnya, saat ingin meneliti sistem ekonomi dan sistem sosial, terdapat variabel penghubung antar kedua sistem tersebut seperti tingkat pendidikan (Fauzi, 2019).
MICMAC diawali dengan melakukan perumusan suatu masalah (problem definition), sehingga dapat dilakukan identifikasi variabel penelitian, baik internal ataupun eksternal. Selanjutnya barulah dapat dilakukan proses analisis hubungan antar variabel dan melakukan penilaian hubungan berdasarkan tingkat pengaruh dan ketergantungannya (Benjumea-Arias, 2016).
Proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli atau stakeholder, biasanya dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD). Para ahli atau stakeholder
75
yang terlibat secara langsung dapat memberikan penilaian atau skoring dengan mengisi instrumen penelitian berupa matriks penilaian, dengan mengisi nilai antara 0-3. Ilustrasi matriks yang digunakan dapat terlihat seperti pada Gambar 2.5.
Gambar 2. 5 Ilustrasi Matriks Penilaian MICMAC
Setelah diidentifikasi dan diberikan penilaian, maka selanjutnya dapat dilakukan proses perhitungan tingkat pengaruh (influence) dan ketergantungan (dependent) antarvariabel, yang nantinya akan menentukan peringkat masing-masing variabel. Untuk mempermudah alur perhitungan dalam analisis MICMAC, maka dapat dimisalkan bahwa hubungan antarvariabel digambarkan dalam bentuk matriks Boolean seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Matriks Hubungan Antarvariabel
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
Gambar 2.6 mengilustrasikan suatu penelitian, dengan menggunakan bantuan dari variabel A,B,C,D dan E. Matriks tersebut menunjukkan bagaimana pengaruh setiap variabel terhadap variabel lainnya. Pola interaksi yang terjadi pada Gambar 2.6 juga dapat digambarkan dengan flowchart seperti yang digambarkan pada Gambar 2.7
76
Gambar 2. 7 Flowchart Hubungan Antarvariabel
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
Pada analisis MICMAC, matriks yang terdapat pada Gambar 2.6 dapat diproses dengan bantuan MDI (Matrix of Direct Influence), yaitu matriks yang tidak memperhitungkan pengaruh variabel terhadap dirinya sendiri. Sehingga pengaruh A terhadap A diasumsikan sebagai 0. Dengan kata lain, Gambar 2.7 mengilustrasikan pengaruh variabel secara langsung, yang mana tidak terdapat adanya hubungan siklus (timbal balik).
Pola perhitungan yang digunakan dalam MDI dapat ditulis dengan cross-matrix seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 menunjukkan bahwa untuk memperoleh besaran pengaruh (influence), maka dapat dilihat dari penjumlahan baris masing-masing variabel. Untuk memperoleh besaran tingkat ketergantungan (dependent), maka dapat diperoleh dengan menjumlah kolom masing-masing variabel. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka diperoleh jumlah pengaruh dan ketergantungan, serta hierarki setiap variabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2. 8 Cross-Matrix Perhitungan Antarvariabel
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
77
Gambar 2. 9 Pengaruh, Ketergantungan dan Tingkatan (Level)
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
Proses perhitungan MDI dapat dimudahkan dengan adanya bantuan software MICMAC. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nantinya variabel-variabel yang diteliti akan dikelompokkan menjadi empat kuadran, berdasarkan kategori ketergantungan dan pengaruh, seperti yang terlihat dalam gambar 2.10. Adapula Regulating Variables yang tepat berada di tengah-tengah dari empat kuadran.
Penjelasan dari setiap kuadran diringkas kedalam Tabel 2.2 untuk memudahkan pemahaman
Gambar 2. 10 Pembagian Kuadran MICMAC
Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan
78
Tabel 2. 2 Jenis, Peran, Status dan Implikasi Variabel dalam Kuadran MICMAC
Jenis Variabel
Peran dan Status Variabel Implikasi
Influence Variables
Variabel-variabel yang sangat berpengaruh dan memiliki tingkat ketergantungan yang rendah.
Variabel yang sangat krusial, karena menjadi faktor kunci dalam suatu sistem atau penelitian.
Relay Variables
Memiliki pengaruh, namun juga sangat bergantung pada variabel lain. Menggambarkan variabel yang tidak stabil
Menggambarkan
ketidakstabilan atas suatu sistem, yang mana apabila terdapat perubahan pada variabel ini dapat memengaruhi variabel lainnya.
Dependence Variables
Memiliki tingkat ketergantungan tinggi dan pengaruh yang relatif kecil terhadap variabel lain
Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada influence variables dan relay variables.
Memiliki potensi yang rendah untuk melakukan perubahan dalam suatu sistem. Dikatakan excluded karena ada atau tidaknya variabel ini, tidak akan mengganggu jalannya sistem ataupun memberikan manfaat terhadap sistem tersebut
79 Regulator
Variables
Memiliki pengaruh sedang dan ketergantungan sedang
Berperan sebagai pengungkit di dalam sistem.
E. Multidimensional Scaling (MDS)
Analisis Multidimensional Scaling (MDS) adalah sebuah teknik multivariat yang penyajiannya erat dengan representasi grafis, yaitu sebuah peta atau biasa disebut dengan perceptual map. Peta tersebut nantinya dapat digunakan sebagai informasi untuk menggambarkan posisi suatu objek dengan objek lainnya, berdasarkan nilai kemiripannya (Mattjik & Sumertajaya, 2011). Sehingga dengan adanya MDS, dapat membantu sebuah penelitian untuk memberikan gambaran data yang lebih informatif dan mudah dipahami, karena penyajian hasilnya berupa tampilan visual.
Multidimensional Scaling (MDS) adalah suatu prosedur yang dapat digunakan untuk menentukan gambaran dari suatu objek (perusahaan, ide, produk ataupun objek lainnya). MDS bertujuan untuk mentransformasi penilaian konsumen, berdasarkan kesamaan, baik secara keseluruhan ataupun preferensi dalam jarak yang digambarkan dalam perceptual map (Hair et al., 2010).
Multidimensional Scaling (MDS) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memetakan jarak persepsi antara suatu variabel dengan variabel lainnya, dengan menggunakan ukuran skala (Fauzi, 2019). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu variabel berdasarkan karakteristik kemiripannya, dan juga untuk mengetahui hubungan interdependensi antar variabel atau data yang diteliti, yang mana dapat digambarkan dalam perceptual map (Johnson &
Wichern, 2007).
Dalam analisis MDS, variabel atau atribut penelitian akan dikelompokkan dalam berbagai dimensi. Pengelompokkan dimensi didasarkan pada kemiripan dari penilaian suatu objek yang sedang di teliti. Dengan adanya dimensi ini, akan membantu peneliti untuk memperoleh perceptual map. Untuk menentukkan jumlah penggunaan dimensi yang tepat, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu (R. Nasution et al., 2008):
80
1) Mempertimbangkan berdasarkan tinjauan teoritis atau penelitian terdahulu, yang menunjukkan jumlah dimensi tertentu.
2) Memperhatikan kemampuan perceptual map, karena pada umumnya akan sulit untuk menginterpretasikan perceptual map yang terdiri lebih dari tiga dimensi.
3) Kemudahan dalam penggunaan, akan lebih mudah untuk menggunakan map yang terdiri dari dua dimensi saja.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, multidimensional scaling merupakan (Timm, 2002):
1) Kumpulan teknik-teknik statistika yang digunakan untuk menganalisis kemiripan dan ketidakmiripan antar objek yang diteliti.
2) Hasil yang diberikan berupa plot titik-titik, yang mana jarak antar titik dapat menggambarkkan tingkat kemiripan dan ketidakmiripan antar objek yang diteliti.
3) Memberikan informasi atau gambaran untuk mengidentifikasi atribut atau faktor yang mempengaruhi terdapatnya kemiripan atau ketidakmiripan.
Ukuran yang digunakan dalam analisis multidimensional scaling untuk mengukur hubungan antar objek yang diteliti disebut dengan proximity, yang berarti โkedekatanโ suatu objek dengan objek lainnya. Proximity terdiri dari dua hal yaitu, similarity (kemiripan), yaitu jika semakin dekat atau kecil nilai jaraknya, maka semakin terdapat kemiripan antar objek yang diteliti.
Kedua yaitu dissimilarity (ketidakmiripan), jika semakin besar nilai jaraknya dan semakin jauh titik objeknya, maka semakin tidak mirip antar objek yang diteliti. Tolak ukur keberhasilan dari proses ini ditentukan dari seberapa baik jarak yang yang dihasilkan dalam ruang, sesuai dengan proximities yang sebenarnya.
Menurut (Kavanagh dan Pitcher, 2004), terdapat formula yang digunakan dalam MDS yaitu:
๐ {๐ } = ๐ท2+ ๐ธ dimana:
๐ท2 : Jarak Euclidean
81 ๐ธ : Matriks Residual (error)
1. Jenis Multidimensional Scaling (MDS)
Berdasarkan skala pengukuran data yang digunakan, maka multidimensional scaling dapat dibedakan menjadi:
a. MDS Metrik
MDS metrik merupakan jenis multidimensional scaling yang mengasumsikan bahwa data yang digunakan adalah kuantitatif, yaitu berupa data interval dan rasio.
Prosedur dalam MDS metrik tidak mempermasalahkan apakah data yang digunakan merupakan jarak yang sebenarnya atau tidak, karena pada MDS metrik berupaya untuk menyusun bentuk geometri dari titik-titik objek penelitian, yang diupayakan sedekat mungkin dengan input jarak yang digunakan.
Prosedur yang digunakan dalam MDS metrik menghubungkan secara langsung antara jarak dan ukuran proximity dalam mode linear. Sehingga pada dasarnya, MDS metrik adalah upaya untuk mengubah metrik atau input jarak, sehingga menghasilkan ouput berbentuk geometrik. Tahapan perhitungan yang digunakan pada MDS metrik mengaharuskan peneliti untuk mengukur data yang digunakan dapat sesuai dengan ukuran proximity yang dihasilkan.
Peneliti juga harus menghitung titik koordinat antar objek yang diteliti, menghitung jarak dari titik koordinat yang telah terbentuk pada perceptual map serta menguji kelayakan model yang dihasilkan dari perhitungan yang dihasilkan pada MDS metrik. Nantinya, output tersebut dapat menunjukkan konfigurasi titik-titik objek berdasarkan data kemiripan, yang dapat menunjukkan jarak euclidean dari objek-objek yang diteliti dengan tepat.
b. MDS nonmetrik
MDS nonmetrik merupakan jenis multidimensional scaling yang mengasumsikan bahwa data yang digunakan adalah kualtitatif, yaitu berupa data nominal dan ordinal. Sama halnya dengan MDS metrik, pada MDS nonmetrik bahwa meskipun data yang digunakan bukan merupakan jarak informasi yang
82
sebenarnya, namun urutan yang digunakan dapat dianggap sebagai variabel interval.
Kriteria perhitungan MDS nonmetrik adalah untuk menghubungkan nilai ketidaksamaan jarak suatu objek, ke nilai ketidaksamaan yang paling dekat.
Perhitungan pada MDS nonmetrik menggunakan transformasi monoton terhadap data yang sebenarnya, sehingga dapat dilakukan operasi aritmatika berdasarkan nilai ketidaksamaannya, agar dapat menyesuaikan jarak dengan nilai urutan ketidaksamaan antar objek penelitian.
Dengan dilakukannya transformasi monoton, akan memelihara urutan nilai ketidaksamaan dari suatu objek, sehingga jarak antar objek yang tidak sesuai dengan urutan ketidaksamaan dapat diubah, agar tetap memenuhi urutan nilai ketidaksamaan dan mendekati jarak awalnya. Hasil dari perubahan tersebut disebut sebagai disparities. Disparities merupakan alat untuk mengukur tingkat ketidaktepatan penggambaran objek-objek dalam peta persepsi, dengan input data berdasarkan ketidaksamaannya.
Pendekatan yang biasa digunakan pada MDS nonmetrik adalah โKruskalโs Least-Square Monotomic Transformationsโ yang mana disparities menunjukkan nilai rata-rata dari jarak yang tidak sesuai dengan urutan ketidaksamaannya.
Sehingga hasil multidimensional scaling nonmetrik dapat memberikan gambaran dari objek-objek dari dimensi yang diteliti dan agar jarak antar objek dapat sedekat mungkin berdasarkan nilai ketidaksamaan atau kesamaannya.
2. Tahapan dalam multidimensional scaling a. Menghitung Jarak Euclidean
Jarak Euclidean merupakan salah satu metode perhitungan yang dapat digunakan dalam analisis multidimensional scaling (MDS), yang digunakan untuk menghitung kedekatan jarak antar objek yang sedang diteliti. Dengan melihat hasil dari perhitungan jarak Euclidean maka dapat diketahui, kemiripan dan ketidakmiripan antar objek yang sedang diteliti. Berikut rumus Euclidean:
๐2๐๐ = โโ(๐ฅ๐โโ ๐ฅ๐โ)2
๐
โ=1
83 Dimana:
๐๐๐ : Jarak antara objek ke-i dan objek ke-j
๐ฅ๐โ : Hasil pengamatan objek ke-i pada pengamatan ke -1 atau pada peubah h ๐ฅ๐โ : Hasil pengamatan objek ke-j pada pengamatan ke -1 atau pada peubah h ๐ : Banyaknya pengamatan
Berdasarkan rumus jarak Euclidean yang telah digunakan, maka dapat diperoleh matriks jarak yang menunjukkan atau menggambarkan jarak antar objek yang dapat terjadi, seperti berikut:
๐๐ท๐ = [
๐11 . ๐12 โฏ ๐1๐
โฎ โฑ โฎ
๐๐1. ๐๐2 โฏ ๐๐๐ ]
Setelah diperoleh matriks jarak, maka matriks tersebut dapat dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
๐๐๐ = โ1
2 (๐2๐๐ โ ๐2๐ โ ๐2๐+ ๐2โฆ. ) Dimana:
๐2๐ = 1
๐ โ ๐2๐๐
๐
๐2๐ = 1
๐ โ ๐2๐๐
๐
๐2โฆ= 1
๐ โ ๐2๐๐
๐๐
b. Nilai Eigen dan Vektor Eigen
Setelah melakukan perhitungan ๐๐๐, selanjutnya seorang peneliti dapat menentukan nilai eigen dan vektor eigen. Nilai eigen merupakan nilai karakteristik dari suatu objek penelitian, yang dilambangkan dengan ๐. Sedangkan vektor eigen
84
(๐ฅ) merupakan vektor tak nol, yang jika dikalikan dengan sebuah matriks n x n maka dapat menghasilkan vektor lain, yang merupakan kelipatan dari vektor eigen itu sendiri. Sehingga didapati persamaan sebagai berikut:
๐ต๐ฅ = ๐๐ฅ
Oleh karena itu, untuk memperoleh nilai eigen dan vektor eigen dalam analisis multidimensional scaling, maka dapat digunakan rumus sebagai berikut:
det(๐ต โ ๐๐ผ) dan det(๐ต โ ๐๐ผ) ๐ฅ
c. Titik Koordinat Objek Penelitian
Tahap selanjutnya yaitu menentukan titik koordinat dari masing-masing objek yang sedang diteliti. Hasil titik koordinat yang telah diperoleh, dapat digunakan untuk menggambarkan posisi masing-masing objek, yang dapat menjadi patokan dalam penyajian perceptual map dalam analisis multidimensional scaling. Untuk menentukan titik koordinat dari objek penelian (Z), maka dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
๐ = โ๐1,๐ฃ1, , โ๐2,๐ฃ2,
d. Menghitung Disparities Berdasarkan Titik Koordinat
Setelah diketahui keberadaan dari titik koordinat objek penelitian, maka tahap selanjutnya adalah menghitung nilai ๐ทฬ. Nilai disparities (๐ท)ฬ merupakan jarak euclidean dari masing titik-titik koordinat yang telah terbentuk pada perceptual map.
e. Menghitung Nilai STRESS (Standardized Residual Sum of Square)
Kesesuaian dari hasil analisis multidimensional scaling (MDS) dapat ditunjukkan melalui ukuran STRESS (Supranto, 2010). Stress itu sendiri merupakan sebuah ukuran ketidaktepatan (a lack of fit measurement) yang dapat menggambarkan tingkat kesesuaian (goodness of fit) suatu penelitian. Untuk mengukur ketidaktepatan output dengan keadaan yang sebenarnya, maka peneliti dapat menggunakan fungsi stress sebagai berikut:
85 ๐๐๐ ๐ธ๐๐ =
โ โ๐๐=๐(๐๐๐ โ ๐ฬ๐๐)2
โ๐๐=๐๐2๐๐
di mana:
๐๐๐ = Jarak Euclidean antar objek ke-i dan ke-j
๐ฬ๐๐ = Jarak yang dihasilkan berdasarkan kemiripan data (Jarak Euclidean dari koordinat yang terbentuk antar objek ke-i dan ke-j
Dalam menginterpretasi nilai STRESS yang dihasilkan mengenai kesesuaian (goodness of fit) suatu penelitian, dapat merujuk pada panduan sebagai berikut (Mattjik & Sumertajaya, 2011):
Tabel 2. 3 Ketentuan Nilai STRESS
STRESS (%) Kesesuaian (Goodness of fit)
> 20 Buruk
10 < Stress โค 20 Cukup
5 < Stress โค 10 Baik
2,5 < Stress โค 5 Sangat Baik
0 โค 2,5 Sempurna
Sumber: Mattjik dan Sumertajaya, 2011
Berdasarkan Tabel dapat terlihat bahwa semakin besar nilai STRESS yang dihasilkan, maka jarak yang ditunjukkan dari suatu objek semakin buruk atau tidak tepat. Sebaliknya, jika semakin kecil nilai STRESS yang dihasilkan, menunjukkan bahwa hubungan yang terbentuk antar objek semakin baik (terdapat kesesuaian).
Serta pemenuhan kriteria suatu perceptual map yang terbentuk menjadi semakin
86
sempurna, sehingga perceptual map yang dihasilkan dapat menggambarkan jarak antar objek sesuai dengan kebenarannya.
f. Menghitung R Square
R Square menjadi sebuah ukuran yang dapat digunakan untuk menilai seberapa besar kecocokan antara data yang digunakan dengan garis estimasi regresi. Dalam penerapan analisis multidimensional scaling (MDS), R Square dapat menjadi tolak ukur untuk melihat sejauh mana kecocokan atau ketepatan (goodness of fit), dari model yang dikembangkan. Dengan adanya R Square, peneliti dapat melihat proporsi ragam input data yang dapat dijelaskan dengan model. Terdapat dua sifat dalam R Square yang terdiri sebagai berikut (Sarwoko, 2007):
1) Nilai yang dihasilkan tidak pernah berbentuk negatif (non negative quantity).
2) Memiliki nilai batas yaitu 0 โค R Square โค 1. Jika R Square yang dihasilkan memiliki nilai sama dengan 1, artinya terdapat kecocokan yang sempurna.
Namun apabila R Square = 0 maka artinya tidak terdapat hubungan, atau terdapat ketidakcocokan suatu model.
Sehingga dalam analisis multidimensional scaling (MDS), apabila semakin besar nilai R Square yang dihasilkan maka mengindikasikan semakin baik model atau semakin tepat jarak yang ditunjukkan dalam pereptual map yang digunakan.
Suatu model dapat diterima atau dikatakan baik, apabila model tersebut minimal memiliki nilai R Square sebesar 0,60 (Malhotra, 2005 dalam Muliani et al., 2020).
3. Syarat-Syarat Multidimensional Scaling (MDS)
Dalam menggunakan analisis Multidimensional Scaling (MDS), perlu memperhatikan beberapa persyaratan yang terdiri dari (Gudono, 2014):
a. Model yang digunakan telah dispesifikasi dengan baik dan tepat.
b. Menggunakan level atau tingkatan pengukuran yang tepat.
c. Jumlah objek yang sedang diteliti setidaknya harus sama dengan banyaknya jumlah dimensi yang digunakan. Apabila jumlah objek kurang dari banyaknya dimensi, maka analisis Multidimensional Scaling yang
87
dihasilkan menjadi tidak stabil. Semakin banyak jumlah objek yang digunakan, makan RSQ juga akan ikut meningkat. Jumlah objek yang digunakan minimal harus sebanyak empat kali jumlah dimensi, ditambah dengan satu.
d. Skala yang digunakan harus setara, atau jika tidak maka sebaiknya menggunakan standardized value.
e. Objek yang diteliti setidaknya harus memiliki kesamaan yang cukup, agar dapat diperbandingkan.
f. Ukuran sampel yang digunakan minimal adalah sebanyak 4 objek (variabel).
4. Perceptual Map
Peta persepi atau perceptual map menunjukkan gambaran (visual) dari persepsi seorang responden terhadap objek yang sedang diteliti, berdasarkan sudut pandang dua dimensi atau lebih (Hair et al., 2010). Peta persepsi atau dapat disebut dengan peta spasial merupakan hubungan antar merek, objek atau stimulus lainnya yang dipersepsikan, dinyatakan sebagai hubungan geometris antara titik-titik pada ruang multidimensi. Ruang multidimensi tersebut memiliki koordinat tertentu, yang dapat menunjukkan letak (posisi) dari suatu objek yang sedang diteliti.
Multidimensional Scaling (MDS) erat kaitannya dengan penggunaan grafik atau biasa dikenal dengan perceptual map, yang nantinya map tersebut dapat digunakan untuk menggambarkan posisi sebuah variabel dengan variabel lainnya.
Pengelompokkan pada perceptual map dilakukan berdasarkan pada kemiripan dari variabel-variabel yang diteliti (Agus, 2012).
Perceptual map dapat menggambarkan dimensi penelitian yang mewakili berbagai atribut atau objek penelitian. Perceptual map terbentuk dari dua sumbu yaitu sumbu horizontal (sumbu X) dan sumbu vertikal (sumbu Y). Semakin tinggi kesamaan karakteristik suatu objek penelitian, maka letaknya akan semakin berdekatan. Apabila semakin berbeda karakteristiknya, maka posisi objek akan semakin berjauhan (Nahar, 2017).
88 BAB III
METODE PENELITIAN