• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Penelitian Terdahulu

3. Peran Transportasi Dalam Perekonomian

a. Abdul Kadir (2006), Transportasi: Peran dan Dampaknya Dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Penelitian ini menganalisis tentang peran, pentingnya dan dampak transportasi dalam membantu mewujudkan keberhasilan pembangunan ekonomi. Hasil penelitian terbagi menjadi tiga aspek yang dijabarkan secara lengkap dalam penelitian ini. Pertama merupakan analisis peran transportasi dalam membantu pembangunan ekonomi, bahwa transportasi dapat membantu mewujudkan ketersediaan barang, stabilisasi dan penyamaan harga, penurunan harga, meningkatkan nilai

51

tanah, spesialisasi antar wilayah, berkembangnya usaha skala kecil, urbanisasi dan konsentrasi penduduk.

Kemudian menganalisis dampak negatif dari perkembangan transportasi, yaitu hilangnya sifat individual dan kelompok, meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, meningkatkan urbanisasi kepadatan dan konsentrasi penduduk, serta industri kerajinan rumah tangga menjadi terancam. Terakhir adalah menganalisis peran transportasi dalam mendukung perekonomian nasional, seperti dapat meningkatkan pendapatan nasional yang diiringi dengan peningkatan pemerataan distribusi, meningkatnya jumlah jenis barang dan jasa yang diproduksi baik oleh masyarakat, industri ataupun pemerintah. Selain itu juga dapat mengembangkan industri nasional dan meningkatkan kesempatan kerja.

b. Dariusz Milewski dan Elzbieta Zaloga (2013) The Impact of Transport on Regional Development

Mengidentifikasi hubungan antara perkembangan transportasi dan pengaruhnya, menjadi sebuah model agar dapat menentukan arah pembangunan transportasi yang tepat untuk membantu pengembangan wilayah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak yang dapat dirasakan secara langsung yaitu berupa efisiensi waktu, biaya perjalanan, kepadatan, keamanan dan juga aksesibilitas wilayah.

Adapula dampak lainnya yang dikelompokkan menjadi tiga aspek dan dianggap dapat membantu mewujudkan pengembangan wilayah, yang terdiri dari dampak pembangunan ekonomi yaitu dengan meningkatnya daya tarik, daya saing dan lapangan pekerjaan. Dampak yang kedua adalah dalam aspek pembangunan sosial, dimana dapat menciptakan integrasi sosial. Serta dampak lingkungan, dimana kebijakan transportasi harus memperhatikan dampak lingkungan seperti polusi dan tingkat kebisingan yang dapat mengganggu masyarakat serta kenyamanan lingkungan.

52 4. Eksternalitas Transportasi

a. Vassilios A Profillidis, George N Botzoris, Athansios T Galanis (2014), Environmental Effects and Externalities from the Transport Sector and Sustainable Transportation Planning – A Review

Hasil penelitian ini memaparkan berbagai eksternalitas yang disebabkan dari adanya transportasi yang terdiri dari beberapa dampak.

Pertama adalah polusi udara, yang mana selama tahun 2010 di 27 Negara Uni Eropa, sektor transportasi menjadi penyumbang emisi karbon dioksida terbesar yaitu sebesar 30,9 % dan transportasi menjadi penyumbang utama dalam sektor ini yaitu sebesar 72,1 %.

Kedua adalah konsumsi energi, yang mana terjadi konsumsi energi yang berlebihan untuk sektor transportasi. Pada tahun 2010 konsumsi energi mencapai 27,3 % dan 33 % pada tahun 2011, yang mana transportasi darat menjadi sektor yang paling banyak mengonsumsi energi yaitu sebesar 73,3 %. Ketiga adalah kebisingan, yang mana sekitar 44,3 % penduduk Uni Eropa merasakan dampak kebisingan akibat transportasi dan transportasi jalan raya (darat) menjadi sumber utamanya.

Keempat adalah hunian lahan, karena transportasi penggunaan lahan, landskap serta estetika lingkungan baik di daerah perkotaan ataupun di luar perkotaan. Kelima adalah kemacetan lalu lintas yang terjadi akibat volume kendaraan telah melampaui kapasitas jalan.

Kemudian menyebabkan tundaan dan keterlambatan perjalanan, yang menyebabkan kerugian lainnya berupa biaya tambahan produksi akibat penjadwalan ulang proses distribusi. Terakhir adalah kecelakaan lalu lintas, terutama di Negara dengan pertumbuhan kendaraan yang cukup pesat. Kecelakaan lalu lintas dapat mempersingkat harapan hidup seseorang, setidaknya enam bulan dan dampak ekonomi akibat kecelakaan yang mencapai 2 %.

53

b. Georgina Santos, Hannah Behrendt, Laura Maconi, Tara Shirvani, Alexander Teytelboym (2010), Part I: Externalities and Economic Policies in Road Transport

Mengidentifikasi eksternalitas yang ditimbulkan oleh transportasi jalan raya (darat) dan membahas penggunaan instrumen ekonomi dalam mengatasi eksternalitas yang ditimbulkan, terutama dalam kaitannya dengan emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan transportasi.

Penelitian ini menunjukkan bahwa transportasi jalan raya (darat) menimbulkan beberapa eksternalitas negatif seperti kerusakan lingkungan dan jalan, kecelakan dan kemacetan lalu lintas, serta ketergantungan minyak untuk bahan bakar kendaraan.

Penelitian ini juga memaparkan dua tipe instrumen ekonomi yang dapat digunakan untuk mengatasi eksternalitas. Pertama adalah kebijakan berbasis perintah dan kontrol, yaitu merupakan peraturan pemerintah yang sifatnya memaksa konsumen dan juga produsen untuk mengubah perilaku mereka agar sesuai dengan peraturan. Seperti pembatasan mengemudi ataupun parker di Singapura. Kebijakan ini juga dapat menggunakan instrumen fiskal untuk menekan tingkat eksternalitas dari transportasi. Kedua adalah kebijakan berbasis insentif, yaitu merupakan kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi konsumsi dan memberikan insentif produksi agar dapat mencapai hasil yang optimal. Seperti memberikan izin batasan tingkat pencemaran/polusi yang dapat dihasilkan dari proses produksi.

c. Nanny Kusminingrum dan G. Gunawan (2008), Polusi Udara Akibat Aktivitas Kendaraan Bermotor di Jalan Perkotaan Pulau Jawa dan Bali

Bertujuan untuk memonitoring sejauh mana tingkat pencemaran yang terjadi di perkotaan Pulau Jawa dan Bali, akibat maraknya aktivitas kendaraan bermotor. Sehingga, nantinya dapat ditentukan prioritas pengendalian dan pengelolaan yang dapat dilakukan pada wilayah tersebut. Proses pengamatan dilakukan secara berkelanjutan,

54

selama 24 jam pada beberapa ruas jalan perkotaan yang terdiri dari Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya, Serang dan Denpasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kualitas udara berada pada kategori sedang. Hal tersebut mengartikan bahwa, sejauh ini pencemaran udara yang terjadi, belum memberikan dampak terhadap kesehatan manusia dan juga hewan.

Tetapi berpengaruh terhadap tumbuhan sensitif dan mengganggu nilai estetika lingkungan.

d. Aloisius de Rozari dan Yudi Hari Wibowo (2015), Faktor-Faktor yang Menyebabkan Kemacetan Lalu Lintas di Jalan Utama Kota Surabaya (Studi Kasus di Jalan Ahmad Yani dan Raya Darno Surabaya)

Mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan utama Kota Surabaya. Data yang digunakan merupakan data primer, yang disebar melalui wawancara kepada 30 sampel. Serta data sekunder yang diperoleh melalui Dinas Perhubungan Kota Surabaya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemacetan lalu lintas yang terjadi di ruas jalan Ahmad Yani disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu volume kendaraan yang telah melampaui kapasitas jalan, terutama kendaraan bermotor roda dua yang mendominasi jalan sebesar 47,54%. Masih minimnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan transportasi publik, hal ini dikarenakan penyediaan yang belum memenuhi standar dan memiliki pelayanan yang masih kurang baik.

Selain itu, masih banyaknya pengguna jalan yang belum patuh pada aturan lalu lintas yang berlaku. Minimnya petugas yang mengawasi lalu lintas, terutama pada ruas-ruas jalan yang rawan terjadi kemacetan.

Banyaknya PKL yang memakan badan jalan, membuat kondisi jalan semakin sempit.

55

e. M. Harish dan Diana Sapha A. H (2019), Eksternalitas Negatif Penggunaan Transportasi Pribadi di Kota Banda Aceh

Bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis dampak-dampak yang ditimbulkan dari penggunaan transportasi pribadi. Penelitian ini menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada 100 pengguna transportasi pribadi di Kota Banda Aceh. Data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Direktorat Lalu Lintas Polda Aceh dan Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Hasil penelitian mengelompokkan beberapa eksternalitas yang ditimbulkan akibat penggunaan transportasi pribadi, yaitu seperti kemacetan lalu lintas yang menimbulkan beban ekonomi seperti mengurangi jam kerja dan pendapatan yang seharusnya diterima, pemborosan biaya BBM dan meningkatkan rasa stress. Eksternalitas selanjutnya ialah kecelakaan dan kerugian yang ditanggung akibat terjadinya kecelakaan serta kualitas udara yang semakin buruk.

Dengan begitu, dampak dari maraknya penggunaan transportasi pribadi dapat meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggung dampaknya. Dari dampak sosial, banyaknya volume transportasi pribadi juga menimbulkan rasa tidak bahagia, karena kondisi lalu lintas yang terlalu padat. Serta dampak kesehatan berupa gangguan kesehatan akibat debu kendaraan.

f. Iwan Wijanarko dan Mohammad Agung Ridlo (2017), Fakto-Faktor Pendorong Penyebab Terjadinya Kemacetan: Studi Kasus Sukun Banyumanik Kota Semarang

Bertujuan untuk menemukan faktor yang menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas di Sukun Banyumanik, Kota Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan deduktif kuantitatif rasionalistik. Pada tahap awal, peneliti berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yang

56

memiliki peluang sebagai penyebab terjadinya kemacetan lalu lintas.

Setelah itu, dilakukan analisis berdasarkan data yang terkumpul.

Data yang digunakan berupa data primer dan data sekunder, yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner, traffic counting dan pengamatan serta identifikasi secara langsung di lokasi penelitian.

Hasil penelitian memaparkan bahwa, kemacetan lalu lintas di Sukun Banyumanik, Kota Semarang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, karena terjadinya pertemuan berbagai jenis angkutan, baik itu angkutan lokal ataupun regional yang menuju pusat kota. Kedua, adanya penggunaan lahan yang sangat kompleks, seperti on site activity.

Aktivitas yang menumpuk di sisi jalan dan volume kendaraan yang melampaui kapasitas jalan, menyebabkan terjadinya kemacetan lalu lintas.

5. Pemetaan Wilayah

a. Dian Noviyanti, Andrea Emma Pravitasari dan Sahara Sahara (2020), Analisis Perkembangan Wilayah Provinsi Jawa Barat untuk Arahan Pembangunan Berbasis Wilayah Pengembangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan pengelompokkan wilayah, tingkat pengembangan wilayah, kondisi perkembangan perekonomian, serta arahan strategi dan rencana yang dimiliki masing-masing wilayah pengembangan (WP). Metode penelitian yang digunakan terdiri dari tipologi klassen, skalogram, analisis deskriptif dan analisis gerombol. Ruang lingkup penelitian yang digunakan terdiri dari seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat, yang terbagi kedalam 6 wilayah pengembangan (WP).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah dengan kondisi lahan terbangun yang cukup tinggi, berada di WP Bodebekpunjur dan KK Cekungan Bandung, yang kedua WP tersebut merupakan wilayah pusat pemerintahan dan perekonomian. Hasil pengelompokkan berdasarkan karakteristiknya, diperoleh 2 kelompok (cluster). Cluster 1 terdiri dari Ciayumuajakuning, Sukabumi serta Purwasuka, yang perekonomiannya

57

masih didominasi oleh sektor primer, terlihat dari banyaknya sawah yang masih tersedia, dengan LPE dan PDRB Per Kapita yang relative rendah. Namun pada cluster 2 yang terdiri dari Bodebekpunjur dan KK Cekungan Bandung, memiliki LPE dan PDRB Per Kapita yang tinggi, yang mana perekonomiannya di dominasi oleh sektor sekunder dan sektor tersier.

Berdasarkan hasil tipologi klassen, bahwa Kabupaten/Kota di Jawa Barat mayoritas berada di Kuadran III. Hal tersebut mengartikan bahwa Kabupaten/Kota di Jawa Barat sebagian besar termasuk kedalam kategori wilayah yang memiliki perkembangan cepat.Wilayah yang termasuk kedalam kuadran ini memiliki lokasi yang strategis dengan keberadaan DKI Jakarta, sehingga wilayah ini memiliki perkembangan yang lebih pesat dibandingkan wilayah di kuadran lainnya. Diketahui pula bahwa strategi yang digunakan untuk menciptakan pemerataan pembangunan, yaitu dengan memanfaatkan dan mengembangkan wilayah-wilayah belakang/pendukung (hinterland).

b. Anita Roosmawarni (2017), Model Pengembangan dan Pemetaan Potensi Jawa Timur Melalui Peranan Key Sector Kota/Kabupaten

Bertujuan untuk menganalisis sektor-sektor ekonomi yang menjadi basis dan memetakan potensi yang dimiliki pada setiap Kabupaten/Kota.

Metode yang digunakan Location Quetiont (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP) dan Tipologi Klassen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang menjadi sektor basis pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur terdiri dari sektor pertahanan, sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial.

Berdasarkan hasil tipologi klassen, diperoleh bahwa sektor yang memiliki pertumbuhan paling signifikan di Jawa Timur, dikelompokkan pada cluster 1 yang terdiri dari sektor konstruksi, sektor perdagangan besar dan eceran, sektor transportasi, sektor penyediaan akomodasi, sektor jasa keuangan serta sektor real estate. Ketujuh sektor tersebut

58

menjadi beberapa sektor yang memiiki peran cukup dominan terhadap pengembangan wilayah di Jawa Timur.

c. Endang Setiasih (2008), Tipologi Daerah Kabupaten dan Kota di Wilayah Jawa Bagian Barat

Bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan sektor basis ekonomi dan karakteristik sektor-sektor ekonomi pada tingkat Kabupaten/Kota.

Data yang digunakan berupa data sekunder, yaitu PDRB menurut sektornya dan jumlah penduduk yang diperoleh melalui BPS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor pertanian dan sektor industri menjadi sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Jawa Barat.

Pada wilayah Kabupaten, sistem perekonomiannya masih didominasi oleh sektor pertanian. Namun pada wilayah perkotaan, peranan sektor pertanian relatif rendah dan didominasi oleh sektor industri. Berdasarkan hasil analisis tipologi, bahwa masih terjadinya pembangunan yang belum merata, terdapat beberapa wilayah yang perlu menjadi perhatian pemerintah, terutama wilayah dengan pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi yang rendah.

59

Tabel 2. 1 Penelitian Terdahulu No Judul Penulis

(Tahun)

Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan

1 A Dynamic

60

61

62

63

64

65

66

telah memiliki lebih dari 1 sepeda motor dan tidak ingin

67

68

Hasil penelitian ini ialah (1) jumlah

69

70 tinggi berada di WP Bodekpunjur dan KK Cekungan Bandung. (2) cluster 1 terdiri dari Ciayumajakuning,

71

PDRB per kapita tinggi, yang didominasi oleh sektor sekunder dan tersier.

72 C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran

Pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua di Pulau Jawa yang tumbuh secara signifikan setiap tahunnya, disebabkan oleh banyak faktor yang diantaranya seperti terlihat pada Gambar 2.2. Dengan semakin maraknya perkembangan dan penggunaan transportasi, tentunya dapat membuka akesibilitas suatu wilayah dan mendorong wilayah tersebut untuk maju dan berkembang. Namun, pertumbuhan tersebut perlu dikendalikan agar eksternalitas negatif yang dapat ditimbulkan tidak menjadi dampak serius yang berkelanjutan. Oleh karena itu, perlunya menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kendaraan bermotor roda dua, agar nantinya dapat ditentukan solusi dan pengendalian yang tepat.

73

D. Matrix of Cross Impact Multiplications Applied to a Classification (MICMAC)

Metode analisis MICMAC pertama kali dikembangkan oleh Duperrin dan Michel Godet pada tahun 1973. Adanya keinginan untuk membuat peringkat dari elemen-elemen suatu sistem dengan sistematis, menjadi alasan utama dikembangkannya metode ini. (Fauzi, 2019).

Analisis MICMAC adalah sebuah analisis yang digunakan untuk mengkategorikan atau mengelompokkan suatu faktor, berdasarkan nilai pengaruh dan ketergantungannya (Singh, 2015). Analisis MICMAC mampu menangkap interaksi antar variabel dan juga mengidentifikasi variabel kunci, yang dapat digunakan sebagai pendorong agar suatu sistem dapat bekerja secara berkelanjutan (Vetmeyer & Shanin, 2014 dalam Paulus & Fauzi, 2017).

Dengan metode analisis MICMAC, seorang peneliti dapat menemukan pola hubungan antar variabel, yang terjadi secara langsung antar satu variabel dengan variabel lainnya, atau juga dapat terjadi karena adanya variabel antara yang menghubungkan kedua variabel tersebut. Gambar 2.3 menggambarkan kemungkinan pola hubungan yang dapat terjadi antar variabel, yang diilustrasikan dengan variabel i ke j.

Gambar 2. 3 Pola Hubungan Antarvariabel

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

Sebagaimana terlihat pada Gambar 2.3, hubungan langsung antara variabel i ke j ditunjukkan pada Gambar 2.3a. Sementara pada Gambar 3.1b menunjukkan hubungan variabel i ke j terjadi karena adanya peran dari variabel k, yang memiliki pengaruh terhadap kedua variabel. Pada Gambar 2.3c menunjukkan bahwa hubungan antara variabel i ke j terjadi secara tidak langsung, karena perlu adanya

74

variabel penghubung yaitu variabel m. Pola hubungan yang digambarkan pada Gambar 2.3 didasarkan karena adanya prinsip keterkaitan antarsistem. Untuk mempermudah penjelasannya, maka divisualisasikan pada Gambar 2.4.

Gambar 2. 4 Prinsip Hubungan Antarsistem

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

Pada Gambar 2.4, terdapat dua sistem yang terpisah yaitu antara 𝑆1 dan 𝑆2. Namun kedua sistem tersebut tidak terhubung secara langsung, melainkan adanya pengaruh dari variabel a, b dan c. Dapat terlihat bahwa 𝑆1 memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap variabel a, sementara variabel c memiliki pengaruh yang dominan terhadap 𝑆2. Ketika seorang peneliti hanya menganalisis dampak langsung dari kedua sistem tersebut, maka variabel b menjadi terabaikan. Padahal nyatanya variabel b menjadi variabel yang penting, karena menjadi variabel penghubung antara 𝑆1 dan 𝑆2.

Dalam situasi seperti ini, analisis MICMAC dapat menjadi langkah yang tepat untuk digunakan. Pentingnya penggunaan analisis MICMAC adalah karena sering terdapatnya variabel yang terabaikan dalam penelitian. Padahal nyatanya, variabel tersebut menjadi variabel penghubung dari suatu sistem dalam penelitian.

Contohnya, saat ingin meneliti sistem ekonomi dan sistem sosial, terdapat variabel penghubung antar kedua sistem tersebut seperti tingkat pendidikan (Fauzi, 2019).

MICMAC diawali dengan melakukan perumusan suatu masalah (problem definition), sehingga dapat dilakukan identifikasi variabel penelitian, baik internal ataupun eksternal. Selanjutnya barulah dapat dilakukan proses analisis hubungan antar variabel dan melakukan penilaian hubungan berdasarkan tingkat pengaruh dan ketergantungannya (Benjumea-Arias, 2016).

Proses penilaian yang dilakukan oleh para ahli atau stakeholder, biasanya dilakukan melalui Forum Group Discussion (FGD). Para ahli atau stakeholder

75

yang terlibat secara langsung dapat memberikan penilaian atau skoring dengan mengisi instrumen penelitian berupa matriks penilaian, dengan mengisi nilai antara 0-3. Ilustrasi matriks yang digunakan dapat terlihat seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 Ilustrasi Matriks Penilaian MICMAC

Setelah diidentifikasi dan diberikan penilaian, maka selanjutnya dapat dilakukan proses perhitungan tingkat pengaruh (influence) dan ketergantungan (dependent) antarvariabel, yang nantinya akan menentukan peringkat masing-masing variabel. Untuk mempermudah alur perhitungan dalam analisis MICMAC, maka dapat dimisalkan bahwa hubungan antarvariabel digambarkan dalam bentuk matriks Boolean seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Matriks Hubungan Antarvariabel

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

Gambar 2.6 mengilustrasikan suatu penelitian, dengan menggunakan bantuan dari variabel A,B,C,D dan E. Matriks tersebut menunjukkan bagaimana pengaruh setiap variabel terhadap variabel lainnya. Pola interaksi yang terjadi pada Gambar 2.6 juga dapat digambarkan dengan flowchart seperti yang digambarkan pada Gambar 2.7

76

Gambar 2. 7 Flowchart Hubungan Antarvariabel

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

Pada analisis MICMAC, matriks yang terdapat pada Gambar 2.6 dapat diproses dengan bantuan MDI (Matrix of Direct Influence), yaitu matriks yang tidak memperhitungkan pengaruh variabel terhadap dirinya sendiri. Sehingga pengaruh A terhadap A diasumsikan sebagai 0. Dengan kata lain, Gambar 2.7 mengilustrasikan pengaruh variabel secara langsung, yang mana tidak terdapat adanya hubungan siklus (timbal balik).

Pola perhitungan yang digunakan dalam MDI dapat ditulis dengan cross-matrix seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 menunjukkan bahwa untuk memperoleh besaran pengaruh (influence), maka dapat dilihat dari penjumlahan baris masing-masing variabel. Untuk memperoleh besaran tingkat ketergantungan (dependent), maka dapat diperoleh dengan menjumlah kolom masing-masing variabel. Sehingga berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka diperoleh jumlah pengaruh dan ketergantungan, serta hierarki setiap variabel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9.

Gambar 2. 8 Cross-Matrix Perhitungan Antarvariabel

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

77

Gambar 2. 9 Pengaruh, Ketergantungan dan Tingkatan (Level)

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

Proses perhitungan MDI dapat dimudahkan dengan adanya bantuan software MICMAC. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, nantinya variabel-variabel yang diteliti akan dikelompokkan menjadi empat kuadran, berdasarkan kategori ketergantungan dan pengaruh, seperti yang terlihat dalam gambar 2.10. Adapula Regulating Variables yang tepat berada di tengah-tengah dari empat kuadran.

Penjelasan dari setiap kuadran diringkas kedalam Tabel 2.2 untuk memudahkan pemahaman

Gambar 2. 10 Pembagian Kuadran MICMAC

Sumber: Teknik Analisis Keberlanjutan

78

Tabel 2. 2 Jenis, Peran, Status dan Implikasi Variabel dalam Kuadran MICMAC

Jenis Variabel

Peran dan Status Variabel Implikasi

Influence Variables

Variabel-variabel yang sangat berpengaruh dan memiliki tingkat ketergantungan yang rendah.

Variabel yang sangat krusial, karena menjadi faktor kunci dalam suatu sistem atau penelitian.

Relay Variables

Memiliki pengaruh, namun juga sangat bergantung pada variabel lain. Menggambarkan variabel yang tidak stabil

Menggambarkan

ketidakstabilan atas suatu sistem, yang mana apabila terdapat perubahan pada variabel ini dapat memengaruhi variabel lainnya.

Dependence Variables

Memiliki tingkat ketergantungan tinggi dan pengaruh yang relatif kecil terhadap variabel lain

Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada influence variables dan relay variables.

Memiliki potensi yang rendah untuk melakukan perubahan dalam suatu sistem. Dikatakan excluded karena ada atau tidaknya variabel ini, tidak akan mengganggu jalannya sistem ataupun memberikan manfaat terhadap sistem tersebut

79 Regulator

Variables

Memiliki pengaruh sedang dan ketergantungan sedang

Berperan sebagai pengungkit di dalam sistem.

E. Multidimensional Scaling (MDS)

Analisis Multidimensional Scaling (MDS) adalah sebuah teknik multivariat yang penyajiannya erat dengan representasi grafis, yaitu sebuah peta atau biasa disebut dengan perceptual map. Peta tersebut nantinya dapat digunakan sebagai informasi untuk menggambarkan posisi suatu objek dengan objek lainnya, berdasarkan nilai kemiripannya (Mattjik & Sumertajaya, 2011). Sehingga dengan adanya MDS, dapat membantu sebuah penelitian untuk memberikan gambaran data yang lebih informatif dan mudah dipahami, karena penyajian hasilnya berupa tampilan visual.

Multidimensional Scaling (MDS) adalah suatu prosedur yang dapat digunakan untuk menentukan gambaran dari suatu objek (perusahaan, ide, produk ataupun objek lainnya). MDS bertujuan untuk mentransformasi penilaian konsumen, berdasarkan kesamaan, baik secara keseluruhan ataupun preferensi dalam jarak yang digambarkan dalam perceptual map (Hair et al., 2010).

Multidimensional Scaling (MDS) merupakan sebuah metode yang digunakan untuk memetakan jarak persepsi antara suatu variabel dengan variabel lainnya, dengan menggunakan ukuran skala (Fauzi, 2019). Metode ini dapat digunakan untuk menentukan posisi suatu variabel berdasarkan karakteristik kemiripannya, dan juga untuk mengetahui hubungan interdependensi antar variabel atau data yang diteliti, yang mana dapat digambarkan dalam perceptual map (Johnson &

Wichern, 2007).

Dalam analisis MDS, variabel atau atribut penelitian akan dikelompokkan dalam berbagai dimensi. Pengelompokkan dimensi didasarkan pada kemiripan dari penilaian suatu objek yang sedang di teliti. Dengan adanya dimensi ini, akan membantu peneliti untuk memperoleh perceptual map. Untuk menentukkan jumlah penggunaan dimensi yang tepat, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu (R. Nasution et al., 2008):

80

1) Mempertimbangkan berdasarkan tinjauan teoritis atau penelitian terdahulu,

1) Mempertimbangkan berdasarkan tinjauan teoritis atau penelitian terdahulu,