• Tidak ada hasil yang ditemukan

melawan Kanker

OPINI | 27 April 2012

Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Kesehatan sudah beberapa waktu diberitakan terkena   kanker paru-paru. Beliau kemudian mengajukan pengunduran diri kepada Presiden SBY dari jajaran menteri Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB-II). Presiden kemarin setelah menjenguk beliau menyatakan persetujuannya, agar Menkes dapat berkonsentrasi menjalani pengobatan. Untuk sementara sebagai pelaksana harian dalam menjalankan tugas Menkes, Presiden kemarin langsung menunjuk Wakil Menkes Ali Gufron Mukti. Presiden sangat menghargai kegigihan pembantunya tersebut, yang tetap menjalankan fungsinya walau pada saat sudah terkena penyakit mengerikan tersebut. Ibu Endang telah dirawat selama hampir tiga minggu, dan saat ini   sedang menjalani perawatan rehabilitasi medis dan isioterapi serta menggunakan alat bantu untuk asupan makanan dan minuman. Menkes di deteksi mengidap kanker paru sejak Oktober 2010 dan telah menjalani pengobatan baik di

dalam dan luar negeri selama kurang lebih satu setengah tahun. Pengobatan yang selama ini dijalaninya antara lain radiasi lokal dan bedah beku.

Serangan kanker merupakan hal yang sangat tidak terduga, menarik yang disampaikan Prof dr Hadiarto Mangun Negoro, SpP (K), “Menderita kanker termasuk kanker paru itu seperti mendapat lotre. Kita tidak tahu apakah kita akan mengalaminya atau tidak,” katanya kepada Sindo. Banyak yang mengatakan bahwa kanker paru lebih disebabkan karena merokok.

Nah, penulis ingin menyampaikan informasi, apakah seseorang yang terkena kanker bisa sembuh? Atau apakah pemberitahuan terkena kanker merupakan lonceng kematian yang ditabuh? Penyakit kanker seperti dikatakan Prof Hadiarto tidak kita ketahui akan mengalaminya atau tidak. Beberapa orang terdekat penulis mengalami serangan kanker dan atas berkat Allah, mereka bisa sembuh.

Pertama, orang terdekat penulis yaitu Ibu kandung, kini sudah berusia 92 tahun, Alhamdulillah masih sehat. Sekitar 12 tahun yang lalu beliau mendertita sakit perut, dan setelah diperiksa di RS, beliau dinyatakan positif terkena kanker kandungan pada stadium tiga. Kemudian oleh dokter dilakukan kemoterapi. Penulis tidak tega melihat Ibu tercinta yang kemudian mendertia kesakitan, dibagian pinggangnya terdapat memar biru dan rasanya sakit, sehingga beliau harus dipapah. Mendadak setelah dua bulan di kemo, si Ibu mengatakan ingin berhaji. Kami semua terkejut, bagaimana dengan kondisi demikian beliau berangkat? Karena keinginan kuat, dan beliau sebagai wanita yang “lugu” atau polos mengatakan akan memohon kepada Allah di Mekkah katanya. Kami ikhlaskan kalau toh Allah menentukan apapun bagi beliau. Selama di Mekkah, beliau terus dengan tekun dan yakin berdoa sambil minum dan membasuh dengan air zam-zam. Pada saat tawaf beliau dipikul mengelilingi Kabah. Yang terjadi, setelah selesai berhaji, beliau kembali ke tanah air dengan keadaan sehat

walaiat. Dokter yang memeriksa juga terkejut, kankernya hilang. Kami percaya bahwa Allah memberikan kesembuhan karena keyakinan dan semangat beliau serta kepasrahan dan ketulusan menghadapi ujian Allah. Alhamdulillah.

Kedua. Pada tahun 2000, cucu pertama penulis dilahirkan, dengan perasaan berbunga-bunga, mendadak saat berusia sebulan, ada benjolan diantara dua matanya. Dokter di sebuah RS di Jakarta menyatakan bahwa cucu penulis terkena tumor atau kanker. Oleh penulis dibawa ke Singapura. Pada saat berusia tiga bulan, perutnya di operasi dan dikeluarkan daging sebesar bola golf. Setelah diperiksa, oleh dokter dinyatakan terkena tumor neuroblaskoma, tumor syaraf. Penulis dan keluarga menjadi panik.

Oleh dokter di Jakarta dinyatakan bahwa paling lama hanya bertahan enam bulan. Kami bertambah panik, karena setelah itu tumbuh benjolan-benjolan di sekujur tubuhnya. Pada saat itu penulis mencoba mencari upaya pengobatan segala macam cara. Beberapa tidak realistis. Hingga pada suatu hari penulis bertemu seorang ulama dari Mataram yang pandangan batinnya demikian dalam. Beliau menyadarkan penulis, “Bahwa penyakit berasal dari Allah, karena itu mohonlah kepada Allah untuk kesembuhannya.”

Penulis dengan keinginan yang sangat kuat, mulai bertarung dengan maut berebut nyawa si cucu. Penulis menjalani semua perintah Allah dengan lebih tekun, setiap malam melaksanakan sholat Tahajud, menangis memohon kepada Allah agar diberikan jalan kesembuhan dan dipanjangkan nikmat panjang umur kepada cucu yang dilahirkan pada tahun “Naga Emas” itu. Penulis menghentikan pengobatan alternatif, dan benar- benar pasrah kepada Allah. Ternyata Allah mengabulkan permohonan penulis. Suatu hari kami bertemu seorang dokter yang mengatakan bahwa di Belanda ada percobaan pengobatan tumor Neuroblascoma, disebutkannya MIBG.

Dengan segala upaya, si cucu tersayang tadi, yang benjolan ditubuhnya ada 32 benjolan dibawa ke Belanda. Disana dia menjalani pengobatan, diinfus dengan radioaktif, dan selama lima hari dirawat dalam ruangan anti radiasi, karena tubuhnya mengeluarkan radiasi. Sebulan cucu ini di Belanda, dan ternyata dari 32 benjolan, yang 25 buah mengempis, tersisa sekitar delapan buah. Si jagoan itu kami bawa pulang dan Alhamdulillah kini dia berusia 12 tahun dan bisa sekolah, walau perlu mendapat bantuan tehnis.

Yang menarik, pada suatu hari, saat si cucu masih dirawa,   datanglah   seorang Pastor yang sudah demikian tua menemui anak dan isteri penulis di Rumah sakit di Belanda itu. Beliau menyerahkan uang yang merupakan sumbangan dari jamaah sebuah gereja yang terletak sekitar 200 km dari RS. Katanya sang Pastor itu mendengar ada anak Indonesia dalam perawatan tumor ganas dan didengarnya kekurangan biaya untuk membayar RS. Memang biayanya cukup mahal, dan seberapapun besarnya bantuan itu, penulis semakin sadar bahwa tangan Tuhan berada di sana.

Tidak bisa dibayangkan, kami dari keluarga muslim, mendadak diberi bantuan uang untuk membayar RS oleh Pastor yang mewakili jamaahnya yang Kristiani. Hanya kebesaran Allah yang dirasakan keluarga kami. Rasa terharu kami semakin bertambah, karena Pastor yang sudah cukup tua itu menyetir mobilnya sendiri dalam menuju ke RS. Alhamdulillah Ya Allah.

Nah, dari dua kisah yang menyentuh penulis, apa pelajaran yang bisa kita ambil. Benar bahwa penyakit seberat apapun itu, untuk kesembuhannya hanya dari Allah. Memohonlah kepadaNYA dengan keyakinan penuh, ikhlas dan pasrah dan percaya. Kita pasrahkan keputusan kepada Yang Maha Kuasa, apapun itu. Khusus kepada Ibu Endang, semoga Ibu membaca tulisan yang sederhana ini. Apapun keputusan Allah, mari kita terima dengan ikhlas. Tetapi percayalah Bu Endang, persoalan Ibu bukanlah soal medis belaka yang penulis yakin, Ibu dan semua

dokter yang merawat sangat memahaminya. Penulis hanya bisa menyampaikan kisah ini, dimana penulis pernah ikut tersentuh pada saat itu dan merasakan kegalauan dan kekhawatiran yang sangat. Tetapi penulis bersyukur,   pada akhirnya   Allah menentukan yang terbaiknya bagi kami.

Selamat berjuang Bu Endang, selaku pribadi penulis ikut mendoakan, jangan menyerah, tabah, ikhlas tetapi tetap yakin. Itu sebuah ujian dari Allah, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Terimalah simpati dari penulis. Salam hangat.

Tri Budhi Sastrio