• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dua setengah tahun yang sangat berarti bersama Endang Rahayu Sedyaningsih - [BUKU]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dua setengah tahun yang sangat berarti bersama Endang Rahayu Sedyaningsih - [BUKU]"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

610.69 Ind

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Dua setengah tahun yang sangat berarti

bersama Endang Rahayu Sedyaningsih

Penerbit:

Pusat Komunikasi Publik Kementerian Kesehatan RI

Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav.4-9 Jakarta 12950

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal

Dua setengah tahun yang sangat berarti bersama Endang Rahayu

Sedyaningsih,--Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2012

ISBN 978-602-235-117-7

1. Judul I. BIOGRAPHY II. PHYSICIAN’S ROLE

(7)

Pengantar

Melihat keburukan orang itu mudah, seperti melihat gajah di depan mata. Sebaliknya, melihat kebaikan orang itu sangat sulit, seperti mencari jarum di gurun pasir. Begitu, sebagian besar orang berperilaku. Tapi, tidak untuk Bu Endang Rahayu Sedyaningsih. Beliau justru sebaliknya. Ada orang yang jelas-jelas mengkritik dengan pedas dan sangat pribadi, beliau menyebutnya, sebagai “kritik membangun”. Menanggapi cara mengkritiknya, beliau berkomentar “pada hakekatnya semua orang baik, hanya cara menyampaikannya saja yang berbeda”, begitu kata saksi mata Dirjen BUK, dr. Supriantoro, Sp.P MARS.

Masih banyak tutur kata, sikap dan perilaku mulia yang inspiratif dari dr. Endang Rahayu Sedyaningsih. Sebagian kecil keteladanan itu terekam saat berinteraksi dengan staf, teman sejawat, saudara dengan berbagai sudut pandang dan pengalamannya. Tak ketinggalan kesan tokoh masyarakat dan tokoh agama yang dimuat media massa. Kini, kesan-kesan mengagumkan itu telah terangkum dalam buku mungil yang sedang Anda baca ini.

Mereka dengan tulus ikhlas menulis kesan yang dirasakan tentang Bu Endang Rahayu Sedyaningsih, dengan gaya bahasanya sendiri. Harapannya, seluruh kesan terungkap secara

utuh, apa adanya dan unik, sesuai dengan situasi yang terjadi. Mulai dari ekspresi marah, gembira, kecewa, sedih atau lainnya.

Begitu beragam kesan dan kedekatan terhadap Bu Endang, terlihat dari cara mereka menyapanya. Ada yang menyapa dengan ERS ( Endang Rahayu Sedyaningsih), Eny, Bu Endang, Ibu Endang, Bu Menteri atau Bu Menkes. Semua jenis penyebutan nama itu mempunyai maknanya sendiri-sendiri, sesuai dengan kesan para pelakunya. Nah, sebagian kesan itu dapat pembaca nikmati dalam buku ini.

Memang, penerbitan buku kesan-kesan ini diperuntukkan bukan hanya kepada keluarga, teman sejawat Kementerian Kesehatan, tapi juga untuk semua. Mengapa ? Banyak hikmah, teladan dan pelajaran yang dapat diambil dari sosok ERS selama dua setengah tahun pengabdiannya menjadi Menteri Kesehatan.

Akhirnya, sebagai hamba, tak ada gading yang tak retak, tak ada kesempurnaan yang tak bersalah dan khilaf, termasuk almarhumah Endang Rahayu Sedyaningsih. Mari kita maafkan dan mohonkan ampunanNya. Semoga, kita sesama hamba, juga dimaafkan dan mendapat ampunanNya. Amin.

Jakarta, 11 Juni 2012

Kementerian Kesehatan RI Sekretaris Jenderal

(8)

Datar Isi

07

Pengantar

13

Pemimpin cerdas dan

memilih hidup yang berkualitas

Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.SC. PhD Wakil Menteri Kesehatan RI

15

Sahabat yang penuh semangat

dr. Ratna Rosita, MPH.M

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

17

Please, make it another success!

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (Dirjen. P2-PL)

19

Menteri Kesehatan dengan

Prestasi Prima dan Reputasi Indah

Dr. dr. Trihono, M.sc

Kepala Badan Litbangkes

23

Ibu Endang,

Pemimpin yang Apresiatif,

Aspiratif, Disiplin, dan Tegas

dr. Supriantoro, Sp.P, MARS

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

25

Smart dan strong-leadership,

dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Dirjen. Binfar & Alkes)

27

Banyak yang dapat dipelajari

dari Beliau

Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F (K), Sp.KP Staf Ahli Menteri Bidang Mediko Legal

29

Dua bilah keris Bu Enny

dr. Bambang Sardjono, MPH

Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi

33

Ia Memperhatikan Anak Buah

dr. Untung Suseno Sutarjo, M. Kes

Staf Ahli Menteri Bidang Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat

35

Dia peneliti baik dan pandai

dr. Indriyono Tantoro, MPH

Staf Khusus Menkes Bidang Percepatan Pembangunan Kesehatan dan Reformasi Birokrasi

39

Bu Endang Inspirasiku

drg. Murti Utami, MPH Kepala Pusat Komunikasi Publik

41

Empaty, rational, smart, and smile

dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes
(9)

43

Ringan membantu akar rumput

Anorital Sutanbatuah

Peneliti Pusat 1

47

Sang pencetus jaminan persalinan

Direktorat Bina Kesehatan Ibu

49

2,5 tahun yang sangat berarti

Dr. Merki Rundengan, MKM

Auditor Itjen

51

Selalu punya waktu untuk staf

dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes Inspektur III, Itjen

53

Beliau bagian dari kami

Supraptini

Peneliti Pusat 3

55

Hujan di Mamuju

Wahyudin Amir

57

Dia penuh perhatian pada anak

penderita kanker

Dr. Ir Ashwin Sasongko Sastro Subroto, M.Sc Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo

61

Beliau adalah puteri terbaik bangsa

dr.H.Azimal, M.Kes

Kepala Pusat Kesehatan Haji

63

Sampai Ketemu Lagi, Mbak

Damaryanti Suryaningsih

Adik dari Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih

73

Beliau memikirkan generasi yang

akan datang

Dr. Minarto,MPS

Direktur Bina Gizi Masyarakat

Direktorat Jenderal Bina Gizi Ibu dan Anak

75

Ibu Endang, si angsa hitam

Dr.Hj.Eko Rahajeng, SKM, M. Kes

Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

77

Sederhana tapi menghargai budaya

dr. Sri Henni Setiawati, MHA

Kepala Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Kemenkes

79

Kesan dan Pesan dalam Rangka Kunjungan ke

Tanah Papua Tanggal 20 Februari 2012

Humas Sekretariat Badan PPSDMKes

81

Jujur dalam semua bidang

dr.Elizabet Jane Soepardi, MPH, DSc Kepala Pusat Data dan Informasi

83

(10)

85

Dia tak pantas dilupakan

MKDKI - Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

87

Saya terharu ibu menteri memberi

perhatian pada istri saya di ICU

Dr. Nyoman Kandun, MPH

Purnabakti Eselon I Kemkes

91

Dia selalu ingin hasil terkini

Drs. Ondri Dwi Sampurno, M.Si, Apt

Kepala Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Badan Litbangkes

93

Menteri yang rajin

ke pelosok tanah air

drg. Oscar Primadi, MPH

Kepala Pusat Standarisasi dan Sertiikasi dan Pendidikan Berkelanjutan SDM Kes, Badan PPSDM

95

Dia mengayomi

semua jajaran profesi medis

Drg. Zaura Kiswarini, MDSc

Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI)

97

Srikandi Indonesia yang memberi

warna kesehatan Indonesia

Pusat Promosi Kesehatan

99

Semua programnya prorakyat

Pusdiklat Aparatur, Badan PPSDM

101

Bu Endang, pendengar yang baik

Ria Sukarno, SKM, MCN

Sekretaris Badan Litbang Kesehatan

103

Kami senang

diperhatikan Ibu Menteri

Rita Djupuri, B.Sc, DCN, M.Epid

Direktorat Surveilans Imunisasi Karantina dan Kesehatan Matra Direktorat Jenderal P2-PL

105

Menteri yang arif dan bijaksana

Subdit Bina Pelayanan Kesehatan Gigi Dan Mulut Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan

107

Pesan dan Kesan

Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung,

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

113

Kenangan dan Kesan

dari Sahabat & Kawan

121

Endang, Menteri Kesehatan Terbaik

Prof.Dr. Agus Suwandono, MPH, Dr Ph Peneliti Pusat 1

123

Sedikit Bicara Terkesan Selamanya

Dr. Qomariah Alwi, SKM, M.Sc
(11)

127

Beliau Mengajarkan Kami Pro Rakyat

Direktorat Bina Kesehatan Jiwa,

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

129

Dia Ditakdirkan Jadi Orang Besar

Farida

Peneliti

131

Sekilas Kenangan Bersama

Bu Menkes

Prof,Dr. Menaldi Rasmin, Sp. P(k) Ketua Konsil Kedokteran Indonesia

133

Kenangan berkesan

bersama pemilik untaian Garnet

yang selain indah juga menyejukkan hati dari

sahabatku “Endang Rahayu Sedyaningsih Mamahit”

Hj. Endang Agustini Syarwan H.,S.IP

Anggota MPR / DPR RI No. A - 237

139

Big Condolance

Kamel Senouci Director SIVAC

141

I’ll remember Dr. Endang

as a scientist and politician

Brad Gessner

143

One More Ibu Endang Story

Robert Tilden

145

Selalu Menyediakan Waktu

Siti Isfandari

Badan Litbangkes

147

(12)
(13)

Pemimpin cerdas dan

memilih hidup yang berkualitas

Prof. dr. Ali Gufron Mukti, M.SC. PhD

Wakil Menteri Kesehatan RI

I

bu Menkes adalah seorang pemimpin yang cerdas, cepat belajar, fokus, memiliki komitmen yang tinggi terhadap tugas dan tanggung jawabnya, dan memiliki visi yang jelas. Meskipun sedang sakit, ia tidak terlalu menghiraukan penyakitnya. Beliau hanya memikirkan bagaimana meningkatkan kesehatan masyarakat.

Beliau juga memiliki hubungan solidaritas yang tinggi terhadap staf maupun rekan kerja. Caranya berkomunikasi sangat bagus. Dia mempunyai kedekatan yang khas hampir dengan seluruh jajaran di kementerian. Ia juga dikenal sangat lugas dalam menyampaikan nasehat kepada orang di lingkungan kerjanya. Sekalipun tegas, tapi nasehat disampaikan dengan cara yang sangat lembut. Lebih dari semua itu, beliau memiliki nilai kejujuran yang hakiki.

Suatu hari, Ibu Menkes pernah mendapat souvenir atau uang dari orang lain yang berindikasi tidak baik dan terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri, beliau langsung mengembalikan hadiah itu kepada yang memberinya.

Terkait dengan kedekatan hubungan dengan orang lain, beliau sangat perhatian kepada orang yang dekat dengannya, termasuk

di kementerian. Beliau proaktif memulai berkomunikasi dengan orang lain. Suatu hari saya pernah ditanya, “Pak Wamen, bagaimana ada masalah?” Saya jawab, “Tidak ada. Cuma masalah transportasi yang menyita waktu 3-4 jam sehari untuk perjalanan.”

Hal lain yang menonjol dari Beliau adalah: dia memiliki semangat bekerja juga semangat hidup yang luar biasa. Saya punya pengalaman menarik soal ini dengan beliau, sekaligus pengalaman terakhir tentang berpergian ke luar kota. Ketika itu, kami akan berkunjungan ke NTT, tepatnya ke Waykabubak. Secara geograis, medan tempat ini sangat berat bagi kebanyakan orang. Saya mengatakan begitu, karena saya pernah menjadi konsultan di tempat ini.

Karena itu, dalam hati saya bertanya: “Mengapa Beliau ingin berangkat ke sana? Mengapa tidak memberi tugas kepada yang lain atau saya, yang lebih muda atau kuat. Walaupun beliau juga kuat, dan memiliki semangat yang tinggi, tapi kan beliau sedang sakit.”

(14)

Kesehatannya memang merosot karena penyakit yang dideritanya.

Saya pernah membaca ungkapan Bu Menkes tetang penyakit yang dideritanya, “Why me?” Artinya, dia telah berikir panjang tentang mengapa dia yang menderita sakit seperti itu. Dan jawabannya sungguh mengagumkan bagi semua orang.

(15)

Sahabat yang penuh semangat

dr. Ratna Rosita, MPH.M

Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

K

erja cerdas dan cepat. Itu yang saya alami ketika bekerja bersama Ibu Endang sejak tahun 2003. Ketika itu, SARS melanda beberapa kawasan di dunia. Gejala klinis pada penderita suspect SARS menjadi tanggung  jawab saya sebagai kasubdit Gawat Darurat dan Matra. Sedangkan konirmasi kasus menjadi tanggung jawab Ibu Endang di Litbang. Setelah proyek SARS ini kami sibuk masing-masing dengan pekerjaan berbeda.

Jauh sebelum bekerjasama menangani SARS, kami telah berkawan sejak kami bersama masuk FKUI th 1973, dan lulus serta diwisuda pada tahun 1979.

Kami bertemu kembali, dan bekerja bersama pada saat Beliau menjadi Menteri Kesehatan. Saya melihat Beliau sebagai sosok yang konsisten, jujur, teguh dalam pendirian, pantang menyerah, teliti, dan mempunyai komitmen tinggi terhadap tugasnya. Dengan karakter seperti itu, Ibu Endang menjadi panutan bagi

sejumlah pejabat di Kementerian Kesehatan.

Ketika Beliau sakit, semangatnya tidak surut, walaupun dia harus berjuang untuk sekedar dapat menikmati makan siangnya dengan baik. Ketika sudah terbaring di rumah sakit, beliau masih mengerjakan tugas-tugas negara, memberikan arahan, baik dengan sms maupun email. Pesan beliau melalui sms tanggal 31 Maret 2012 agar kita  merapatkan lagi barisan.  Jangan sampai barisan kita terpecah-belah.

Beliau seperti roket, melesat dengan cepat lalu menghilang atau lenyap. Banyak kenangan manis bersama ibu ERS yang tidak dapat dilupakan.

(16)
(17)

Please, make it another success!

Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp. P(K), MARS, DTM&H, DTCE

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Dirjen. P2-PL)

S

aya memiliki empat kesan mendalam tentang almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih. Pertama, Almarhumah amat menguasai Ilmu Kesehatan Masyarakat yang menjadi tanggung jawab beliau sebagai Menteri Kesehatan. Penguasaan ilmu ini didasari pada tiga hal utama. Yaitu, latar belakang pendidikan Beliau sebagai dokter dan Doktor; kebiasaan Beliau membaca berbagai jurnal dan publikasi ilmiah, walaupun di tengah kesibukannya sebagai Menteri; dan terakhir pengalaman panjang beliau bekerja di lingkungan Kesehatan sejak 30 tahun lalu, di masa awal Beliau masuk dunia bekerja.

Kedua, Almarhumah amat taat pada aturan yang ada. Dalam berbagai arahan, beliau selalu menekankan agar semua dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Dalam semua kegiatan di Kementerian Kesehatan maka semua pekerjaan selalu dilakukan dengan aturan perundangan yang ada.

Ketiga, Almarhumah sebagai pimpinan sangat menjaga hubungan baik yang humanis dengan para stafnya. Beliau selalu menjaga agar selalu ramah dan tersenyum. Namun, dengan tetap memegang prinsip hubungan kerja amat sehat dan produktif dalam organisasi Kementerian Kesehatan. 

Terakhir keempat, Almarhumah adalah orang yang baik hati. Kesimpulan itu saya ambil setelah mengenal beliau sejak lama, sejak sebelum beliau menjadi Menteri. Yaitu, sejak kami

sama-sama menangani kasus berbagai penyakit waktu saya masih kerja di RS dan Almarhumah di Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan, lalu sama-sama menjadi pejabat eselon 2 di Departemen Kesehatan,  sampai beliau menjadi Menteri Kesehatan. Sebagai pribadi, kesan mendalam saya bahwa Almarhumah adalah orang yang baik hati, dan menurut saya kebaikan hati Almarhumah terpancar dari lubuk hati beliau.    Di sisi lain, dalam aspek kesehatan masyarakat, almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih mampu secara serasi menyeimbangkan antara kegiatan Promotif Preventif dengan Kuratif Rehabilitatif. 

(18)

ketersediaan rumah sakit yang canggih. Dalam hal penelitian, beberapa bulan yang lalu di awal tahun 2012 saya mendapat tugas dari Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih untuk menghadiri pertemuan WHO, sehubungan ada kontroversi penelitian ilmiah lu burung yang antara lain menyebutkan kemungkinan perubahan virus sehingga mungkin menular antar manusia.

Arahan Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih saat ini menunjukkan kematangan beliau dalam bidang penelitian dalam kaitannya dengan hubungan luar negeri, yaitu antara lain:

- ilmu pengetahuan pada dasarnya perlu terus dikembangkan - hasil penelitian harus mempertimbangkan azaz manfaat dan

aspek kemanusiannya

- keterlibatan negara asal merupakan hal yang mutlak bila sampel dari satu negara di/ter kirim ke negara lain

- semua negara harus mematuhi resolusi WHO, dalam hal ini tentang hal “virus and beneit sharing”.

- azaz “fair, transparant and equitable” harus selalu dipegang erat.

Sementara itu, dalam hal teknologi informasi, setidaknya ada 4 pengalaman saya yang menunjukkan bahwa Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih amat menyadari dan memanfaatkan teknologi komunikasi.

Pertama, pada saat beliau masih awal menjadi Menteri Kesehatan, Beliau membuat group email antar-eselon 1 di Kementerian Kesehatan. Melalu group email ini berbagai informasi dipertukarkan, dan saya sering pula menyampaikan laporan kegiatan, khususnya pada hal-hal yang sifatnya segera/ mendadak.    

Kedua, pada rapat koordinasi dengan seluruh pejabat eselon 2 DitJen P2PL maka beliau berpesan agar P2PL dapat memanfaatkan maksimal teknologi komunikasi yang ada, antara lain karena dua hal:

1. Letupan penyakit dapat datang di mana saja dan harus

ditangani dengan cepat.

2. Pentingnya surveilans untuk pengamatan terus menerus dan tindakan untuk menanganinya, yang memang merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan pengendalian penyakit.

Sejalan dengan arahan Ibu Endang itu maka kami kemudian mengembangkan sistem  EWARS, E-tb, E-malaria dll.

Ketiga, saya ingat, salah satu email laporan saya ke beliau adalah ketika terjadi gempa di Aceh 11 April yang lalu. Ketika itu saya melaporkan komunikasi saya dengan Kepala Dinas Kesehatan Aceh dan Sumatera Barat serta beberapa Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan di Sumatera. Pada waktu itu beliau sedang dirawat di RSCM, dan setelah menerima email saya beliau langsung menjawab: “Harap dipantau terus Prof. Saya juga melihat dari TV. Siagakan bantuan yang kira-kira dibutuhkan. Terimakasih.” Seperti sudah diberitakan bahwa walau sedang dirawat di rumah sakit, Ibu Endang terus memimpin Kementerian Kesehatan dan memberikan arahannya.

Keempat, terakhir kali beliau menanggapi secara pribadi email laporan saya adalah pada 15 April 2012 ketika saya melaporkan 4 kegiatan Hari Malaria Sedunia, dimana saya laporkan juga bhw puncak acara tingkat nasional akan dilakukan di Palangkaraya pada 2 Mei 2012, dan ini penggalan dari jawaban email beliau : “Baik sekali. Terima kasih laporan Prof. Tjandra. Kita bangga upaya kita diapresiasi. Semua saran rekomendasi kita upayakan lakukan. Mungkin baik juga kalau kita tawarkan ibu-ibu sikib untuk sebar ikan kepala timah ya? Silakan lanjutkan dengan Hari Malaria Palangkaraya. Please make it another success! Ers”.

(19)

Menteri Kesehatan dengan

Prestasi Prima dan Reputasi Indah

Dr. dr. Trihono, M.sc

Kepala Badan Litbangkes

P

agi hari, pada tanggal pelatikan pejabat eselon 2, saya dipanggil Kepala Badan Litbang Kesehatan, Pak Triono Sundoro. Sebagai Kabadan, beliau menasihati saya agar siap kalaupun tidak jadi dilantik. Katanya, perubahan bisa terjadi setiap saat.

Hal itu sudah terjadi pada surat undangan pelantikan saya. Undangan sampai di tangan saya kemarin malam jam 19.00 (sehari sebelum pelantikan). Kemudian Pukul 21.00, undangan untuk saya dibatalkan. Tetapi pukul 06.00 pagi, esok harinya, undangan pelantikan itu dihidupkan kembali. Saya santai saja menanggapi, “Kalau enggak jadi dilantik, ya, pecinya dilepas. Jadi tamu undangan.”

Pagi itu, Pak Triono minta saran. Bagaimana, ya, cara memberitahukan kepada Ibu Endang bahwa jabatannya selaku Kepala Pusat Litbang Biomedis dan Farmasi akan dicopot. Pada saat itu belum pernah ada eselon 2 yang dilengserkan begitu saja, biasanya diputar menduduki jabatan eselon 2 lainnya. Saya menyarankan untuk diberitahu saja, akan lebih baik Kabadan yang memberi tahu terlebih dahulu dari pada menunggu sampai saat pelantikan oleh Ibu Menkes SFS.

Tak lama kemudian Ibu Endang datang. Ada suasana hening, tampaknya berat juga Pak Triono mengungkapkannya. Ternyata setelah disampaikan bahwa Ibu Endang dicopot dari jabatannya, saya lihat Ibu Endang ada rasa terkejut. Tetapi beliau tetap tegar. Setelah hening sejenak, Ibu Endang berkata,” Saya sudah diberi irasat oleh Allah, tadi malam saya bermimpi diberi bantal yang bau pesing oleh Ibu Menkes. Tampaknya itu tanda, saya harus lengser. Saya siap kembali jadi peneliti.” Waktu itu belum tahu siapa yang menggantikan beliau. Setelah pelantikan baru tahu bahwa saya yang menggantikan beliau.

Pisah sambut

(20)

selama ini. Juga mengucapkan selamat atas pengangkatan saya sebagai pengganti beliau.

Giliran saya menyampaikan sambutan: “Saya bersyukur Ibu Endang tetap di Puslitbang Biomedis dan Farmasi sebagai peneliti senior, saya akan menempatkan Ibu sebagai Konsultan, yang pasti memudahkan saya dalam mengemban amanah, karena biomolekuler bukanlah bidang saya.” Jadi meski Ibu ERS kembali sebagai peneliti, saya menempatkan beliau pada posisi lebih karena saya tahu kompetensi dan profesionalitas beliau.

Ruang ERS

Setelah tidak menjabat, beliau menempati ruang yang beliau disain sendiri. Tempatnya di Lantai 1 Puslitbang Biomedis dan Farmasi. Nuansa seninya memang terasa. Di ruang beliau segalanya teratur rapi dan selalu ada bunga. Kini ruang itu kami lestarikan dan kami beri nama ruang ERS. Semua pesan dan kenangan beliau kami kumpulkan di ruang tersebut. Ada beberapa buku dan tulisan ilmiah karya beliau, ada kaca cermin yang beliau gunakan, juga karya kenangan kami (puisi, kumpulan SMS) terhadap beliau kami taruh di ruang tersebut. Ruang ERS semoga menjadi tanda bahwa seorang peneliti dari Balitbangkes pernah diangkat menjadi Menteri Kesehatan, dengan prestasi prima dan reputasi indah.

Rasa yang paling menyakitkan

Saya pernah mendapati Ibu ERS dalam keadaan marah, sedih, sakit hati, bercampur aduk. Saya lupa tanggalnya, tetapi saat itu saya perlu konsultasi tentang Flu Burung. Beliau telah mendalami masalah ini, bahkan pernah membuat tulisan ilmiah tentang penyakit ini. Saya menghadap beliau dan hanya berdua saja. Saya minta pendapat beliau tentang penanganan Avian Inluenza kaitannya dengan pengembangan laboratorium. Namun diskusi ini kemudian bergerak kemana-mana termasuk tudingan Ibu Menkes SFS kepada beliau. Pada saat itulah beliau menangis sedih dan seolah menahan rasa sakit, dengan penuh perasaan beliau berkata: “Pak Tri, yang paling menyakitkan adalah

kalau dituduh berkhianat pada bangsa sendiri”. Saya terdiam, merasakan betapa sesaknya beliau ketika dituduh menjual virus ke luar negeri. Saya dan segenap jajaran litbangkes tahu betul, tuduhan itu tidak pernah terbukti. Dari situ saya tahu betapa tingginya kadar merah-putih dalam dada Ibu Endang.

Tidak ada rasa balas dendam

Sewaktu beliau masih menjabat sebagai Kepala Pusat Biomedis dan Farmasi, beliau pernah “berantem” dengan staf peneliti senior. Biasa, di Balitbangkes peneliti bisa tidak sejalan dengan Kepala Pusatnya, karena peneliti mempunyai integritas sendiri, yang tentu saja bisa berbeda pendapat dengan Pimpinannya. Pertengkaran itu cukup parah sehingga sang peneliti sampai “mogok”.

Namun sewaktu beliau menjadi Menteri Kesehatan, peneliti tersebut malah sekarang dipromosikan menjadi eselon 2 atas usulan beliau. Ini bukti yang menunjukkan bahwa beliau memang tidak mempunyai rasa “balas dendam”.

Mementingkan pluralitas

Sewaktu beliau mencari Kepala Badan Litbang Kesehatan untuk menggantikan Prof. AP, beliau minta agar dicarikan calon yang memenuhi syarat tetapi bukan dari UI. Beliau menyadari bahwa makin beragam asal universitas dari para pejabat eselon 1, akan makin baik buat Kementerian Kesehatan secara keseluruhan. Apalagi waktu itu ada saran agar jangan “UI sentris”. Sayangnya tidak mudah mencarinya, mereka yang mau tidak memenuhi syarat sedangkan yang memenuhi syarat tidak mau. Itulah sebabnya saya yang juga alumni UI akhirnya dipromosikan, setelah calon dari Universitas lain tidak bersedia/belum memenuhi syarat.

Bersemangat bila berkunjung ke Balitbangkes

(21)

banyak masalah. Dengan bertemu kembali para peneliti di Balitbangkes, semangat beliau seolah kembali segar dan siap menghadapi beban seberat apapun. Di bawah ini disajikan puisi sederhana sewatku kami merayakan ulang tahun beliau pada tahun 2010.

Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih Semoga tetap bekerja tanpa pamrih Berteman tanpa pilih kasih

Mendapatkan ridho Allah Yang Maha Pengasih

(22)
(23)

Ibu Endang,

Pemimpin yang Apresiatif,

Aspiratif, Disiplin, dan Tegas

dr. Supriantoro, Sp.P, MARS

Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (Dirjen BUK)

S

eperti kita ketahui bahwa sebelum menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih pernah menjabat Eselon II. Saat itu tidak sedikit yang meragukan Beliau, underestimated. Bahkan ada yang mencurigai hubungannya dengan Namru. Namun saya tahu, itu tidak benar. Ibu Endang adalah sosok yang cepat belajar, cepat menyesuaikan diri, dan cepat pula menyelesaikan pekerjaan.

Yang menjadi ciri khasnya, Ibu Menkes selalu membawa buku. Dengan buku itulah beliau langsung menuliskan apa saja hal-hal menarik yang didiskusikan atau disampaikan lawan bicaranya. Mungkin ini disebabkan latar belakangnya seorang peneliti. Ini menunjukan bahwa Ibu Menkes sangat mengapresiasi dan mendengar masukan dari orang lain, siapapun itu. Kemudian saran dan masukan yang baik akan ditindaklanjuti dan diimplementasikan.

Beliau juga sangat menghargai masukan dengan cara menyampaikan apa adanya. Contohnya dalam sebuah pertemuan dengan Gubernur, DPRD, Bupati, Walikota, dan pejabat daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Ibu Endang mengatakan bahwa apa yang disampaikannya berdasarkan informasi dari saya. Padahal sebagai Menkes, beliau mempunyai kewenangan tidak

harus menyebutkan hal itu. Itulah bukti bahwa Ibu Menkes sangat menghargai staf-stafnya. Beliau juga contoh pemimpin yang terbuka dengan perbedaan pendapat. Beliau tidak marah atau tersinggung jika stafnya mempunyai pemikiran berbeda.

Di antara Pejabat Negara, Ibu Menkes termasuk yang sangat peduli dengan masalah-masalah masyarakat umum, terutama masyarakat miskin dan tidak mampu. Teleponnya terbuka bagi siapa saja bisa menyampaikan pengaduan. Beliau sendiri merespon pengaduan tersebut. Dan selanjutnya meneruskan pengaduan masyarakat itu kepada staf-stafnya terkait untuk ditindaklanjuti dan diselesaikan.

Di antara kebaikan dan kesabarannya, Ibu Menkes adalah pemimpin yang tegas. Siapa yang benar akan diapresiasi, siapa yang salah akan ditegur baik secara halus maupun tegas. Pendek kata, Ibu Endang adalah pemimpin yang berwibawa, apresiatif, aspiratif, disiplin, dan tegas. Untuk kejujurannya dan kepatuhan pada prinsip tata pemerintahan yang baik, tak usah diragukan lagi. Sebagai contoh ketika diberikan sebuah souvenir saja, Beliau mengembalikan kepada yang memberikan.

(24)

Misalnya saja ketika saya menanyakan mengapa Beliau selalu berprasangka baik bahkan kepada orang yang pernah menyakiti dan melecehkan dirinya. Beliau menjawab bahwa pada dasarnya orang itu adalah orang baik dan apa yang disampaikannya merupakan koreksi dan perbaikan diri bagi Ibu Menkes. Luar biasa, beliau selalu melihat sisi positif dan mengabaikan sisi negatif seseorang.

Saya semakin kagum dengan komitmen dan etos kerja yang ditunjukkan Beliau meskipun sedang sakit. Sebagai spesialis paru, saya sampaikan prognosa terkait kesehatan beliau. Namun faktanya, beliau sangat tegar dan aktif melaksanakan tugas-tugas berat sehari-hari. Tanpa segan beliau juga melakukan kunjungan ke daerah yang jauh. Saya ingat beliau mengatakan bahwa beliau sudah merasa mendapatkan anugerah yang banyak dari Allah SWT, sehingga sekarang saatnya melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Mengisi hidup dengan hal-hal yang bermanfaat bagi sesama.

Suatu hari sebelum dirawat di rumah sakit, saya pernah

menyarankan Ibu Menkes tidak melakukan kunjungan ke Sumba. Karena itu perjalanan yang jauh dan berat. Namun ternyata beliau tetap bertekad melaksanakan tugas ke Sumba. “Pak Pri, saya sudah janji. Mereka akan kecewa jika saya tidak datang,” begitu kata Ibu Menkes waktu itu. Dan meskipun akhirnya Ibu Menkes batal ke Sumba, karena harus menjalani perawatan sakitnya.

Akhirnya, saya bisa mengambil hikmah bahwa Ibu Endang adalah pribadi yang telah melakukan apa yang pernah dikatakan pada sambutan buku Berdamai dengan Kanker, “Sungguh, lamanya hidup tidaklah sepenting kualitas hidup itu sendiri. Mari lakukan sebaik-baiknya apa yang bisa kita lakukan hari ini. Kita lakukan dengan sepenuh hati.”

Begitulah sekelumit kesan saya tentang Ibu Menkes. Apa yang saya paparkan ini mungkin tak berarti apa-apa dibandingkan dengan keteladanan sebenarnya yang dilakukan oleh Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih.

(25)

Smart dan strong-leadership

dra. Maura Linda sitanggang, Ph.D

Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

I

bu Endang adalah pribadi yang smart, namun tetap rendah hati dengan segala kelebihan dan talenta yang dimilikinya. Sebagai pemimpin, beliau memiliki strong-leadership. Walaupun bagi saya sangat singkat, selama bekerja di bawah pimpinannya, saya merasakan ketegasan dan kecepatan beliau dalam mengambil keputusan serta berani mengambil risiko, namun tetap penuh pertimbangan.

Di balik kepribadiannya yang tegas, Ibu Endang adalah sosok yang sangat perhatian/concern kepada orang kecil dan terpuruk, yang diaktualisasikan melalui sikap dan pengorbanannya.

(26)
(27)

Banyak yang dapat dipelajari

dari beliau

Prof. dr. Budi Sampurna, SH, DFM, Sp.F (K), Sp.KP

Staf Ahli Menteri Bidang Mediko Legal

E

ndang Rahayu Sedyaningsih saya kenal sebagai pemimpin, ibu, dan teman. Beliau seorang pemimpin yang memiliki visi. Ia mampu menguraikan dan mempertahankan pandangannya ke depannya, gigih dalam melaksanakan upaya untuk mencapainya, serta tidak mudah tergoyahkan.

Di bidang yang merupakan domain kerja saya, khususnya penyusunan peraturan perundang undangan, kematangan beliau dalam membuat kebijakan publik terlihat dengan nyata. Beliau bijaksana dalam menghadapi tantangan, khususnya dalam kebijakan di bidang Air Susu Ibu, produk tembakau, dan sunat perempuan. Beliau meyakini bahwa tujuannya baik bagi masyarakat luas.

Beliau begitu bersemangat dan berkeinginan kuat untuk menyelesaikan rancangan peraturan pemerintah tentang Air Susu Eksklusif dan pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Keputusan dalam menghadapi pertentangan dua kepentingan selalu dibuat dengan mempertimbangkan dari berbagai aspek. Beliau mau mendengar kritik dan saran, dan mampu pula membuat keputusan yang tegas.

Beliau juga konsisten dan konsekuen dalam menjalankan konsep dan isi kedua rancangan peraturan tersebut.

(28)
(29)

Dua bilah keris Bu Enny

dr. Bambang Sardjono, MPH

Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi

A

pabila kita bercerita tentang Bu Endang Rahayu Sedyaningsih, atau akrab disapa dengan Bu Enny, tidak  akan pernah ada habisnya. Ada saja topik pembicaraan yang dikaitkan dengan beliau sebab wawasan beliau sangat luas. Beliau juga memberikan perhatian yang besar pada banyak hal.

Kadang-kadang saya masih belum percaya bahwa beliau sudah tiada. Saya sering merasa bahwa beliau masih ada. Ketika saya sedang berkunjung ke daerah, dan ketika menyampaikan kebijakan Kemenkes --menjelaskan tentang kebijakan Kemenkes antara lain PIREB (Pro-Rakyat, Inklusif, Responsif, Eisien -Efektif dan Bersih)-- rasanya Bu Enny masih ada di sekitar saya. Seakan-akan dia sedang mengawasi dari kejauhan sambil tersenyum. Senyum khas Bu Enny. Atau apabila saya sedang  melintasi Blok A lantai 2 kantor Kementerian Kesehatan, masih terasa kehadiran sosok Bu Enny. Seakan-akan beliau masih berada di ruang kerja beliau.

Tentu sudah banyak orang yang menulis mengenai Bu Enny dari berbagai sudut padang. Misalnya, tentang keterkaitan beliau dengan khazanah penelitian, mengenai etos dan semangat kerja, tentang kedekatan beliau dengan program untuk masyarakat,

tentang anthusiasme beliau terhadap rakyat, tentang penyakit yang beliau derita, tentang keluarga, dan tentang-tentang yang lain. 

Saya juga mempunyai kesan tersendiri tentang Bu Enny. Saya bisa menulis berbagai hal tentang Bu Enny menurut persepsi saya. Namun, kali ini saya menulis atau bercerita tentang hal-hal yang sangat berbeda dengan yang selama ini diketahui banyak orang, yakni tentang keris. Ya, tentang KERIS dan Bu Enny.

Begini ceritanya; suatu hari  di  bulan Oktober 2011, setelah selesai memimpin sebuah rapat di gedung  Kementerian Kesehatan, ketika berjalan menuju ruangan, Bu Menkes memanggil saya. Beliau berkata bahwa ada orang menyampaikan bahwa hobi saya adalah mengoleksi keris. Kemudian beliau sampaikan bahwa dia memiliki dua bilah keris peninggalan ayahnya, almarhum Prof. Sudjiran. Singkatnya, beliau ingin agar saya melihatnya dan minta saran sebaiknya diapakan keris itu. Bu Enny meminta saya datang dan melihat  di rumahnya, di Duren Sawit, Jakarta Timur.

(30)

kaus olah raga lengan panjang. Dan, beliau  rupanya sedang asyik menata koleksi gantungan kunci dan magnet kulkas. Ternyata, salah satu hobi beliau adalah mengumpulkan magnit kulkas dari berbagai tempat.

Setelah masuk, kami duduk dan ngobrol sejenak seputar pekerjaan. Saya menyampaikan tentang kegiatan Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar yang saya emban. Lalu, akhirnya, kami membicarakan tentang keris. Beliau masuk ke kamar dan membawa keluar dua bilah keris. Satu  terbungkus kain slayer/ scarf dan satu lagi dibungkus kain hitam.

Beliau menceritakan riwayat keris tersebut. Dia menerima keris itu dari ayahanda. Dia juga bercerita bahwa keris itu sebenarnya milik keluarga, dan akan diberikan kepada adik laki-laki beliau. Saya mohon izin membuka sarung/warangkanya. Lalu saya mengamati  dan memeriksa dengan seksama. Saya mencermati keris itu dan mengecek/merujuk referensi --Ensiklopedi Keris karya Bambang  Harsrinuksmo dan lainnya yang sengaja saya bawa.

Lalu saya sampai pada kesimpulan sementara; kedua keris itu dibuat dari bahan yang baik. Pamornya bagus. Hanya sedikit berkarat karena lama tidak dibersihkan. Deskripsi kedua keris itu kira-kira adalah: 1) Keris A: Warangkanya Ladrang Surakarta, dibuat di era Sri Sunan Paku Buwono IX di Surakarta dan kerisnya Sabuk  Inten luk 11 dari zaman Majapahit. 2) Keris B: Warangkanya ladrang Surakarta era baru, Keris Luk 9 yang dibuat zaman Majapahit atau sebelumnya.

Bu Enny rupanya ingin tahu lebih detil. Pertanyaan beliau antara lain:  makna pamornya, karya empu dari mana, dari zaman kapan, apa tanda-tandanya, bagaimana cara memelihara dan menyimpan. Sambil mengobrol beliau membolak-balik buku ensklopedia. Rasa ingin tahu beliau tentang keris itu sangat besar. Saya menduga, barangkali karena  beliau adalah seorang peneliti dan jiwa peneliti selalu

ingin mengetahui hal apapun. Singkatnya, kemudian beliau memasrahkan keris untuk saya bersihkan. Saya menyanggupi.

Kedua keris tersebut saya bawa pulang ke rumah. Saya langsung membersihkan keris itu. Sebenarnya, proses membersihkan keris cukup panjang, dan ada urut-urutan bakunya. Langkah pertama adalah merendam keris itu di dalam air kelapa sayu. Lalu membersihkan karat. Setelah itu,  memutihkan permukaan keris dengan jeruk nipis. Setelah putih, lalu mewarangi, dan seterusnya.

Pada saat yang sama saya juga membersihkan beberapa bilah keris lama saya. Kebetulan, persediaan warangan (arsenikum) saya saat itu tidak ada, maka proses hari itu hanya sampai memutihkan besinya. Pada hari Minggu esoknya saya minta bantuan ke rekan mranggi (pembuat warangka) di daerah Cipinang. Di sana kami  sama-sama mewarangi. Siang itu cuaca cukup bagus, sehingga dalam waktu satu jam sudah terlihat gambaran pamor di besi ke dua keris tersebut. Saya bisa melihat keindahan besi berpadu dalam pamor yang indah.  Sementara itu rekan mranggi yang lain menggarap ke dua warangkanya.

Menjelang ashar, proses kerja spoet ini sudah selesai

Keesokan harinya saya kirim SMS ke Bu Enny mengabarkan bahwa keris telah selesai dibersihkan dan  sudah siap untuk diantar. Beliau menjawab melalui SMS: kok, cepat  sekali. Saya tidak menceritakan bahwa saya membersihkan keris itu bersama teman-teman saya para mranggi dari  Madura.

Kemudian beliau menentukan waktu untuk bertemu di rumah dinas di Jl. Denpasar. Pada hari yang ditentukan pukul 07.30 saya sudah hadir. Ajudan dan penjaga mempersilahkan masuk. Saya menunggu di ruang dalam. Sementara itu, seorang pembantu menyodorkan teh manis dan kue.

(31)

dengan pakaian rapi siap untuk suatu acara. Kemudian saya menyerahkan keris tersebut kepada beliau sambil  menyampaikan dan menjelaskan lebih detil. Intinya, bahwa dua keris ini berkualitas baik. Rupanya beliau ingin tahu lebih banyak tentang keris. Lalu kami membuka buku rujukannya. Kami berdiskusi tentang keris lebih kurang 15 menit. Setelah itu, saya pamit ke kantor.

Cerita ini menggambarkan sisi lain dari bu Enny yang tetap meneruskan tradisi nguri-urii kabudayan (memelihara kebudayaan), yang salah satunya adalah melestarikan dan

memelihara keris.

Saya sungguh  bangga dan bahagia diberi amanah, mendapat kehormatan dan kesempatan untuk melihat, memegang  bahkan membersihkan dan mewarangi pusaka keluarga ibu Enny. Demikianlah, sekelumit cerita tentang keris dan Bu Enny. Wilujeng saklajengipun.

(32)
(33)

Ia Memperhatikan Anak Buah

dr. Untung Suseno Sutarjo, M. Kes

Staf Ahli Menteri Bidang Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat

P

ada suatu hari saya diminta menghadap Ibu Menkes. Saya waktu itu memang baru membuat telaahan tentang pembiayaan sesuai dengan tupoksi jabatan saya, yang dikaitkan dengan pengambilan keputusan Ibu Menteri. Jadi, saya datang membawa semua bahan yang diperlukan.

Sesampai di kamar beliau, langsung saya masuk dan duduk. Beliau memang tampak tegang dan langsung menyatakan, “Pak Untung harus sadar bahwa jabatan itu adalah amanah. Kalau masih dibutuhkan, akan tetap menjabat. Kalau tidak mampu, dipersilahkan untuk ke tempat lain.”

Saya terkejut mendengar kalimat itu, dan macam-macam timbul di pikiran saya. Termasuk terpikirkan juga yang paling ekstrim: saya harus berkarya di luar Kemkes. Atau, rupanya tidak mudah masuk jajaran eselon satu. Sebab, saya baru dilantik tiga bulan tapi sudah menghadapi pernyataan yang demikian kerasnya. Apalagi beliau kemudian menjelaskan secara panjang lebar kriteria menjadi pejabat di Kemkes. Beliau juga menekankan apa yang diharapkannya dari para pejabat dalam melaksanakan program unggulan Kemkes.

Terus terang pada saat itu saya berikir, saya pasti sudah buat

salah besar. Tetapi, mengapa beliau harus bicara sendiri seperti itu pada saya. Jadi saya dengarkan terus arahan hingga akhirnya beliau menyatakan itu keputusannya harus dijalankan.

Wah saya speechless, tidak berani menjawab. Saya pikir nanti setelah beliau selesai saya akan bertanya. Kurang lebih 20 menit kemudian beliau memberikan kesempatan kepada untuk melaporkan apa yang saya bawa. Saya langsung bertanya, “Mohon maaf Ibu menteri. Mohon izin, kalau berkenan, ibu memberitahu apa salah saya sehingga harus dipindahkan. Saya siap Ibu kalau harus dipindahkan.” Tiba-tiba saja beliau tersenyum dan membalas, “Saya tidak ada niat memindahkan Pak Untung. Baru saja dilantik, koq dipindah. Saya hanya mau kasih tahu, instruksi saya di rakorpim, karena saya perhatikan Pak Untung sudah dua kali tidak hadir, dan harus tahu apa yang saya putuskan.”

Terus terang perasaan saya kaget campur kagum. Seorang menteri mau memanggil anak buahnya untuk menjelaskan keputusannya. Baru pertama kali saya mengalami hal seperti itu.

(34)

datang, beliau tertawa. Beliau menyatakan tujuannya sederhana supaya saya mendapatkan informasi langsung dari sumbernya, bukan isu atau gosip. Beliau tidak marah atas ketidakhadiran saya, karena jelas alasannya. Saya baru menyadari betapa beliau mengutamakan chain of command yang harus mendapatkan

(35)

K

etika itu tahun 1997. Seorang teman mengatakan kepada saya bahwa di Badan Litbangkes ada seorang peneliti baru yang baik dan pandai. Saya segera menemui peneliti itu untuk berkenalan. Waktu itu, sebagai penanggung jawab program Pengendalian ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), saya memerlukan counter part dari Badan Litbangkes untuk membantu mengembangkan program.

Peneliti itu bernama Endang Rahayu Sedyaningsih. Beliau menyatakan bersedia membantu saya dengan ramah. Itulah perkenalan saya pertama kali dengan Bu Endang. Setelah itu pertemanan dan kerjasama kami berlanjut sekitar lima belas tahun. Berteman dan bekerjasama dengan Bu Endang sangat menyenangkan, karena beliau selalu bersikap ramah dan bersahabat. Beliau juga bekerja keras, profesional, serius, tekun, serta amat bertanggung-jawab. Karena waktu itu saya bekerja di bidang pemberantasan penyakit menular dan Bu Endang bekerja di bidang penelitian yang terkait dengan penyakit menular, maka kerjasama kami terus berlanjut. Antara lain dalam Pengendalian HIV-AIDS yang kelak menjadi tugas pokok saya dan merupakan topik tesis doktor beliau di Harvard School of Public Health.

Dia peneliti baik dan pandai

dr. Indriyono Tantoro, MPH

Staf Khusus Menkes Bidang Percepatan Pembangunan Kesehatan dan Reformasi Birokrasi

Ketika terjadi Pandemi SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) tahun 2002-2003, saya kembali bekerjasama dengan Bu Endang. Di Badan Litbangkes, beliau bertanggungjawab mengkoordinasikan konirmasi laboratorium kasus suspek SARS. Sedangkan saya yang saat itu bertugas di bidang Surveilans Epidemiologi, Imunisasi dan Kesehatan Matra, bertanggung-jawab dalam surveilans SARS. Selama beberapa minggu, saat Pandemi SARS merebak, setiap hari mulai pukul 08:00 pagi diadakan rapat koordinasi di Departemen Kesehatan yang dipimpin langsung oleh Menteri Kesehatan (waktu itu Dr Sujudi). Rapat koordinasi itu dihadiri para pejabat terkait serta para klinisi dan para peneliti di bidang penyakit menular. Bu Endang tidak pernah absen dalam rapat yang setiap hari berlangsung selama 3-4 jam itu.

(36)

Anthropology dan Epidemiology, tetapi beliau selalu menekuni dengan sungguh-sungguh bidang apa pun yang menjadi tugas dan tanggung-jawab beliau. Di Badan Litbangkes beliau bertugas di laboratorium yang juga melaksanakan kegiatan virologi inluenza. Oleh karena itu pengetahuan dan pemahaman Bu Endang tentang inluenza tidak perlu diragukan.

Pada tahun 2006, ketika Dr. Siti Fadilah Supari menjabat Menteri Kesehatan, Indonesia mempelopori perubahan atau reformasi tatanan Pandemic Inluenza Preparedness: Sharing of Virus and Sharing of Vaccines and Other Beneits di lingkungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Reformasi ini dimaksudkan agar tatanan yang berlaku di WHO tidak merugikan negara berkembang dan agar menganut prinsip adil, transparan dan setara (fair, transparent, and equitable). Dalam negosiasi antara negara berkembang (yang dipelopori Indonesia) dan negara maju (yang dipelopori Amerika Serikat) tentang reformasi tatanan tersebut, Bu Endang adalah negosiator Delegasi Indonesia dalam aspek tehnis virologi Inluenza. Beliau sangat disegani oleh delegasi negara-negara yang berpihak maupun yang berseberangan dengan Indonesia. Negosiasi berlangsung alot dan untuk mencapai titik temu antara negara berkembang dan negara maju, WHO harus menyelenggarakan beberapa kali IGM (Inter Governmental Meeting) dan beberapa kali Open Ended Working Group (OEWG) di Jenewa sepanjang hampir lima tahun (2006-2011). Ada kejadian lucu dalam salah satu sidang OEWG di Jenewa. Ketika itu Bu Endang sebagai negosiator Delegasi Indonesia bertahan pada posisi Indonesia untuk bunyi suatu paragraf dalam draft MTA (Material Transfer Agreement). Sementara itu, pihak Amerika juga bertahan pada posisinya. Ketika waktu makan siang tiba, Delegasi Amerika Serikat mengusulkan agar sidang ditunda untuk istirahat makan siang. Bu Endang, segera mengangkat lag – isyarat minta bicara pada Ketua Sidang - dan sambil tersenyum beliau menyatakan bahwa Indonesia dapat menyetujui usul Amerika untuk istirahat makan siang. Seluruh peserta sidang tertawa dan Ketua Sidang mengatakan : ”Inilah pertama kalinya Delegasi Indonesia dan

Delegasi Amerika dapat menyepakati sesuatu, yaitu sepakat untuk istirahat makan siang”.

Untuk mewujudkan reformasi tatanan tersebut, Indonesia bersama beberapa negara berkembang (like minded countries) harus berjuang keras dalam lima Sidang Majelis Kesehatan Sedunia (World Health Assembly), yaitu tahun 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011. Akhirnya, pada tahun 2011, sewaktu Bu Endang menjabat Menteri Kesehatan, perjuangan itu berhasil dengan sukses. Tatanan baru yang adil, transparan dan setara berhasil disepakati oleh seluruh negara anggota WHO dalam Sidang Majelis Kesehatan Sedunia ke-64 tahun 2011.

(37)

mekanisme unik yang berlaku bagi saya setiap beliau memimpin rapat. Dalam rapat tersebut, bila saya ingin menyampaikan sesuatu, saya akan memandang beliau dan beliau paham bahwa saya mohon diberi kesempatan bicara. Mekanisme unik ini tidak pernah dibicarakan atau disepakati sebelumnya, berlaku begitu saja.

Pada tahun 2010, beberapa bulan setelah Bu Endang menjabat Menteri Kesehatan, diadakan pertemuan bilateral antara Indonesia dan Amerika Serikat di Jakarta untuk membahas kelanjutan kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan US Namru-2 (US Naval Medical Research Unit-2), termasuk membahas masa depan Laboratorium Namru-2 yang terletak di kompleks Badan Litbangkes, Jakarta. Delegasi Indonesia mendapat arahan langsung dari Bu Endang selaku Menteri Kesehatan agar memegang teguh prinsip kepentingan nasional di atas kepentingan segalanya. Bersama beberapa teman, saya ditugasi Bu Endang untuk menjadi anggota Delegasi Indonesia. Ternyata sampai akhir perundingan, tidak tercapai

titik temu antara kedua belah pihak. Akhirnya, kerjasama antara Kementerian Kesehatan RI dengan US Namru-2 diakhiri pada tahun 2010 itu juga. Selanjutnya, seluruh staf asing US Namru-2 dipulangkan, dan peralatan yang ada di laboratorium ex-Namru-2 tersebut diserahkan kepada pihak Indonesia. Setelah kerjasama tersebut berakhir, laboratorium ex-Namru-2 dikuasai dan dikelola oleh Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan.

(38)
(39)

Bu Endang inspirasiku

drg. Murti Utami, MPH

Kepala Pusat Komunikasi Publik

Ibu....

Genggaman tanganmu yang hangat masih kurasakan Senyum manismu masih kuingat

Ucapan lembutmu masih kudengar Kau adalah pemimpin yang mempunyai hati

Kau gunakan perasaan dan hatimu untuk memimpin Kementerian besar yang terisi oleh berbagai watak dan nafsu manusia

Selamat jalan ibuku Kau adalah inspirasiku

Tidak seperti yang lainnya, mereka mengenal ibu Endang sudah cukup lama, ada yang dari masa sekolah, kolega kerja di Litbang dan lainnya. Tidak seperti saya. Saya mengenal beliau mungkin sekitar 4 tahun terakhir. Itu pun tidak rutin bertemu. Namun sulit rasanya menghilangkan kenangan yang mendalam ini karena beliau selalu menjadi inspirasi saya.

Sekitar tahun 2010. Ketika beliau diangkat menjadi Menteri Kesehatan, saya menjadi Kepala Bagian Tata Usaha Pimpinan (banyak orang mengatakan kedudukan ini adalah Sekretaris pribadi Menkes). Pada hari kedua beliau mulai bekerja sebagai Menkes, saya memberanikan diri untuk mengajukan

pengunduran diri sebagai Kepala Bagian tersebut, yang sehari hari mengurusi pimpinan tertinggi di Kementerian ini. Saya katakan bahwa saya ingin beliau lancar dalam menjalankan amanah ini, terutama dalam 100 hari kerja pertama beliau menjadi Menkes. Saya dapat mengerti pasti ada beberapa orang yang kurang suka apabila saya masih di lingkungan terdekat Menkes, karena saya sebelumnya adalah sekretaris Menkes yang terdahulu. Tak aku sangka, beliau menjawab dengan jujur dari hati beliau, “Saya juga tidak mengerti mengapa orang meminta saya untuk berhati-hati dengan kamu. Saya tau betul bu Ami dan I dont know why. I can trust you.”

Jawaban beliau begitu menghentak saya. Beliau menatap saya dengan tajam. Tanpa kusadari airmata menetes perlahan di pipiku. Ya ALLAH, begitu mulia dan bersihnya hati ibu Endang. Subhahanallah.

(40)

mempromosikan jabatan saya menjadi lebih tinggi.

Rupanya keinginan mempromosikan saya telah menjadi pergunjingan. Hal ini saya ketahui dari beliau sendiri. Saya sempat katakan, “Ibu, walaupun saya sudah mendapatkan undangan pelantikan untuk besok, dan sekarang ibu menjadi susah dan bingung, maka saya mohon untuk tidak dilantik besok karena saya sebenarnya tidak ingin sebuah jabatan.”

Saat itu tangan saya ditarik untuk diajak ke ruang istirahat beliau (ruangan itu berada di samping ruang kerja beliau). Kami duduk di kursi makan dengan cukup dekat dan tanpa saya sangka beliau katakan. “Kalau saya jadi bu Ami, saya akan tunjukkan kepada orang-orang yang menilai ketidakmampuan saya, bahwa saya bisa.” 

Langsung saya merespon dengan tegas, “Apabila memang ini yang ibu inginkan, saya bisa.” Kulihat ibu tersenyum, dan memegang tanganku dengan erat. Terima kasih ibu, kau telah memberikan kepercayaan kepadaku.

Perjalanan saya menjadi seorang Kepala Pusat Komunikasi Publik mengharuskan kami selalu berkomunikasi. Saat beliau mulai tidak dapat aktif masuk kantor dan harus beristirahat, baik di rumah maupun di rumah sakit, maka menjadi semakin sering kami ber-SMS dan ber-email. Hal ini karena semakin banyak waktu beliau menonton tv dan membaca media cetak maupun online. Semua komunikasi kami tentang pekerjaan, sampai akhirnya saya memberanikan diri mengirim SMS ke beliau: “Saya kangen dengan Ibu. Setiap hari saya hanya menjawab SMS Ibu yang semuanya terkait dengan pekerjaan.”

Tengah malam ternyata beliau  menjawab SMS saya, “Apabila Bu Ami berkenan menengok saya, datang saja besok.” Dengan semangat, kutengok ibu di Paviliun Kencana RSCM, siang. Ternyata saya tidak sendiri. Di kamar ibu sudah ada kolega dan sahabat sahabat ibu dari Litbangkes. Kami tertawa dan bercanda.

Hampir satu bulan beliau dirawat di RSCM. Selalu kusempatkan menengok beliau, paling tidak seminggu sekali. Saat kujenguk ibu hari minggu pagi tanggal 30 April 2012, beliau menggenggam tanganku begitu kuat. Seperti biasa, apabila saya menjenguk beliau, saya akan bertanya: bagaimana kabar ibu hari ini? Dengan senyum dan suara yang sudah parau, beliau menjawab, “Baik, Bu Ami.” Kami sempatkan untuk berdzikir menyebut asma Allah bersama dan saat saya akan pamit, beliau menyampaikan pesan terakhir untuk saya, “Sukses, ya, Bu Ami.”

Pesan terakhir ini yang selalu menjadi bagian dari inspirasi saya, yaitu dorongan seorang ibu untuk anaknya.

Oh, ibu. Engkaulah inspirasiku. Tanpa doronganmu, saya tidak dapat membuktikan bahwa ternyata saya bisa. Ketulusanmu, kelembutanmu, dan kehangatanmu akan selalu menjadi kenangan yang sejati.

(41)

Empaty, rational, smart, and smile

dr. Abidinsyah Siregar, DHSM, M.Kes

Direktur Bina Yankes Tradisional, Alternatif & komplementer

Direktorat Jenderal Bina Gizi Ibu dan Anak

K

ami mengenal Ibu dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH, sebagai Menteri Kesehatan RI. Lebih dari itu kami mengenal beliau sebagai seorang pimpinan yang mampu memacu kami untuk mengemban amanah dalam mengakselerasikan pengembangan dan penataan pelayanan kesehatan tradisional. Baik penataan di tingkat masyarakat, maupun penataan fasilitas kesehatan. Penilaian ini kami anggap tidak berlebihan, apalagi bila melihat dukungan yang sangat besar dari beliau untuk pekerjaan yang kami tangani. Beliau terus memotivasi kami agar kami terus berusaha mengejar ketertinggalan Indonesia dibandingkan dengan negara lain dan mengangkat citra Jamu sebagai Brand of Indonesia.

Tidak mudah mewujudkan hal di atas karena banyak tantangan, walaupun peluang yang dinamis juga selalu datang. Namun Beliau terus memberikan dukungan melalui kebijakannya sebagai menteri. Karena kebijakan dan dukungan itu, Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer (Dit.Bina Yankes Tradkom), Direktorat Jenderal Bina Gizi dan KIA, menjadi mampu melakukan banyak hal mendasar. Antara lain, menyusun Regulasi, NSPK, Revitalisasi sistem dan kelembagaan, serta memacu Integrasi Pelayanan Kesehatan Tradkom di rumah sakit dan Puskesmas. Semua yang telah kami lakukan itu

mendapat sambutan positif dari pemangku kepentingan; yang pada akhirnya kami merasakan kemajuan pesat.

Ini semua bermula pada tanggal 3 Januari 2011, ketika nama saya disebutkan menjabat sebagai Direktur Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer. Ketika itu mungkin hampir semua yang hadir di Auditorium Dr. Leimena “surprise” --untuk tidak mengatakan kaget dan tertanya-tanya-- jabatan apa gerangan yang diberikan kepada saya.

Lalu, saat Bu ERS memberikan ucapan selamat dengan menjabat tangan, Beliau mengatakan: “Pak Abidin, saya percaya Bapak bisa mengemban amanat ini, Presiden punya harapan besar pada bidang ini.” Saya tatap Ibu ERS, dan saya balas dengan anggukan lega dan senyum, sebagai pertanda bahwa saya akan memperhatikan permintannya.

(42)

advokasi ke seluruh Provinsi, Revitalisasi Sentra P3T (semula zero menjadi 17 Sentra), NSPK, Regulasi: lebih 40 Rumah Sakit dan lebih 100 Puskesmas telah memberikan Pelayanan Kesehatan Tradisional yang terintegrasi dan bersinergi dengan pelayanan konvensional yang sudah ada sebagai komplementer maupun alternatif.

Sebenarnya, masih banyak agenda kerja atau “permintaan” ibu, termasuk untuk jalan bersama ke Puskesmas dan Rumah Sakit yang telah memberikan Pelayanan Tradkom. Jalan bersama ini kira-kira seperti sudah kami lakukan di Satelit Obat Tradisional Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta. Di sini Ibu Menteri berpesan agar mengutamakan produk Obat Herbal asli Indonesia. Ibu juga berpesan agar kami menertibkan iklan pengobatan tradisional lokal dan asing.

Program yang sudah kami agendakan adalah kunjungan ke fasilitas industri Jamu, antara lain ke Kampoeng Djamoe Organik (KADO) di Cikarang, Puskesmas Yankestrad di NTB, dan banyak kunjungan lain lagi.

Perhatian Ibu ERS pada Dit.Tradkom semakin terlihat saat saya mendapat giliran Paparan Eselon 2 di forum Rapat Kerja Pimpinan. Di hadapan Menteri dan seluruh eselon 1 dan Staf Khusus Menteri, mungkin Dit. Tradkom termasuk paling lama dibahas. Ketika itu, pembahasan di Dit. Tradkom mencapai tiga jam lebih, termasuk jeda isoma 45 menit. Pertanyaan, pandangan, gugatan, harapan dan dukungan yang diberikan, menunjukkan betapa Ibu Menteri sangat menguasai dan punya visi yang kuat dan futuristik untuk mengembangkan Tradkom di Indonesia.

Sikapnya jelas dan tegas, santun mendengar dan berbicara. Semua itu membuat kita selalu terdorong untuk memberikan masukan agar mendapat hasil akhir yang maksimal. Kami memberikan masukan dengan segala cara, termasuk berkomunikasi melalui sms yang interaktif. Kami pernah berbicara empat mata di rumah Beliau di Duren Sawit. Di sela perjalanan dinas atau saat

jeda acara internal atau eksternal, kami berdua sering terlibat diskusi panjang tentang mengembangkan Dit. Tradkom. Bahkan kami membicarakan juga hal-hal yang sensitif dan serius. Alhamdulillah, Ibu Menteri bisa menerima dengan besar hati. Karena itu, saya merasakan betul, ruang dan peluang untuk saling asah, asih, dan asuh antara pimpinan dan bawahan.

Ibu Menteri telah memberikan hadiah kepada Indonesia berupa karya besar untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri. Karya besar itu termasuk lembaga “Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Tradisional, Alternatif, dan Komplementer” yang merupakan institusi paling baru di lingkungan Kementerian Kesehatan. Ini juga menjadi bukti tekad dan mutiara gagasan beliau.

Saya percaya Ibu ERS, seperti keyakinan kami para “Tradkomers” (sebutan gampang bagi para pegiat Program Bina Yankes Tradkom), bahwa Yankes Tradkom punya masa depan gemilang di Indonesia dan bahkan dapat memberikan kontribusi untuk kualitas kesehatan dunia.

Kini Ibu telah berpulang ke Rahmatullah dengan cara yang sangat luar biasa. Namun Ibu meninggalkan semangat baja. Semangatmu itu telah menjadi bagian dari kami yang terus memperjuangkan cita-citamu memajukan Yankes Tradkom di bumi Indonesia.

Selamat jalan Ibu dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH. Semoga Allah SWT menerima semua amal-ibadah Ibu dan Ibu mendapat surga jannatunna’iim.. Aamiin ya Robbal Alamin.

Izinkan saya memberi makna untuk inisial namamu ERS:

E untuk Empaty,

R untuk Rational dan

(43)

Ringan membantu akar rumput

Anorital Sutanbatuah

Peneliti Pusat 1

S

etahun setelah menjadi warga Balitbangkes (1998), Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, mengajukan proposal penelitian tentang PMS untuk mendapat dana hibah Risbinkes. Sewaktu dinilai Tim Pakar, proposal tadi mendapat nilai tinggi dan layak dibiayai dari APBN. Namun setelah itu, beliau jarang mengajukan proposal lagi untuk dapat dibiayai dari APBN karena anggaran Balitbangkes yang memang terbatas. Beliau lebih sering memanfaatkan dana hibah dari donor agency.

Tahun 2000 saya dipromosi ke Puslitbang Pemberantasan Penyakit (kelak berubah nama menjadi Biomedis dan Farmasi, dan kini Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan). Kerja sama saya dengan Ibu Endang semakin intens. Terlebih lagi sewaktu beliau dipilih para peneliti menjadi Ketua PPI (Panitia Pembina Ilmiah)  Puslitbang Pemberantasan Penyakit. Jika dalam lingkup negara, Ketua PPI dapat disamakan dengan Ketua DPR. Meski bukan merupakan jabatan struktural, Ketua PPI punya pengaruh yang besar bagi Kepala Puslitbang dalam menetapkan berbagai kebijakan. Salah satu usulan beliau adalah pemisahan fungsi KPP (Kelompok Program Penelitian) yang semula juga mencakup fungsi laboratorium sebagai pendukung penelitian. Fungsi laboratorium dijadikan tersendiri, bebas dari pengaruh KPP, sehingga Penanggung Jawab Laboratorium sama kedudukannya

dengan Ketua KPP. Usul ini disetujui oleh dr. Ingerani, SKM (saat itu sebagai Ka Puslitbang). Sayangnya beliau jadi Ketua PPI hanya 1 periode (2002-2003).

Akhir 2004, tsunami meluluhlantakkan Aceh. Sebagai seorang peneliti dan juga dokter, sifat untuk menolong sesama yang sedang dilanda musibah, membuat beliau sudah tidak sabar lagi untuk ditugaskan ke Serambi Makkah. Sempat beliau berujar ke saya: “Pak Ano, saya jadi geregetan nih dengan lambannya upaya penanggulangan yang dilakukan”.  Hancurnya sarana dan prasarana laboratorium menyebabkan Balitbangkes ditugaskan untuk mendirikan laboratorium lapangan (laboratorium lapangan ini kelak menjadi Loka Litbangkes Banda Aceh).

(44)

Awal tahun 2007, Ibu Endang diberi kepercayaan untuk menjadi Kepala Puslitbang (saat itu sudah berubah menjadi Puslitbang Biomedis dan Farmasi/BMF). Keputusan pak Triono Soendoro/ pak TS (sebagai Ka Badan Litbangkes) mempromosikan Ibu Endang adalah keputusan yang sangat tepat. Terlebih lagi saat itu Riskesdas baru akan dimulai. Sebuah pekerjaan besar yang belum pernah dilakukan Badan Litbangkes. Sebagai Ka. Puslitbang BMF, beliau bertanggung jawab dalam pelaksanaan Riskesdas di 8 provinsi (Banten, DKI Jakarta, Jateng,  DI Yogyakarta, Kalbar, Kalteng, Kalsel, dan Kaltim). Dalam perjalanan kegiatan, ternyata tanggung jawab pelaksanaan Riskesdas tidak hanya dalam pengumpulan data kesmas saja. Puslitbang BMF pun dibebani tanggung jawab mengkordinir kegiatan pengumpulan data biomedis di 33 provinsi. Alhamdulillah, di bawah kepemimpinan beliau, tugas maha berat tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Tidak salah jika Pak Triono menggelari beliau sebagai ”wanita besi” (iron woman). Tahan bantingan, tidak pernah mengeluh, dan bekerja sepenuh hati.

Selama beliau berada di lingkungan Puslitbang BMF, baik sebagai peneliti maupun Kepala, banyak kenangan manis yang dirasakan para staf, terutama dari kalangan ”akar rumput” (oice boy dan sekuriti).  Ingatan kolektif yang tidak pernah dilupakan oleh ”akar rumput” adalah sesaat menjelang lebaran, beliau selalu membagi-bagikan hadiah lebaran dari uang pribadi beliau. Tidak hanya itu, mereka yang mendapat musibah dan kemalangan, tidak segan-segan Ibu Endang membantu.

Sebagai seorang pemimpin, ada beberapa hal yang membuat saya terkesan dan hal itu membuat kita seharusnya meneladani sifat tersebut. Selama Ibu Endang menjadi Ka. Puslitbang BMF, tidak pernah beliau berkata kasar atau ketus terhadap staf atau bawahan beliau. Meskipun beliau tampak stress dengan pekerjaan yang memburu,   beliau tetap menunjukkan wajah biasa seperti tidak terjadi apa-apa. Marah kepada staf? Selama ini tidak pernah. Hanya pernah sekali beliau ”marah”, itu pun karena ulah staf tsb sudah sangat keterlaluan. Sewaktu kejadian 

”memarahi” tersebut, beliau menyesal tidak dapat bertahan untuk tidak ”marah”. Sengaja saya menuliskan kata marah dengan menggunakan tanda apostrof (”) karena yang namanya ”marah” tetap yang keluar adalah kata-kata santun. Untuk menghindari kata-kata kasar, dalam marah Ibu ERS lebih sering memilih menggunakan kata-kata bahasa Inggris.

Salah satu yang patut kita teladani pada diri Ibu Endang adalah contoh yang diberikan dalam menjalani pekerjaan sehari-hari. Beliau tidak pernah meminta agar staf Puslitbang BMF harus masuk dan pulang pada jam sekian. Hanya sekali-kali beliau mengingatkan masalah kedisiplinan pegawai dalam acara-acara tertentu. Tapi kita melihat bagaimana disiplinnya beliau bekerja, masuk kantor antara pukul 7-7.30 pagi dan keluar kantor bisa terkadang sampai pukul 9 malam. Bahkan hari Sabtu pun, beliau ke kantor. Etos kerja seperti ini tidak hanya beliau perlihatkan sewaktu jadi Ka. Puslitbang; tapi sudah ”berurat-berakar” sejak masuk ke Badan Litbangkes (1997) menjadi peneliti. Beliau pernah menasehati saya: ”Pak Ano,   kita tidak perlu meminta staf untuk datang dan pulang kantor sesuai dengan keinginan kita, cukup dengan kita memberikan contoh datang lebih awal dan pulang lebih belakangan, maka sedikit banyaknya akan menyentuh kesadaran staf untuk lebih disiplin”.

(45)

berasal dari Ibu Endang. Padahal saat itu Ibu Endang masih sebagai peneliti. Namun beliau merasa prihatin dengan kondisi laboratorium tuberkulosis yang kurang aman bagi para teknisi litkayasa yang bekerja.

Kabar wafatnya Ibu Endang, saya terima saat kami Tim PDBK Bulungan berada di ruang tunggu bandara Juwata Tarakan. Semula beberapa dari antara kami tidak percaya berita tersebut.  Pimpinan Tim, Ibu dr. Eka Viora, sibuk menelpon. Akhirnya kepastian beliau wafat kami terima setelah email Pak Triono masuk. Seluruh PDBK-ers terduduk lemas. Meski sebelumnya kami sudah siap andaikata menerima kabar seperti itu,  mengingat berbagai pemberitaan dan info kritisnya kondisi beliau sejak Selasa sore. Pak Yongki terduduk lemas. Pandangan mata mbak Parmi menatap sayu, ada semburat kesedihan di kelopak matanya. Seluruh  PDBK-ers Bulungan langsung turun selera makannya.

Allah swt berkehendak lain untuk Ibu Endang. Beliau disayangi Allah untuk lebih dahulu menghadap dibanding kita semua. Selamat jalan Ibu Endang.

Di akhir tulisan ini, saya persembahkan selarik puisi untuk Ibu Endang.

Ibu Endang ...

limapuluhtujuh tahun menembus waktu, menjalani kehidupan yang patut ditiru. Kala kami berteriak,

Ibu menoleh sejenak,

namun kami tak melihat lagi senyuman Ibu. Kini kesunyian menerkam kami,

(46)
(47)

Sang pencetus jaminan persalinan

Direktorat Bina Kesehatan Ibu

D

irektorat Bina Kesehatan Ibu dan siapapun yang berkecimpung dalam program kesehatan ibu, pasti memiliki kesan mendalam terhadap sosok Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih. Sosok Ibu Endang telah memberikan inspirasi yang luar biasa, khususnya bagi kaum perempuan Indonesia. Tanpa banyak bicara dan berteori, Ibu Endang telah secara nyata memberikan gambaran seorang perempuan yang tak kenal lelah bekerja bagi rakyat dan bangsanya, dengan tidak meninggalkan amanahnya sebagai seorang istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Sosok Kartini di masa lampau, bagai lahir kembali dan menjelma dalam diri seorang Endang Rahayu Sedyaningsih.

Endang Rahayu Sedyaningsih dikenal sangat keibuan. Ia ramah, lemah lembut, dan penuh kasih. Dalam kesehariannya sebagai Menteri Kesehatan, Ibu Endang dikenal sangat dekat dengan seluruh stafnya, tanpa memandang jabatan, agama, atau status pekerjaannya. Ibu Endang juga tidak pernah marah kepada siapa pun. Namun itu bukan berarti Ibu Endang lemah. Apabila Ibu Endang menjumpai pelanggaran aturan oleh stafnya, dia menunjukkan ketegasan yang amat sangat, namun tetap dibalut dengan kesantunan dan semangat mendidik, sehingga tidak menimbulkan sakit hati bagi staf yang mendapat peringatan. Di

sini terllihat jiwa besar dan jiwa kepemimpinan yang besar pula.

Sifatnya yang sangat keibuan dia wujudkan juga dalam program-program kesehatan yang bersentuhan langsung dengan kaum ibu. Sebagai seorang ibu, beliau sadar betul bahwa hambatan inansial masih menjadi kendala bagi sebagian ibu di Indonesia, sehingga mereka tidak bisa mengakses pelayanan kesehatan ibu dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Dalam analisis Ibu Endang, hal itu turut berperan dalam menyumbang kematian ibu di Indonesia. Pemahaman itu mendorong Ibu Endang untuk melahirkan program Jaminan Persalinan (Jampersal) sejak tahun 2011, yang menanggung biaya paket persalinan secara komprehensif sejak pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan ibu nifas, pelayanan keluarga berencana pasca persalinan, hingga pelayanan bayi baru lahir.

(48)

Mewakili keluarga-keluarga di seluruh Indonesia yang telah menerima manfaat Jampersal, berikut kami sampaikan ungkapan terima kasih yang disampaikan oleh Bpk. Paul Wowor dan istri dari Pekanbaru Riau serta Bpk. Muly dan istri dari Sidoarjo Jawa Timur, sebagaimana telah diungkapkannya melalui website Direktorat Bina Kesehatan Ibu:

“Dear Depkes, saya mengucapkan terima kasih. Dengan menunjukkan KTP selaku warga Pekanbaru, kami diberikan pelayanan Jampersal yang sangat memuaskan, tanpa biaya sepeser pun. Saya yang dalam kondisi tidak bekerja sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam program Jampersal.” (Bpk. Paul Wowor beserta istri dari Pekanbaru, Riau)

“Saya sangat bersyukur sekali atas adanya Jampersal. Pada hari Kamis 1 Maret 2012 istri saya melahirkan anak pertama di Sidoarjo. Pelayanannya sangat baik sekali. Bagi teman-teman yang mau ikut program Jampersal di manapun kalian berada, program ini sangat baik dan tidak dipungut biaya sepeser pun. Terima kasih semuanya.” (Bpk. Muly dan istri dari Sidoarjo, Jawa Timur)

Kebaikan yang telah diterima oleh Bpk Paul Wowor sekeluarga, Bpk Muly sekeluarga, serta ribuan lainnya penerima manfaat Jampersal di seluruh Indonesia, semoga menjadi kebaikan juga bagi almarhumah Ibu Endang Rahayu Sedyaningsih, sang pencetus Jampersal.

(49)

2,5 tahun yang sangat berarti

Dr. Merki Rundengan, MKM

Auditor Itjen

P

enujukan Dr. Endang RS sebagai Menteri Kesehatan sempat menimbulkan tanda tanya ketika namanya diumumkan oleh istana. Namanya tak pernah diperhitungkan. Namun setelah menjalankan tugas sebagai Menteri Kesehatan, dia menunjukkan kelasnya sebagai orang yang sangat layak duduk di kursi Menteri Kesehatan.

Buktinya? apa yang telah dilakukannya menunjukkan bahwa dia adalah seorang menteri yang memiliki profesionalitas tinggi, pekerja keras, serta memiliki integritas dan konsistensi yang luar biasa. Setelah setahun Ibu Endang menjadi Menteri Kesehatan, kita meyakini bahwa akan ada kemajuan di bidang kesehatan dan Kementerian Kesehatan. Baik menyangkut pekerjaan tugas pokok dan fungsi serta jajaran Kementerian Kesehatan. Kerja keras Beliau telah membawa perubahan bagi kemajuan pembangunan kesehatan Indonesia. Itu sudah terlihat nyata. Walaupun Beliau baru bekerja 2,5 tahun.

Seandainya sisa jabatan 2,5 tahun (ataupun lebih) bisa terus Beliau jalani sebagai Menteri Kesehatan, rasanya Indonesia akan mencapai kondisi berperilaku sehat dan berpola hidup sehat jasmani dan rohani. Itu pasti. Sehat jasmani buat rakyat Indonesia karena kesadaran yang dibangun atas arahan Kemkes.

Sehat rohani khusus buat jajaran Kemkes dan umumnya jajaran kesehatan, karena beliau telah menunjukkan konsistensi dan semangat anti korupsi dan anti gratiikasi yang terus ditularkan ke jajarannya.

Buku alm dr. Endang RS terakhir “Untaian Garnet dalam Hidupku” yang habis kubaca dalam tiga jam, sungguh memberikan banyak pencerahan bagaimana perjuangan Beliau untuk memajukan kesehatan Indonesia, tanpa ada pengecualiaan.

Sedih dan haru sungguh tak terkatakan manakala kita menatap beliau kaku dan tak bisa menyatakan besarnya perjuangannya untuk dunia kesehatan. Namun kesadaran melanjutkan perjuangan Beliau tetap harus kita kobarkan.

Semoga semua insan kesehatan Indonesia tidak terpaku dalam keharuan kehilangan. Tetapi, semua pihak bersatu padu dengan penuh kesadaran dan kesungguhan meneruskan perjuangan almarhumah tanpa kompromi dan niat korupsi. Semoga.

(50)
(51)

Selalu punya waktu untuk staf

dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes

Inspektur III, Itjen

K

ejadian ini tidak bisa saya lupakan karena sangat membahagiakan saya. Ya, ketika itu tanggal I Februari 2011. Saya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Ibu Endang, Menteri Kesehatan. Di samping menyampaikan ucapan selamat, saya juga mengatakan bahwa saya juga berulang tahun pada tanggal yang sama.

Lalu yang terjadi adalah: saya dikirimi bunga besar oleh Beliau, dengan ucapan selamat ulang tahun. Ketika itu saya masih menjabat sebagai Kepala Bidang Statistik Kesehatan di Pusdatin.

Sewaktu saya mengucapkan selamat ulang tahun melalui

email. Dan, Beliau langsung menjawab email saya, seraya juga mengucapkan selamat ulang tahun kepada saya.

Kejadian ini menyadarkan saya bahwa Ibu Menkes sebagai pimpinan tertinggi, selalu punya waktu untuk siapa saja. Termasuk untuk stafnya. Beliau selalu berusaha agar dapat membahagiakan orang lain.

(52)
(53)

Beliau bagian dari kami

Supraptini

Peneliti Pusat 3

P

ada saat saya di San Diego Hills, ketika mengikuti Upacara Pemakaman Ibu Endang, saya sempat kaget begitu mendengar Presiden SBY menyebut akan membacakan kata pengantar dari Bu Endang yang ditulis untuk “Buku Berdamai Dengan Kanker”. Saya jadi teringat pada saat saya memohon kata pengantar tersebut kepada Beliau.

Saat itu saya hanya menulis SMS kepada Beliau yang berbunyi: Yth. Ibu Endang. Saat ini kami para survivor cancer  akan menulis buku tentang pengalaman kami dengan kanker. Hasil penjualan buku tersebut akan kami pergunakan untuk kegiatan CISC (Cancer Information and Support Center), untuk membantu para pasien kanker yang membutuhkan. Apakah kiranya Ibu berkenan untuk menulis kata pengantar untuk buku tersebut?

Tidak saya sangka, beliau langsung menjawab SMS: Tentu saya mau Bu Prapti.

Setelah naskah kami selesai diedit oleh Mbak Yuniarti Tanjung (wartawati Femina), naskah saya kirimkan kepada Beliau. Naskah itu saya titipkan kepada mbak Iis yang kebetulan mau ke rumah Beliau. Kurang dari seminggu kami telah menerima Pengantar yang Beliau tulis. Bukan main, di situ Beliau mengaku terus terang bahwa b

Referensi

Dokumen terkait

Indonesia tidak menganut Sistem ekonomi tradisional, Sistem ekonomi komando, Sistem ekonomi pasar, maupun Sistem ekonomi campuran. Sisten ekonomi yang diterapkan

Menimbang, bahwa objek sengketa a quo diterbitkan oleh Tergugat selaku Pejabat Tata Usaha Negara yang menjalankan urusan pemerintahan di bidang pertanahan yang

National Household Health Survey (NHHS) 1995, and extended analysis of data Core and Module National Socio Economy Survey (SUSENAS) 1998. The information was about

Penelitian menggunakan isolat bakteri Staphylococcus aureus asal susu sapi perah dan susu kambing dari Desa Cijeruk, Bogor.. Penanda DNA (DNA marker ) dan Primer, Media PAD/media

dasar, atau Pihak lain yang bukan direktur utama/pimpinan perusahan/ pengurus koperasi. yang namanya tidak tercantum dalam akta pendirian/anggaran dasar, sepanjang

[r]

Hutahaean (2008b) memperbaiki koefisien momentum dengan mengggunakan pendekatan asimtotis gelombang panjang dari Dean (1984) dan menggunakan persamaan keseimbangan momentum

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut antara lain sosialisasi dan pelayanan kredit yang lebih gencar hingga ke pedesaan baik dari pemerintah, dinas