• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Input

EVALUASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

7.2 Evaluasi Input

Evaluasi Input fokus pada Implementasi program tentunya melibatkan pihak-pihak yang terkait dengan program (stakeholders), diantaranya Dinas Kebersihan dan Pertamanan, Pokja RW Hijau, kader lingkungan, dan warga RW 14. Dinas Kebersihan dan Pertamanan seharusnya memiliki tanggung jawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program, akan tetapi tanggung jawab DKP baru

sampai pada tahap pelaksanaan saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi program. Ketika dikonfirmasi ke DKP mengenai masalah ini berikut pernyataan narasumber:

“Waduh mbak, saya kurang tahu menahu mengenai masalah monitoring dan evaluasi program komposting yang di Kelurahan Rangkapanjaya Baru, udah setahun yang lalu kan programnya..”

Peneliti tidak mendapatkan kepastian mengenai belum terlaksananya monitoring dan evaluasi terhadap Program Komposting Rumah Tangga. Namun warga sendiri juga menyayangkan tindakan dinas yang seolah-olah melepaskan tanggung jawab kepada warga. Berikut pernyataan yang dikutip dari salah satu responden:

“DKP belum pernah datang lagi mbak, pertama dan terkahir ya waktu sosialisasi program itu, udah habis itu nggak pernah kesini lagi. Jadi, gimana mau monitor atau evaluasi. Baru mbak dari IPB ini yang datang untuk evaluasi program. Saya bersyukur mbak datang karena akhirnya warga ada yang memperhatikan, jadi harapannya dengan kedatangan mbak warga termotivasi untuk melanjutkan program..”

Salah satu informan juga mengungkapkan hal yang serupa:

“Belum pernah ada monitoring atau evaluasi dari DKP. Mbak dari IPB ini yang pertama datang untuk evaluasi program ini. Jujur kami sangat senang dan merasa terbantu. Akhirnya ada juga yang datang untuk memantau pelaksanaa program ini, warga juga merasa diperhatikan. Semoga kedatangan mbak dapat memotivasi semangat warga untuk melaksanakan program kembali.”

Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa Dinas Kebersihan dan Pertamanan kurang menjalankan fungsinya dengan baik, karena ada tahapan yang tidak dilaksanakan sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan.

Pokja RW Hijau yang menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlangsungan program ternyata kinerjanya mulai menurun, akibat kesibukan masing-masing anggota Pokja, hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif. Berikut pernyataan salah satu informan:

“Awalnya masih pada semangat mbak, tapi semakin kesini semakin menurun kinerjanya. Rata-rata anggota pokja bekerja dan jam kerjanya padat, sehingga sulit untuk menemukan waktu yang tepat untuk aktif dalam kegiatan pokja..”

Pernyataan tersebut didukung oleh salah satu anggota pokja yang sudah jarang aktif di kegiatan Pokja RW Hijau:

“Waktu awal program ini bergulir, saya masih tdak terlalu sibuk, kerjaan juga belum banyak. Tapi sekarang sudah berbeda mbak, pekerjaan menumpuk dan jam kerja saya juga padat, kadang weekend masih ngantor, jadi jarang bias ikut ngurusin pokja. Tapi, kalau ada waktu senggang saya usahain untuk membantu kegiatan pokja..”

Berdasarkan kedua pernyataan diatas, maka Pokja RW Hijau kurang menjalankan fungsinya dengan baik, hal ini dibuktikan dengan kinerja anggota Pokja yang semakin menurun akibat kesibukan kerja.

Kader lingkungan hanya melaksanakan tugas dan kewajiban ketika di awal program saja. Kinerja kader lingkungan mulai menurun akibat tidak adanya lagi insentif yang diberikan oleh DKP setiap bulannya. Awalnya Pokja dan kader lingkungan mendapatkan insentif sebesar Rp 385.000 setiap bulannya selama tiga bulan program berjalan. Hal ini dimungkinkan menyebabkan beberapa kader mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas. Berikut pernyataan salah seorang informan:

“Tiga bulan sejak program ini berjalan DKP memberikan insntif kepada kader lingkungan dan Pokja RW Hijau sebesar Rp 385.000. Hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada mereka dan harapannya kader dan pokja dapat bekerja secara maksimal.”

Namun, informan lain berpendapat lain:

“Justru karena itu mbak, kenapa hanya tiga bulan di awal saja DKP memberikan perhatian terhadap kinerja kami, setelah itu dilepas begitu saja. Bukannya kami bergantung kepada mereka, tetapi hal ini justru malah mengindikasikan bahwa mereka lepas tanggung jawab begitu saja karena merasa sudah memberikan insentif di awal..”

Menurut warga, kader juga sudah jarang memonitor ke rumah warga. Berikut pernyataan salah satu responden:

“Awalnya kader rajin memantau pengelolaan sampah yang dilakukan ke rumah warga, mungkin karena masih dibayar. Tapi sekarang udah jarang tuh malah nggak pernah, jadi saya juga males mbak ngejalaninnya..”

Berdasarkan pernyataan kedua informan dan responden diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kurangnya komunikasi antara DKP, Pokja RW Hijau, dan

kader lingkungan, sehingga mereka kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan. Hal ini dikarenakan masing-masing

stakeholders memiliki persepsi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, diperlukan komunikasi yang efektif antara DKP, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan agar mereka dapat meningkatkan kinerja dalam melaksanakan fungsi mereka dalam Program Komposting Rumah Tangga.

Warga RW 14 juga tidak seluruhnya berpartisipasi aktif dalam program dikarenakan sibuk kerja dan bosan dengan pelaksanaan program yang monoton. Tabel 31 menunjukkan bahwa hasil yang dicapai tidak sesuai dengan kerangka acuan yang telah ditetapkan, artinya stakeholders kurang dapat melaksanakan fungsinya sesuai dengan kerangka acuan kerjanya.

Tabel 31. Perbandingan Stakeholders Menurut Kerangka Acuan dan Hasil yang Dicapai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Fokus

Evaluasi Kerangka Acuan Hasil yang Dicapai

Stakeholders

Dinas Kebersihan dan Pertamanan:

bertanggungjawab penuh terhadap seluruh rangkaian kegiatan percontohan mulai dari tahapan perencanaan hingga evaluasi program

Hanya bertanggungjawab sampai tahap pelaksanaan program saja, belum sampai pada tahap monitoring dan evaluasi

Kelompok Kerja RW Hijau: menangani segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program sekaligus penjamin keberlanjutan program

Kinerja mulai menurun, sehingga hanya ketua Pokja RW Hijau yang masih aktif berpartisiapasi dalam pelaksanaan program

Kader lingkungan

- memantau pengomposan ‘Takakura’ (sebulan sekali) - memilah sampah (sesuai

jenisnya) yang telah dikumpulkan di pos sampah - penyambung lidah RW yakni

menyampaikan informasi dari RW ataupun RT kepada warga - menyadarkan warga untuk

menjaga kebersihan

Ketika awal program kader masih semangat menjalankan tugas dan kewajiban, namun semenjak tidak mendapatkan insentif dari dinas, kinerja menurun, ada beberapa kader yang mengundurkan diri tanpa alasan yang jelas, selain itu kader juga sudah jarang memonitor ke rumah masing- masing warga

Warga RW 14 : sasaran program Tidak seluruh warga berpartisipasi aktif