• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap Pelaksanaan

TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM

6.2 Tahapan Partisipas

6.2.2 Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan merupakan tahap terpenting dalam program pembangunan yang diwujudkan secara nyata melalui partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, materi, dan keterlibatan sebagai anggota proyek. Partisipasi rumah tangga dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga merupakan salah satu indikator keberhasilan program. Hasil pengolahan data dalam Tabel 17. menunjukkan bahwa 83,1 persen responden bersedia berpartisipasi dalam pelaksanaan program, sedangkan16,9 persen responden tidak bersedia melaksanakan program.

Tabel 17. Jumlah dan Persentase Responden yang Ikut Pelaksanaan Program di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009

Kategori Jumlah

(orang)

Persentase (%)

Ikut (melaksanakan program) 64 83,1

Tidak ikut (tidak melaksanakan program) 13 16,9

Total 77 100

Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi partisipasi responden dalam program dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: kesadaran menjaga lingkungan, ajakan teman, saudara atau tetangga, dan sekedar ikut saja. Sebagian besar responden berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena kesadaran menjaga lingkungan, mengingat keprihatinan mereka akan kondisi lingkungan terutama masalah persampahan di Kota Depok dan predikat Kota Depok sebagai Kota Metropolitan Terkotor pada penilaian Adipura tahun 2005. Namun, ada juga responden yang berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena ajakan teman, saudara, atau tetangga, artinya mereka dapat dikatakan memiliki kesadaran yang rendah sehingga perlu dimotivasi oleh lingkungan sekitar agar bersedia mengikuti program. Responden yang sekedar ikut saja ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan program dapat dikatakan kurang memiliki kesadaran terhadap lingkungan karena mereka melaksanakan program karena mengikuti tren semata. Artinya, apabila mereka tidak ikut program maka dianggap tidak gaul dan berpotensi dijauhi oleh warga lain, berikut petikan wawancara dengan salah satu responden, Ibu NP:

“ Saya sih mbak cuman sekedar ikut saja, yahh,,bisa dibilang ikut-ikutan ajalah. Kalau nggak ikut ntar dicap nggak gaul dong, bisa-bisa dijauhin sama warga yang lain..”

Responden yang tidak berpartisipasi dalam pelaksanaan Program Komposting Rumah Tangga sejumlah 13 orang. Berdasarkan hasil wawancara, dari berbagai alasan yang melatarbelakangi responden tidak partisipasi dalam program dikategorikan menjadi tiga, yaitu: sibuk kerja, kurang sosialisasi program, dan memang tidak berminat mengikuti program ini. Alasan utama responden tidak berpartisipasi dalam program adalah karena sibuk kerja. Pekerjaan di kantor yang cukup padat dan menyita waktu tidak memungkinkan bagi mereka untuk berpartisipasi dalam program, hal ini biasanya terjadi pada

rumah tangga dimana suami dan istri sama-sama bekerja, sehingga tidak jarang pembantu rumah tangga yang diminta untuk mengikuti program. Responden lain merasa kurang adanya sosialisasi program karena sosialisasi program hanya dilaksanakan satu kali yakni ketika acara pelatihan mengenai program dan hanya diperuntukkan bagi pengurus RW, Pokja RW Hijau dan kader lingkungan, sehingga mereka tidak sepenuhnya memahami tujuan dan manfaat program. Namun ternyata ada juga responden yang memang benar-benar tidak berminat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program karena program dianggap terlalu merepotkan dan sulit untuk diterapkan, sehingga dapat dikatakan bahwa responden memang tidak memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan.

Responden yang berpartisipasi dalam Program Komposting Rumah Tangga ini memiliki peranan yang berbeda, yakni sebagian besar responden berperan sebagai partisipan saja, artinya mereka hanya melaksanakan kegiatan- kegiatan yang ada dalam program tanpa terlibat proses perencanaan ataupun sosialisasinya. Responden ada juga yang berperan sebagai kader lingkungan dan pengurus RT atau RW dimana mereka terlibat mulai perencanaan, sosialisasi, hingga pelaksanaan program, hal inilah yang membedakan peran mereka dengan partisipan saja.

Program yang telah dilaksanakan sejak akhir bulan Juni 2008 ini mendapat respon positif dari warga RW 14. Pokja RW Hijau beserta kader lingkungan bahu- membahu melatih dan memantau pengelolaan sampah di masing-masing rumah tangga. Pokja RW Hijau yang dimotori oleh Bapak Maman (Ketua Pokja sekaligus Ketua RT 05) bersama para anggota Pokja lainnya rutin mendatangi setiap RT untuk membantu warga mengebor tanah, baik tanah yang terdapat di halaman rumah maupun di sepanjang saluran air atau got untuk membuat lubang resapan Biopori.

Pokja RW Hijau berkoordinasi dengan para kader lingkungan mengumpulkan sampah anorganik, yang terdiri dari sampah kemasan, botol, kaleng, kardus, kertas, kantong plastik dan barang-barang lain yang terbuang namun masih memiliki nilai ekonomis atau nilai jual dari para warga untuk ditampung di pos yang terdapat di masing-masing RT. Sampah yang telah

dikumpulkan di pos dipilah sesuai jenisnya dapat didaur-ulang menjadi kerajinan tangan atau dijual ke lapak kemudian hasilnya dimasukkan ke dalam kas RW Hijau dan kas masing-masing RT.

Kader lingkungan juga memiliki andil besar dalam pelaksanaan program. Ibu Kusmedi salah satu kader RT 03 yang sudah setahun ditunjuk menjadi kader oleh RW setempat dikarenakan beliau aktif di berbagai kegiatan RT. Ibu Kusmedi juga kreatif dalam hal mendaur ulang sampah, seperti mengubah potongan sedotan bekas air mineral gelas menjadi sebuah anyaman yang dapat dirajut menjadi beragam kerajinan diantaranya taplak meja, tas, dompet, kotak tisu, sarung handphone, dan sebagainya. Hasil kreasi dari potongan sedotan air mineral gelas yang telah dihasilkan pun telah tampil di beberapa pameran di Kota Depok dan memiliki nilai jual yang tidak kalah dengan produk olahan sampah yang terlebih dahulu ada di pasaran. Ketika ditanya tentang alasan kesediaan beliau menjadi kader, berikut jawaban Ibu KS:

“ Saya bersedia menjadi kader karena dapat menyalurkan kreativitas saya miliki yakni membuat kreasi dari sampah terutama yang anorganik dan saya berharap yang lain juga terinspirasi dan tertarik untuk melakukan hal yang sama, saya siap kok berbagi ilmu!”

Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Ibu AT:

“ Saya menjadi kader lingkungan ditunjuk oleh RW dan saya bersedia karena sudah setahun ini saya resign dari kantor dan menjadi ibu rumah tangga, jadi punya banyak waktu luang untuk aktif di kegiatan lingkungan RW dan RT.”

Berdasarkan pernyataan kedua narasumber dapat disimpulkan bahwa kesediaan menjadi kader karena ditunjuk oleh RW atau RT setempat dengan mempertimbangkan keaktifan dan ketersediaan waktu para kader untuk kegiatan di lingkungan RW dan RT.

Program Komposting Rumah Tangga telah berjalan lebih dari setahun. Program yang terdiri dari pengomposan dengan Keranjang Takakura, Biopori, pemilahan sampah, dan daur ulang sampah anorganik ini ternyata mendapat respon yang berbeda dari masing-masing responden. Tabel 18 menunjukkan bahwa pemilahan sampah merupakan kegiatan yang atau paling disukai oleh 37 responden (48,1 persen), artinya program ini mendapatkan respon yang paling

positif dari warga karena paling mudah dilakukan. Pengomposan dengan Keranjang Takakura disukai sejumlah 18 responden (23,4 persen), karena membutuhkan lebih banyak waktu dan kesabaran dalam pengerjaannya . Daur ulang sampah anorganik juga disukai oleh delapan responden (10,4 persen), sedangkan untuk Biopori disukai oleh tiga responden (3,9 persen). Responden yang menyukai kegiatan daur ulang sampah anorganik untuk dijadikan kerajinan tangan mengalami kendala yakni keterbatasan ketrampilan (dalam hal menjahit), tenaga ahli, dan alat (mesin jahit), sehingga mereka kurang dapat menghasilkan kerajinan tangan berbahan dasar sampah yang memiliki nilai jual. Biopori adalah kegiatan yang paling sedikit disukai oleh responden, karena tidak semua responden memiliki lahan (tanah) untuk diberi lubang Biopori, selain itu alat bor Biopori juga terbatas, jadi apabila ingin membuat lubang Biopori harus melapor terlebih dahulu ke Pokja RW Hijau untuk meminjam alat bor atau minta dibuatkan lubang Biopori.

Tabel 18. Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan Kegiatan yang Paling Disukai di RW 14, Kelurahan Rangkapanjaya Baru, Kota Depok Tahun 2009 Kategori Jumlah (orang) Persentase (%) Pemilahan sampah 37 48,1 Takakura 18 23,4

Daur ulang sampah anorganik 8 10,4

Biopori 3 3,9

Tidak menjawab 11 14,3

Total 77 100