D. Hubungan Masyarakat (Public Relations)
2. Faktor Endogenous
Faktor endogenous merupakan faktor pendukung yang berada di dalam lingkungan dunia pendidikan itu sendiri, yang secara langsung mempengaruhi pelaksanaan kegiatan perolehan pendidikan tersebut. Faktot-faktor tersebut meliputi antara lain: 1) input, 2) keuangan, 3) infrastruktur, 4) budaya.Yang dimaksud dengan faktor input dalam hal ini adalah masyarakat yang akan menerima pendidikan tersebut, sesuai dengan usia dan tingkat pendidikan yang akan diikuti. Jika dilihat di pedesaan, terdapat input yang tidak sesuai usia sekolah dengan tingkat pendidikan yang diikuti. Hal ini disebabkan keterlambatan dalam memasuki dunia pendidikan. Selain itu, input yang diperoleh memiliki kemampuan yang kurang, bukan dikarenakan otak yang tidak mampu, tetapi lebih disebabkan karena adanya kegiatan lain yang harus dilakukan selain daripada mengikuti dunia pendidikan, seperti berladang, jualan, menjadi nelayan. Kegiatan ini sangat menguras tenaga sehingga input kurang fokus kepada pendidikan yang diikuti. Akibatnya, kecenderungan untuk lebih memilih kegiatan yang akan menghidupkan keluarga pada saat itu, lebih diutamakan daripada kegiatan mengenyam pendidikan. Faktor keuangan merupakan suatu faktor yang hampir harus dimiliki oleh masyarakat yang ingin mengikuti pendidikan tersebut. Karena hampir semua pelaksanaan pendidikan tersebut mengenakan biaya kepada masyarakat yang mengikutinya. Biaya yang diperlukan untuk membayar iuran pendidikan setiap bulan, biaya untuk membeli sarana pendukung belajar mengajar, seperti buku, alat-alat praktikum. Hal ini memberatkan para peserta pendidikan, sehingga ada kalanya dimana satu keluarga memiliki 3 anak usia sekolah, harus memilih anak mana yang akan disekolahkan terlebih dahulu.
Faktor infrastruktur menggambarkan infrastruktur pendukung yang diperlukan input sehingga dapat mengikuti dunia pendidikan itu sendiri. Di pedesaan, infrastrukstur masih kurang medukung bagi masyarakat untuk mengantarkan keluarga mereka memperoleh pendidikan. Jarak antara dusun tempat tinggal dengan sekolah yang relatif jauh, belum memadainya sarana transportasi umum, jalan-jalan yang masih belum memenuhi standard. Selain itu, juga infrastruktur yang mendukung kegiatan belajar mengajar itu sendiri, seperti jumlah sekolah yang masih sedikit, keadaan sekolah yang belum memenuhi standard minimal, jumlah dan keahlian guru yang belum sesuai, alat-alat pendukung kegiatan belajar mengajar di sekolah yang masih sangat minim. Sebagai dampaknya, kegiatan belajar mengajar tidak terlaksana dengan efektif.Faktor budaya, khususnya di pedesaan menggambarkan bahwa anak laki-laki lebih diutamakan untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Dengan usia tertentu menurut kebiasaan yang berlaku, baik bagi laki-laki ataupun perempuan diutamakan untuk membentuk rumah tangga dibandingkan dengan mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Kebiasaan ini dilakukan dengan maksud untuk meringankan beban keluarga, dimana setiap anak yang sudah membentuk keluarga sendiri, dapat meringankan beban orang tuanya untuk membiayai mereka. Dampak dari kegiatan ini secara langsung akan megurangi jumlah masyarakat yang mengenyam pendidikan.
Dalam agama Islam, mengenyam pendidikan adalah sangat penting. QS Al Baqarah ayat 268 menyebutkan: “Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia.
Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Dengan memiliki pendidikan, seseorang akan memperoleh efek domino yang baik khususnya untuk dirinya sendiri. Jika diulas secara logika, dengan pendidikan yang dimiliki seseorang, maka diharapkan orang tersebut akan dapat berpikir lebih jernih. Dengan pikiran yang jernih, maka seseorang akan lebih baik pula dalam mengerjakan tugas yang ada padanya. Dengan baiknya seseorang mengerjakan tugasnya, diharapkan akan memperoleh pendapatan yang baik pula. Dan pada akhirnya, dengan pendapatan yang baik, maka akan terpenuhi kebutuhan jasmani dan rohani dari orang tersebut. Kebutuhan jasmani dan rohani tersebut sangat luas lingkupnya, yang pada akhirnya, keberadaan orang tersebut diharapkan mampu
ISBN : 978-602-74335-0-2 Page 57
memberikan kebaikan bagi seluruh alam ini, baik bagi manusia di sekitarnya maupun makhluk hidup lainnya yang ada di bumi ini. Walaupun dijelaskan secara terpisah, tetapi dalam konsep tawhidi, tidak ada faktor yang merupakan ril eksogenous dan tidak ada pula faktor yang merupakan ril endogenous.
Setiap faktor merupakan faktor endogenous maupun faktor endogenous. Karena salah satu dari prinsip konsep tawhidi adalah bahwa setiap faktor adalah dinamis (evolutionary) dan saling melengkapi (pervasive complementary). Dengan kata lain, setiap faktor merupakan pelengkap dari faktor lain, bukan merupakan faktor pengganti (substitution).
Kegiatan Shura Yang Mendukung.
Dalam kegiatan di dunia ini, kegiatan interaksi, integrasi dan evolusi akan selalu mengalami perubahan. Dalam Islam, untuk mengambil suatu keputusan atas setiap perubahan yang terjadi, diperlukan suatu musyawarah, yang dalam hal ini disebut dengan kegiatan Shura (shuratic process).
Menurut Choudhury (2013), the shuratic process is a methodology associated with the meaning of an embryonic shura as a discursive medium that spans across all domains of the socio-scientific order.
Secara sederhana proses shura dapat diartikan sebagai suatu proses musyawarah untuk menghasilkan suatu keputusan baru, dimana proses tersebut melintasi seluruh domain sosial ilmiah. Pada sektor pendidikan ini, bagian-bagian yang turut serta dalam proses shura tersebut antara lain adalah pemerintah, guru, pelajar, keluarga dan lembaga sosial. Proses shura dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1.
Proses Shura
Sumber : Diolah (2015)
Pemerintah merupakan pembuat peraturan dan undang-undang, serta pemberi sanksi bagi penyimpangan yang terjadi pada dunia pendidikan, yang harus dipahami dan diikuti oleh para guru, pelajar, keluarga dan lembaga sosial. Guru merupakan ujung tombak bagi dunia pendidikan, yaitu pihak yang melakukan transfer ilmu. Dengan baiknya pengetahuan dan pola yang dimiliki para guru dalam mentransfer ilmu tersebut, diharapkan ilmu yang ditransfer telah sesuai dengan ketentuan yang diharapkan. Sedangkan pelajar, merupakan pihak menerima ilmu yang ditransfer tersebut. Dengan baiknya penerimaan dan pemahaman dari para pelajar terhadap ilmu yang diperoleh, diharapkan dapat memperluas pola pikir setiap pelajar tersebut untuk melakukan hal-hal yang lebih baik lagi bagi kehidupannya. Adapun keluarga merupakan bagian dari pihak pendukung untuk terlaksananya proses shura tersebut, khususnya antara guru dan pelajar. Pihak keluarga memberikan fasilitas bagi pelajar untuk dapat mengikuti kegiatan belajar dan berkomunikasi dengan guru untuk memperlancar kengiatan mengajar. Yang terakhir, pihak yang juga berkepentingan dalam proses shura ini adalah lembaga sosial. Lembaga sosial dalam hal ini berperan untuk memonitor kegiatan belajar mengajar yang berlangsung, memonitor kesesuaian peraturan, kebijakan serta undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah, serta memonitor keberadaan masyarakat setelah mengikuti pendidikan tersebut.
Guru
Lembaga sosial
Keluarga
Pelajar Pemerintah
ISBN : 978-602-74335-0-2 Page 58
Gambar 2.
Tawhidi Model
Pendidikan [Ω (Θ) (Θ
*)]
Input Keuangan Infrastruktur Budaya
(Θ,x(Θ))
Wellbeing W (Θ,x(Θ))
Sumber: Diolah (2015).Dari gambar 2 tersebut dapat dibentuk suatu model matematika sebagai berikut:
Tawhidi ModelPersamaan Circular Causiation Setelah dilekatkan dengan (Θ):
X(Θ) = (I,K,IS,B)(Θ), dimana:Pendidikan = f1(I,K,IS,B)(Θ),I = f2(P,F,IS,B)(Θ),F = f3(P,I,IS,B)(Θ),IS= f4(P,I,F,B)(Θ),B = f5(P,I,F,IS)(Θ),Θ = f6(P,I,F,IS,B)(Θ)
Dari gambar 2 dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pendidikan, yang berasal dari sumber ilmu pengetahun yaitu Al Quran (Ω), yang selalu memiliki kebaikan (Θ), dipengaruhi oleh faktor input, keuangan, infrastruktur dan budaya. Keempat faktor tersebut dilekatkan dengan tetha (Θ), yaitu quality value berupa input yang berkualitas, keuangan yang memenuhi, infrastruktur yang memadai serta budaya yang secara positif mendukung. Keempat faktor tersebut akan melalui interaksi, integrasi dan evolusi yang berulang-ulang, yang membentuk suatu circular causation, yang pada akhirnya dapat diharapkan akan menghasilkan suatu wellbeing dalam dunia pendidikan (keberhasilan yang diperoleh dengan cara-cara yang baik).
Gambar 3.
Circular Causation
ISBN : 978-602-74335-0-2 Page 59
Kedua gambar di atas menunjukkan circular causation dari pendidikan dalam perspektif Islam terhadap perekonomian. Dengan terlaksananya pendidikan yang diperoleh dengan perspektif Islam, yang intinya adalah semua faktor dilekatkan dengan hal-hal baik, akan menimbulkan efek baik dari yang paling sederhana, yaitu Interaksi. Terjadi interaksi antara pendidikan perspektif Islam dengan input yang baik, interaksi antara pendidikan perspektif Islam dengan keuangan yang memadai, interaksi antara pendidikan perspektif Islam dengan infrastruktur yang mendukung serta interaksi antara pendidikan perspektif Islam dengan budaya dari masyarakat mau bersekolah. Dengan adanya interaksi yang baik, yang merupakan fondasi dari circular causation tersebut akan membentuk suatu Integrasi. Integrasi terjadi dengan saling berkaitannya antara masing-masing interaksi tersebut di atas.
Dan pada akhirnya, integrasi tersebut akan mengalami perputaran (evolusi) untuk menjadikan segala sesuatunya lebih baik lagi dan lebih besar serta lebih luas, dimana pada setiap evolusi untuk melanjutkan ke tahap berikutnya akan dilakukan evaluasi. Dengan maksud mengurangi segala kelemahan dan menambahkan segala kekuatan.
Rekomendasi Pendahuluan
1. Setiap masyarakan memiliki persamaan hak untuk memperoleh pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas manusia.
2. Budaya sebagai faktor pendukung dimaksudkan untuk memperkuat integritas sebagai landasan dasar bagi perkembangan kemajuan manusia.
3. Lingkungan, yang didukung oleh sumber daya manusia, budaya, infrastruktur, teknologi, ekonomi, yang diharapkan mampu mendukung dunia pendidikan.
4. Kesejahteraan yang dicapai dengan cara-cara yang baik, diharapkan dapat meningkat, dengan meningkatnya partisipasi masyarakat bersekolah, yang kemudian mampu untuk meningkatkan kemampuan berpikir masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan.
Beberapa hal yang mengganggu perolehan pendidikan yang merata bagi masyarakat adalah:
1)Keuangan keluarga yang tidak memadai, 2)Jauhnya jarak tempat untuk memperoleh pendidikan dari tempat tinggal.
3)Infrastruktur yang belum memadai, 3)Biaya sekolah yang masih tinggi,4)Pola pendidikan yang lebih mementingkan pengetahuan teknologi dibandingkan dengan akhlak.