• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Usaha dan Operasi Perseroan

Dalam dokumen PT PRODIA WIDYAHUSADA Tbk. (Halaman 45-51)

V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN OLEH MANAJEMEN

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Usaha dan Operasi Perseroan

Jumlah Kunjungan Pelanggan

Jumlah kunjungan pelanggan dalam jaringan layanan kesehatan milik Perseroan dan jumlah pemeriksaan laboratorium klinik yang dilakukan Perseroan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi pendapatan Perseroan. Jumlah kunjungan pelanggan dalam jaringan Perseroan meningkat pada CAGR 3,2% dari 2,2 juta pada tahun 2013 menjadi 2,4 juta pada tahun 2015, dan jumlah pemeriksaan yang dilakukan Perseroan meningkat pada CAGR 1,1% dari 13,7 juta pada tahun 2013 menjadi 14,0 juta pada tahun 2015. Pada periode yang sama, pendapatan Perseroan meningkat pada CAGR 9,6% dari Rp998,0 miliar pada tahun 2013 menjadi Rp1.197,7 miliar pada tahun 2015. Perseroan yakin bahwa peningkatan jumlah kunjungan pelanggan didorong oleh semakin besarnya utilisasi pusat pelayanan Perseroan yang sudah ada serta pertumbuhan jaringan Perseroan di berbagai wilayah. Jumlah laboratorium klinik Perseroan meningkat dari 122 outlet per 31 Desember 2013 menjadi 128 outlet per 30 Juni 2016, seiring dengan ekspansi ke wilayah pasar baru dan pembukaan laboratorium klinik tambahan di area perkotaan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan.

Secara umum, Perseroan mengalami peningkatan dalam kunjungan pelanggan perorangan pada outlet Perseroan antara tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 di seluruh segmen pelanggan Perseroan, kecuali referensi dokter dimana jumlah kunjungan stabil antara tahun 2013 sampai dengan tahun 2015. Perseroan yakin bahwa hal ini disebabkan oleh implementasi JKN, program asuransi kesehatan nasional, di awal tahun 2014, yang menyebabkan lebih besarnya pemakaian jasa layanan kesehatan publik, dan akibatnya permintaan untuk klinik swasta dan rujukan pemeriksaan laboratorium klinik mengalami penurunan. Sementara laju pertumbuhan di Jakarta (Wilayah III) tetap kuat, kunjungan pelanggan atas referensi dokter mengalami penurunan di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (Wilayah IV, V dan VI).

Selain itu, pertumbuhan pada jumlah pelanggan individu melambat di beberapa wilayah pada CAGR 1,0% antara tahun 2013 sampai dengan tahun 2015, akibat implementasi JKN dan pemilihan umum pada tahun 2014, yang meningkatkan ketidakpastian ekonomi dan politik. Perseroan yakin bahwa pertumbuhan di kedua segmen pelanggan ini akan menjadi pendorong penting bagi pertumbuhan jangka panjang Perseroan, dan akan terus bertumbuh sehubungan dengan bertambahnya masyarakat kelas menengah Indonesia, meningkatnya kejadian atas penyakit tidak menular (non-communicable diseases) seperti penyakit jantung, kanker dan diabetes, serta semakin besarnya kesadaran masyarakat Indonesia secara umum atas pentingnya layanan kesehatan preventif. Perseroan yakin bahwa pertumbuhan pada segmen pelanggan individu dan pelanggan dengan referensi dokter yang berkelanjutan bergantung pada kemampuan Perseroan untuk mempertahankan merek “Prodia”, yang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk kemampuan Perseroan meningkatkan kualitas dan efisiensi dari layanan laboratorium klinik, kedekatan Perseroan dengan para dokter dan penyedia layanan kesehatan lain yang memberikan rujukan kepada Perseroan serta kemampuan Perseroan untuk memperkenalkan pemeriksaan dan layanan baru.

Perseroan membukukan pertumbuhan yang lebih kuat atas jumlah kunjungan dari referensi pihak ketiga dan klien korporasi antara tahun 2013 sampai dengan 2015 masing-masing pada CAGR 6,2% dan 12,9%. Pada segmen referensi pihak ketiga, Perseroan menandatangani kerjasama dengan BPJS Kesehatan untuk pemeriksaan kanker serviks pada tahun 2015, yang menyebabkan jumlah referensi pihak ketiga meningkat pada tahun tersebut. Pada segmen klien korporasi, Perseroan mencapai pertumbuhan yang kuat berkat usaha pemasaran yang efektif, seperti pengembangan interoperabilitas perangkat lunak antara sistem pelaporan hasil dan data sumber daya manusia pelanggan, serta layanan penambahan nilai lainnya seperti seminar setelah pemeriksaan medis berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan karyawan perusahaan. Selain itu, kolaborasi kesehatan kerja dengan afiliasi Perseroan, PT Prodia OHI International (“POHII”), telah meningkatkan jumlah klien korporasi Perseroan. Sebagai hasil dari kenaikan jumlah kunjungan oleh referensi pihak ketiga dan klien korporasi yang lebih cepat dibandingkan dengan pelanggan individu dan pelanggan dengan referensi dokter, jumlah pemeriksaan yang dilakukan turut meningkat namun pada laju yang lebih rendah dibandingkan dengan laju kenaikan jumlah kunjungan. Secara khusus, klien korporasi Perseroan mengurangi jumlah pemeriksaan yang disediakan untuk pemeriksaan tahunan karyawan sehubungan dengan tekanan anggaran internal.

Sebagai tambahan, BPJS Kesehatan hanya membayar satu pemeriksaan per pelanggan dalam program pemeriksaan kanker serviksnya. Akibatnya, rata-rata jumlah pemeriksaan per kunjungan pelanggan turun dari 6,0 pada tahun 2013 menjadi 5,9 pada tahun 2015. Perseroan yakin bahwa potensi penerapan Skema Koordinasi Manfaat, yang akan memungkinkan perusahaan asuransi swasta untuk mendukung JKN dengan menggunakan skema top-up, akan menciptakan peluang lebih lanjut bagi sektor jasa kesehatan swasta, dan menghasilkan tambahan rujukan atas sampel kepada laboratorium klinik independen, seperti Perseroan, untuk pemeriksaan.

Meskipun Perseroan memperkirakan jumlah kunjungan pelanggan akan tumbuh seiring dengan ekspansi jaringan Perseroan dan pertumbuhan layanan kesehatan di Indonesia, secara umum, persaingan yang lebih ketat dapat berdampak merugikan terhadap tingkat pertumbuhan pelanggan yang dilayani dan pemeriksaan laboratorium klinik yang dilakukan. Permintaan akan layanan Perseroan juga bergantung pada permintaan untuk layanan kesehatan swasta, seperti rumah sakit dan klinik swasta, yang merupakan sumber rujukan yang penting bagi Perseroan. Selain itu, penambahan outlet dalam jaringan layanan Perseroan perlu mempertimbangkan batasan-batasan seperti ketersediaan personil yang terampil, kemampuan Perseroan mendapatkan izin dan persetujuan, serta ketersediaan infrastruktur layanan kesehatan di wilayah tertentu.

Pendapatan per Kunjungan

Pendapatan yang dihasilkan per kunjungan pelanggan bergantung kepada harga yang dibebankan Perseroan untuk pemeriksaan dan jasanya, jumlah pemeriksaan per kunjungan serta kombinasi pemeriksaan yang dilakukan. Pendapatan per kunjungan meningkat pada CAGR sebesar 6,8% dari Rp440.483 pada tahun 2013 menjadi Rp502.713 pada tahun 2015. Pada periode yang sama, Perseroan secara umum mampu untuk menaikkan tingkat harga sekurang-kurangnya sejalan dengan inflasi, sementara jumlah pemeriksaan per kunjungan secara umum turun dan memiliki dampak yang berlawanan dengan pendapatan per kunjungan Perseroan.

Perseroan melakukan evaluasi atas harga pemeriksaan dan layanan yang ditawarkan Perseroan secara tahunan. Penetapan harga baru dijadwalkan pada bulan Januari setiap tahun. Perseroan mempertimbangkan sejumlah faktor pada saat menetapkan harga untuk pemeriksaan dan layanan, termasuk permintaan untuk pemeriksaan yang ditawarkan Perseroan, biaya bahan baku yang digunakan dalam pemeriksaan dan efek dari nilai tukar mata uang asing serta inflasi pada biaya bahan baku Perseroan. Perubahan harga berlaku di seluruh outlet Perseroan dan seluruh pemeriksaan. Namun demikian, besarnya kenaikan harga bervariasi disesuaikan dengan faktor-faktor di wilayah setempat, seperti biaya hidup relatif di wilayah sekitar outlet Perseroan. Selain itu, Perseroan juga melakukan promosi penjualan berkala, yaitu ketika Perseroan menawarkan jasanya dengan potongan harga. Secara khusus, Perseroan menawarkan potongan harga setiap bulan Mei dan November, masing-masing untuk merayakan “ulang tahun” Perseroan dan Hari Kesehatan Nasional.

Perseroan menaikan harga rata-rata sekitar 8,1%, 7,0%, 8,3% dan 8,7% masing-masing pada tahun 2013, 2014, 2015 dan semester pertama 2016. Berdasarkan World Bank, tingkat inflasi di Indonesia pada tahun 2013, 2014 dan 2015 masing-masing adalah sebesar 8,4%, 8,4% dan 3,4%. Bank Indonesia telah mengumumkan bahwa target inflasi untuk tahun 2016 adalah 3,0% sampai dengan 5,0%.

Ekspansi Jaringan Perseroan atas Laboratorium Klinik dan Outlet Lainnya

Hasil usaha dan kondisi keuangan Perseroan telah, dan akan terus, dipengaruhi oleh besarnya investasi yang dibutuhkan untuk memperluas jaringan outlet Perseroan serta pemilihan waktu investasi. Sejak tahun 2013, secara neto, Perseroan telah membuka tujuh laboratorium klinik baru, termasuk tiga laboratorium klinik dibuka di wilayah Jabodetabek, Palembang dan Lampung, untuk menangkap peluang pertumbuhan pada wilayah tersebut. Strategi ekspansi Perseroan selama periode tersebut dilaksanakan dengan hati-hati dan difokuskan pada pembukaan outlet baru yang dapat mencapai breakeven point dengan cepat, sehubungan dengan efek yang tidak pasti atas penerapan JKN. Perseroan menyesuaikan rencana ekspansinya berdasarkan perkiraan permintaan pada wilayah-wilayah berbeda di dalam negeri. Perseroan berencana untuk mempercepat ekspansi jaringan agar dapat mengambil keuntungan dari

kondisi pasar untuk layanan laboratorium klinik yang diharapkan akan terus bertumbuh. Perseroan berencana untuk membuka empat laboratorium rujukan regional, 33 laboratorium klinik tambahan, 13 klinik khusus tambahan dan meningkatkan 39 laboratorium klinik menjadi Klinik PHC. Perseroan berencana untuk membuka outlet di wilayah geografis baru dan di wilayah dimana Perseroan telah memiliki infrastruktur jaringan, seperti di Pulau Jawa. Perseroan telah membuka laboratorium rujukan regional pertamanya di Surabaya pada bulan Juli 2016 dan sedang mempersiapkan laboratorium rujukan regional di Medan dan Makassar. Perseroan berharap untuk membuka laboratorium rujukan di Makassar pada kuartal terakhir tahun 2016. Perseroan telah mengidentifikasi lokasi di Pulau Jawa (Wilayah III sampai dengan VI) untuk laboratorium klinik baru.

Proses pembukaan outlet baru dimulai dengan studi pasar untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai, dan mempertimbangkan faktor-faktor antara lain (i) demografi lokasi, termasuk profil keuangan dari populasi di wilayah tersebut; (ii) jumlah dan konsentrasi dokter dan penyedia layanan kesehatan lain di wilayah tersebut, dan fakultas kedokteran setempat; (iii) lanskap persaingan; dan (iv) peraturan-peraturan yang berlaku di daerah setempat. Jumlah waktu yang diperlukan untuk membuka outlet baru bergantung pada sejumlah faktor, yaitu ketersediaan lokasi, lama waktu dalam menerima persetujuan terhadap peraturan yang berlaku dan pekerjaan penyesuaian yang diperlukan. Investasi modal yang signifikan diperlukan untuk membangun laboratorium klinik, khususnya laboratorium rujukan regional. Perseroan biasanya memerlukan enam sampai delapan bulan untuk membuka laboratorium klinik baru dan enam sampai 12 bulan untuk mencapai EBIT positif. Namun, variasi yang terjadi di rencana ekspansi Perseroan dapat mempengaruhi hasil usaha Perseroan. Sebagai contoh, keterlambatan dalam menerima persetujuan yang diperlukan dapat menyebabkan Perseroan mengeluarkan biaya, seperti sewa dan biaya terkait karyawan, sementara penerimaan pendapatan tertunda, sehingga akan mempengaruhi hasil keuangan Perseroan.

Pengenalan Pemeriksaan dan Layanan Baru

Sebagai pionir dan pemimpin pasar laboratorium klinik di Indonesia, Perseroan telah menjadi yang pertama dalam memperkenalkan banyak pemeriksaaan laboratorium klinik di Indonesia. Dalam lima tahun terakhir, Perseroan telah memperkenalkan 37 pemeriksaan laboratorium klinik inovatif di Indonesia. Perseroan yakin bahwa kemampuan Perseroan dalam memperkenalkan pemeriksaan dan layanan baru dapat memberikan dampak terhadap pendapatan Perseroan. Perseroan yakin bahwa perkenalan atas pemeriksaan esoterik juga merupakan pendorong untuk pemeriksaan rutin, mengingat pemeriksaan esoterik tidak dilakukan sendiri melainkan merupakan bagian dari panel pemeriksaan rutin dan esoterik. Pada beberapa kasus, ketika pasar untuk pemeriksaan esoterik belum sepenuhnya berkembang, pemeriksaan esoterik tersebut dapat menjadi faktor yang menyebabkan kerugian untuk pemeriksaan rutin tambahan yang mengkompensasi marjin yang rendah atau kerugian pada pemeriksaan esoterik individual. Selain itu, pemeriksaan baru, yang diperkenalkan sebagai pemeriksaan esoterik, umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemeriksaan rutin. Pemeriksaan esoterik Perseroan berkontribusi sekitar 2,5% sampai dengan 3,2% dari jumlah pemeriksaan yang dilakukan Perseroan antara tahun 2013 sampai dengan 2015, tetapi berkontribusi atas porsi yang lebih tinggi terhadap total pendapatan Perseroan. Perseroan yakin bahwa dengan pembukaan laboratorium rujukan regional, Perseroan akan mampu meningkatkan pendapatan dari pemeriksaan esoterik yang ada saat ini maupun baru di masa depan. Perseroan juga yakin bahwa penawaran layanan khusus penting untuk menarik pelanggan. Pada tahun 2016, Perseroan membuka klinik khusus pertama dari 13 klinik khusus yang direncanakan, Prodia Children’s Health Center di Jakarta. Klinik-klinik khusus Perseroan akan berfokus dan mengembangkan layanannya pada area pelayanan kesehatan seperti pediatrik, kesehatan wanita dan gerontologi. Perseroan juga telah membuka Klinik PHC pertamanya, dan saat ini sedang dalam proses untuk membuka dua tambahan Klinik PHC serta berencana untuk meningkatkan 39 laboratorium klinik tambahan menjadi Klinik PHC. Pada Klinik PHC, Perseroan menawarkan layanan non-laboratorium klinik tambahan, seperti radiologi, imaging, elektrokardiogram dan pemeriksaan

treadmill serta konsultasi dengan ahli gizi serta tenaga medis ahli di bidang kedokteran olahraga.

Perseroan saat ini juga berusaha untuk menjadi laboratorium pertama di Indonesia yang menawarkan rangkaian lengkap layanan laboratorium untuk precision medicine, yang meliputi analisis genomik, proteomik dan metabolomika. Perseroan yakin bahwa kemampuan Perseroan untuk mengembangkan hal-hal tersebut penting untuk prospek pertumbuhan Perseroan di masa depan.

Biaya Bahan Baku dan Beban Lainnya

Biaya bahan baku, yang mencakup reagen, kimia dan bahan dan alat habis pakai yang digunakan dalam layanan pemeriksaan klinik Perseroan, secara historis telah menjadi beban terbesar Perseroan, yang mewakili 17,2%, 16,1%, 15,8% dan 14,8% dari jumlah pendapatan bersih Perseroan masing-masing untuk tahun 2013, 2014 dan 2015 serta periode enam bulan yang berakhir pada 30 Juni 2016. Perseroan berusaha untuk terus menurunkan persentase beban terhadap pendapatan dengan pertimbangan skala ekonomi yang dimiliki Perseroan sebagai jaringan laboratorium klinik terbesar di Indonesia. Perseroan memiliki sistem pengadaan terpusat, dan karena Perseroan membeli perlengkapan pemeriksaan, reagen dan bahan baku lainnya dalam volume yang signifikan, Perseroan mampu untuk melakukan negosiasi harga yang menguntungkan untuk bahan baku Perseroan. Karena skala operasi yang besar, Perseroan juga mendapatkan keuntungan dari efisiensi operasional. Sebagai contoh, karena Perseroan menguji beberapa batch sampel dalam waktu bersamaan, Perseroan dapat mengurangi jumlah reagen dan kimia yang digunakan untuk setiap spesimen.

Perseroan telah mengalami beban biaya sehubungan dengan biaya-biaya untuk karyawan, seperti tunjangan dan gaji karyawan. Pada tahun 2014 dan 2015, Pemerintah memperkenalkan JKN, program asuransi universal, yang mencakup BPJS Kesehatan, skema asuransi kesehatan universal, dan BPJS Ketenagakerjaan, skema pensiun universal. Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2015, penerapan BPJS Kesehatan mewajibkan Perseroan untuk menyediakan tunjangan kesehatan bagi karyawan Perseroan, pasangannya dan sampai dengan tiga anak, dengan pembayaran jumlah iuran sebesar-besarnya Rp59.000 per orang, yang meningkatkan beban Perseroan untuk tunjangan karyawan. Selain itu, untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2015, penerapan BPJS Ketenagakerjaan meningkatkan beban imbalan kerja jangka pendek Perseroan. Sebagai tambahan, pada tahun 2014, Perseroan meningkatkan gaji untuk banyak karyawan Perseroan yang bergaji rendah seiring dengan kenaikan upah minimum regional, dan Perseroan menyesuaikan tingkat gaji karyawannya agar tetap lebih tinggi daripada upah minimum.

Beban bahan baku Perseroan dan beban lainnya juga secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh kondisi makroekonomi di Indonesia. Sebagian besar perjanjian yang dimiliki Perseroan untuk pengadaan kimia dan reagen bersifat jangka menengah sampai dengan jangka panjang dimana harga yang dinegosiasikan disesuaikan per periode sesuai dengan tingkat inflasi di Indonesia. Selain itu, Perseroan secara berkala melakukan penyesuaian beban hidup terhadap gaji yang dibayarkan kepada karyawan Perseroan. Menurut World Bank, tingkat inflasi di Indonesia adalah sebesar 8,4%, 8,4% dan 3,4% masing-masing pada tahun 2013, 2014 dan 2015. Sebagai tambahan, beban bahan baku dan bahan lainnya Perseroan secara tidak langsung dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang Rupiah terhadap mata uang asing. Meskipun Perseroan membayar pemasoknya dalam Rupiah, banyak pemasok Perseroan mendapatkan reagen, kimia dan pasokan lainnya dari luar negeri. Sebagai akibatnya, kurs mata uang asing terhadap Rupiah dapat memiliki dampak tidak langsung terhadap harga yang harus dibayar oleh Perseroan untuk bahan baku. Sebagai contoh, sebagian besar reagen Perseroan dibeli dari pemasok yang memasok barang-barangnya dari luar negeri. Meskipun syarat dan ketentuan dalam perjanjian dengan vendor menyatakan bahwa Perseroan membayar bahan-bahan tersebut dalam mata uang Rupiah, biaya vendor untuk memasok bahan tersebut kepada Perseroan dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang asing dan biaya tersebut dibebankan kepada Perseroan.

Kewajiban Imbalan Kerja Karyawan dan Pengukuran Kembali Program Imbalan Kerja

Kewajiban imbalan kerja karyawan Perseroan telah, dan akan terus menyebabkan, variabilitas pada hasil keuangan Perseroan, khususnya penghasilan komprehensif lain. Berdasarkan Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”), Perseroan wajib menyediakan pensiun imbalan pasti kepada seluruh karyawan tetap yang pensiun pada usia 55 tahun, atau, apabila terjadi pensiun dini untuk karyawan dengan masa kerja lebih dari 20 tahun, pada usia 45 tahun atau lebih. Perseroan menghitung nilai kini kewajiban imbalan kerja pasti berdasarkan asumsi yang mencakup usia pensiun yang diharapkan, kenaikan gaji tahunan, harga emas, tingkat mortalitas, tingkat cacat dan pengunduran diri dan tingkat diskonto. Perseroan menghitung nilai wajar aset program berdasarkan

tingkat diskonto, pengembalian atas aset program (seperti dividen saham pada portofolio aset) dan perubahan terhadap aset Perseroan akibat batas atas aset. Pengembalian atas aset program mencakup keuntungan seperti dividen pada saham dalam portofolio aset Perseroan.

Pergerakan neto liabilitas imbalan kerja jangka panjang dapat diatribusikan pada faktor-faktor di bawah ini:

(dalam miliar Rupiah)

Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember

Untuk periode enam bulan yang berakhir

pada 30 Juni 2013 2014 2015 2015 2016

Liabilitas imbalan kerja jangka panjang - saldo awal 208,8 172,3 214,6 214,6 249,9 Kontribusi Perseroan terhadap aset (20,0) (5,0) (5,0) -

-Pembayaran manfaat tahun berjalan - termasuk

kelebihan imbalan yang dibayar oleh Perseroan (10,9) (8,3) (9,5) (5,3) (7,2) Beban jasa kini 26,9 23,9 25,9 12,0 13,9 Beban bunga (keuntungan bersih) 10,6 14,6 18,6 10,3 11,4 Perhitungan ulang liabilitas imbalan kerja dikarenakan

tingkat diskonto, kenaikan gaji dan tingkat pengunduran diri (45,8) 14,6 (12,2) 14,0 55,3 Perkiraan (keuntungan) kerugian atas aset 2,8 0,2 1,1 0,5 (0,3) Kelebihan imbalan yang dibayar oleh pengelolaan aset - - 19,1 18,9 0,3

Liabilitas imbalan kerja jangka panjang – saldo akhir 172,3 214,6 249,9 260,9 323,1

Berdasarkan PSAK No. 24, keuntungan dan kerugian aktuarial atas aset program imbalan kerja, yang merupakan perbedaan antara nilai wajar atas aset program imbalan pada awal periode dengan akhir periode sehubungan dengan perubahan asumsi atau “penyesuaian pengalaman” (yang merupakan perbedaan antara asumsi aktuaria yang mendasari skema dengan pengalaman aktual pada periode), dicatat sebagai “pengukuran kembali atas program imbalan kerja”. Penghasilan komprehensif lain setelah pajak terdiri dari pengukuran kembali atas program imbalan kerja dan pajak penghasilan atas pengukuran kembali atas program imbalan kerja.

Untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013 dan 2015, Perseroan mengakui keuntungan dari pengukuran kembali atas program imbalan kerja masing-masing sebesar Rp37,6 miliar dan Rp10,0 miliar, terutama dikarenakan keuntungan aktuarial dari perubahan asumsi tingkat diskonto yang meningkat dari asumsi tingkat diskonto periode sebelumnya yang digunakan untuk menghitung liabilitas imbalan kerja. Ketika asumsi tingkat diskonto dinaikkan, nilai wajar aset program meningkat dan Perseroan mengakui keuntungan aktuarial. Ketika asumsi tingkat diskonto diturunkan, nilai wajar aset program Perseroan turun dan Perseroan mencatatkan kerugian aktuarial. Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013, asumsi tingkat diskonto meningkat menjadi 8,8% dari asumsi tingkat diskonto sebesar 5,6% pada tahun 2012. Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2015, asumsi tingkat diskonto meningkat menjadi 9,2% dari asumsi tingkat diskonto sebesar 8,5% pada tahun 2014. Asumsi tingkat diskonto ditentukan oleh aktuaris independen dan didasarkan pada faktor-faktor makroekonomi seperti tingkat suku bunga di Indonesia. Di sisi lain, Perseroan mengakui kerugian dari pengukuran kembali imbalan kerja sebesar Rp13,9 miliar untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014, terutama dikarenakan penyesuaian pengalaman pada aset program, seiring dengan kinerja keuangan aktual dari aset program berada di bawah kinerja yang diestimasi menggunakan asumsi tingkat diskonto Perseroan. Penurunan asumsi tingkat diskonto menjadi 8,5% untuk tahun 2014 dari 8,8% pada tahun 2013 juga berkontribusi terhadap kerugian aktuarial.

Dalam tiga tahun terakhir, keuntungan (atau kerugian) aktuarial telah menjadi faktor signifikan yang mempengaruhi penghasilan komprehensif lain Perseroan dan mengakibatkan penghasilan komprehensif lain Perseroan cenderung berubah-ubah dari satu periode ke periode lain. Untuk tahun-tahun yang berakhir pada 31 Desember 2013 dan 2015, penghasilan komprehensif lain Perseroan tercatat masing-masing sebesar Rp28,2 miliar dan Rp7,5 miliar, yang mewakili 11,3% dan 32,0% dari laba komprehensif tahun berjalan untuk masing-masing tahun. Untuk tahun yang berakhir pada 31 Desember 2014, penghasilan komprehensif lain Perseroan tercatat negatif Rp10,5 miliar, yang secara absolut mewakili 23,4% dari penghasilan komprehensif tahun berjalan.

Perseroan memperkirakan bahwa liabilitas imbalan kerja, serta keuntungan atau kerugian yang diakui di penghasilan komprehensif lain, akan terus memiliki dampak signifikan terhadap hasil usaha Perseroan. Untuk membayar liabilitas ini, Perseroan telah membentuk aset program imbalan kerja dalam bentuk dana pesangon yang dikelola oleh PT Asuransi Allianz Indonesia sejak tahun 2012. Perseroan berkomitmen untuk meningkatkan setoran ke dalam aset program imbalan kerja di tahun-tahun mendatang dan hal ini diharapkan dapat membantu mengendalikan fluktuasi liabilitas imbalan kerja. Meskipun Perseroan tidak melakukan pembayaran ke dalam aset program imbalan dalam enam bulan pertama tahun 2016, Perseroan telah menyetor tambahan dana investasi ke dalam aset program imbalan, yang akan diakui sebagai “pesangon” pada laporan laba rugi Perseroan untuk enam bulan kedua tahun 2016

Musiman

Pendapatan dan hasil usaha Perseroan berfluktuasi secara signifikan dikarenakan faktor musiman dan faktor lainnya. Namun demikian, secara historis, variasi dari kuartal ke kuartal biasanya saling hapus (offset). Sebagai contoh, pada saat bulan Ramadan dan libur Lebaran selama ini telah diasosiasikan dengan turunnya jumlah pelanggan. Sedangkan beberapa bulan lainnya secara historis cenderung lebih sibuk. Perseroan menawarkan potongan harga setiap bulan Mei dan November masing-masing untuk merayakan “ulang tahun” Perseroan dan Hari Kesehatatan Nasional, yang secara umum telah meningkatkan jumlah pelanggan dan pendapatan pada bulan-bulan tersebut. Selain itu, pemeriksaan kesehatan karyawan yang disediakan Perseroan untuk klien korporasi biasanya terjadi pada kuartal pertama tahun keuangan, sehingga menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi dari klien korporasi

Dalam dokumen PT PRODIA WIDYAHUSADA Tbk. (Halaman 45-51)