• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.4.   Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Guru

5.4.1.   Faktor Pendidikan Guru

Dari Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan yang dimiliki guru subjek penelitian ini adalah SLTA (33,33%), D II (33,33%), dan Sarjana (33,33%). Skor rata-rata kemampuan guru mengajar adalah 29,75 untuk SLTA (merentang 26.67—35.00); 34,25 untuk D II (merentang 32.67— 42.00); dan 38,83 untuk sarjana (merentang 30.00—44.33). Dilihat dari segi persentasenya, rata-rata kemampuan guru yang berlatar belakang pendidikan SLTA adalah 37,19% dari yang diidealkan; yang berpendidikan D II adalah 42,81%; sedangkan yang berpendidikan sarjana adalah 48,54% dari kemampuan yang diidealkan. Rerata skor tersebut menunjukkan adanya

peningkatan skor pada jenjang pendidikan yang meningkat, mulai dari SLTA, D II, dan S1.

Hasil uji homogenitas varian dari skor tersebut menunjukkan angka signifikansi 0,786. Hal itu berarti data yang dianalisis bersifat homogen. Hasil uji beda anova antarkelompok menunjukkan angka signifikansi 0,101 > 0,05. Secara parsial, hasil uji beda anova (multiple comparisons) kelompok SLTA dan kelompok D II (sig 0,476), kelompok SLTA dan kelompok sarjana (sig 0,086); serta kelompok D II dan kelompok sarjana (sig 0,464) juga tidak menunjukkan perbedaan yang bearti, angka signifikansi ketiganya lebih besar daripada 0,05. Hal itu berarti kemampuan membelajarkan membaca pemahaman antarkelompok yang didasarkan atas jenjang pendidikan tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jenjang

pendidikan guru tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca.

Berdasarkan skor rata-rata kemampuan membelajarkan membaca, ada kecenderungan penaikan skor pada setiap kenaikan jenjang pendidikan. Skor kelompok guru yang berpendidikan SLTA lebih rendah daripada skor kelompok guru yang berpendidikan D II. Demikian juga halnya dengan kelompok guru D II skornya lebih rendah dibandingkan dengan skor kelompok guru yang berpendidikan sarjana. Akan tetapi, hasil uji beda menunjukkan bahwa perbedaan skor tersebut tidak berbeda secara signifikan. Hal tersebut berarti kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman pada guru yang berpendidikan berbeda ternyata tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa kemampuan guru yang jenjang pendidikannya berbeda ternyata tidak berbeda.

Tidak adanya pengaruh jenjang pendidikan guru terhadap kemampuan membelajarkan membaca pemahaman dimungkinkan beberapa hal. Pertama, rentangan skor kemampuan guru sangat pendek (26,67 sampai dengan 44,33). Selisih skor tertinggi dan skor terendah hanya 17,66. Pendeknya rentangan skor tersebut disebabkan kemampuan skor rata-rata kemampuan guru cukup rendah. Rendahnya kemampuan guru disebabkan sekolah tempat mengajar

termasuk sekolah kategori menengah ke bawah. Selisih skor tersebut sangat sedikit untuk bisa dilihat perbedaannya melalui uji statistik.

Kedua, jumlah subjek guru dalam penelitian ini sangat minim sehingga hasil analisis statistik bisa jadi bersifat kebetulan. Jika jumlah sampel guru diperbesar dan asal sekolah guru bervariasi, ada kemungkinan faktor jenjang pendidikan guru berpengaruh terhadap kemampuan guru. Hal itu dapat dibuktikan dengan menganalisis skor berdasarkan skor prainstruksional, skor instruksional, dan skor evaluasi dijadikan satu sehingga jumlah skor yang dianalisis adalah 36 skor. Hasil pengolahan skor tersebut adalah sebagai berikut. Hasil uji beda anova (multiple comparisons) kelompok SLTA dan kelompok D II adalah sig 0,134; kelompok SLTA dan kelompok sarjana adalah sig 0,004; serta kelompok D II dan kelompok sarjana adalah sig 0,127 (lihat Tabel 5.1). Menurut perhitungan ini, kemampuan mengajarkan membaca guru kelompok berpendidikan SLTA berbeda dengan guru yang berpendidikan sarjana. Dengan demikian, jenjang pendidikan (SLTA dan sarjana) berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman.

Hasil uji beda yang terakhir yang menggunakan 36 skor menunjukkan kecenderungan angka signifikansi yang lebih rendah dibandingkan dengan yang menggunakan 12 skor. Hal itu berarti ada kemungkinan bila jumlah subjek guru dalam jumlah banyak dan dari sekolah yang sangat bervariasi, ada pengaruh pendidikan guru terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman.

5.4.2. Faktor Pengalaman Mengajar

Pengalaman mengajar yang dimaksudkan di sini adalah pengalaman seorang guru menjadi guru apapun. Pengalaman mengajar patut diduga memengaruhi kemampuan mengajar. Secara teoretis, semakin lama pengalaman yang dimiliki, semakin baik kemampuan mengajarnya. Lama mengajar guru subjek penelitian ini merentang 4 tahun sampai dengan 29 tahun. Untuk menghindari keberagaman tersebut, perlu dilakukan

pengelompokan menjadi tiga. Pengelompokan guru berdasarkan lama mengajar dipaparkan pada Tabel 4.14.

Berdasarkan Tabel 4.14 dapat diketahui bahwa pengalaman mengajar yang dimiliki guru subjek sangat beragam. Kelompok guru baru berjumlah 3 orang, kelompok guru sedang berjumlah 2 orang, dan kelompok guru lama berjumlah 7 orang. Skor rata-rata kemampuan mengajar guru adalah 30,78 untuk guru baru (merentang 26.67—33.00); 35,67 untuk guru yang memiliki pengalaman sedang (merentang 29,33—42.00); dan 35,38 untuk guru lama (merentang 27.00—44.33). Persentase rata-rata kemampuan guru membelajarkan membaca pemahaman adalah 38,47% dari yang diidealkan untuk guru baru, 44,59% untuk guru sedang, dan 44,23% dari yang diidealkan untuk guru lama. Secara global, tidak ada kecenderungan penurunan atau penaikan skor pada kelompok yang berbeda.

Hasil uji homogenitas varian menunjukkan angka signifikansi 0,220. Hal itu berarti data yang dianalisis bersifat homogen. Hasil uji beda anova antarkelompok menunjukkan angka signifikansi 0,566 > 0,05. Secara parsial, uji beda kemampuan mengajar kelompok guru baru dan kelompok guru sedang menunjukkan signifikansi 0,688; kelompok guru baru dan kelompok guru lama menunjukkan signifikansi 0,568; kelompok guru sedang dan kelompok guru lama menunjukkan signifikansi 0,998. Hal itu berarti kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman antarkelompok yang didasarkan atas pengalaman mengajar tidak berbeda secara signfikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengalaman mengajar (mengajarkan apapun) tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Guru yang berpengalaman dan yang

tidak berpengalaman memiliki kemampuan yang relatif sama dalam mem-belajarkan membaca pemahaman.

Temuan tersebut dapat dipahami mengingat pengalaman mengajar hanya merupakan salah satu faktor yang memungkinkan kemampuan guru menjadi berbeda. Perbedaan kemampuan guru dalam mengajar sangat dimungkinkan tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal. Ada sejumlah faktor yang

secara bersama-sama memengaruhi kemampuan guru dalam mengajar. Di sisi lain, pengalaman mengajar yang tidak diiringi dengan peningkatan pemahaman juga tidak mungkin dapat meningkatkan kemampuan guru.

Banyak ditemui seorang guru senior yang penampilan mengajarnya hanya begitu-begitu saja. Hal itu disebabkan adanya keengganan belajar. Guru tersebut sudah merasa bahwa pembelajaran yang dilakukan sudah mencukupi sehingga tidak perlu lagi melakukan perubahan atau perbaikan. Di sisi lain, keengganan belajar juga disebabkan kebutuhan akan adanya pembaharuan pembelajaran sudah tidak ada lagi. Guru tersebut beranggapan bahwa untuk daerah pedesaan dengan kondisi sekolah yang demikian tidak memerlukan pembelajaran yang bermacam-macam.

5.4.3. Faktor Pengalaman Mengajarkan BI

Pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia patut diduga dapat memengaruhi kemampuan mengajarkan membaca pemahaman. Secara teoretis, kemampuan mengajarkan membaca pemahaman berhubungan kemampuan mengajarkan bahasa Indonesia. Hal itu disebabkan pembelajaran membaca pemahaman merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, semakin lama pengalaman yang dimiliki, semakin baik kemampuan mengajarnya. Lama mengajarkan bahasa Indonesia guru subjek penelitian ini merentang 3 tahun sampai dengan 29 tahun. Untuk menghindari keberagaman tersebut dalam penghitungan statistik, dilakukan pengelompokan menjadi tiga, yaitu kelompok guru berpengalaman baru (3,00 tahun sampai dengan 11,66 tahun), kelompok guru berpengalaman sedang (11,67 tahun sampai dengan 20,33 tahun), dan kelompok guru berpengalaman lama (20,34 tahun sampai dengan 29,00 tahun).

Berdasarkan pengelompokan di atas, kelompok guru baru berjumlah 5 orang, kelompok guru sedang berjumlah 2 orang, dan kelompok guru lama berjumlah 5 orang. Skor rata-rata kemampuan mengajar guru adalah 29,87 untuk guru baru (merentang 26.67—33.00); 35,67 untuk guru yang memiliki pengalaman sedang (merentang 29,33—42.00); dan 38,13 untuk guru lama

(merentang 30,33—44.33). Berdasarkan skor tersebut dapat diketahui persentase kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Kelompok guru baru memiliki kemampuan 37,34% dari yang diidealkan, kelompok guru sedang memiliki kemampuan 44,59%, dan kelompok guru lama memiliki kemampuan 47,66% dari yang diidealkan sebagai guru membaca.

Hasil uji homogenitas varian menunjukkan angka signifikansi 0,085. Hal itu berarti data yang dianalisis bersifat homogen. Hasil uji beda anova antarkelompok menunjukkan angka signifikansi 0,083 > 0,05. Secara rinci, uji beda kelompok baru dan kelompok guru sedang menunjukkan angka signifikansi 0,406; kelompok guru baru dan guru lama menunjukkan angka signifikansi 0,074; dan uji beda kelompok sedang dan kelompok guru lama menunjukkan angka signifikansi 0,837. Semua angka signifikansi lebih besar daripada 0,05. Hal itu berarti kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman antarkelompok yang didasarkan atas pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia tidak berbeda secara signifikan. Dengan demikian, pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Meskipun demikian, ada kecenderungan kenaikan skor pada

setiap kelompok. Guru yang memiliki pengalaman lama memiliki skor lebih tinggi daripada skor guru yang memiliki pengalaman sedang dan guru yang memiliki pengalaman sedang memiliki skor lebih tinggi daripada skor guru baru.

Adanya kecenderungan kenaikan kemampuan mengajar berdasarkan pengalaman mengajarkan bahasa Indonesia dapat dipahami mengingat pembelajaran membaca pemahaman merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, sangat wajar apabila kemampuan guru yang berpengalaman berbeda dengan guru yang kurang berpengalaman. Guru yang berpengalaman tentu memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan guru yang kurang berpengalaman membelajarkan bahasa Indonesia.

Tidak adanya pengaruh pengalaman membelajarkan bahasa Indonesia terhadap kemampuan mengajar secara signifikan juga dapat dipahami. Hal itu disebabkan jumlah guru subjek sangat minim dan rentangan skor kemampuan

guru juga sangat pendek. Dengan pendeknya rentangan dan minimnya data skor menyebabkan hasil analisis statistik menjadi tidak maksimal.

5.4.4. Faktor Status Guru di Kelas

Status guru di kelas patut diduga memengaruhi kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Keberadaan guru di kelas dapat dipilah menjadi dua, yaitu guru kelas dan guru bidang studi (mata palajaran). Guru kelas adalah guru yang mengajar di suatu kelas untuk sejumlah mata pelajaran. Sejumlah mata pelajaran, kecuali mata pelajaran khusus, dibina oleh guru tersebut. Dengan demikian, hampir sepanjang hari guru tersebut berada di kelas tertentu. Guru bidang studi atau guru mata pelajaran adalah guru yang hanya membina mata pelajaran tertentu. Dengan demikian, keberadaan guru tersebut di dalam kelas hanya didasarkan atas jam-jam tertentu yang dikhususkan untuk mata pelajaran tersebut. Sejalan dengan paparan di atas, guru sebagai subjek penelitian ini dapat dipilah menjadi dua, yaitu guru kelas dan guru mata pelajaran. Pengelompokan guru berdasarkan status guru di kelas dalam penelitian ini dipaparkan dalam Tabel 4.18.

Dari Tabel 4.18 dapat diketahui bahwa sebagian besar (66,67%) guru yang menjadi subjek penelitian berstatus sebagai guru kelas, sedangkan sisanya (33,33%) berstatus sebagai guru mata pelajaran. Skor rata-rata kemampuan mengajar guru adalah 29,17 untuk guru mata pelajaran (merentang 26.67—33.00) dan 36,83 untuk guru kelas (merentang 29,33— 44,33). Persentase rata-rata kemampuan guru kelas (46,04%) lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan guru mata pelajaran (36,46%). Hal itu berarti guru kelas lebih mampu membelajarkan membaca pemahaman dibandingkan dengan guru mata pelajaran.

Hasil uji beda anova antarkelompok menunjukkan angka signifikansi 0,033 < 0,05. Hal itu berarti kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman antara kelompok guru kelas dan kelompok guru mata pelajaran berbeda secara signifikan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa status guru dalam kelas berpengaruh secara signifikan terhadap

kemampuan guru dalam membelajarkan membaca pemahaman. Skor

kemampuan mengajar guru kelas (36,83) lebih tinggi dibandingkan dengan skor kemampuan mengajar guru bidang studi.

Temuan ini merupakan hal yang cukup mengejutkan. Guru mata pelajaran adalah guru yang hanya menangani satu mata pelajaran, yaitu mata pelajaran bahasa Indonesia. Dengan demikian, secara teoretis, guru mata pelajaran bahasa Indonesia adalah guru yang sangat menguasai pembelajaran membaca pemahaman karena pembelajaran membaca pemahaman merupakan bagian dari pembelajaran bahasa Indonesia. Menjadi sangat aneh apabila guru mata pelajaran bahasa Indonesia ternyata lebih rendah secara signifikan kemampuannya dalam membelajarkan membaca pemahaman dibandingkan dengan guru kelas.

Hal yang perlu dicermati lebih lanjut adalah apakah benar guru mata pelajaran tersebut memang berlatar belakang pendidikan bahasa Indonesia. Jangan-jangan kelompok guru tersebut berlatar belakang pendidikan bukan bahasa Indonesia. Di sisi lain, dari paparan sebelumnya (4.4.3) dapat diketahui bahwa kelompok guru tersebut ternyata masuk kategori kelompok guru yang baru membelajarkan bahasa Indonesia. Dengan demikian masih bisa dipahami kalau kemampuan mereka tergolong rendah. Dari sisi lain lagi, ternyata kelompok guru mata pelajaran tersebut terpilah atas guru yang berpendidikan SLTA 2 orang, D II 1 orang, dan yang berpendidikan sarjana 1 orang. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada hakikatnya status guru dalam kelas hanya merupakan salah satu faktor yang turut memengaruhi kemampuan membelajarkan membaca pemahaman. Masih banyak faktor lain yang secara bersama-sama memengaruhi kemampuan guru dalam mem-belajarkan membaca pemahaman.