• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Hasil Tes PIRLS . 167

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

5.5.   Kemampuan Membaca Pemahaman

5.5.2.   Kemampuan Membaca Pemahaman Berdasarkan Hasil Tes PIRLS . 167

Berdasarkan paparan 4.5.2 dapat diketahui bahwa kondisi pemahaman siswa kelas IV berdasarkan hasil tes pemahaman informasi dan sastra PIRLS

secara keseluruhan relatif rendah. Dari 12 sekolah yang diteliti, tidak ada satu sekolah pun yang persentase kemampuan siswanya dalam pemahaman membaca mencapai 50%. Persentase kemampuan siswa dalam memahami bacaan (informasi dan sastra) merentang mulai 20,76% sampai dengan 46,78%, dengan rata-rata pemahaman bacaan 33,27%.

Skor rata-rata kemampuan membaca seluruh siswa adalah 5,81 dengan skor maksimal (ideal) 17,5. Skor pemahaman rata-rata sekolah terendah adalah 3,55, sedangkan skor pemahaman tertinggi adalah 8,23. Skor siswa secara individual terendah adalah 0, sedangkan skor siswa tertinggi adalah 16.

Apabila dilihat dari segi tes yang menggunakan bacaan informasi, kondisi pemahaman siswa kelas IV tergolong rendah. Dari 12 sekolah yang diteliti, tidak ada satu sekolah pun yang persentase kemampuan siswanya dalam pemahaman membaca mencapai 50%. Persentase kemampuan siswa dalam memahami bacaan (informasi) merentang mulai 13,33% sampai dengan 39,50%, dengan rata-rata pemahaman 29,06%.

Skor rata-rata kemampuan membaca seluruh siswa adalah 5,23 dengan skor maksimal (ideal) 18. Skor pemahaman rata-rata sekolah terendah adalah 2,40, sedangkan skor pemahaman tertinggi adalah 7,11. Skor siswa secara individual terendah adalah 0, sedangkan skor siswa tertinggi adalah 13. Apabila dilihat dari segi tes yang menggunakan bacaan sastra, kondisi pemahaman siswa kelas IV berdasarkan hasil tes pemahaman sastra PIRLS juga tergolong rendah. Dari 12 sekolah yang diteliti, hanya 2 sekolah yang persentase kemampuan siswanya dalam pemahaman membaca sastra mencapai 50%. Itupun sedikit di atas 50%. Persentase kemampuan siswa dalam memahami bacaan sastra merentang mulai 23,12% sampai dengan 54,06%, dengan rata-rata pemahaman 37,47%.

Skor rata-rata kemampuan membaca sastra seluruh siswa adalah 6,37 dengan skor maksimal (ideal) 17. Skor pemahaman rata-rata sekolah terendah adalah 3,93, sedangkan skor pemahaman tertinggi adalah 9,19. Skor siswa secara individual terendah adalah 1, sedangkan skor siswa tertinggi adalah 16.

Secara keseluruhan, gambaran kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV berdasarkan tes PIRLS dapat dipaparkan pada Tabel 5.2 berikut.

Tabel 5. 2 Kemampuan Membaca Pemahaman Versi PIRLS

Jenis Bacaan rerata minimal maksimal % pemahaman

Informasi 5,23 0 13 29,06

Sastra 6.37 1 16 37,47

Total 5.81 0 16 33,27

Kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV berdasaarkan tes PIRLS lebih memperihatinkan dibandingkan dengan hasil tes lokal. Hal itu disebabkan hasil tes membaca versi PIRLS lebih rendah dibandingkan dengan hasil tes lokal yang dipaparkan pada 4.4.1. Lebih rendahnya kemampuan membaca berdasarkan hasil tes PIRLS kemungkinan disebabkan beberapa hal. Pertama, tes PIRLS menggunakan bahan bacaan yang lebih panjang dan lebih kompleks daripada tes lokal. Bacaan yang biasa digunakan untuk siswa kelas IV dalam pembelajaran adalah 200—250 kata (BSNP, 2006) dengan tingkat bacaan berkategori mudah sampai dengan sedang. Kondisi tersebut menyebabkan siswa mengalami kesulitan pada saat menghadapi bacaan yang panjang dan dengan tingkat kesulitan yang cukup. Kedua, siswa Indonesia belum terbiasa menghadapi bacaan berangkai dan dengan paparan analisis yang cukup tinggi, seperti yang tertera dalam teks bacaan informasi. Bacaan pada buku teks selalu berupa bacaan tunggal dengan paparan yang sangat mudah. Ketiga, konteks bacaan tidak banyak dikenali oleh siswa karena bacaan itu diambil dari cerita di Afrika. Dengan tidak dikenalinya konteks bacaan, akan menyulitkan siswa dalam memahami isi bacaan.

Kondisi kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV SD berdasarkan tes PIRLS sebagaimana dipaparkan di atas tergolong sangat lemah. Kondisi tersebut boleh dikatakan sangat memprihatinkan. Lemahnya kemampuan membaca itu dapat dilihat dari berbagai sudut. Dari sudut kemampuan rata-rata sekolah, tidak ada satu sekolah pun yang memiliki persentase rata-rata kemampuan membaca pemahaman lebih dari 50%.

Rata-rata kemampuan siswa dalam membaca per sekolah hanya merentang dari 20,76% sampai dengan 46,78%. Rata-rata kemampuan membaca pemahaman 33,27%. Hal itu berarti rata-rata siswa hanya memahami kurang dari sepertiga isi bacaan.

Lemahnya kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV versi PIRLS juga tampak dari persentase pemahaman setiap individu siswa. Pada tes dengan bacaan informasi ada siswa yang memiliki persentase pemahaman 0%, yang berarti sama sekali tidak dapat menjawab pertanyaan dengan benar; sedangkan pada tes bacaan sastra siswa terendah memiliki persentase pemahaman 5,88%, yang berarti hanya dapat menjawab dengan benar 1 pertanyaan. Jumlah siswa terbesar (mode) memiliki persentase pemahaman 28,57%.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang sama (PIRLS) pada tahun 2006 (IEA, 2007). Artinya, dalam kurun waktu 2 tahun, hasil pembelajaran membaca pemahaman tidak mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Hasil penelitian ini juga selaras dengan penelitian

International Association for the Evaluation of Education Assessment

(Depdikbud, 1997 yang memasukkan Indonesia pada peringkat bawah dalam membaca pemahaman dan penelitian World Vision (2006).

Hasil tes membaca pemahaman berdasarkan tes PIRLS ini sejalan dengan hasil tes membaca pemahaman berdasarkan tes lokal. Kedua tes membaca tersebut menghasilkan angka yang relatif sama, yaitu rendahnya kemampuan membaca pemahaman siswa kelas IV.

Rendahnya kemampuan membaca pemahaman berdasarkan hasil tes PIRLS (dibandingkan dengan hasil tes lokal) disebabkan beberapa hal. Pertama, bacaan dalam tes PIRLS jauh lebih panjang dibandingkan dengan bacaan dalam tes lokal. Disi lain, bacaan dalam tes PIRLS berupa bacaan yang terdiri atas beberapa bagian yang saling berhubungan. Siswa Indonesia tidak terbiasa dengan jenis bacaan seperti itu sehingga kalau ada tes yang teks bacaannya berpola seperti itu akan menyulitkan siswa tersebut dalam memahami bacaan.

Dalam standar isi disebutkan bahwa bacaan yang disajikan untuk anak kelas IV SD berkisar 200—250 kata. Panjang bacaan tes PIRLS jauh melebihi tutuntan tersebut. Dengan tes yang seperti itu banyak kemungkinan siswa mengalami kesulitan memahami isi bacaan. Di sisi lain, bacaan teks sastra kurang dikenali latarnya oleh anak Indonesia. Dengan kondisi tes PIRLS yang seperti itu, apabila tes PIRLS tersebut akan dilakukan, di manapun dan

kapanpun, akan tetap menghasilkan skor yang sangat rendah. Rendahnya

kemampuan membaca tersebut sebagian besar disebabkan oleh kondisi tes PIRLS tidak berlatar Indonesia dan tidak berkarakteristik Indonesia.

5.5.3. Korelasi Hasil Tes Lokal dan Tes PIRLS

Korelasi hasil tes lokal dan tes PIRLS dilakukan untuk mengetahui kedudukan kedua tes tersebut. Korelasi dilakukan dengan cara menghubungkan setiap skor yang diperoleh setiap siswa dalam tes lokal dengan skor tes PIRLS.

Hasil analisis statistik menggunakan korelasi Pearson menunjukkan adanya signifikansi korelasi skor kemampuan membaca lokal dan skor kemampuan membaca PIRLS yang didasarkan atas rata-rata skor setiap sekolah, baik secara aspektual maupun secara keseluruhan. Hasil analisis tersebut dipaparkan pada Tabel 4.30.

Dari paparan hasil 4.5.3 dapat dibahas sejumlah hal berikut. Skor kemampuan memahami bacaan informasi berdasarkan hasil tes lokal berkorelasi secara signifikan dengan skor kemampuan memahami bacaan informasi berdasarkan hasil tes PIRLS. Tingkat korelasi keduanya cukup tinggi, yaitu 0,780. Skor kemampuan memahami bacaan sastra berdasarkan hasil tes lokal berkorelasi secara signifikan dengan skor kemampuan memahami bacaan sastra berdasarkan hasil tes PIRLS. Tingkat korelasi keduanya cukup tinggi, yaitu 0,826. Skor kemampuan memahami keseluruhan bacaan (informasi dan sastra) berdasarkan hasil tes lokal berkorelasi secara signifikan dengan skor kemampuan memahami keseluruhan bacaan berdasarkan hasil tes PIRLS. Tingkat korelasi keduanya sangat tinggi, yaitu 0,907.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa skor kemampuan membaca pemahaman versi PIRLS berkorelasi secara signifikan dengan skor kemampuan membaca pemahaman versi lokal. Dengan demikian, baik-buruknya hasil tes PIRLS juga berlaku pada hasil tes lokal. Skor hasil tes PIRLS memiliki kecenderungan lebih kecil dibandingkan dengan skor tes lokal, baik pada tes dengan bacaan informasi maupun dengan bacaan sastra.

Hasil analisis korelasi terhadap skor individu siswa dalam memahami bacaan yang didasarkan atas hasil tes lokal secara keseluruhan dengan skor individu siswa dalam memahami bacaan berdasarkan tes PIRLS menunjukkan angka korelasi Pearson sebesar 0,673. Korelasi tersebut didasarkan atas 337 pasang skor kemampuan membaca siswa kelas IV yang didasarkan atas tes lokal dan tes PIRLS.

Adanya korelasi signifikan hasil tes lokal dan tes PIRLS menunjukkan bahwa kedua tes tersebut menghasilkan skor yang relatif sama. Siswa yang mendapat skor PIRLS rendah cenderung mendapat skor rendah pula pada saat dilakukan tes lokal. Demikian juga sebaliknya, siswa yang mendapat skor tinggi pada tes lokal juga cenderung mendapat skor tinggi pada mengikuti tes lokal. Jika tes PIRLS termasuk kategori tes yang baik, maka tes lokal juga cenderung masuk kategori baik.

Dengan demikian, dapat dinyatakan pula jika subjek yang diteliti PIRLS tahun 2006 berkemampuan rendah, maka juga akan berkemampuan rendah pula jika dites dengan tes lokal. Hal itu berarti bahwa hasil studi PIRLS 2006 yang menyatakan bahwa kemampuan siswa kelas IV tergolong rendah masih dapat diterima.

Lebih rendahnya skor kemampuan membaca versi PIRLS dibandingkan dengan skor kemampuan membaca versi lokal disebabkan kondisi tes PIRLS yang berbeda dengan latar Indonesia. Kondisi tes PIRLS yang tidak mendukung kompetensi membaca adalah sebagai berikut. (1) jumlah kata dalam bacaan tes PIRLS melebihi ketentuan pembelajaran BI di SD. (2) Kompleksitas bacaan PIRLS jauh melebihi tuntutan pembelajaran membaca pemahaman. (3) Latar konteks bacaan tes PIRLS belum berlatar keindonesiaan. (4) Jenjang pertanyaan yang dikemukakan dalam tes melampaui tuntutan kurikulum.

5.6. Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Membaca Siswa

Bahasan faktor yang diduga berpengaruh terhadap kemampuan membaca siswa dipilah atas (1) faktor kebiasaan berbahasa Indonesia, (2) faktor kebiasaan membaca, dan (3) faktor kondisi sekolah. Sejalan dengan hal tersebut, pembahasan berikut diarahkan pada ketiga faktor tersebut.