• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

4.4 Fisiografi Wilayah .1 Topografi dan Lereng

Wilayah Kabupaten Mamuju Utara didominasi oleh jajaran pegunungan di wilayah bagian selatan, meliputi; Kecamatan Dapurang, Duripoko dan Bulutaba. Di bagian tengah didominasi oleh wilayah dataran, bagian utara merupakan daerah perbukitan dengan puncak bukit tertinggi 778 m dpl yaitu puncak Gunung (Bulu) Pelanto, di bagian timur didominasi oleh wilayah pegunungan dengan ketinggian di atas 1 000 m dpl. Puncak pegunungan tertinggi di wilayah tersebut adalah Bulu Tanggumae (1 768 m dpl), sedangkan puncak lainnya, antara lain; Bulu Tarakedo (1 465 m dpl), Bulu Nongkaha (1 312 m dpl), Bulu Banga (1 345 m dpl), Bulu Kofu (1 210 m dpl), dan Bulu Tomibau (1 115 m dpl).

Daerah pegunungan ini dicirikan oleh lembah-lembah terjal yang membentuk alur-alur sebagai konsentrasi aliran permukaan dan lambat laun membentuk sungai. Terdapat banyak sungai (salu) pada wilayah pegunungan di bagian selatan Kabupaten Mamuju Utara, namun terdapat tiga sungai yang paling dominan yaitu Salu Budong-budong, Salu Benggaulu, dan Salu Toa.

Bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju Utara, umumnya memiliki topografi bergelombang lemah sampai pedataran dengan endapan resen dari sedimentasi Sungai Lariang, Tikke, dan Pasangkayu yang meliputi Kecamatan Laring, Tikke Raya, dan Pedongga. Pada bagian barat wilayah Kecamatan Duripoku terdapat beberapa gunung (bulu) dengan ketinggian berkisar antara 134 m dpl hingga 194 m dpl, antara lain Bulu Lambara (194 m dpl), Bulu Tifa (234 m dpl), Bulu Biau (140 m dpl) dan Bulu Puto (136 m dpl) (Gambar 13).

Berdasarkan kondisi topografi wilayah, Kabupaten Mamuju Utara memiliki karakteristik bentang lahan yang sangat beragam. Secara umum, wilayah ini berada pada ketinggian antara 0-1 800 m dpl dengan tingkat kemiringan lereng berkisar antara 0 % hingga lebih dari 60 % (Gambar 13). Berdasarkan peta RePPProT (1987), lahan dengan kategori terjal (41-60 %) dan sangat terjal (> 60 %) menempati areal terluas dan lebih dari setengah luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara, sedangkan lahan yang tergolong datar (< 2 %) dan landai berombak (2-8 %) mencapai 36 persen dari luas wilayah. Topografi wilayah dengan kategori bergelombang, berbukit dan agak terjal hanya mencapai 9 % dari luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara (Tabel 8).

Tabel 8 Topografi wilayah Kabupaten Mamuju Utara

No Lereng (%) Kategori Luas Wilayah

Hektar Persen 1 0 - <3 Datar 98 601 32 2 3 - <8 Landai - Berombak 12 695 4 3 8 - <15 Bergelombang 2 048 1 4 15 - <25 Berbukit 15 507 5 5 25 - <40 Agak Terjal 10 603 3 6 40 - <60 Terjal 64 307 21 7 >=60 Sangat Terjal 100 401 33 Jumlah 304 163 100

Sumber: Peta RePPProT (1987), diolah. 4.4.2 Geomorfologi

Kondisi relief topografi Kabupaten Mamuju Utara dicirikan oleh topografi pegunungan di bagian selatan yang mempunyai relief tinggi, lereng terjal dan lembah-lembah yang cukup dalam. Ketinggian wilayah pegunungan yang berada di bagian selatan berkisar antara 600-1 800 m dpl, dengan kemiringan lereng di

atas 40 %, sedangkan di bagian barat terdapat relief pedataran yang luas. Kedua relief topografi tersebut dipisahkan oleh gugusan perbukitan pada wilayah Kecamatan Duripoku dan Bulutaba. Berdasarkan kondisi geomorfologi, Kabupaten Mamuju Utara dapat dibagi ke dalam tiga kelompok morfologi, yaitu: 4.4.2.1 Morfologi Pegunungan

Wilayah yang termasuk dalam kelompok morfologi pegunungan, sebagian besar menempati bagian tenggara daerah penelitian meliputi Kecamatan Dapurang, Duripoko, Baras, dan Bulutaba dengan luas hamparan kurang lebih 175 311 ha. Ciri bentang alam pegunungan adalah bentuk relief permukaan yang kasar, berlereng agak terjal–sangat terjal (lebih besar dari 25 %), puncak dan punggung berbentuk kerucut dan lembah-lembahnya dalam hingga sangat dalam, profil melintang lembah berbentuk huruf V dan sempit. Berdasarkan ciri morfologi tersebut di atas maka bentang alam ini dikategorikan bentang alam sisa hasil proses denudasional yang didominasi oleh porses valley erosion dan berlangsung secara efektif sepanjang waktu.

Berdasarkan relief pegunungannya satuan morfologi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu gugusan pegunungan bagian selatan dengan ketinggian di atas 1 000 meter dpl, dan gugusan pegunungan bagian utara dengan ketinggian antara 300-800 m dpl. Jika dilihat dari ketinggiannya maka pegunungan selatan lebih tinggi dibanding dengan pegunungan bagian utara. Kedua gugusan pegunungan bagian utara dan selatan, dipisahkan oleh lembah Sungai Lariang di bagian hulu.

4.4.2.2 Morfologi Perbukitan

Satuan morfologi perbukitan menempati bagian tengah wilayah studi. Satuan morfologi ini mempunyai ciri bentang alam dengan topografi relief sedang dan kemiringan lereng antara 16-25 %. Ciri lainnya adalah bentuk puncak dan punggung membulat, lembah-lembahnya dangkal berbentuk huruf V tumpul. Proses geologi yang berkembang adalah proses denudasi yang didominasi oleh rill erosion dan gully erosion dan membentuk relief sedang. Pada bagian permukaan dari satuan morfologi ini diselimuti oleh lapisan regolith yang cukup tebal, di beberapa tempat nampak adanya proses gerakan tanah.

4.4.2.3 Morfologi Pedataran

Morfologi pedataran menempati bagian barat wilayah Kabupaten Mamuju Utara, memanjang kurang lebih 100 kilometer utara-selatan, dan melebar di bagian tengah meliputi Kecamatan Lariang, Tikke Raya dan Pedongga. Morfologi pedataran ini menyempit di ujung selatan di Kecamatan Pasangkayu dan di bagian utara di Kecamatan Bambalamotu. Morfologi pedataran ini dicirikan oleh relief permukaan topografi halus, dengan kemiringan lereng kurang dari 15 % hingga datar (< 2 %) yang umumnya ditutupi oleh material hasil proses pengendapan berupa bahan aluvial. Morfologi pedataran dibagi atas dua bagian berdasarkan asal pembentukan bentang alamnya, yaitu dataran fluvial dan dataran pantai.  Dataran fluvial menghampar terutama di wilayah dataran banjir dan

undak-undak Sungai Lariang, Karossa, Tikke dan Pasangkayu dan dataran banjir sungai-sungai kecil lainnya. Wilayah ini dicirikan oleh material penyusun yang berasal dari endapan aluvial sungai terutama berupa lanau, pasir dan lempung.

 Dataran pantai menempati pesisir pantai yang dicirikan oleh material permukaan berupa pasir mengandung pecahan cangkang moluska dan koral, serta endapan rawa-rawa pantai berupa endapan lumpur yang tergenang lama. 4.5 Sistem Lahan dan Jenis Tanah

Sistem lahan sebagai unit lahan didasarkan atas konsep kesamaan ekosistem dimana terdapat beberapa karakteristik lahan yang digabungkan, sehingga menghasilkan sebaran lahan yang memiliki kualitas lahan yang relatif sama. Dalam studi ini unit lahan yang terbentuk didasarkan pada peta sistem lahan skala 1:250.000 (RePPProT 1987) yang terdiri atas 15 sistem lahan. Peta sistem lahan tersebut disajikan dengan jenis tanah dominan (Tabel 9) dan peta sebarannya (Gambar 14).

4.5.1 Sistem Lahan Bakunan (BKN)

Sistem lahan Bakunan terdapat di dataran sungai yang berbukit dengan lereng <2 % yang terletak di atas batuan sedimen (aluvium), tanpa batuan singkapan, air tanah tawar, bahaya banjir tinggi, curah hujan 1 400-3 900 mm,

bulan basah 0-10 bulan, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 21-33 0C. Sistem lahan ini umumnya berada pada ketinggian 10-250 m dpl.

Jenis tanah yang dominan pada sistem lahan ini adalah Tropaquepts dan Tropofluvents. Sistem lahan ini dicirikan oleh karakteristik fisik lahan antara lain; tekstur tanah medium-halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, drainase jelek, pH agak masam (4.6-5.0), KTK rendah sampai sedang dan salinitas < 4,0 mmhos/cm.

Tabel 9 Sistem lahan dan jenis tanah dominan di Kabupaten Mamuju Utara

No Sistem

Lahan Arti Simbol

Jenis Tanah Dominan Luas

(ha) Jenis Tanah 1 Jenis Tanah 2 Jenis Tanah 3

1 BKN Bakunan Tropaquepts Tropofluvents - 485 2 BPD Bukit Pandan Dystropepts Tropudults Troporthents 91 399 3 GBT Gambut Tropohemists Tropofibrists - 10 851 4 KHY Kahayan Tropaquepts Fluvaquents Tropohemists 21 999 5 KJP Kajapah Sulfaquents Hydraquents - 4 560 6 KLR Klaru Fluvaquents Tropaquents Tropohemists 6 984 7 LBS Lubuk Sikaping Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 7 367 8 LWW Lawanguwang Tropudults Dystropept Tropaquepts 838 9 MDW Mendawai Troposaprists Tropohemists Tropaquents 40 654 10 MPT Maput Dystropepts Tropudults Humitropepts 87 027 11 PDH Pendreh Tropudults Dystropepts - 5 486 12 PTG Puting Tropopsamments Tropaquents - 3 168 13 SBG Sebangau Tropaquepts Tropofluvents Fluvaquents 8 389 14 TWH Teweh Tropudults Dystropept Eutropepts 13 840 15 TWI Telawi Dystropepts Tropudults Troporthents 1 083

Jumlah 304 131

Sumber: Diolah dari Peta RePPProT (1987).

4.5.2 Sistem Lahan Bukit Pandan (BPD)

Sistem lahan ini terletak di wilayah pegunungan yang sangat terjal, umumnya memiliki kelas lereng > 60 % dan merupakan sistem lahan terluas (30 %) dalam wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Sistem lahan BPD terletak di atas batuan metamorf (kuarsa, batu pasir, shale dan sekis) dengan batuan singkapan 10 %. Karakteristik fisik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki air tanah dan tanpa bahaya banjir. Curah hujan berkisar antara 1 700-3 500 mm/tahun, dengan bulan basah berkisar 0-8 bulan dan bulan kering 0-4 bulan. Temperatur udara pada sistem lahan BPD berkisar antara 17-33 0C. Sistem lahan

ini dominan berada pada ketinggian 50-1 000 m dpl. Jenis tanah yang dominan pada sistem lahan BPD adalah Tropudults dan Troporthents dengan karakteristrik umum sebagai berikut; tekstur tanah halus, kedalaman tanah antara 101-150 cm, drainase baik, pH tanah umumnya agak masam, KTK rendah sampai sedang tetapi umumnya rendah.

4.5.3 Sistem Lahan Gambut (GBT)

Sistem lahan ini merupakan rawa gambut dalam. Sistem lahan GBT terletak pada wilayah yang datar dengan lereng < 2%, serta berada pada ketinggian 0-10 m dpl. Sistem lahan GBT berasal dari batuan sedimen (gambut) yang tidak terdapat batuan singkapan. Kandungan air tanah pada sistem lahan GBT adalah tawar dengan potensi bahaya banjir yang rendah. Wilayah ini memiliki curah hujan berkisar antara 2 000-2 600 mm, dengan jumlah bulan basah antara 6-8 bulan, bulan kering 0-3 bulan, dan temperatur berkisar antara 22-33 0C.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah tropofibrists dan berasosiasi dengan tropohemist dengan kedalaman gambut > 200 cm dan kondisi drainase sangat buruk. Kandungan rekasi tanah (pH) berkisar pada 5.85 dan KTK umumnya rendah (15.91 meq/100g).

4.5.4 Sistem Lahan Kahayan (KHY)

Sistem lahan ini terdapat di daerah dataran sungai yang terpengaruh oleh air laut dengan kelas lereng < 2% dan dominan berada pada ketinggian 1-8 m dpl. Sistem lahan ini terletak di atas batuan sedimen (alluvium, endapan marin, gambut). Karakteristik umum sistem lahan KHY antara lain; tidak memiliki batuan singkapan, kandungan air tanah segar, dan rentan terhadap bahaya banjir. Kondisi iklim pada sistem lahan KHY adalah curah hujan berkisar antara 1 300-4 000 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0–11 bulan, bulan kering 0–6 bulan, serta temperatur berkisar 23–33 0C.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan KHY adalah Tropaquepts, Fluvaquents dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik sistem lahan KHY antara lain; memiliki kandungan tekstur halus, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase tanah buruk. Karakteristik sifat kimianya antara lain; reaksi tanah (pH) tanah agak masam, KTK rendah sampai sedang (11-20 meq/100g), salinitas < 4.0 mmhos/cm, serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 51-75 cm.

4.5.5 Sistem Lahan Kajapah (KJP)

Sistem lahan KJP terdapat di daerah dataran yang berlumpur di bawah tegakan ekosistem halopyt (mangrove, nipah). Sistem lahan ini terdapat pada wilayah dengan kelas lereng < 2% dan berada di atas batuan sedimen (alluvium,

endapan marin baru). Karakteristik sistem lahan ini antara lain tidak memiliki batuan singkapan, air tanah salin (bergaram), dan potensi bahaya banjir tidak menentu. Kondisi iklim pada sistem lahan KJP dicirikan oleh intensitas curah hujan yang berkisar antara 1 30 4 200 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-11 bulan, bulan kering 0-6, dan temperatur berkisar antara 23-33 0C. Sistem lahan ini umumnya berada pada dataran banjir sungai dengan ketinggian 0–1 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan KJP adalah hydraquents dan sulfaquents. Karakteristik sifat fisik tanah antara lain; memiliki tekstur halus, kedalaman gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, dan drainase tanah sangat jelek. Sifat kimia tanah dicirikan oleh pH tanah yang agak masam berkisar 5.83, kandungan KTK tanah sedang (22.27 meq/100g) serta salinitas > 8.0 mmhos/cm.

4.5.6 Sistem Lahan Klaru (KLR)

Sistem lahan ini terdapat di dataran banjir yang bergambut dan tergenang terus. Umumnya mempunyai lereng < 2 % dan terdapat di atas batuan sedimen (alluvium, gambut). Sistem lahan ini tidak memiliki batuan singkapan, kandungan air tanah tawar, namun memiliki potensi bahaya banjir yang besar. Kondisi curah hujan sistem lahan KLR berkisar antara 1 500-3 700 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah antara 2–8 bulan, jumlah bulan kering 0–6, serta temperatur suhu 22-33 0C. Sistem lahan KLR umumnya berada pada ketinggian 50-100 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Fluvaquents, Tropaquents dan Tropohemists. Karakteristik sifat fisik tanah sistem lahan ini antara lain; tekstur halus, kedalaman gambut 26-50 cm, kedalaman tanah 101–150 cm, dengan kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanahnya antara lain; pH masam sampai agak masam, KTK tanah rendah dan salinitas > 4 mmhos/cm.

4.5.7 Sistem Lahan Lubuk Sikaping (LBS)

Sistem lahan LBS terdapat di dataran aluvial yang agak landai dengan lereng 2-8 %. Sistem lahan ini terletak pada bahan induk alluvium tanpa batuan singkapan. Kondisi air tanah pada sistem lahan LBS tawar, namun terdapat bahaya banjir yang relatif kecil. Kondisi curah hujan berkisar 1 200-3 500 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 0-8 bulan, bulan kering 0-8 bulan. Kondisi

suhu pada sistem lahan LBS berkisar 21-33 0C dan umumnya berada pada ketinggian 2–300 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan LBS adalah Tropaquepts, Tropofluvents dan Fluvaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan LBS antara lain; kandungan tekstur tanah halus-sedang, kedalaman tanah >150 cm, dan kondisi drainase jelek. Sifat kimia tanah antara lain; pH tanah agak masam sampai netral (6.17– 6.95), dengan kandungan KTK tanah rendah sampai sedang (16.18-21.35 meq/100g).

4.5.8 Sistem Lahan Lawanguwang (LWW)

Sistem lahan ini merupakan dataran sedimen yang berombak sampai bergelombang dengan lereng berkisar 2-8 % dan berada di atas batuan sedimen (shale, batupasir, alluvium). Sistem lahan ini dicirikan oleh tidak adanya batuan singkapan, kondisi air tanah yang sangat kurang (bahkan terkadang tidak ada), dan tidak ada ancaman bahaya banjir. Kondisi iklim (curah hujan) berkisar antara 1 600- 3 600 mm/tahun, jumlah bulan basah 2-3 bulan, jumlah bulan kering 0-4 bulan, dengan temperatur 21-33 0C. Wilayah ini umumnya berada pada ketinggian 50-300 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan LWW adalah jenis tanah Tropudults, Dystropept dan Tropaquepts dengan karakteristik tekstur halus, kedalaman tanah berkisar antara 101-150 cm, serta kondisi drainase baik. Sifat kimia tanahnya anatara lain; kondisi pH masam (5.38) dan KTK sedang (22 meq/100g).

4.5.9 Sistem Lahan Mendawai (MDW)

Sistem lahan mendawai terdapat di daerah rawa bergambut tipis dengan lereng < 2%. Sistem lahan MDW dicirikan oleh bahan induk sedimen (gambut), tanpa batuan singkapan, kondisi air tanah tawar, serta bahaya banjir kecil. Kondisi iklim di wilayah ini dicirikan oleh curah hujan yang berkisar antara 2 000-4 100 mm/tahun, jumlah bulan basah 4-11 bulan, bulan kering 0-4 bulan, temperatur 22-33 0C dan berada pada ketinggian 50-100 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan MDW adalah Troposaprists, Tropohemists, dan Tropaquents. Karakteristik sifat fisik tanah pada sistem lahan MDW sebagai berikut; bahan gambut halus/tekstur halus, kedalaman gambut

76-200 cm (jenis tanah troposaprists dan tropohemists), kedalaman tanah > 150 cm serta memiliki kondisi drainase sangat jelek. Sifat kimia tanah berupa pH agak masam (6.19), KTK sedang (18.66 meq/100g), salinitas < 4 mmhos/cm serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 0–25 cm.

4.5.10 Sistem Lahan Maput (MPT)

Sistem lahan MPT merupakan daerah perbukitan yang tersedimentasi asimetrik dengan lereng berkisar pada interval 41–60 % (terjal) dan berada di atas batuan sedimen (batupasir, konglomerat, batudebu, shale). Sistem lahan MPT memiliki batuan singkapan 10 %, tidak memiliki air tanah yang tawar serta tidak terdapat bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar 1 500-3 700 mm/tahun, jumlah bulan basah 0–10 bulan, jumlah bulan kering 0–4 bulan, temperatur 21–32 0

C serta dominan berada pada ketinggian 50–300 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Dystropepts, Tropudults, dan Humitropepts dengan karakteristik fisik tanah; tekstur halus, kedalaman tanah 76–100 cm, dan kondisi drainase baik, adapun sifat kimia tanah; pH agak masam sampai netral (5.85–7.09), dan kandungan KTK rendah sampai tinggi (13.57–31.54 meq/100g). 4.5.11 Sistem Lahan Pendreh (PDH)

Sistem lahan PDH terdapat di daerah pegunungan yang tersedimentasi asimetrik dengan lereng pada umumnya > 60 % yang berasal dari batuan sedimen (batupasir, batudebu, batuliat, konglomerat, shale). Sistem lahan ini memiliki batuan singkapan hingga 10 %, tanpa kandungan air tanah, serta tidak terdapat ancaman resiko banjir. Kondisi iklim wilayah ini antara lain; curah hujan berkisar antara 1 300-4 100 mm/tahun, jumlah bulan basah 0–10, jumlah bulan kering 0–6 bulan, temperatur antara 18–330C, dan berada pada ketinggian 50–800 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Tropudults dan Dystropepts dengan karakteristik fisik tanah; tekstur kasar, kedalaman tanah berkisar antara 26–50 cm, kedalaman gambut 0–10 cm, serta drainase baik, sedangkan sifat kimia tanah berupa; pH 4.6–5.0 dan KTK 5–16 meq/100g.

4.5.12 Sistem Lahan Putting (PTG)

Sistem lahan ini terdapat pada tanggul pantai dengan lereng < 2 % yang terbentuk dari batuan sedimen (alluvium, endapan marin baru). Sistem lahan PTG

tidak memiliki batuan singkapan, memiliki kandungan air tanah yang agak asin, namun potensi bahaya banjir kecil. Keadaan iklim di wilayah dengan sistem lahan PTG, antara lain; curah hujan berkisar 1 400-4 000 mm/tahun, jumlah bulan basah 0-11 bulan, jumlah bulan kering 0–8 bulan, temperatur berkisar pada 23–33 0C dan berada pada ketinggian 0–3 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan ini adalah Tropopsamments dan Tropaquents dengan karakteristik fisik berupa tekstur halus-kasar, kedalaman gambut 0–10 cm, kedalaman tanah > 150 cm, serta kondisi drainase cepat. Sifat kimia tanah antara lain; pH berkisar 5.1-5.5, kandungan KTK < 5 meq/100g, salinitas > 4 mmhos/cm, serta terdapat bahaya asam sulfat pada kedalaman 101-150 cm.

4.5.13 Sistem Lahan Sebangau (SBG)

Sistem lahan SBG merupakan daerah meander sungai besar yang tersedimentasi dan berada pada wilayah yang datar (lereng < 2%). Sistem lahan ini berasal dari batuan sedimen (alluvium), yang tidak memiliki batuan singkapan, kondisi air tanah tawar, serta rawan bahaya banjir. Kondisi curah hujan berkisar antara 2 000-2 800 mm/tahun, dengan jumlah bulan basah 3–8 bulan, bulan kering 0–4 bulan, temperatur berkisar 22–33 0C, serta berada pada ketinggian 2-1 00 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Tropofluvents dan Fluvaquents yang berasosiasi dengan Tropaquepts. Karakteristik fisik dan kimia sistem lahan ini antara lain; tekstur halus, kedalaman gambut 0-10 cm, kedalaman tanah mineral > 150 cm, kondisi drainase buruk, serta pH tanah berkisar 5.1-5.5.

4.5.14 Sistem Lahan Teweh (TWH)

Sistem lahan TWH terdapat di dataran perbukitan dari campuran batuan sedimen dengan lereng berkisar 16-25 %. Sistem lahan TWH berasal dari batuan sedimen (shale, batuliat, batupasir dan konglomerat) yang tidak memiliki batuan singkapan dipermukaan. Kondisi curah hujan berkisar 1 700-3 300 mm/tahun dengan jumlah bulan basah 2-10 bulan dan bulan kering 0–6 bulan. Temperatur udara berada pada kisaran 21-33 0C dan wilayah tersebut berada pada ketinggian 50-300 m dpl.

Jenis tanah dominan adalah Tropudults, Dystropepts, dan Eutropepts dengan jenis tekstur tanah halus, kondisi drainase tanah baik dan kedalaman tanah berkisar antara 101–150 cm. Sifat kimia tanah dicirikan oleh kondisi pH tanah yang berkisar 4.6–5.0 dan KTK 5-16 meq/100g.

4.5.15 Sistem Lahan Telawi (TWI)

Sistem lahan TWI merupakan daerah barisan gunung granit yang berasal dari batuan plutonik tipe granit, granodiorit dan ryolit. Kemiringan lereng pada sistem lahan TWI umumnya sangat terjal (> 60 %), dengan kondisi batuan singkapan 15 %. Wilayah ini umumnya kondisi air tanah sulit, namun tidak memiliki resiko bahaya banjir. Kondisi curah hujan berada antara 1 300-4 300 mm/tahun, jumlah bulan basah 0-9, bulan kering 0-5 bulan, temperatur 17-33 0C serta berada pada ketinggian 0-3 000 m dpl.

Jenis tanah dominan pada sistem lahan TWI adalah Tropudults, dan Troporthents yang berasosiasi dengan Dystropepts bertekstur halus. Kedalaman tanah berkisar antara 101-150 cm, kondisi drainase tanah baik. Sifat kimia tanah dicirikan oleh pH tanah 5.1–5.5 dan KTK 17-24 meq/100g.