• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.7 Simulasi Alokasi dan Sebaran Lahan Lp-metric

Untuk melakukan alokasi lahan komoditi basis perkebunan menggunakan pendekatan CP, pendekatan teknik kompensasi penuh (p=1) dipilih sebagai model alokasi lahan yang sesuai. Dengan teknik ini, maka setiap indikator lahan yang digunakan dapat memberikan peran pada alokasi dan kesesuaian setiap areal lahan yang dihasilkan. Aplikasi teknik CP dalam mengalokasikan suatu lahan dapat dilakukan dengan melihat nilai indeks yang terbaik, sehingga lahan yang memiliki kisaran nilai indeks yang rendah dapat dialokasikan sesuai dengan kebutuhan.

Untuk menghasilkan alokasi lahan yang mengakomodasi aspek biofisik lahan maka proses tersebut diawali dengan melakukan proses filterisasi terhadap alokasi lahan Lp-metric. Proses ini dilakukan untuk mempertegas kepentingan ekologis dalam analisis biofisik sumberdaya lahan serta mengatasi kekurangan teknik alokasi lahan menggunakan metode CP. Metode CP yang menggunakan fungsi penjumlahan (maksimal) menyebabkan seluruh indikator mengalami

proses kompensasi sehingga setiap nilai sel dapat berinteraksi satu dengan lainnya. Interaksi tersebut menyebabkan faktor pembatas dominan yang diperoleh dalam proses evaluasi kesesuaian lahan tidak dapat terakomodasi dalam metode CP, sehingga wilayah yang memiliki faktor pembatas dominan peranannya menjadi bias. Misalnya faktor lereng dalam indeks kesesuaian lahan yang menjadi faktor pembatas mutlak dalam menentukan hasil evaluasi lahan kehilangan peranannya dalam proses alokasi lahan dalam menggunakan teknik CP. Akibatnya wilayah yang tidak sesuai untuk pengembangan komoditi basis perkebunan tetap teralokasi dan dianggap sesuai untuk pengembangan komoditi perkebunan meskipun terletak pada lereng > 30 persen. Secara ekologis, pendekatan tersebut dapat menyebabkan terjadinya proses degradasi lahan yang merugikan kepentingan masyarakat di masa mendatang. Meskipun secara ekonomi dan teknologi persoalan lereng dapat diatasi, namun risiko dan beban ekologisnya dianggap lebih banyak menimbulkan kerusakan dibandingkan keuntungan secara ekonomi.

a. Indikator lereng format file biner b. Indeks lahan Lp-metric setelah dikoreksi indikator lereng

Gambar 22 Alokasi lahan Lp-metric.

Untuk mengoreksi model Lp-metric dilakukan proses perkalian antara indeks lahan Lp-metric (model p=1) dengan nilai indikator lereng hasil proses fuzzifikasi data DEM SRTM. Data DEM yang telah difuzzifikasi, dikonversi

menjadi file biner (binary) menggunakan modul CONVERT pada perangkat lunak Idrisi (Gambar 22a). Selanjutnya dilakukan proses perkalian antara data biner lereng dengan indeks lahan Lp-metric yang dihasilkan dari teknik kombinasi kompensasi penuh sehingga diperoleh indeks lahan Lp-metric yang telah dikoreksi dengan faktor pembatas lereng (Gambar 22b). Teknik ini mengadopsi model evaluasi lahan menggunakan logika Boolean.

Penentuan kebutuhan lahan di suatu wilayah merupakan pendekatan yang bersifat kompleks dan memerlukan upaya komprehensif (Santé et al. 2008). Untuk melakukan proses alokasi lahan komoditi basis perkebunan Lp-metric, dapat dilakukan dua pendekatan; pertama, membuat selang kelas interval nilai Lp-metric. Kedua, menentukan batas titik cut-off nilai indeks lahan sesuai dengan kebutuhan. Pada studi ini dipilih pendekatan kedua, yaitu nilai cut-off ditentukan pada berbagai simulasi nilai indeks lahan hingga diperoleh kisaran luas lahan yang dibutuhkan. Pendekatan yang digunakan adalah kisaran luas yang mendekati proporsi luas lahan aktual yang terdapat saat ini atau memaksimalkan luas lahan

Lp-metric dengan memilih interval indeks maksimal (nilai indeks =1.0).

Penentuan kebutuhan lahan perkebunan di wilayah studi dilakukan berdasarkan pendekatan luas lahan aktual. Penggunaan lahan untuk komoditi perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara berkisar 26 % (81 767 ha) dari luas wilayah kabupaten, sedangkan untuk pertanian lahan kering mencapai 15 % (48 907 ha) dari luas wilayah kabupaten (Lampiran 14). Dengan asumsi tersebut maka luas kebutuhan lahan didekati pada kisaran kurang lebih 43 % (130 674 ha) dari luas wilayah. Penentuan kebutuhan lahan menggunakan pendekatan data penutupan lahan aktual memiliki kelemahan, sebab wilayah dengan penutupan lahan aktual merupakan komoditi perkebunan dan pertanian lahan kering belum tentu sesuai untuk pengembangan lahan komoditi basis perkebunan.

Simulasi alokasi dan sebaran lahan dilakukan berdasarkan pendekatan luas lahan pada berdasarkan interval nilai indeks Lp-metric. Jika alokasi lahan dilakukan berdasarkan luas lahan perkebunan aktual maka titik cut-off ditentukan pada interval 0.01-0.46, sebab pada interval tersebut diperoleh luas lahan yang mendekati luas areal pengusahaan komoditi perkebunan saat ini (± 81 767 ha). Jika alokasi lahan dilakukan seluas areal lahan perkebunan dan pertanian lahan

kering maka titik cut-off penentuan nilai interval dilakukan pada kisaran 0.01-1.00 atau dengan kata lain, proses alokasi lahan dilakukan pada seluruh areal lahan Lp-metric. Proses tersebut dilakukan sebab luas lahan Lp-metric lebih kecil dari jumlah luas areal lahan perkebunan dan pertanian lahan kering.

Hasil simulasi menggunakan beberapa interval indeks lahan Lp-metric

dengan titik cut-off berbeda diperoleh beberapa pilihan skenario luas dan sebaran lahan (Tabel 30). Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa teknik CP dapat digunakan dalam menentukan luas dan sebaran areal lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan komoditi di suatu wilayah. Namun untuk menentukan luas kebutuhan lahan yang ideal diperlukan pendekatan dan metode analisis yang lebih sesuai dalam menjawab luas kebutuhan lahan ideal. Penentuan titik cut-off nilai indeks lahan Lp-metric sangat ditentukan oleh asumsi kebutuhan lahan. Jika diperlukan, penentuan kebutuhan luas lahan dapat dilakukan menggunakan pendekatan atau metode lain, sehingga data kebutuhan luas lahan merupakan hasil analisis dan bukan asumsi atau pendugaan. Namun dalam studi ini hal tersebut tidak dilakukan akibat keterbatasan waktu dan biaya.

Tabel 30 Simulasi titik cut-off pada berbagai nilai indeks Lp-metric

No Interval Lp-metric Luas (ha) No Interval Lp-metric Luas (ha)

1 0.01 - 0.40 64 130 15 0.01 - 0.54 100 344 2 0.01 - 0.41 68 116 16 0.01 - 0.55 102 509 3 0.01 - 0.42 71 738 17 0.01 - 0.56 104 367 4 0.01 - 0.43 75 014 18 0.01 - 0.57 105 859 5 0.01 - 0.44 77 917 19 0.01 - 0.58 107 288 6 0.01 - 0.45 80 678 20 0.01 - 0.59 108 594 7 0.01 - 0.46 83 299 21 0.01 - 0.60 109 509 8 0.01 - 0.47 85 699 22 0.01 - 0.70 114 995 9 0.01 - 0.48 87 920 23 0.01 - 0.75 117 427 10 0.01 - 0.49 90 019 24 0.01 - 0.80 120 069 11 0.01 - 0.50 92 107 25 0.01 - 0.85 121 257 12 0.01 - 0.51 94 233 26 0.01 - 0.90 122 306 13 0.01 - 0.52 96 234 27 0.01 - 0.95 124 896 14 0.01 - 0.53 98 218 28 0.01 - 1.00 125 831

Berdasarkan asumsi kebutuhan luas lahan komoditi basis perkebunan sebesar 43 % dari luas wilayah kabupaten maka nilai indeks yang dipilih sebagai titik cut-off adalah 0.01-1.00. Pendekatan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan lahan komoditi basis perkebunan dan peluang pengembangannya jika memungkinkan untuk dilakukan. Dengan menggunakan

interval 0.01-1.00 maka seluruh areal lahan Lp-metric dapat teralokasikan, meskipun secara aktual lebih kecil dari luas asumsi kebutuhan lahan komoditi basis perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara. Penentuan titik awal 0.01 dilakukan untuk memberikan peluang pada areal lahan dengan indeks lahan Lp-metric terbaik tidak hilang dalam proses pembineran data indeks lahan.

Alokasi lahan Lp-metric dengan interval indeks 0.01-1.00 dipilih sehingga memungkinkan untuk mengalokasikan seluruh areal lahan Lp-metric untuk komoditi perkebunan. Pendekatan tersebut memungkinkan dilakukannya proses evaluasi bagi kondisi aktual pengusahaan komoditi basis perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara.

Untuk mengetahui distribusi alokasi lahan Lp-metric pada interval 0.01-1.00, dilakukan simulasi sebaran lahan menurut wilayah administrasi kecamatan (Gambar 23a). Hasil simulasi tersebut memperlihatkan bahwa sebaran lahan Lp-metric terdapat di seluruh wilayah Kabupaten Mamuju Utara, meskipun dengan proporsi luas yang berbeda-beda. Persentase luas lahan Lp-metric menurut distribusi wilayah menunjukkan bahwa Kecamatan Tikke Raya, Pasangkayu, Baras, dan Dapurang merupakan wilayah kecamatan yang memiliki alokasi lahan

Lp-metric terluas, berturut-turut 20.2 %, 15.4 %, 11.8 %, dan 11.4 %, sedangkan kecamatan dengan luas lahan Lp-metric terkecil adalah Kecamatan Sarjo (1.8 %) (Gambar 23b).

a. Sebaran lahan Lp-metric b. Persentase luas Lp-metric