• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.4.3 Compromise Programming (CP)

3.4.3.2 Tujuan dan Indikator

Tujuan yang ingin dicapai dalam proses alokasi lahan menggunakan pendekatan MCDM adalah mengkaji potensi pengembangan komoditi basis sesuai dengan aspek kesesuaian lahan, ditunjang oleh kondisi sosial ekonomi serta ketersediaan infrastruktur wilayah. Pertimbangan yang digunakan dan menjadi dasar penyusunan alokasi lahan adalah beberapa fungsi tujuan yang diuraikan pada masing-masing sub bab berikut dan disajikan secara ringkas pada Tabel 5.

Tabel 5 Indikator fungsi tujuan yang dikembangkan dalam penyusunan model

Fungsi Tujuan Asumsi

1. Memaksimalkan ketersediaan energi

Listrik merupakan sumber energi untuk pengolahan hasil tanaman perkebunan. Ketersediaan sumber energi akan memperbaiki peluang pengembangan industri pengolahan hasil. Semakin baik indeks ketersediaan energi maka wilayah tersebut memiliki peluang yang lebih baik untuk mengembangkan tanaman perkebunan.

2. Meminimalkan jarak dengan jaringan jalan

Lahan yang berada dekat dengan jaringan jalan memiliki potensi dan peluang untuk mengakses prasarana dan fasilitas perekonomian. Semakin dekat dengan jaringan jalan maka potensi lahan akan semakin baik

3. Meminimalkan jarak dari lokasi

pemukiman

Semakin dekat kawasan pemukiman dengan kawasan perkebunan memungkinkan masyarakat lebih baik melakukan proses manajemen lahan

4. Meminimalkan jangkauan pasar

Lokasi pasar akan memudahkan dalam memperoleh sarana produksi dan penjualan hasil. Semakin dekat dengan lokasi pasar maka potensi lahan akan semakin baik

5. Memaksimalkan pilihan masyarakat

Kondisi aktual penggunaan lahan menunjukkan preferensi masyarakat terhadap pilihan jenis komoditi perkebunan yang akan dikembangkan. Kawasan yang mengembangkan tanaman perkebunan akan memiliki peluang yang lebih baik dibandingkan dengan kawasan yang tidak mengembangkan jenis komoditi perkebunan 6. Memaksimalkan

produksi (indeks kesesuaian lahan)

Bertujuan untuk mengalokasikan lahan yang memiliki potensi produksi yang lebih optimal. Hal ini dicapai melalui alokasi setiap persil lahan dalam sel data dengan faktor pembatas yang minimum.

3.4.3.2.1 Fungsi Tujuan: Ketersediaan Energi

Faktor ketersediaan sumber energi merupakan salah satu faktor pendorong perkembangan wilayah pedesaan. Tidak tercukupinya suplai kebutuhan energi bagi wilayah pedesaan menyebabkan kurang berkembangnya sektor industri di wilayah ini, sehingga menyebabkan rendahnya pertumbuhan industri dan penyerapan tenaga kerja (Anwar 2005). Hal ini menjadi dasar sehingga faktor ketersediaan energi dimasukkan sebagai indikator dalam model CP pengembangan komoditi di wilayah studi. Semakin baik indeks ketersediaan energi maka wilayah tersebut memiliki peluang yang lebih baik untuk mengembangkan komoditi basis perkebunan khususnya dan komoditi pertanian umumnya.

Data ketersediaan sumber energi dihitung menggunakan pendekatan jumlah rumah tangga di setiap desa yang menggunakan energi (listrik) bersumber dari PLN dan non-PLN. Data bersumber dari data potensi desa (BPS 2011). Proses normalisasi terhadap data dilakukan untuk menghasilkan nilai indeks ketersediaan energi di setiap desa/kelurahan yang diolah dalam perangkat lunak spreadsheet. Data indeks energi digabungkan dengan data spasial administrasi desa untuk

menghasilkan indeks spasial ketersediaan energi. Proses standarisasi data dengan teknik fuzzy tidak dilakukan terhadap indeks ketersediaan energi, mengingat data yang dihasilkan sudah merupakan data indeks dengan kisaran 0-1. Jika proses fuzzifikasi dilakukan maka kisaran nilai data tidak terdistribusi dengan baik bahkan memunculkan data baru yang tidak dapat dijelaskan maknanya.

3.4.3.2.2 Fungsi Tujuan: Aksesibilitas Jaringan Jalan

Pengembangan kawasan budidaya diarahkan untuk memanfaatkan seoptimal mungkin kesempatan ekonomi (economic opportunities) yang dimiliki suatu areal lahan. Selain faktor internal yang terdapat pada sebidang lahan, seperti ketersediaan hara dan faktor lainnya, juga ditentukan oleh faktor eksternal seperti aksesibilitas lokasi. Kawasan yang secara fisik sesuai untuk dikembangkan sebagai kawasan pengembangan komoditi tertentu tidak dapat berkembang dengan baik jika tidak memiliki tingkat aksesibilitas yang cukup. Bahkan pada beberapa kasus, pengembangan komoditas tertentu pada lahan marginal tetapi memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi lebih menguntungkan dibandingkan dengan lahan yang segi bio-fisik lebih baik tetapi terletak pada wilayah terpencil.

Jalan sebagai salah satu infrastruktur dasar memiliki peranan kunci dalam pengembangan perekonomian. Dalam perspektif kewilayahan, jalan memungkinkan terjadinya pergerakan atau mobilitas sumberdaya yang diperlukan oleh kegiatan ekonomi. Pengembangan komoditi perkebunan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang memerlukan investasi dimana faktor aksesibilitas memegang peranan penting dalam pengembangannya. Menurut Widodo (2007) wilayah yang memiliki aksesibilitas tinggi karena memiliki infrastruktur jalan yang baik cenderung memiliki memiliki daya tarik relatif lebih baik dibandingkan wilayah lainnya. Jarak dari jalan merupakan faktor penting secara ekonomi terhadap posisi suatu lokasi. Komoditi kelapa sawit misalnya memerlukan akses terhadap prasarana jalan sehingga memungkinkan untuk diangkut ke lokasi pabrik tepat waktu (Obiechina 1986).

Asumsi yang digunakan dalam menentukan jarak dari jalan utama terhadap suatu persil lahan adalah semakin dekat dengan jarak jalan maka semakin baik posisi persil lahan tersebut dalam pengembangan komoditi. Perhitungan jarak dari jalan dilakukan dengan modul DISTANCE pada Idrisi. Proses fuzzifikasi

menggunakan pendekatan fungsi asimetrik kanan (semakin dekat dari jalan nilai indeks lahan semakin baik) dengan titik optimum 30 m dan titik infleksi tertinggi 3 000 m.

3.4.3.2.3 Fungsi Tujuan: Pemukiman

Pemukiman merupakan kelompok karakteristik suatu populasi dalam suatu unit hunian, dimana terdapat berbagai fasilitas yang dapat melayani sejumlah populasi. Pemukiman merupakan komponen penting dalam pengusahaan suatu areal lahan sebab seluruh aktifitas masyarakat merupakan bagian dari sebuah sistem pemukiman tidak hanya di wilayah perkotaan namun juga di wilayah pedesaan (Pradhan 2003). Dalam konteks keruangan, wilayah pemukiman merupakan tempat aktifitas kegiatan masyarakat dan menjadi pusat dari struktur satuan pemukiman. Dalam analisis satuan pemukiman, morfologi pemukiman yang terbentuk merupakan hasil interaksi karakteristik fisik dan demografi wilayah. Pola hubungan tersebut akan mempengaruhi kondisi sosial dan ekonomi masyarakat (Rondenelli 1985).

Dengan asumsi tersebut maka aspek pemukiman dijadikan sebagai indikator dalam penelitian ini, meskipun pendekatannya hanya sebatas pendekatan spasial. Namun demikian, proses interaksi indikator dalam mengalokasikan persil lahan dapat menghasilkan jenis penggunaan lahan yang lebih baik. Idealnya sebelum penentuan jarak dari suatu lokasi pemukiman, setiap satuan pemukiman telebih dahulu diklasifikasikan berdasarkan pola pemukimannya, misalnya; pola menyebar atau mengelompok. Namun karena keterbatasan waktu dan biaya hal tersebut tidak dilakukan dalam penelitian ini.

Jarak ideal lokasi areal lahan usahatani dari wilayah pemukiman ditentukan sejauh 10 km sebagai radius commuting (Friedmann dan Douglass 1975). Dengan menggunakan asumsi tersebut, alokasi lahan yang ideal untuk pengembangan komoditi dilakukan melalui proses standarisasi data. Standarisasi data dilakukan dengan algoritma fuzzy menggunakan model asimetrik kanan (monotonically decreasing), dimana semakin dekat suatu lokasi dari wilayah pemukiman maka lokasi tersebut dianggap semakin ideal.

Data lokasi pemukiman diperoleh melalui interpretasi citra ALOS yang telah diverifikasi melalui ground truth. Penghitungan jarak dari lokasi pemukiman

aktual dilakukan dengan metode jarak Eucledian menggunakan modul DISTANCE pada perangkat Idrisi. Proses standarisasi data dilakukan dengan metode fuzzy menggunakan pendekatan SIM. Penentuan derajat keanggotaan (MF) untuk menjalankan fungsi fuzzy menggunakan jarak dari pemukiman ditentukan dengan nilai optimum (titik c) 30 m (ukuran sel raster terkecil) dan titik infleksi tertinggi (titik d) 10 000 m.

3.4.3.2.4 Fungsi Tujuan: Jarak dari Pasar

Menurut von Thunen (1942) nilai land rent lahan merupakan fungsi dari lokasi (location rent). Land rent suatu lahan didasarkan atas hubungan jarak antara lokasi lahan dengan jarak ke pusat pasar, dimana semakin dekat jarak lahan ke pusat pasar maka semakin baik nilai land rent lahan tersebut (Rustiadi et al. 2009). Dalam penelitian ini, jarak dari lokasi pasar dihitung berdasarkan jarak rata-rata yang ditempuh masyarakat untuk menjangkau lokasi pasar terdekat jika di suatu desa tidak terdapat bangunan pasar. Lokasi pasar merupakan tempat/lokasi terjadinya transaksi perekonomian di suatu wilayah. Adapun jarak yang ditempuh untuk menjangkau lokasi pasar menjadi dasar untuk menentukan radius pengaruh suatu pasar.

Jumlah bangunan pasar di Kabupaten Mamuju Utara terdapat 30 unit yang terletak di pada 30 desa/kelurahan. Posisi geografik setiap pasar ditentukan menggunakan GPS (Global Positioning System). Menurut data potensi desa (BPS 2011) jarak rata-rata untuk mencapai pasar terdekat dari suatu desa di Kabupaten Mamuju Utara adalah 5 km. Data jarak tersebut dijadikan dasar dan melandasi asumsi yang digunakan dalam menentukan radius pengaruh pasar.

Penentuan fungsi jarak Eucledian dilakukan menggunakan modul DISTANCE dalam Idrisi. Standarisasi data dilakukan dengan menjalankan algoritma fuzzy menggunakan persamaan 16 atau model asimetrik kanan (monotonically decreasing). Derajat keanggotaan jarak dari lokasi pasar ditentukan dengan nilai optimum (titik c) 30 m (ukuran sel raster terkecil) dan titik infleksi tertinggi (titik d) 5 000 m. Semakin dekat dengan lokasi pasar maka potensi lahan semakin baik.

3.4.3.2.5 Fungsi Tujuan: Pilihan Komoditi Masyarakat

Pilihan masyarakat terhadap pengembangan suatu jenis komoditi merupakan faktor penting dalam penyusunan model ini. Aspek pilihan masyarakat dalam pengembangan komoditi dilakukan dengan asumsi bahwa pengembangan komoditi yang dilakukan saat ini merupakan pilihan yang sesuai dengan keinginan mereka. Data komoditi yang diusahakan pada suatu persil lahan diperoleh melalui interpretasi citra ALOS tahun 2010. Pendekatan ini dilakukan karena data yang dibutuhkan lebih ditekankan pada aspek spasialnya.

Hasil klasifikasi citra diperoleh penggunaan lahan untuk beberapa komoditi perkebunan, yaitu: kebun (kakao dan kelapa dalam), kebun kelapa sawit, dan tanaman kelapa dalam (pertanian lahan kering). Penggunaan lahan tersebut lalu diasumsikan menjadi pilihan masyarakat dalam mengembangkan komoditi perkebunan.

Standarisasi data dilakukan untuk menentukan jarak ideal dari lokasi pengembangan komoditi perkebunan aktual. Semakin dekat dari jarak lokasi pengembangan tanaman perkebunan saat ini, maka lokasi tersebut semakin ideal. Proses fuzzifikasi dilakukan menggunakan pendekatan fungsi asimetrik kanan dengan titik optimum 0 m dan titik infleksi tertinggi 5 000 m.

3.4.3.2.6 Fungsi Tujuan: Indeks Kesesuaian Lahan

Indeks kesesuaian lahan merupakan hasil analisis evaluasi lahan menggunakan metode fuzzy set untuk mengalokasikan lahan yang memiliki potensi produksi yang lebih baik. Hal ini dicapai melalui alokasi setiap areal lahan dalam sel data dengan faktor pembatas yang minimum. Indeks kesesuaian lahan dengan teknik fuzzy digunakan sebagai salah satu indikator dalam proses CP setelah dilakukan normalisasi.