• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.3 Penyiapan dan Pengolahan Data

Penyiapan data spasial dilakukan menggunakan format data vektor pada perangkat lunak ArcGIS, sedangkan pengolahan data umumnya menggunakan format data raster. Data non-spasial diolah menggunakan perangkat lunak

spreadsheet. Data spasial terbagi atas tiga kelompok data yaitu; (1) Data spasial untuk proses evaluasi lahan, (2) Data spasial untuk penentuan prioritas alokasi lahan, dan (3) Data spasial status kawasan, penggunaan lahan, dll.

3.3.3.1 Data Evaluasi Lahan

Data evaluasi lahan dibagi menjadi tiga komponen, yaitu: (1) Data iklim, (2) Data lereng, dan (3) Data karakteristik tanah. Penyiapan basis data dimulai dari tahap pemasukan data (input data, standarisasi sistem koordinat/rektifikasi data), pemanggilan data (queri data), manipulasi data, penggabungan basis data hingga konversi format data (jenis data, format file, ukuran sel data, satuan yang digunakan, dll).

Pertama, data iklim. Data iklim meliputi tiga jenis data, yaitu; curah hujan (mm/tahun), bulan kering dan temperatur udara (0C). Data curah hujan dan data jumlah bulan kering diperoleh dari pencatatan dua stasiun iklim, yaitu Stasiun Pasangkayu dan Karossa (BPP Pertanian) dan peta RePPProT. Pengumpulan data pada stasiun BPP Pertanian Kab. Mamuju Utara dilakukan karena stasiun klimatologi BMKG hanya terdapat di Kota Palu (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Majene (Provinsi Sulawesi Barat) yang tidak mewakili wilayah Kabupaten Mamuju Utara. Metode interpolasi sebaran curah hujan dan bulan kering menggunakan metode Thiessen (Gambar 4).

Jumlah bulan kering ditentukan berdasarkan nilai rata-rata curah hujan bulanan lebih kecil dari 60 mm/bulan. Dengan standar tersebut maka di lokasi studi tidak terdapat wilayah yang memiliki curah hujan kurang dari 60 mm/bulan. Data temperatur udara diperoleh dengan menggunakan pendekatan ketinggian tempat yang diadaptasi dari persamaan Braak (1929) sebagai berikut:

t = 26.30C – (0.01 x elevasi x 0.60C) (23) dimana;

t = temperatur udara (0C)

elevasi = ketinggian tempat dari permukaan laut (m)

Data temperatur udara dihitung menggunakan persamaan Braak karena data tersebut tidak tersedia dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian Braak di Indonesia (Hindia Belanda), temperatur di dataran rendah (pantai) berkisar antara 25-270C, sehingga berdasarkan persamaan 23 setiap pertambahan ketinggian tempat 100 m menyebabkan perubahan temperatur sebesar 0.60C. Pendekatan tersebut juga digunakan dan menjadi dasar dalam penentuan kriteria evaluasi lahan yang digunakan oleh Djaenuddin et al. (2003) yang menjadi acuan dalam studi ini.

(a) Curah hujan (mm/tahun) (b) Temperatur udara (0C)

Gambar 4 Sebaran curah hujan dan temperatur udara di Kab. Mamuju Utara.

(a) Kedalaman efektif (cm) (b) Kapasitas tukar kation (cmol) Gambar 5 Data sifat fisik tanah (a) dan kimia tanah (b) di Kab. Mamuju Utara.

Penyajian peta sebaran temperatur udara menggunakan data ketinggian tempat diturunkan dari pengolahan data kontur peta rupabumi skala 1:50.000. Interpolasi data kontur menghasilkan 22 interval kelas ketinggian tempat dari interval 0-100 m hingga 2 100-2 175 meter. Data hasil pengolahan temperatur menggunakan persamaan 23 kemudian digabungkan dengan data spasial kelas ketinggian untuk memperoleh peta sebaran temperatur udara. Data tersebut lalu dikonversi ke dalam format data raster (Gambar 4b).

Kedua; data karakteristik tanah bersumber dari peta sistem lahan atau peta RePPProT (Regional Physical Planning Programme for Transmigration) skala 1:250.000. Untuk menyesuaikan dengan kebutuhan, maka peta RePPProT telah mengalami proses pendetilan pada unit lahan yang relatif luas. Pendetilan menggunakan pendekatan fisiografi landform yang diturunkan dari peta rupabumi

skala 1:50.000 dengan pembuatan kelas lereng. Kelas lereng yang terbentuk kemudian menjadi unit lahan baru dan lebih detil dari unit lahan pada peta sistem lahan. Hasil pendetilan sistem lahan menghasilkan 25 unit lahan. Proses pengamatan dan pengambilan contoh tanah di lapangan didasarkan pada unit lahan tersebut. Lokasi pengamatan dilakukan pada 166 titik yang berada pada kawasan budidaya (Bappeda Sulbar 2008).

Karakteristik sifat tanah yang dianalisis meliputi sifat fisik tanah dan kimia tanah. Sifat fisik tanah terdiri atas; 1). Tekstur tanah, 2). Drainase, 3). Kedalaman tanah, 4). Batuan permukaan, dan 5). Genangan (banjir). Sifat kimia tanah, meliputi; 1). Kemasaman tanah (pH), 2). Kejenuhan basa (KB), 3). Bahan organik, 4). Kapasitas tukar kation (KTK), dan 5). Salinitas. Pengolahan data dilakukan pada setiap karakateristik tanah menggunakan format data raster dengan contoh hasil pengolahan tersaji pada Gambar 5, adapun peta unit lahan dan lokasi pengamatan lapangan disajikan pada Lampiran 4.

Ketiga; data lereng. Data lereng diturunkan dari DEM SRTM (shuttle radar topography mission) resolusi 30 m. Data SRTM merupakan data topografi permukaan bumi yang diakuisisi tanggal 11-20 Februari tahun 2000 menggunakan wahana ruang angkasa Endeavor (Rabus et al. 2003). Pengolahan data dilakukan untuk menghasilkan data lereng dalam satuan tertentu (persen atau derajat), dimana dalam studi ini dilakukan dalam satuan persen. Proses tersebut diawali dengan ekstraksi lokasi penelitian dari sumber data, dan dilanjutkan dengan konversi sistem koordinat dari sistem koordinat geografik ke sistem koordinat UTM. Selanjutnya dilakukan proses standarisasi data DEM melalui teknik reklasifikasi data. Proses ini dilakukan menggunakan modul RECLASS pada Idrisi untuk menghilangkan nilai sel data < 0. Proses berikunya adalah penentuan satuan lereng menggunakan modul SLOPE pada Idrisi.

3.3.3.2 Data Indeks Lahan Compromise Programming

Data yang digunakan dalam proses alokasi lahan bersumber dari: (1) Citra satelit, (2) Peta rupabumi skala 1:50.000, (3) Data potensi desa, (4) Hasil survei lapang, dan (5) Hasil evaluasi kesesuaian lahan.

Pengolahan citra satelit dilakukan menggunakan teknik analisis terbimbing (supervised classification) pada citra ALOS akuisisi tahun 2010. Data tersebut

diklasifikasi menjadi empat belas jenis penutupan lahan, meliputi: hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan mangrove primer, hutan

mangrove sekunder, kebun, kebun kelapa sawit, pemukiman, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, rawa, semak belukar, tambak, tanah terbuka, dan tubuh air. Data hasil analisis citra satelit digunakan pada indikator; pilihan jenis komoditi masyarakat, pemukiman, dan jalan (pemutakhiran data).

Jenis layer data rupabumi skala 1:50.000 yang digunakan adalah data jalan yang dimutakhirkan dengan data analisis citra satelit. Menggunakan teknik

buffering pada SIG, jarak lokasi dihitung menggunakan modul perhitungan jarak pada software Idrisi. Data potensi desa (BPS 2011) diolah untuk menentukan indeks ketersediaan energi listrik di setiap desa/kelurahan. Penentuan lokasi pasar dilakukan melalui survei menggunakan GPS. Data hasil evaluasi lahan diperoleh dari proses evaluasi lahan menggunakan teknik fuzzy set.

3.3.3.3 Data Spasial Lain dan Non-Spasial

Data spasial lain yang digunakan adalah peta status kawasan/tata guna hutan kesepakatan (TGHK). Data non-spasial terdiri atas data sekunder dan data hasil kuesioner perbandingan berpasangan. Data kuesioner perbandingan berpasangan diolah menggunakan perangkat spreadsheet menggunakan persamaan 1-11. Adapun data sekunder diolah sesuai kebutuhan penyajian data (tabel atau grafik). 3.4 Tahapan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan berikut: 3.4.1 Penentuan Sektor Basis dan Komoditi Basis

Penentuan sektor dan komoditi basis dilakukan untuk mengetahui basis ekonomi utama dan sumber penghasilan dominan masyarakat di Kabupaten Mamuju Utara. Selain itu, dengan penentuan komoditi basis analisis aspek bio-fisik lahan dapat difokuskan pada komoditi tertentu. Dalam konteks pengembangan wilayah, fokus analisis tersebut dapat mempermudah penentuan aspek penunjang pengembangan komoditi di suatu wilayah.

Penentuan sektor basis dan komoditi basis menggunakan metode Location Quotient (LQ) (Persamaan 1). Komoditi basis ditentukan berdasarkan aspek luas

tanam, jumlah produksi, dan tenaga kerja komoditi tertentu yang termasuk pada sub sektor basis ekonomi wilayah.