• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.3. Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian

4.3.8. Fleksibel

Fleksibilitas merupakan kemampuan sistem pengendalian beradaptasi dengan berbagai perubahan. Sebaik apa pun kita merencanakan, menyusun standar pengendalian dan segala proses pelaksanaannya, semua itu baru pada tahap prediksi dengan asumsi faktor-faktor yang berhubungan dengan rencana dan pengendalian tidak mengalami perubahan atau sama dengan saat kita

menyusunnya. Namun, sulit sekali menemukan situasi yang selalu sama karena yang ada adalah perubahan. Jadi, sistem pengendalian dikatakan efektif bila mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan, tetapi tetap berfungsi sebagai alat kendali untuk menjamin tercapainya tujuan.

Pengawasan dilakukan menyesuaikan dengan standar yang telah bersama-sama dianalisis dan disepakati dalam rencana kerja. Dalam pelaksanaannya, ditemukan beberapa kendala dalam mengawasi jumlah tempat kerja yang cukup banyak dengan SDM Disnakertrans yang terbatas. Karena itu untuk menjaga pengawasan tetap berlangsung dengan baik, Disnakertrans mengadakan pembinaan yang memungkinkan beberapa tempat kerja bisa bersama-sama diawasi dalam satu waktu, dan juga pengawas bisa fleksibel dalam melaksanakan tugas dan kegiatan selain pengawasan. Hal ini disampaikan oleh I1-4:

“Dalam satu bulan itu 6 kunjungan perusahaan idealnya. Tapi ya kadang

ada juga yang tertunda, jadi dimasukkan bulan berikutnya dalam pengawasannya. Kalo untuk rencana kerja ya biasanya analisis kondisi kemudian ada rapat bersama pimpinan untuk tentukan rencana kerja yang akan dilakukan. Yang jelas semua rutin dilakukan, kecuali kalau ada kegiatan pemkot yang memang bentrok. Kita disini kan satu bidang ada 6 orang yang PNS, nah pengawas juga bertanggung jawab melaksanakan kegiatan yang disuruh oleh para pejabat, jadi akan bagi waktu juga dalam melakukan pengawasan dan program kegiatan lain. Kalau untuk sumber daya kan memang tidak cukup untuk melakukan pengawasan ke perusahaan-perusahaan, cuma ya ada trik-triknya, misalnya kita bikin pembinaan atau melakukan door to door perda dan aturan-aturan, atau mengundang HRDnya untuk hadir ke tempat kita. Kecuali kalau memang ada tindakan dari penyimpangan baru kita turun langsung ke perusahaan.” (Wawancara dengan Bapak Joyo, Pengawas Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Pemetaan permasalahan oleh Disnakertrans dilakukan tidak dapat hanya sekedar berdasar pada formalitas peraturan tapi juga pada kondisi nyata di

lapangan, seperti halnya keberadaan pekerja informal yang tidak bekerja di tempat kerja. Hal ini tentunya memerlukan perhatian khusus dan tindak lanjut pemerintah, sehingga tidak bisa Disnakertrans menutup mata untuk tidak memperhatikan pekerja anak ini hanya karena mereka tidak bekerja di pabrik. Hal ini disampaikan oleh I1-2:

“Seringkali seolah-olah pekerja anak adalah mereka yang bekerja di

sektor formal, namun karena urusannya dengan pengawasan pekerja anak, kita memiliki ruang lingkup dimana ruang lingkupnya adalah tempat kerja. Tempat kerja itu ya dimana ada usaha, dimana ada pekerja anak, ada tenaga yang dipekerjakan. Tetapi realitanya ketika di sektor formal justru tidak ditemukan adanya pekerja anak seperti di pusat-pusat perbelanjaan terkenal karena memang perusahaan sudah mengetahui aturannya. Ketika di sektor informal, seperti UMKM misalnya pabrik roti dan kue kering disitu justru biasanya ada pekerja anak. Tentunya ini menjadi hal yang harus kita petakan, urusan pekerja anak adalah urusan kita semua, karena kalau bicara batasan, di Disnakertrans hanya berurusan dengan pekerja anak yang ada di perusahaan, namun realitanya para pekerja anak juga ada dalam sektor informal, seperti pembantu rumah tangga, atau yang membantu orang tuanya.” (Wawancara dengan Bapak Ruli Riatno, ST, M.Si., Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, 23 April 2015, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.15 WIB)

Pendataan seputar data dan kondisi pekerja anak tentu tidak bisa sekedar mengandalkan pendataan dari Disnakertrans. Karena itu, Disnakertrans memanfaatkan keberadaan pendamping PKH agar bisa memberikan data ketika menemukan informasi mengenai pekerja anak sehingga bisa mendapatkan kondisi dari masyarakat. Untuk pengawasan pekerja anak sendiri Disnakertrans sampai saat ini melakukan juga pengawasan langsung dengan mendatangi tempat-tempat kerja di wilayah Kota Serang, seperti yang disampaikan oleh I1-3:

“Tahun 2014 kami melakukan pendataan ke perusahaan sebanyak 180 perusahaan dan juga setiap home industry yang ada di wilayah Kota Serang, didapat pekerja anak itu sebanyak 69 orang. Selanjutnya disamping mendata dan mengupdate data terbaru, kami juga bekerjasama dengan pendamping PKH untuk menyampaikan pekerjaan-pekerjaan anak yang ada di lingkungan pendampingannya. Jadi kalau untuk data-data pekerja anak di home industry atau di tempat lain itu kami yang mendatangi tempat-tempat kerja.” (Wawancara dengan Ibu Uswatun, Kepala Seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak, 24 Februari 2015, pukul 10.10 WIB, RM Surabayan)

Pengawasan Disnakertrans belum dikatakan fleksibel dimana pelibatan tokoh masyarakat masih minim, padahal tokoh masyarakat juga merupakan bagian penting yang mengenali kondisi masyarakat. Selain itu, pengawasan yang masih dibatasi dalam lingkup tempat kerja mempersempit pengawasan yang bisa dilakukan oleh Disnakertrans, dan kurangnya acuan untuk mengawasi pekerja yang bekerja tidak dalam naungan tempat kerja, seperti yang dikemukakan oleh I 2-3:

“Pengawasannya belum fleksibel karena pusat pengawasan masih ke wilayah-wilayah pabrik saja, padahal banyak pekerja informal juga yang berada dalam pekerjaan lebih berbahaya. Jika tujuannya memang menyelamatkan pekerja anak, pembatasan pengawasan hanya kepada tempat kerja formal harus diperluas, sehingga mereka yang benar-benar

berada dalam pekerjaan terburuk bisa dijangkau.” (Wawancara dengan

Bapak Nasarudin, Ketua RT 01/11 Cipare, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.00 WIB)

Untuk bisa mendekati dan mengenali persoalan pekerja anak, perlu diadakan pendekatan secara persuasif dimana kehadiran Disnakertrans secara langsung dalam lingkungan pekerja anak akan membantu validasi data dan informasi yang dibutuhkan. Dengan demikian data yang tidak dapat diperoleh

ketika melakukan pengawasan ke tempat kerja bisa diperlengkapi dengan data pasti dari pekerja anak. Hal ini disampaikan oleh I2-4:

“Pengawasan juga bisa dilakukan dengan pembinaan dan mendatangi pekerja anak di rumah mereka jika memang pengawasan ke perusahaan belum menemukan titik terang. Dengan pendekatan persuasif, akan jauh lebih mudah untuk membuat masyarakat sadar bahwa pekerja anak bukanlah hal yang baik.”(Wawancara dengan Bapak Joyo, Pengawas Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan, dapat diketahui bahwa sistem pengawasan yang dilakukan Disnakertrans sampai saat ini dalam hal pembagian tugas dan tanggung jawab dikerjakan bersama dan tidak dikerjakan secara individu saja, tapi bisa fleksibel membantu yang lain. Kerjasama dengan pendamping PKH dalam upaya memperbaharui data dan kondisi pekerja anak juga dilakukan dengan harapan bisa mempertajam pengawasan kepada pekerja anak. Pembinaan juga dilakukan untuk bisa menjangkau perusahaan yang terbatas untuk diawasi satu per satu agar bisa tetap terjangkau oleh pihak Disnakertrans.