• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.3. Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian

4.3.6. Terkoordinasi dengan arus kerja organisasi

Informasi pengendalian perlu untuk dikoordinasikan dengan arus pekerjaan di seluruh organisasi karena dua alasan. Pertama, setiap langkah dalam proses pekerjaan dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan seluruh operasi. Kedua, informasi pengendalian harus sampai pada semua orang yang perlu untuk menerimanya.

Dalam menangani persoalan pekerja anak, Disnakertrans secara khusus memiliki bidang Pembinaan dan Pengawasan yang secara tugas dan fungsi memegang peranan untuk mengawasi keberadaan pekerja anak di Kota Serang. Adapun jumlah SDM di dalamnya berjumlah 8 orang dengan dibagi lagi per seksi. Seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak adalah satu dari beberapa seksi yang kemudian khusus menangani dan mengawasi pekerja anak, dengan jumlah 2

orang dalam satu seksi. Keterbatasan jumlah pegawai ini yang kemudian diminimalisir oleh Disnakertrans dengan melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan tokoh-tokoh masyarakat, agar kekurangan pengawas yang ada bisa tertutupi dengan pengawasan yang diberikan masyarakat terhadap pekerja anak. Hal ini disampaikan oleh I1-2:

“Di tempat kami bidang khusus pengawasan hanya punya 8 orang dengan bidang berbeda dan khusus seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak hanya ada dua orang, ini menjadi masalah jika kemudian kita semua mengandalkan pemerintah yang kemudian semua harus bisa menjangkau. Maka dari itu melalui sosialisasi yang diadakan, diharapkan masyarakat bisa mengerti akan program penghapusan pekerja anak dan minimal bisa menginfokan ketika menemukan adanya pekerja anak di sekitar wilayahnya. Nantinya Disnakertrans bisa berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mencarikan solusi dan juga tetap menyelamatkan anak-anak yang terlibat dalam dunia kerja. Selanjutnya upaya yang dilakukan adalah menarik anak dari tempat kerja, kemudian kita transformasikan dan kita dampingi untuk masuk kembali dalam dunia sekolah. Orang tua juga akan diberi bantuan sehingga tidak lagi ada alasan bagi anak untuk berhenti dari sekolah.”(Wawancara dengan Bapak Ruli Riatno, ST, M.Si., Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.20 WIB)

Kesinambungan antara berbagai seksi juga menjadi perkara penting ketika menginginkan adanya koordinasi yang kuat dan keberhasilan pelaksanaan kegiatan. Kebijakan yang ada dan ditetapkan tentunya berasal dari kondisi lapangan dan dipelajari serta dicarikan solusinya. Disnakertrans sendiri mengalami kelemahan dalam hal ini, dimana pihak pengawas Disnakertrans cukup banyak kurang mengerti kebijakan spesifik yang dikerjakan seputar pekerja anak, dengan berpandangan bahwa soal kebijakan adalah soal dari PNS dan juga bidang kepala, dan bukan pengawas, seperti yang dijelaskan oleh I1-4:

“Untuk masalah kebijakan sendiri itu biasanya yang tahu adalah bidang kepala dan bukan pengawas. Kalau untuk pengawas, saya lebih bertugas mengawasi ke lapangan langsung, mempelajari sesuai dengan dasar hukum yang ada dan menindaklanjuti jika terjadi penyimpangan. Kebetulan kalau kami di bidang pembinaan dan pengawasan itu ada 2 pengawas, saya dan bapak kepala bidang untuk mengawasi 512 perusahaan di Kota Serang.”( Wawancara dengan Bapak Joyo, Pengawas Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Koordinasi merupakan kunci penting karena seluruh bidang di Disnakertrans memiliki tugas dan fungsi yang terkait dengan tempat kerja. Dari berbagai program dan kegiatan, akan menuju kembali pada perputaran tempat kerja maupun tenaga kerja di wilayah Kota Serang. Maka dari itu, diperlukan koordinasi yang baik agar jangan sampai pengawasan atau pembinaan dilakukan dari berbagai seksi kepada suatu perusahaan secara berulang dan menyebabkan pemborosan. Hal ini disampaikan oleh I1-4:

“Kalau untuk sumber daya kan memang tidak cukup untuk melakukan pengawasan ke perusahaan-perusahaan, cuma ya ada trik-triknya, misalnya kita bikin pembinaan atau melakukan door to door perda dan aturan-aturan, atau mengundang HRDnya untuk hadir ke tempat kita. Kecuali kalau memang ada tindakan dari penyimpangan baru kita turun langsung ke perusahaan. Apalagi kan ada bidang lain juga di Disnakertrans, jadi jangan sampai bentrok juga antar programnya satu

sama lain.” (Wawancara dengan Bapak Joyo, Pengawas

Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Kontradiksi antara idealisme peraturan dengan kenyataan lapangan juga membuat sulit pengawasan yang dilakukan Disnakertrans terhadap pekerja anak di Kota Serang. Pekerja anak menghadapi perkara dan tekanan yang berat bukan hanya sekedar karena pembiayaan sekolah, tapi juga beberapa faktor lainnya. Untuk itu, masalah dan persoalan tidak dapat hanya sekedar membuat mereka

keluar dari tempat mereka bekerja, tapi juga memperbaiki kehidupan dan pola pikir mereka serta keluarga mereka. Untuk melakukan semua hal tersebut, diadakanlah koordinasi lintas sektoral guna mengefektifkan berbagai program kebutuhan pekerja anak, mulai dari program sekolah gratis, program keluarga harapan, hingga kepada bantuan-bantuan lain dan pendampingan khusus, seperti yang disampaikan oleh I1-2:

“Hal ini tentunya kontradiksi dengan aturan pemerintah yang ada, bahwa di Kota Serang sebenarnya sudah diadakan pendidikan gratis sampai dengan jenjang SMA (wajib belajar 12 tahun) namun masih banyak didapati anak yang tidak bersekolah. Banyak yang bilang karena walaupun sekolahnya gratis tapi buku pelajaran bayar, uang masuk juga harus bayar. Jadi ini merupakan urusan bersama, tidak bisa Disnakertrans mengurusi masalah pekerja anak ini sendirian. Untuk itulah dibentuk Komite Aksi Daerah yakni sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengapuskan pekerja anak dan bentuk pekerjaan terburuk anak yang terdiri dari lintas sektoral, mulai dari Disnakertrans, Dinas Sosial, Pemberdayaan masyarakat, dan kemudian juga Dinas Kesehatan. Sekolah gratis, program keluarga harapan, dikasih bantuan bahkan juga pendampingan, untuk kesehatan, pendidikan semua diberikan. Pemerintahkan sebenarnya hanya sebagai motivator bukan eksekutor. Bagaimanapun pemerintah punya program dan niat baik, kalau dari masyarakat sendiri tidak mau ya tidak akan bisa kita cegah pekerja anak ini muncul. Pemerintah sebagai fasilitator tapi tidak bisa semua hal dijangkau.” (Wawancara dengan Bapak Ruli Riatno, ST, M.Si., Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, 23 April 2015, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.15 WIB)

Dalam pelaksanaan program dan kegiatan tersebut, Disnakertrans menyadari pentingnya memiliki data dan informasi lengkap dari pihak yang diawasi. Keterbatasan Disnakertrans dalam memperoleh hal tersebut kemudian digantikan dengan upaya koordinasi bersama pendamping Program Keluarga Harapan, dimana pihak ini memiliki kedekatan dengan para keluarga kurang

mampu. Keberlangsungan koordinasi juga tidak hanya terkait dengan tindakan yang dilakukan setelah menemukan masalah, tapi mulai dari awal mengkaji masalah, menghadapi masalah sampai kepada menagani permasalahan yang ada. Hal ini dijelaskan oleh I1-3:

“Di Disnakertrans ada yang namanya juga kerjasama dengan pendamping PKH untuk penghapusan pekerja anak. Para pendamping PKH ini yang memiliki data orang tua yang anaknya tidak sekolah dan bekerja sehingga juga menjadi tidak sekolah. Kepada anak-anak inilah akan dilakukan pendampingan dan kemudian anak-anak tersebut ditarik dari tempat kerja dan kemudian disiapkan untuk dimasukkan ke dalam dunia pendidikan, entah ke pesantren, sekolah umum, atau juga kejar paket. Ada juga mereka yang dilatih keterampilannya sesuai dengan minat dan bakatnya sehingga kemudian dia bisa mengembangkan bakatnya dan tidak perlu bekerja yang sampai menghabiskan waktu sekolah

mereka.”(Wawancara dengan Ibu Uswatun, Kepala Seksi Norma Pekerja

Perempuan dan Anak, 20 November 2014, pukul 09.40 WIB di Kantor Disnakertrans)

Seperti yang diungkapkan sebelumnya, Disnakertrans terus berupaya mensosialisasikan kepada masyarakat perkara mengenai pekerja anak untuk bisa bekerjasama bersama masyarakat melancarkan program dan kegiatan Disnakertrans. Meski demikian, masih banyak pihak masyarakat yang terkendala melakukan pengawasan akibat kurang memahami persoalan pekerja anak, maupun juga karena tidak pernah dilibatkan soal pendataan ataupun pengawasan terkait pekerja anak oleh Disnakertrans. Hal ini yang menjadi sebab mengapa masyarakat pun belum terlibat aktif dalam pengawasan terkait pekerja anak, seperti apa yang disampaikan oleh I2-1:

“Masih kurang, belum tau apa-apa juga tentang hal-hal seperti ini.”

(Wawancara dengan Ibu SR, Ketua RT 08, Kelurahan Unyur, pukul 13.15 WIB)

Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh I2-2:

“Kurang sekali. Tidak pernah ditanya juga soal pabrik dan tidak pernah diberitahu bahwa hal tersebut termasuk hal yang dilarang.”(Wawancara dengan Ibu JJ, Ketua RT 03, 23 April 2015 pukul 16.15 WIB, wilayah Karundang)

Bagaimanapun juga keterlibatan dari banyak pihak yang disertai koordinasi yang baik akan membantu terlaksananya program dan kegiatan dengan jauh lebih efektif dan tepat sasaran. Banyak pihak yang terlibat membuat tidak mudah bagi program dapat berjalan dengan baik, karena itu Disnakertrans tetap berfungsi sebagai yang utama dalam mengkoordinir masyarakat terkait pengawasan pekerja anak guna menjaga kegiatan bisa tetap berjalan sesuai rencana. Tidak hanya kepada SKPD-SKPD lain, tapi juga kepada masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat yang dapat membantu Disnakertrans dalam melakukan pengawasan terhadap pekerja anak. Ketidaktahuan masyarakat mengenai hal ini sangat disayangkan karena sebagai pihak yang seharusnya bisa memberikan manfaat lebih dan membantu pengawasan justru menjadi pasif. Hal ini diungkapkan oleh I2-5:

“Masih kurang, karena belum melibatkan setiap pihak dengan maksimal. Masyarakat yang seharusnya bisa untuk mengawasi belum dimanfaatkan dengan tepat keberadaannya. Ya karena memang belum pernah juga ada sanksi yang diberikan kepada perusahaan sampai saat ini.”(Wawancara dengan Mochtar Karim, RW 02, Advokat, di RM Surabayan, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.35 WIB)

Sosialisasi merupakan cara efektif yang dilakukan sebagai usaha mencegah semakin bertambahnya pekerja anak dengan melibatkan masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat yang terlibat di sekitar

lingkungan pekerja anak mengenali dengan rinci kondisi pekerja anak, dan hal ini sangat penting untuk ditindaklanjuti oleh Disnakertrans agar informasi yang ada tidak sekedar lewat begitu saja. Hal ini yang diungkapkan oleh I2-3:

“Sudah cukup baik dengan adakan sosialisasi ke tokoh masyarakat, yang paling penting data dari masyarakat betul-betul di follow up, jangan cuma mengandalkan data pabrik, karena pabrik kan bisa saja tutup-tutupi.” (Wawancara dengan Bapak Nasarudin, Ketua RT 01/11 Cipare, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.00 WIB)

Kekhawatiran masyarakat akan kemungkinan program pemerintah yang bisa saja berhenti di waktu tertentu sementara anak-anak telah berhenti bekerja menjadi suatu hal yang perlu dibenahi oleh pemerintah. Apatisme seperti ini memang tidak mudah diperbaiki, karena itu para pendamping PKH yang telah banyak mengenali kondisi masyarakat bekerja sama dengan Disnakertrans agar bisa mengenali lebih dalam dan memberdayakan masyarakat yang ada, baik secara ekonomi maupun juga pandangan. Tidak mudah bisa menyelesaikan dan mengubah apatisme masyarakat, untuk itu selain kedekatan yang diciptakan, keberlangsungan program yang dikerjakan sangat memegang peranan penting demi menjaga masyarakat tidak menjadi kembali apatis kepada pemerintah. Hal ini dikemukakan oleh I2-9:

“Para pendamping PKH sangat siap untuk bersama-sama membantu

Disnaker dalam menolong anak-anak yang kehilangan hak belajarnya. Tugas kita ya untuk tetap memberdayakan mereka sesuai dengan usia mereka, namun memang kadang yang menjadi pertanyaan adalah apakah pembinaan ini akan terus menerus berjalan atau hanya sekedar lip service yang memang dilaksanakan sekali hanya untuk memasukkan mereka ke sekolah saja. Karena yang dikhawatirkan masyarakat itu salah satunya ketika mereka sudah masuk sekolah, pada awalnya gratis dan diberikan seragam, buku, tapi kelanjutannya hilang. Jadi yang paling diharapkan

sebenarnya adalah keberlangsungan program sampai akhir sehingga masyarakat memang benar-benar difasilitasi pendidikan gratis sampai

dengan 9 ataupun 12 tahun.” (Wawancara dengan Badrudin, Pendamping

PKH, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.40 WIB)

Disnakertrans juga berbagi peran dan fungsi dalam penanganan persoalan pekerja anak. Beberapa SKPD dilibatkan dalam upaya pengurangan pekerja anak, seperti Dinas Sosial, P2TP2A, BMPKB, maupun juga Dinas Pendidikan. Dinas sosial turut serta dalam memperhatikan kebutuhan sosial para pekerja anak maupun keluarga, P2TP2A juga berperan aktif memperbaiki mental maupun psikis sang anak, serta berperan memberikan data dan informasi ketika menemukan adanya pekerja anak. Dinas pendidikan juga bertugas menindaklanjuti anak yang telah dikeluarkan dari tempat kerja untuk kembali dalam dunia pendidikan baik formal maupun non formal, seperti yang disampaikan oleh I3-1:

“Koordinasi dengan Dinas Sosial dalam menangani anak-anak terlantar,

maupun juga anak-anak berperkara, serta anak-anak korban eksploitasi, baik yang berada di jalanan maupun juga anak penyandang disabilitas, seperti tuna rungu, autis dan berbagai anak berkebutuhan khusus. Untuk anak-anak seperti ini Dinas Sosial difungsikan. Urusan pekerjaan ada di Disnakertrans, urusan pemberdayaan anak eks korban ada di P2TP2A, urusan penanganan dan pemberdayaan misalnya dikerjakan oleh Dinas Sosial untuk anak yang dibantu bisa koordinasi P2TP2A memberikan data dan akomodir untuk anak bisa mendapatkan bantuan dari pemerintah. Koordinasi dengan Disnakertrans dalam Rencana Aksi Daerah dengan mulai mengumpulkan data-data pekerja anak di bawah umur, terkait juga dengan Dinas Pendidikan untuk bisa diberikan program paket kepada mereka yang terlibat dalam dunia kerja karena tidak adanya kemampuan ekonomi untuk bersekolah. BMPKB memfasilitasi sang anak untuk bisa tetap memperoleh hak anak, sehingga jika tidak dapat orang tua memenuhi hak anak, pemerintah wajib mengambil alih anak tersebut.” (Wawancara dengan Ibu Lilis, Sekretaris Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak, Kantor P2TP2A, 14 April 2015 pukul 10.10 WIB)

Hal ini disampaikan juga oleh I3-4:

“Fungsi dari dinas pendidikan adalah menyelenggarakan pendidikan dan kebudayaan di wilayah Serang, jadi tidak mengkaitkan dengan bagian lain. Nah kalo terkait pekerja anak memang tetap mereka yang bekerja dan jadi mengganggu waktu sekolah kita wajib menegur dan bekerja sama dengan Disnakertrans untuk memberikan semacam penyuluhan bagi pekerja anak.” (Wawancara dengan Bapak Windy Jadmiko, S.S, Bagian Program dan Evaluasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Serang, 22 April 2015, pukul 11.00 WIB)

Terkait hasil wawancara di atas, dapat disimpulkan bahwa arus kerja organisasi yang ditetapkan Disnakertrans sebagai upaya mengurangi pekerja anak sudah baik, mulai dari antar bidang Disnakertrans yang mengupayakan untuk berbagai program tidak bertabrakan terhadap perusahaan tertentu. Kemudian juga program-program yang dibuat sebagai usaha untuk menyatukan berbagai tindakan dalam satu upaya bagi pengurangan pekerja anak dengan melibatkan berbagai dinas. Sosialisasi juga dikerjakan untuk bisa mengajak masyarakat bergabung ikut serta dalam melakukan pengawasan terhadap pekerja anak.