• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.3. Analisis dan Interpretasi Hasil Penelitian

4.3.2. Secara ekonomi realistik

Pengeluaran biaya untuk implementasi harus ditekan sedemikian mungkin sehingga terhindar dari pemborosan yang tidak berguna. Usaha untuk meminimumkan pengeluaran yang tidak produktif adalah dengan cara mengeluarkan biaya paling minimum yang diperlukan untuk memastikan bahwa aktivitas yang dipantau akan mencapai tujuan.

Dalam melakukan pengawasan terhadap pekerja anak yang ada di Kota Serang, ada berbagai program yang dilaksanakan oleh Disnakertrans sebagai upaya mengurangi pekerja anak yang ada. Adapun sampai saat ini, biaya yang dikeluarkan oleh Disnakertrans masih berasal dari APBN, dimana program pengurangan pekerja anak ini merupakan turunan dari Rencana Aksi Nasional yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Anggaran yang dikeluarkan pada tahun ini sendiri naik mencapai 64.735.000 dalam satu periode, dimana akan ada dua periode pendanaan. Dana ini

naik dari tahun sebelumnya yakni Rp 25.000.000,-. Kenaikan ini sendiri dikarenakan pada tahun lalu Disnakertrans hanya melakukan pendataan terhadap para pekerja anak, sehingga tidak dibutuhkan biaya sebanyak tahun ini yang memang merancangkan program lebih banyak. Hal ini dijelaskan oleh I1-3 sebagai berikut:

”Untuk menjalankan program dan kegiatan tersebut, anggaran yang digunakan dalam pengurangan pekerja anak didapat dari APBN. Untuk pengurangan pekerja anak, dana yang dikeluarkan tahun ini sebanyak Rp 64.735.000, dana ini naik dari tahun lalu yang hanya sejumlah Rp 25.000.000 dimana masih belum ada sosialisasi dan tindakan, yakni masih berupa pendataan pekerja anak yang ada di wilayah Kota Serang.”( Wawancara dengan Ibu Uswatun, Kepala Seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak, 15 April 2015 pukul 09.00 WIB, Disnakertrans Kota Serang)

Adapun biaya tersebut digunakan untuk melakukan berbagai program dan kegiatan demi mencapai pengurangan pekerja anak di Kota Serang. Berbagai program dirancangkan secara sistematis agar permasalahan ini bisa diselesaikan dengan baik, salah satunya juga dengan membentuk Komite Aksi Daerah. Sesuai dengan Keputusan Walikota Serang Nomor 562/Kep.125-Huk/2014, dibentuklah Komite Aksi Daerah Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak (KAD-PBPTA) Kota Serang Tahun 2011-2018. Pelibatan berbagai komponen diharapkan dapat membantu Disnakertrans untuk mengupayakan kesejahteraan anak agar tidak lagi terjebak dalam dunia kerja, seperti yang disampaikan oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Disnakertrans Kota Serang:

“Ini merupakan urusan bersama, tidak bisa Disnakertrans mengurusi masalah pekerja anak ini sendirian. Untuk itulah dibentuk Komite Aksi Daerah yakni sebuah lembaga yang bertujuan untuk mengapuskan pekerja anak dan bentuk pekerjaan terburuk anak yang terdiri dari lintas sektoral,

mulai dari Disnakertrans, Dinas Sosial, Pemberdayaan masyarakat, dan kemudian juga Dinas Kesehatan. Ini terlibat dalam satu aktivitas, berbagai bidang masyarakat, dari pihak agama, perwakilan masyarakat, kepolisian, semuanya sama-sama bekerja yang kemudian tujuan akhirnya adalah terhapuskannya pekerja anak di Kota Serang.” (Wawancara dengan Bapak Ruli Riatno, ST, M.Si., Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.20 WIB)

Disnakertrans menjadi instansi utama yang bertugas mengakomodir SKPD lainnya dalam menciptakan suatu program berkesinambungan untuk menghapus pekerja anak dan mengembalikan mereka ke dunia pendidikan yang menjadi hak mereka untuk tumbuh dan berkembang. Karena itu proses pengawasan utama mulai dari mendata hingga mengawasi pekerja anak menjadi tugas dari Disnakertrans. Adapun pengawasan yang selama ini dilakukan Disnakertrans ditetapkan dalam sebuah rencana kerja, namun pada pelaksanaannya juga tidak mengabaikan jika ada masukan atau pengaduan dari masyarakat. Dalam menangani berbagai perusahaan, dua pengawas yang dipakai dijabarkan oleh I1-4 sebagai berikut:

“Kalau kita mengawasi ke perusahaan itu ada namanya rencana kerja, masukan dari pimpinan atau yang diprioritaskan oleh pimpinan kemana, atau misalnya ada pengaduan dari masyarakat itu yang kita dahulukan. Kebetulan kalau kami di bidang pembinaan dan pengawasan itu ada 2 pengawas, saya dan bapak kepala bidang untuk mengawasi 512 perusahaan di Kota Serang. Dalam satu bulan itu 6 kunjungan perusahaan idealnya. Tapi ya kadang ada juga yang tertunda, jadi

dimasukkan bulan berikutnya dalam pengawasannya.”( Wawancara

dengan Bapak Joyo, Pengawas Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Bukan hanya mengerjakan pendataan dan pengawasan, anggaran yang ada juga dipakai untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan program yang dapat menunjang pemerintah menghapus serta mencegah bertambahnya jumlah pekerja

anak di Kota Serang. Adapun program dan kegiatan ini merupakan program bersama Disnakertrans dengan beberapa SKPD lain dalam kesatuan sebagai Komite Aksi Daerah, sehingga program ini merupakan langkah yang ditempuh dan dipertimbangkan oleh pemerintah daerah Kota Serang. Berbagai program dirancangkan mulai dari sosialisasi sampai penyediaan shelter (tempat penampungan) hingga kepada penarikan pekerja anak dari tempat kerja. Penarikan ini dimaksudkan untuk memberikan pendampingan khusus bagi mereka, dan kemudian mereka disiapkan untuk dimasukkan ke dalam dunia pendidikan, entah ke pesantren, sekolah umum, atau juga kejar paket. Ada juga mereka yang dilatih keterampilannya sesuai dengan minat dan bakatnya sehingga kemudian dia bisa mengembangkan bakatnya dan tidak perlu bekerja yang sampai menghabiskan waktu sekolah mereka. Hal ini diungkapkan oleh I1-3:

“Komite Aksi Daerah sudah terbentuk sesuai dengan SK Walikota, kemudian sudah diadakan rapat Rencana Aksi Daerah. Pertama, sosialisasi akan dilakukan ke tokoh masyarakat mengenai penghapusan pekerja anak dengan sasaran ke tokoh masyarakat, perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan anak serta LSM dan pemerhati anak, serta juga pendamping PKH. Di bulan April dan Mei rencananya ada sekitar kurang lebih 60 anak yang akan dimasukkan ke dalam shelter (rumah singgah) yang dikontrak dengan dana dari pusat. Program dan kegiatan pengurangan pekerja anak yang sudah dilakukan sejauh ini adalah pendataan pekerja anak di 6 kecamatan di wilayah Kota Serang, membentuk Komite Aksi Daerah dalam rangka Penghapusan Bentuk Pekerjaan Terburuk Anak, kemudian sosialisasi kepada perusahaan dan masyarakat tentang Penghapusan Pekerja Anak, membuat atau menyusun Rencana Aksi Daerah tentang Penghapusan Pekerja Anak, dan mulai bulan Mei 2015 akan dilaksanakan Program Penghapusan Pekerja Anak dan Program Keluarga Harapan yang menarik 60 pekerja anak di Kota Serang.” (Wawancara dengan Ibu Uswatun, Kepala Seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak, 24 Februari 2015, pukul 10.10 WIB, RM Surabayan)

Tentunya program-program ini dianggarkan dan dilaksanakan dengan harapan dapat memenuhi tujuannya untuk mengurangi keberadaan pekerja anak di Kota Serang. Ada banyak potensi anak yang bisa dikelola ketika mereka menempuh dunia pendidikan, apalagi mengingat bahwa persaingan dunia kerja di masa depan akan jauh lebih ketat dibandingkan masa ini saat mereka masih menjadi anak-anak. Jika orientasi masyarakat masih berpusat pada gaji yang bisa diperoleh saat ini, maka akan sulit untuk mempertimbangkan masa depan anak. Karena itulah Disnakertrans berupaya untuk mencari tahu dan mengelola potensi anak dengan berbagai program entah pendidikan formal maupun non formal, seperti yang disampaikan olehI1-3:

“Pada akhirnya yang berumur cukup akan mulai dicaritahu potensi nya untuk bisa dibina sehingga bisa bekerja dengan baik sesuai keterampilan yang dimiliki, yang diasah selama berada di shelter tersebut. Atau juga bagi mereka yang memang belum siap untuk bekerja sama sekali, ditawarkan untuk bersekolah kembali dengan dibiayai pemerintah, ataupun juga diarahkan ke dalam program kesetaraan maupun pondok pesantren.” (Wawancara dengan Ibu Uswatun, Kepala Seksi Norma Pekerja Perempuan dan Anak, 20 November 2014, pukul 09.40 WIB di Kantor Disnakertrans)

Atas kejelasan Undang-Undang mengenai larangan mempekerjakan anak dan juga beberapa program yang dikerjakan oleh pemerintah, pihak-pihak perusahaan maupun pabrik yang ada di Kota Serang mulai menutup akses dan tidak menerima anak-anak untuk menjadi pegawai mereka. Hal ini menjadi penting supaya anak-anak bisa disadarkan bahwa memang usianya menganjurkan mereka untuk berada di sekolah dan lingkungan kerja berpotensi mengganggu tumbuh dan kembangnya. I1-4 menjelaskannya sebagai berikut:

“Pabrik yang mempekerjakan pekerja anak rata-rata tidak setahun penuh beroperasi, tapi ada juga memang yang setahun penuh beroperasi. Kalau untuk di perusahaan-perusahaan besar sudah tidak ada yang mempekerjakan anak di bawah umur dan memang belum pernah kita temukan.” (Wawancara dengan Bapak Joyo, Pengawas Ketenagakerjaan, 23 April 2015 , Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.40 WIB)

Seperti yang diungkapkan di atas, perusahaan besar sudah tidak lagi mempekerjakan pekerja anak, namun masih ada pabrik-pabrik kecil dan sedang yang mempekerjakan anak-anak sebagai pekerjanya bahkan meski pengawasan Disnakertrans telah dilakukan terhadap pabrik tersebut. Adapun sampai saat ini, masih ada pabrik-pabrik musiman atau UKM yang bebas mempekerjakan pekerja anak di wilayah Kota Serang. Masyarakat Kota Serang sendiri mengakui fenomena pekerja anak ini, seperti apa yang diungkapkan oleh I2-1:

“Di wilayah sini kan memang cukup banyak pabrik yang beroperasi, apalagi kalo udah menjelang lebaran. Jadi lebih banyak lagi yang beroperasi, nah kadang itu yang banyak anak-anak ikut kerja. Biasanya yang kerja memang karena udah putus sekolah, jadi daripada mengganggur lebih baik mengisi waktu dengan bekerja. Pihak pabrik juga biasanya memang susah ditemui, mungkin karena sibuk dan memang sifatnya tertutup. Dari pihak pabrik juga ada yang menjaga dan biasanya dibantu dalam soal-soal tertentu, jadi tidak sendiri, mungkin makanya bisa tetap aman sampai sekarang.” (Wawancara dengan Ibu SR, Ketua RT 08, Kelurahan Unyur, pukul 13.15 WIB)

Berbagai program yang dikerjakan oleh Disnakertrans dengan anggaran yang digunakan tentu dilakukan dengan harapan bisa mengurangi keberadaan pekerja anak. Namun, larangan yang diberikan Disnakertrans kepada perusahaan jika tidak disertai kesadaran dari pihak pekerja anak dan juga masyarakat sekitar maka akan menjadi usaha yang sia-sia. Pemerintah sangat penting untuk

menemukan faktor utama dari apa yang menjadi permasalahan dan faktor penyebab anak-anak bekerja agar pengawasan yang dilakukan tidak salah dan bisa mencapai sasaran. Hal ini demi mencegah setiap program yang ada menjadi sia-sia dan hanya sekedar menghabiskan anggaran, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Pengawasan:

“Sampai saat ini masih tetap anak-anak disana bekerja, jadi rasanya sih

belum ada perubahan apa-apa. Ya namanya juga kebutuhan, terus mereka putus sekolah, jadi daripada nganggur mungkin orang tuanya lebih setuju anaknya bekerja.”(Wawancara dengan Ruli Riatno, ST, M.Si., 23 April 2015, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang, pukul 08.15 WIB)

Beberapa pihak masyarakat mengaku masih belum memahami kejelasan larangan pekerja anak. Budaya masyarakat yang terbiasa dengan keberadaan pekerja anak, membuat beberapa masyarakat merasa sangat biasa dan tidak menganggap bahwa keberadaan pekerja anak ini merupakan suatu hal yang krang baik, apalagi bisa berpotensi merusak masa depan anak. Beberapa dari mereka juga mengaku belum mendapat sosialisasi mengenai larangan pekerja anak ini meski tinggal di lingkungan sekitar pekerja anak. Hal ini dikemukakan oleh I2-1:

“Belum ada sosialisasi” (Wawancara dengan Ibu SR, Ketua RT 08,

Kelurahan Unyur, pukul 13.15 WIB)

Dan ditegaskan kembali oleh I2-2:

“Belum ada, mungkin langsung ke pabriknya” (Wawancara dengan Ibu JJ, Ketua RT 03, 23 April 2015 pukul 16.15 WIB, wilayah Karundang) Hal ini menjadi permasalahan tersendiri ketika program yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat justru belum diketahui dan dipahami oleh

masyarakat. Masyarakat menjadi pasif dan tidak terlibat dalam mengawasi pekerja anak yang ada. Berbeda dengan mereka yang belum pernah mendapatkan sosialisasi dan jadi tidak mengetahui pasti permasalahan pekerja anak, ada juga beberapa masyarakat yang memang sudah mendapatkan sosialisasi dari pihak Disnakertrans terkait persoalan pekerja anak ini, seperti yang dikemukakan oleh I2-4:

“Undangan sosialisasi penghapusan pekerja anak ada, sosialisasi dilakukan supaya kami tahu apa itu pekerja anak dan bahaya serta aturan terkait pekerja anak.”(Wawancara dengan Bapak Agus, RT 15, Karundang, 24 Februari 2015, RM Surabayan, pukul 11.10 WIB)

Bagaimanapun juga tentu pabrik menjadi objek pengawasan utama Disnakertrans agar tidak lagi mempekerjakan pekerja anak di dalam usahanya. Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa pengawasan Disnakertrans secara langsung dilakukan ke pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan di Kota Serang. Namun memang masih ada pabrik yang mempekerjakan pekerja anak, dengan alasan bahwa pihak pabrik mempekerjakan pekerja anak dengan niat membantu sang anak yang memang latar belakang pendidikannya tidak akan cukup sebagai syarat jika ia bekerja di perusahaan atau memang ingin membantu mereka yang putus sekolah. Hal ini yang disampaikan oleh pemilik pabrik yang mempekerjakan pekerja anak (I2-6):

“Ada memang, kalau perusahaan kan biasanya mau terima ketika ada

ijazah, tapi ya kalo kita asal dia ada kemauan kerja ya sudah kerja. Apalagi kita kan di lingkungan industri rumah tangga tidak bisa seperti itu dalam masalah pasang standar. Orang-orang pinggiran bahasanya, yang secara standar pendidikan bisa tidak sampai SMA yang biasanya kerja disini. Sistemnya kalau disini memang dia masuk kalau dia mau

bekerja, jadi tidak ada paksaaan atau tuntutan harus bekerja setiap harinya. Kalau memang lagi ada kerjaan ya kita buka dan kasih kerjaan. Mereka biasanya datang sendirinya tiap hari, kita ga batasin siapa saja yang mau kerja. Jadi siapa aja yang mau kerja kita terima dan kasih kerjaan. Sampai saat ini biasanya pola yang datang itu sistem bawa

temen.”(Wawancara dengan Bapak JN, Pemilik Pabrik, Pabrik Kue, 23

April 2015 pukul 14.20 WIB)

Pekerja anak di Kota Serang juga mengaku sulit untuk meninggalkan pekerjaannya meski memang masih di bawah umur. Hal ini dikarenakan tuntutan ekonomi keluarga yang kurang membuat mereka cukup segan meninggalkan pekerjaan yang bisa digunakan uangnya untuk membiayai atau minimal membantu keuangan keluarga. Pemerintah sendiri sudah mengusahakan pengawasan dan merancang program dan kegiatan untuk bisa melepaskan pekerja anak dari kewajiban bekerja dan mengembalikan hak mereka sekolah. Hal ini dilakukan mulai dari mencari tahu mengapa anak bekerja hingga memberikan program untuk menangani, seperti yang disampaikan I2-8:

“Waktu itu ditanya kenapa tidak sekolah, trus katanya mau diajak kejar

paket” (Wawancara dengan Pekerja Anak, NR, Pabrik kue, 23 April 2015,

pukul 15.45 WIB)

Dijelaskan juga oleh I2-7 sebagai berikut:

“Pendataan waktu itu” (Wawancara dengan AN, Pekerja anak, Pabrik kue, 23 April 2015, pukul 15.30 WIB)

Berbagai faktor menyebabkan pekerja anak di Kota Serang memilih untuk bekerja, mulai dari untuk pemenuhan biaya keluarga maupun juga untuk uang jajan atau sekedar mengisi waktu karena sudah berhenti dari sekolah. Program pemerintah masih dirasakan belum bisa mengisi dan menjawab kebutuhan

sebenarnya dari para pekerja anak yang ada, sehingga para pekerja anak memilih untuk tetap bekerja. Hal ini disampaikan oleh I2-7:

“Ya belum sih. Kita disuruh berhenti kerja dan sekolah lagi, katanya gratis biaya bulanannya. Tapi kan pas masuknya bayar, trus ongkos juga kan perlu. Jadi ya namanya butuh uang, saya masih pilih kerja.”

(Wawancara dengan Wawancara dengan AN, Pekerja anak, Pabrik kue, 23 April 2015, pukul 15.30 WIB)

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan di atas dapat disimpulkan bahwa Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Serang tidak mengalami kesulitan dalam pembiayaan anggaran karena ditunjang dana dari APBN. Hanya saja program dan kegiatan dari pembiayaan APBN ini masih banyak memiliki kendala dalam pelaksanaannya, mulai dari sosialisasi yang belum menyeluruh, tindak lanjut dalam melakukan pengawasan yang belum dilaksanakan secara langsung meski sudah mulai meneliti faktor-faktor penyebab anak bekerja, sehingga kemudian mempengaruhi kepada dampak yang masih belum terasa bagi pekerja anak.