LANDASAN TEOR
2. Fungsi Modul
Modul pembelajaran dikembangkan dan digunakan untuk membantu proses
pembelajaran. Andi (2012: 107) menjelaskan beberapa fungsi modul sebagai
berikut.
a. Bahan ajar mandiri. Artinya modul sebagai bahan ajar dapat digunakan secara
mandiri oleh peserta didik tanpa menggunakan bantuan dari pengajar.
b. Pengganti fungsi pendidik. Modul sebaiknya mampu menjelaskan materi
pelajaran menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta didik.
Modul dapat digunakan sebagai pengganti pengajar dalam proses
pembelajaran.
c. Sebagai alat evaluasi. Peserta didik yang menggunakan modul diharapkan
mampu mengukur kemampuan diri sendiri terhadap materi yang dipelajarinya.
d. Sebagai bahan rujukan bagi peserta didik. Modul memiliki fungsi sebagai
bahan rujukan peserta didik karena peserta didik diharapkan mampu menguasai
materi yang terdapat dalam modul.
3. Karakteristik Modul
Modul membantu peserta didik dalam melakukan proses belajarnya. Prastowo
(2010: 110) menjelaskan beberapa karakteristik modul yaitu, (a) dirancang untuk
sistem pembelajaran mandiri; (b) merupakan program pembelajaran yang utuh dan
sistematis; (c) mengandung tujuan, bahan atau kegiatan, dan evaluasi; (d) disajikan
beberapa peran pengajar, (e) cakupan bahasa terfokus dan terukur, serta (f)
mementingkan aktivitas belajar pemakai.
Vembriarto dalam Andi (2010: 110) menjelaskan lima karakteristik modul.
Pertama, modul merupakan unit (paket) pengajaran terkecil dan lengkap. Kedua,
modul memuat rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan dan sistematis.
Ketiga, modul memuat tujuan belajar (pengajaran) yang dirumuskan secara
eksplisit dan spesifik. Keempat, modul memungkinkan siswa belajar sendiri
(independent), karena modul membuat bahan yang bersifat self-instructional.
Kelima, modul adalah realisasi pengakuan perbedaan individual, yakni salah satu
perwujudan pengajaran individual.
Berdasarkan karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik modul
secara umum memiliki petunjuk penggunaan yang jelas, terdapat tujuan belajar,
mampu mengakomodasi gaya belajar siswa, dan membantu peserta didik dalam
mengevaluasi proses belajar secara mandiri.
2.3 Kerangka Berpikir
Pengembangan kebiasaan membaca pemahaman mahasiswa semester VI
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta tahun akademik 2015/2016, disusun dengan dasar kerangka berpikir
sebagai berikut.
Pertama, peneliti mengumpulkan data dari responden yaitu mahasiswa
2015/ 2016 dengan melakukan observasi, memberikan angket analisis kebutuhan
pengembangan kebiasaan membaca pemahaman, angket faktor membaca
pemahaman, melakukan tes kemampuan membaca pemahaman mahasiswa, dan
melakukan wawancara kepada mahasiswa. Observasi dilakukan untuk mengetahui
situasi proses perkuliahan yang melibatkan dosen dan mahasiswa. Angket analisis
kebutuhan pengembangan kebiasaan membaca pemahaman berisi pernyataan-
pernyataan mengenai kebiasaan membaca pemahaman mahasiswa. Angket faktor
membaca pemahaman berisi tentang pernyataan-pernyataan mengenai faktor-
faktor yang memengaruhi tinggi atau rendahnya kegiatan membaca mahasiswa.
Tes kemampuan membaca pemahaman berisi soal pilihan ganda untuk mengukur
tingkat kemampuan membaca mahasiswa. Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan kepada beberapa mahasiswa yang memiliki nilai tinggi dalam tes
kemampuan membaca pemahaman.
Kedua, setelah peneliti mendapatkan informasi dari observasi, hasil angket
analisis kebutuhan pengembangan kebiasaan membaca pemahaman, angket faktor
membaca pemahaman, tes kemampuan membaca pemahaman, dan wawancara,
peneliti mencari korelasi terhadap data tersebut. Secara khusus, hal tersebut
dilakukan untuk mengetahui analisis kebutuhan pengembangan kebiasaan
membaca pemahaman, faktor-faktor kemampuan membaca pemahaman
mahasiswa berkaitan dengan tinggi atau rendahnya kemampuan membaca
pemahaman mereka. Selanjutnya, data dari hasil analisis kebutuhan pengembangan
peneliti dapat menemukan pengembangan kebiasaan membaca pemahaman
mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pengembangan kebiasaan membaca pemahaman dapat dilakukan dengan cara
mencari teori yang mendukung untuk membuat materi dan menambahkan hasil
analisis data yang pada nantinya akan menghasilkan produk berupa modul. Angket
analisis pengembangan kebiasaan membaca pemahaman mahasiswa dianalisis
lebih dalam sehingga terdapat 6 indikator yang mendukung pengembangan
kebiasaan membaca pemahaman mahasiswa. Setelah peneliti mengetahui indikator
tersebut kemudian peneliti mengklasifikasikan subindikator menurut 6 indikator
yang telah ada. Angket faktor membaca pemahaman juga dianalisis menjadi faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut kemudian dianalisis lebih dalam
sehingga terdapat 14 indikator yang mendukung faktor internal dan eksternal.
Setelah peneliti mengetahui indikator tersebut kemudian peneliti
mengklasifikasikan subindikator menurut 14 indikator yang telah ada. Analisis
subindikator (pernyataan) dari angket analisis kebutuhan pengembangan kebiasaan
membaca pemahaman dan angket faktor membaca pemahaman tersebut sesuai
dengan teori skala likert. Dalam skala likert diketahui terdapat pernyataan positif
dan negatif. Subindikator kemudian dianalisis menurut pernyataan positif dan
pernyataan negatif.
Tes kemampuan membaca pemahaman digunakan untuk mengukur tingkat
pemahaman mahasiswa terhadap suatu bacaan. Tes tersebut dianalisis dengan
menggunakan indeks tingkat kesulitan untuk mengetahui butir soal yang layak dan
terlalu sulit dan tidak terlalu mudah untuk dikerjakan oleh mahasiswa. Setelah
menentukan indeks tingkat kesulitan butir soal kemudian dikaitkan dengan enam
aspek kemampuan membaca pemahaman. Enam aspek tersebut yaitu menangkap
arti kata/istilah, menangkap makna tersurat, menangkap makna tersirat, menarik
kesimpulan isi bacaan, memprediksi maksud penulis, dan mengevaluasi bacaan.
Keenam aspek tersebut dianalisis agar dapat mengetahui tingkat keberhasilan
mahasiswa dalam mencapai keenam aspek tersebut.
Ketiga, pengembangan produk yang berupa modul pengembangan kebiasaan
membaca pemahaman. Modul akan dikembangkan berdasarkan hasil observasi,
angket analisis kebutuhan pengembangan kebiasaan membaca pemahaman, angket
faktor membaca pemahaman, hasil tes kemampuan membaca pemahaman, dan
wawancara. Setelah produk selesai dibuat, peneliti melakukan penilaian kelayakan
modul kepada dosen ahli sebelum diberikan kepada mahasiswa untuk diuji
cobakan.
Hasil penilaian produk tersebut menjadi pedoman bagi peneliti untuk
melakukan revisi apabila terdapat kekurangan dari modul tersebut. Setelah peneliti
melakukan revisi modul maka peneliti dapat melakukan uji coba produk kepada
lima mahasiswa yang sudah dipilih melalui tahap seleksi. Sejumlah mahasiswa
yang dipilih peneliti untuk menjadi responden guna menguji keefektivan modul
tersebut dapat mewakili keseluruhan jumlah respoden. Modul pengembangan
kebiasaan membaca pemahaman diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
kebiasaan membaca pemahaman mahasiswa. Secara ringkas, kerangka berpikir
dapat dilihat pada skema berikut ini.
Skema 2.1 Kerangka Berpikir
Kebiasaan Membaca Pemahaman
Analisis Kebutuhan Pengembangan Kebiasaan Membaca Pemahaman Tes Kemampuan Membaca Pemahaman Pengembangan Kebiasaan Membaca Pemahaman Mahasiswa Analisis Faktor Membaca Modul Pengembangan Kebiasaan Membaca
37 BAB III