• Tidak ada hasil yang ditemukan

ARENA TELEVISI DI INDONESIA

A. Ruang Sosial Arena Televisi

1. Habitus dan Kepemilikan Modal

Setiap agen, baik itu institusi maupun individu, yang terlibat dalam arena televisi telah memiliki modal – modal ekonomi, modal simbolik, modal budaya, dan modal sosial – namun tingkat akumulasinya bervariasi. Bagaimana dan seberapa besar modal dipergunakan untuk menguasai bidang pertelevisian akan mempengaruhi besar kecilnya pertambahan modal yang telah diakumulasi agen dalam struktur arena televisi. Selain itu, tingkat akumulasi modal juga dipengaruhi oleh interaksi antara satu agen dengan yang lainnya. Modal yang dimiliki agen menjadi alat untuk mengolah masukan (input ) yang diterima dan menjadi alat untuk memperkuat legitimasi atas posisi yang telah ditempati oleh agen tertentu dalam arena televisi. Input ini diperoleh agen melalui berbagai interaksi dengan agen lainnya, kemudian diolah oleh sebuah sistem disposisi yang telah dimiliki para agen yang disebut juga dengan habitus.

Para agen ini juga telah membangun habitus dalam diri masing-masing, yakni sebuah sistem disposisi yang distrukturkan dan sekaligus menstrukturkan. Secara individual, habitus dibentuk sejak masa kanak-kanak. Namun secara kelembagaan, habitus dibentuk bersamaan dengan terbentuknya sebuah lembaga tertentu baik itu berdasarkan kepentingan yang sama antara individu dan masyarakat ataupun berdasarkan strata sosial dalam masyarakat tertentu yang disebut habitus kelompok atau habitus kelas.

96

Habitus berperan cukup besar bagi agen untuk memberikan apresiasi dan menciptakan persepsi atas segala-sesuatu yang terjadi di sekitar dunia sosial. Dengan apresiasi dan persepsi, satu agen akan mampu mengenali sungguh-sungguh apa yang sedang terjadi di sekitarnya. Habitus juga menjadi dasar orientasi agen dalam melakukan berbagai tindakan dan mengerjakan tugas-tugasnya, termasuk membantu agen dalam mengolah masukan dengan modal yang telah ada pada diri agen. Hasil dari pengolahan input itu bisa berupa tindakan yakni sebagai reaksi atas masukan tersebut atau bisa juga berupa keuntungan sebagai sebuah bentuk repoduksi modal. Namun apabila terjadi kegagalan dalam mengolah input, akibatnya tidak akan muncul reaksi dari agen dan tidak akan terjadi penambahan modal dalam diri agen.

Oleh karena besar kecilnya modal menentukan posisi agen, maka diperlukan pengukuran modal. Modal ekonomi bisa diukur secara kuantitatif dan kualitatif tetapi tidak demikian halnya dengan modal simbolik, budaya, dan sosial. Oleh karena itu pengukuran kualitatif modal – dominan dan tidaknya – dilakukan berdasarkan potensi untuk mengembangkan diri (untuk memperoleh keuntungan dan reproduksi modal) dan potensi mempengaruhi lembaga-lembaga lain melalui interaksi satu agen dengan yang lainnya. Potensi yang dimiliki agen bisa berasal dari dirinya sendiri maupun dari agen yang lain. Potensi dari diri agen bisa ditunjukkan melalui peristiwa-peristiwa yang pernah dialami agen, tindakan-tindakan yang pernah dilakukan agen, riwayat hidup agen, latar belakang sosial agen, kemampuan agen untuk merespons peristiwa-peristiwa sosial di masa kini, baik dalam bentuk pemikiran maupun tindakan, dan segala sesuatu yang dimiliki oleh agen yang tidak diwujudkan dalam angka. Sedangkan potensi yang berasal dari luar agen tertentu

97

bisa ditunjukkan melalui respons agen-agen lainnya terhadap eksistensi agen tersebut.

Wujud potensi dalam modal ekonomi adalah uang, sarana fisik, dan kelengkapan-kelengkapan lain yang dimiliki satu agen. Modal ekonomi ini merupakan sumber daya dan kekuasaan yang dipergunakan oleh lagen-agen dalam arena televisi, terutama untuk memperoleh keuntungan ekonomi dan lebih jauh lagi untuk mereproduksi modal yang sudah ditanamkan. Di samping keuntungan ekonomi, modal ekonomi bisa juga dipergunakan untuk memperoleh keuntungan simbolik (menambah akumulasi modal simbolik) – yakni penghormatan dan pengakuan atas keberhasilannya dalam mengakumulasi modal ekonomi. – yang dapat mempengaruhi kekuasaan ekonomi (atas sebuah pasar) dan kekuasaan politik (dominasi terhadap agen lain) dalam arena televisi.

Pontesi dalam modal simbolik ini berupa pernghormatan dan pengakuan atas hak-hak dan kewajiban, kekuasaan dan kewenangan, karisma atau pesona, dan popularitas satu agen. Dominan dan tidaknya modal simbolik diukur dari besarnya penghormatan dan pengakuan – yang diberikan oleh agen-agen lain – atas segala pontesi yang dimiliki satu agen, serta keberhasilannya dalam berinteraksi dengan agen-agen lain. Di samping itu, sukses dan tidaknya agen dalam menjalankan tugas-tugas yang melekat dalam status sosialnya juga mempengaruhi akumulasi modal simbolik agen tersebut. Keuntungan yang dihasilkan dari modal simbolik adalah keuntungan simbolik yakni semakin besarnya pengakuan dan penghormatan yang diberikan kepada agen-agen tertentu dalam arena televisi.

98

pengalaman wawasan, profesionalisme agen-agen dalam menjalankan tugas-tugasnya di bidang pertelevisian, dan masa keterlibatan satu agen dalam arena televisi. Meskipun satu agen memiiki tingkat pendidikan yang tinggi, tetapi jika agen itu belum lama menggeluti permasalahan pertelevisian, maka potensinya pun kecil untuk mengkumulasi modal budaya dalam arena televisi. Oleh karena itu, akumulasi modal budaya harus dilakukan terus menerus dengan selalu melibatkan diri dalam permasalahan perlevisian, mengevaluasi permasalahan dalam bidang pertelevisian, dan menemukan cara untuk mengatasinya. Modal budaya ini, jika diakumulasikan secara dominan, selain akan memperoleh keuntungan budaya (bertambahnya pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan profesionalisme), juga akan membuahkan keuntungan simbolik.

Modal sosial satu agen dapat didiukur dari potensi untuk membentuk dan menambah jaringan atau hubungan sosial dengan lembaga atau individu. Dengan semakin banyaknya jaringan sosial, sebuah lembaga atau individu akan mampu menggalang kekuatan sosial yang lebih besar untuk mengatasi permasalahan dalam bidang pertelevisian. Kerja sama antar lembaga atau individu tentu akan semakin memperkuat modal sosial agen, dan dengan demikian juga semakin menguatkan penghormatan dan pengakuan atas diri agen (menambah akumulasi modal simbolik) dalam arena televisi.

Dengan tolok ukur potensi yang dimiliki para agen, kita bisa membuat gambaran mengenai kecenderungan atau tren akumulasi modal para agen yang tidak harus dinyatakan dalam angka absolut seperti dalam statistik sosial. Karena, meskipun potensi itu bisa diukur dengan angka, akan tetapi sesungguhnya potensi

99

yang dimiliki para agen bersifat subyektif dan relatif.73 Dalam menggambarkan kecenderungan tersebut, di sini akan dipergunakan simbol (+) untuk menyatakan potensi mengakumulasi modal secara dominan dan simbol (-) untuk menyatakan potensi mengakumulasi modal tidak dominan.