• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hukum dan Logika dalam Arena Televisi

ARENA TELEVISI DI INDONESIA

B. Hukum dan Logika dalam Arena Televisi

Tiap-tiap arena memiliki hukum yang sangat khas sesuai dengan karakter masing-masing arena. Hukum merupakan prinsip-prinsip dasar untuk melakukan tindakan yang benar berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat oleh kekuatan-kekuatan dalam sebuah arena. Meskipun demikian, dalam kenyataannya,

82

Perdebatan seputar program Joe Milionnaire Indonesia (JMI) merupakan contoh bagaimana seorang individu dengan modal simbolik bermain dalam arena televisi. Amalia H Day yang adalah anggota KPI Pusat menilai tayangan JMI yang ditayangkan RCTI sebagai program televisi yang sangat buruk Ia bahkan mengatakan sebagian besar program televisi di Indonesia sangat buruk. Kritikan ini segera memperoleh respons dari RCTI, namun tidak mengubah kebijakan penayangan JMI oleh RCTI (Media Indonesia, 17 April 2005)

116

hanya kekuatan-kekuatan yang dengan modal dominan – secara akumulatif dalam keseluruhan kepemilikan modal – yang memiliki pengaruh kuat dalam menentukan kesepakatan-kesepakatan tersebut. Mereka yang memiliki modal sangat dominan berusaha agar kepentingan-kepentingannya tidak terhambat dengan kesepakatan-kesepakatan yang menjadi hukum dalam arena.

Kesepakatan itu mencakup konsep dan batasan-batasan menyangkut status lembaga dan individu beserta kekuasaan dan kewenangan masing-masing. Selain itu, kesepatakan tersebut dibuat dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti ideologi, politik, ekonomi, budaya, dan sosial. Hukum yang dibuat berdasarkan kesepakatan bersifat mengikat dan menjadi peraturan yang harus ditaati oleh mereka yang terlibat dalam arena tersebut. Hukum dalam sebuah arena dapat dilembagakan dan menjadi hukum tertulis yang tersusun secara tegas dan kaku (represif), bab per bab, pasal demi pasal, beserta ayat-ayatnya. Kode-kode dalam hukum tertulis dapat dibaca dengan jelas secara literer dan biasanya memiliki sedikit tafsiran sosial demi kepentingan peradilan. Namun ada pula hukum yang dilembagakan tetapi menjadi hukum yang tidak tertulis yang tidak represif. Kode-kode dalam hukum tidak tertulis diorganisasikan sebagai sebuah pesan atau gagasan – dalam wujud teks dan wacana sosial – yang belum tentu dapat dibaca secara literer sehingga para agen harus mampu menafsirkannya secar kontekstual. Masing-masing hukum ini, jika tidak ditaati, akan mengandung konsekuensi yang berbeda: dalam hukum represif bisa dikenakan denda finansial dan hukuman badan, sedangkan dalam hukum tidak tertulis dimanifestasikan perlakuan sosial tertentu.

117

hukum negara atau peraturan-peraturan lain yang mengikat agen dalam wilayah-wilayah sosial yang lebih sempit. Contoh hukum tertulis yang berlaku adalah Undang-Undang (UU) Penyiaran, UU Pokok Pers, UU Ketenagakerjaan, dan UU lain beserta petunjuk pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Surat Keputusan (SK) terkait dengan bidang pertelevisian, yang dikeluarkan oleh pejabat-pejabat lembaga kebijakan publik seperti menteri, ketua lembaga dan komisi independen. Peraturan yang mengikat agen dalam wilayah sosial yang lebih sempit bisa berupa peraturan dalam lembaga-lembaga yang terlibat dalam arena televisi yang hanya berlaku untuk agen-agen di lembaga tertentu. Hukum tertulis ini merupakan buah kesepatakan antar pihak yang terlibat dalam arena televisi, khususnya mereka yang memiliki modal sangat dominan seperti pemerintah, DPR dan lembaga penyiaran. Mereka yang bermodal dominan mendominasi arena televisi sehingga mereka pun begitu dominan dalam menentukan peraturan-peraturan yang berlaku, termasuk hukum tertulis.

Hukum yang tidak tertulis dalam arena televisi berupa dalil-dalil yang bekerja secara ideologis seperti teori-teori ilmu pengetahuan, hukum pasar, etika sosial, dan lain-lain. Dalil-dalil ideologis ini bisa berbentuk teks atau wacana sosial dengan segala pamaknaannya. Meskipun tidak tertulis, dalil-dalil ideologis ini justru berperan sangat besar dalam membentuk perilaku dan tindakan agen-agen dalam arena televisi. Mereka yang terlibat dalam arena televisi seringkali tidak memahami dalil-dalil ini namun sebenarnya pola berpikir, perilaku, dan tindakan mereka merupakan manifestasi dari beroperasinya dalil-dalil ideologis dalam arena televisi.

118

televisi adalah rating yakni sistem pemeringkatan program televisi yang ditayangkan oleh stasiun televisi tertentu pada jam tertentu di wilayah yang ditentukan, berdasarkan survei kepemirsaan yang dilakukan oleh lembaga survei tertentu (dalam hal ini yang disepakati oleh agen-agen dominan adalah AC Nielsen Company).83 Sedang komposisi pemirsa didasarkan pada kategori jenis kelamin (male – laki-laki dan female –perempuan), usia (children – anak-anak, teens – remaja, adult– dewasa, dan all ages – semua umur), dan kelas sosial ekonomi (A – ekonomi kelas atas dan berpendidikan tinggi, B – ekonomi menengah atas dan berpendidikan tinggi, C –

ekonomi menengah dan berpendidikan tinggi dan menengah, D ekonomi menengah bawah dan berpendidikan menengah ke bawah, E – ekonomi kelas bawah dan berpendidikan menengah ke bawah), atau gabungan dari kategori kategori usia dan jenis kelamin.84

Survei ini dilakukan dengan mempergunakan teknologi yang sangat canggih yakni peoplemeter yang disambungkan dengan pesawat televisi audiens yang sudah ditentukan dan melalui jaringan telekomunikasi.dihubungkan ke database yang berada dalam komputer utama milik lembaga survei. Alat tersebut memiliki kemampuan untuk mencatat stasiun televisi mana yang sedang ditonton oleh pemirsa tertentu pada jam tertentu. Pemindahan saluran yang dilakukan oleh penonton tertentu

83

Konsep ini adalah yang dipahami secara umum. Sesungguhnya, pemeringkatan dalam survei kepemirsaan ada dua macam yakni rating dan share. Rating adalah perkiraan prosentase jumlah keseluruhan penonton atau rumah tangga yang menyaksikan acara televisi tertentu yang dipancarkan oleh stasiun televisi tertentu dalam jam tertentu pula dibagi jumlah populasi yang sudah ditentukan. Sedangkan shares adalah perkiraan prosentase pemirsa atau rumah tangga yang memanfaatkan radio atau televisi dan menyaksikan acara televisi tertentu yang ditayangkan oleh stasiun tertentu dalam jam tertentu pula di bagai jumlah keseluruhan yang menyaksikan televisi. (Wimmer dan Popowski, 1984: 47-48)

84

119

juga secara otomatis akan diolah oleh sistem komputer lembaga tersebut. Jika televisi dimatikan, secara otomatis pula alat tersebut tidak akan melakukan penghitungan.

Dalam presentasi laporan hasil survei yang dilakukan sekali seminggu, lembaga tersebut menggunakan teknik sampling dan pengolahan data yang sangat mutakhir sehingga agen-agen tertentu, seperti lembaga penyiaran televisi, PH, ditributor program televisi, perusahaan pengiklan, artis, pengusaha penyiaran, praktisi media, dalam arena televisi menyetujui dan meyakini hasil survei sebagai penghitungan yang sahih dan terpercaya secara ilmiah (ilmu pengetahuan). Tidak hanya dalam penghitungan, bahkan dalam intepretasi hasil pengolahan data survei diyakini oleh agen-agen tersebut sebagai intepretasi yang sudah tepat dan tidak perlu dipersoalkan lagi.

Angka-angka dalam rating menjadi alat utama untuk menetukan sejumlah kebijakan yang diambil oleh agen-agen tertentu dalam arena televisi. Salah satunya adalah untuk mengevaluasi hasil jerih payah sejumlah agen dalam arena televisi, khususnya mereka yang berkecimpung dalam praktek penyiaran televisi. Jika nilai

rating kecil dan menurun dari waktu ke waktu, perusahaan pengiklan enggan untuk memasang iklan produknya pada acara tertentu, jam tayang tertentu, pada stasiun televisi tertentu. Angka rating menurun sama artinya dengan potensi iklan menurun; dan itu sama juga artinya dengan potensi penghasilan lembaga penyiaran menurun. Jika demikian, diperlukan adanya penelitian pada program tertentu di jam tertentu untuk menemukan persmasalahannya. Apabila permasalahan sudah ditemukan, maka perlu diambil langkah-langkah selanjutnya apakah mengadakan perbaikan, perombakan atau penggantian.

120

Demikian juga sebaliknya, jika angka rating sebuah program pada jam tayang tertentu meningkat, terdapat potensi untuk meningkatkan jumlah iklan. Oleh karena itu pelu dilakukan analisa seberapa besarkah potensi tersebut. Andaikan potensi itu dirasa cukup besar, maka langkah berikutnya adalah menambah jam siaran program tersebut. Namun, jika potensi ini tidak cukup besar, yang perlu dilakukan adalah mempertahankan format dan isi tayangan tersebut atau meningkatkan kualitas tayangan tersebut. Semua dilkakukan untuk memperoleh penambahan income

lembaga penyiaran televisi

Selain rating, dalam arena televisi juga berlaku dalil ideologis seperti rasionalitas yakni bahwa apa yang dilakukan dalam arena televisi, termasuk dalam produksi penyiaran program televisi, harus didasarkan pada rasio atau akal sehat (common sense) manusia. Selain itu, juga berlaku dalil kebersamaan seperti yang tertuang dalam slogan-slogan 'Kebanggaan bersama milik bangsa' (RCTI), 'Milik kita bersama' (Trans TV), 'Satu untuk Semua' (SCTV), 'Televisi Keluarga Indonesia' (TPI); kesemuanya didasarkan pada gagasan bahwa segala sesuatu dalam arena televisi adalah milik bersama dan dilakukan bersama-sama. Masih terdapat sejumlah dalil ideologis lain yang beroperasi dalam arena televisi yang bekerja secara nyata dalam arena televisi dan dianut oleh agen-agen yang terlibat di dalamnya meskipun dengan tingkat keyakinan yang berbeda-beda.

Hukum-hukum (hukum represif dan dalil ideologis) dalam arena televisi berlaku secara independen. Walaupun dimungkinkan memiliki kesamaam dengan hukum dan dalil dalam arena yang lain, hukum dan dalil dalam arena televisi di Indonesia tidak akan dipengaruhi oleh hukum dan dalil dalam arena yang lain.

121

Bahkan, meskipun dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dominan dalam arena televisi, hukum-hukum tersebut tetap berlaku secara independen. Hukum tersebut berlaku bagi dan mengatur segala tingkah laku dan tindakan siapa saja yang terlibat dalam arena televisi. Siapa saja dan apa saja yang masuk ke dalam arena televisi, harus tunduk kepada hukum-hukum tersebut.

Bermacam-macam hukum dan dalil-dalil ideologis yang berlaku dalam arena televisi membentuk dasar pengetahuan bagi praktek-praktek yang dilakukan oleh para agen, yang disebut dengan logika praktek. Dengan logika praktek tersebut agen dimampukan untuk mengolah segala yang ada di sekitarnya menjadi produk-produk kerja dan tindakan sesuai dengan modal yang dimilikinya. Seorang praktisi media, misalnya seorang sutradara televisi yang memiliki modal budaya berupa pengetahuan tentang produksi program televisi, berusaha untuk mengolah peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi di dalam kehidupannya menjadi sebuah cerita televisi yang menarik yang kemudian ia tuangkan kedalam sebuah program televisi. Tanpa logika, sutradara itu tidak akan berhasil menghubungkan tokoh dalam peristiwa sosial dengan tokoh dalam sebuah gambar televisi karena gambar dalam peristiwa sosial tidak sama bentuknya dengan gambar dalam program televisi. Logika praktek yang dikuasai oleh sang sutradara akan mengondisikan perlunya konsep produksi dan peralatan-peralatan teknis produksi televisi yang sangat mempengaruhi proses pengambilan gambar seorang tokoh dalam cerita sosial yang hendak ditayangkan di televisi.

Dengan logika praktek itu pula agen dalam arena televisi dimampukan untuk melakukan evaluasi atas hasil kerja dan tindakannya. Jika hasil kerjanya dianggap

122

tidak memuaskan, agen tersebut akan mencari permasalahannya dan berusaha untuk mengatasinya. Jika hasil kerjanya dinilai sudah bagus, ia akan mempertahankan atau meningkatkan hasil kerja dan tindakannya.

Dalam proses penciptaan (produksi dan reproduksi) serta evaluasi, selain logika praktek, habitus juga memiliki peran yang sangat menentukan. Habitus – hasil penstrukturan kondisi sosial obyektif yang berupa pengalaman, pengetahuan, dan kemampuan masa lalu ke dalam diri agen – akan memberi agen sejumlah pilihan tindakan beserta konsekuensinya. Habitus pula yang mengarahkan agen untuk menentukan pilihan atas sebuah tindakan. Dengan demikian, logika praktek menjadi hukum transeden sedangkan habitus merupakan hukum imanen dalam diri masing-masing agen.85 Kedua-duanya memiliki fungsi yang sama bagi agen dalam sebuah arena.